Kategori: Nasional

  • KPK Periksa Hasbi Hasan dan Windy Idol Terkait TPPU

    KPK Periksa Hasbi Hasan dan Windy Idol Terkait TPPU

    Jakarta, sinarlampung.co-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemeriksa mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Hasbi Hasan (HH), sebagai tersangka. Hasbi Hasan yang merupakan kakak kandung Wakil Bupati (Wabup) Kabupaten Tulang Bawang (Tuba) Hankam Hasan ini diperiksa terkait kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjeratnya.

    KPK masih mendalami dan mengumpulkan alat bukti dalam perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU) oleh mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Hasbi Hasan. Pada Rabu kemarin, penyidik memeriksa Hasbi sebagai saksi untuk tersangka Windy Yunita Bestari Usman, yang dikenal sebagai Windy Idol, dan tersangka Rinaldo. “Pemeriksaan dilakukan di Gedung KPK Merah Putih,” kata juru bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto dalam keterangan tertulis, pada Jumat, 25 April 2025.

    Tessa menyebut Hasbi diperiksa untuk mendalami peran Windy dan Rinaldo dalam perkara pencucian uang. Saat ini, Hasbi Hasan sedang menjalani masa hukuman untuk perkara suap pengurusan perkara kasasi Koperasi Intidana.

    Majelis Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan vonis terhadap Hasbi 6 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. Selain itu, hakim juga menjatuhkan pidana uang pengganti Rp 3,88 miliar. Majelis Hakim Pengadilan Tipikor menyatakan Hasbi terbukti menerima suap Rp 3 miliar.

    Vonis tersebut sebenarnya jauh lebih rendah dari tuntutan yang diajukan oleh jaksa penuntut umum dari KPK. Jaksa meminta majelis hakim menjatuhkan vonis penjara selama 13 tahun 8 bulan. Karena itu, jaksa pun mengajukan banding. Namun, Pengadilan Tinggi Jakarta tak mengabulkan banding itu dan memperkuat vonis Pengadilan Tipikor.

    Hasbi saat ini berstatus terpidana kasus suap pengurusan perkara. Dia telah divonis 6 tahun penjara. Vonis Hasbi ini tak berubah sejak tingkat pengadilan negeri hingga kasasi di Mahkamah Agung. Hakim menjatuhkan denda Rp 1 miliar kepada Hasbi. Jika denda tidak dibayar, Hasbi akan dikenai pidana kurungan selama 6 bulan. (Red)

  • Bebas Dari Penjara Karena Pemerasan Pecatan Polisi di Riau Kini Dilaporkan Kasus Media Bodong

    Bebas Dari Penjara Karena Pemerasan Pecatan Polisi di Riau Kini Dilaporkan Kasus Media Bodong

    Pangkal Pinang, sinarlampung.co-Seorang pecatan Polisi karena kasus Narkoba, bernama Sudarsono alias Panjul yang mendadak menjadi wartawan dan mendirikan media online okeyboss.com dilaporkan Tim Kuasa Hukum Pasangan Calon (Paslon) Merdeka ke Polda Bangka Belitung atas dugaan penyebaran berita bohong atau hoax di medianya yang ternyata berbadan hukum bodong. Laporan resmi disampaikan pada Senin 28 April 2025.

    Panjul diduga mendirikan media online usai keluar dari penjara kasus pemerasan. Dengan membuat media pers, Sudarsono alias Panjul, kerap merilisi berita hoax. Untuk diketahui Sudarsono diberhentikan tidak hormat (PTDH) dari dinas kepolisian akibat kasus narkoba. Belum lama bebas dari hukuman penjara karena kasus pemerasan terhadap kontraktor proyek talud Pasir Padi, Pangkalpinang. Kini Sudarsono kembali membuat ulah dengan mendompleng profesi wartawan.

    Kuasa Hukum Paslon Merdeka, Ishar mengatakan bahwa portal berita okeyboss.com yang digunakan Sudarsono untuk mempublikasikan beritanya tidak memiliki badan hukum yang sah. Hasil klarifikasi resmi dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Republik Indonesia menegaskan bahwa PT Digital Indonesia Media—perusahaan yang mengklaim menaungi okeyboss.com tidak terdaftar dalam Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU).

    Ishar menyebut bahwa laporan tersebut fokus pada aspek legalitas portal, bukan pada konten berita, sehingga proses hukum dapat langsung dilakukan tanpa melalui Dewan Pers. Sebab, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 2 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, sebuah perusahaan pers wajib berbadan hukum. “Berdasarkan jawaban resmi dari Dirjen AHU, kami langsung melaporkan kasus ini ke kepolisian. Unsur pelanggaran terhadap UU Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan KUHP sudah terpenuhi,” ujar Ishar.

    Pelanggaran hukum yang dilanggar Sudarsono, kata Ishar diduga melanggar beberapa ketentuan hukum serius, yakni:

    • Pasal 28 ayat (1) jo. Pasal 45A ayat (1) UU ITE, yang mengatur tentang larangan penyebaran berita bohong dan menyesatkan yang dapat merugikan konsumen dalam transaksi elektronik. Pelanggaran ini dapat dikenakan hukuman pidana enam tahun penjara dan/atau denda Rp1 miliar.

    • Pasal 311 KUHP, tentang pencemaran nama baik dengan pemberitaan bohong yang berpotensi menimbulkan keonaran.

    • Pasal 263 KUHP, mengenai pemalsuan surat, karena terdapat indikasi Sudarsono membuat susunan redaksi palsu yang seolah-olah mengaitkan okeyboss.com dengan portal berita nasional Okezone.com.

    “Kami menemukan dalam website tersebut ada dua susunan redaksi. Salah satu tautan bahkan mengarahkan ke susunan redaksi Okezone. Setelah kami klarifikasi, Okezone memastikan tidak ada hubungan apapun dengan okeyboss.com,” ungkap Ishar.

    Ishar menilai tindakan Sudarsono mencerminkan penyalahgunaan profesi pers untuk kepentingan pribadi. Portal okeyboss.com, menurutnya, baru aktif menyajikan berita pada awal 2025, bertepatan dengan bebasnya Sudarsono dari penjara.

    Pecatan Polisi Ditangkap Jual Sabu

    Seorang pecatan Polri berinisial MF alias Fadli yang baru saja menghirup udara bebas pada November 2024 lalu, kembali berurusan dengan hukum bersama tiga rekanya lantaran terlibatan peredaran narkoba di Pekanbaru.

    “Tim Opsnal Polsek Sukajadi telah menangkap MF alias Fadli yang merupakan mantan anggota Polri dengan pangkat terakhir Bripka namun sudah dipecat secara resmi, bersama tiga rekannya RS alias Riski, MRS alias Sinaga, dan TN alias Tegar terlibat peredaran narkoba,” ujar Kapolsek Sukajadi, Kompol Jorminal Sitanggang, Kapolsek, Senin, 24 Februari 2025.

    Kapolsek menjelaskan kasus ini bermula dari laporan warga yang resah dengan aktivitas transaksi narkoba di kawasan Jalan Kuantan III, Kelurahan Sekip, Kecamatan Lima Puluh, Kota Pekanbaru. “Untuk MF, Ia baru saja keluar dari penjara pada November 2025 lalu atas kasus yang sama, yaitu peredaran narkotika,” tambah Jorminal.

    Berdasarkan informasi tersebut, Tim Opsnal Polsek Sukajadi melakukan penyelidikan intensif dan akhirnya melancarkan operasi undercover buy. Dalam operasi itu, petugas menyita dua paket sedang sabu serta 37 butir pil ekstasi yang dikemas dalam plastik bening.

    “Hasil interogasi menunjukkan bahwa para tersangka diinstruksikan oleh seseorang narapidana yang saat ini masih mendekam di salah satu Lapas di Pekanbaru. Namun, saat ditelusuri lebih lanjut, nomor yang digunakan pengendali ternyata berasal dari luar negeri, sehingga penyelidikan lebih lanjut masih terus dilakukan,” jelas Kapolsek.

    Selain itu, hasil tes urine yang dilakukan terhadap keempat tersangka menunjukkan hasil positif mengandung methamphetamine. “Para tersangka kini dijerat dengan Pasal 114 ayat (2) dan/atau Pasal 112 ayat (2) UU RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara,” ungkap Kapolsek. (Red)

  • Perempuan Buruh Berdaulat: Lawan Rezim Diktator Militer

    Perempuan Buruh Berdaulat: Lawan Rezim Diktator Militer

    Jakarta, sinarlampung.co – Pada peringatan Hari Buruh Sedunia 1 Mei 2025, Solidaritas Perempuan menyerukan perlawanan terhadap rezim diktator militer yang telah memperburuk kondisi perempuan buruh di Indonesia. Selama 34 tahun, Solidaritas Perempuan bekerja sama dengan perempuan akar rumput untuk memperjuangkan hak-hak dan keadilan bagi perempuan, khususnya perempuan buruh.

    Ketua Badan Eksekutif Nasional Solidaritas Perempuan, Armayanti Sanusi, menyatakan bahwa Ekspansi perkebunan sawit, orientasi pertanian agribisnis, pembangunan infrastruktur, dan privatisasi pesisir telah memaksa perempuan menjadi buruh di bawah sistem yang diktator dan penggunaan militer yang mengintimidasi serta mengontrol masyarakat.

    “Perempuan yang memperjuangkan hak-haknya sering kali menghadapi pembungkaman, intimidasi, dan trauma kolektif.” Kata Arma.

    Arma menambahkan, penggunaan militer oleh korporasi dan negara untuk menghadapkan langsung dengan masyarakat, termasuk perempuan buruh yang memperjuangkan tanah mereka yang direbut atas nama pembangunan, telah mengakibatkan dampak yang signifikan.

    Beberapa contoh kasus yang dihadapi oleh perempuan buruh di Indonesia adalah:

    Wadas, Jawa Tengah: Perempuan petani di Wadas mengalami intimidasi oleh aparat berulang kali, tetapi mereka masih melawan dengan membentuk Kelompok Tani Muda Wadas Farm melakukan budidaya pertanian pakan ternak dan peternakan kambing.

    Morowali, Sulawesi Tengah: Perempuan terdampak PT. Indonesia Morowali Industrial Park terpaksa menjadi buruh perusahaan bahkan ada yang menjadi buruh pencari besi-besi limbah dan sampah plastik.

    Makassar Sulawesi Selatan: Pembangunan Pelabuhan Makassar New Port membuat perempuan nelayan terpaksa mencari pekerjaan lain untuk menyambung hidup dan juga mencukupi kebutuhan sekolah anak-anak mulai dari menjadi buruh cuci, baju keliling, hingga buruh pengepul sampah laut.

    Teluk Bone Cungkeng Bandar Lampung: Perempuan nelayan terpaksa menjadi buruh perikanan, namun perempuan pesisir Teluk Bone Cungkeng hingga saat ini sulit mendapatkan akses Kartu Kusuka karena dianggap melawan pemerintah.

    Meninting, Nusa Tenggara Barat: Pembangunan Bendungan Meninting merusak dan menghilangkan +90 hektar masyarakat, terdiri dari hutan, sawah, ladang, dan pemukiman masyarakat.

    Seribandung, Sumatera Selatan: Sampai saat ini, tanah masyarakat dirampas oleh PTPN VII Cinta Manis, namun ketika masyarakat bersuara mereka dihadapkan dengan pengerahan aparat militer, kekerasan dan intimidasi.

    Lembah Pekurehua Kabupaten Poso Sulawesi Tengah: Skema baru perampasan lahan masyarakat melalui HPL Badan Bank Tanah telah mengakibatkan intimidasi yang menekan gerakan masyarakat.

    Solidaritas Perempuan menyerukan perlawanan terhadap rezim diktator militer yang telah memperburuk kondisi perempuan buruh di Indonesia.

    “Perempuan buruh berdaulat harus menjadi prioritas utama dalam pembangunan Indonesia.” Tutup Arma. (Red)

  • Bos Syila Musik Dilaporkan ke Polres Metro Jakarta Barat atas Dugaan Penipuan Rp110 Juta

    Bos Syila Musik Dilaporkan ke Polres Metro Jakarta Barat atas Dugaan Penipuan Rp110 Juta

    Jakarta, sinarlampung.co – Dunia hiburan kembali diguncang skandal. Pemilik Syila Musik, Destiani, resmi dilaporkan ke Polres Metro Jakarta Barat oleh pasangan suami istri, Angga Ferdiansyah dan Winnie Aries Husada, atas dugaan penipuan dan penggelapan dana senilai Rp110 juta. Laporan tersebut tercatat dengan Nomor: LP/B/508/IV/2025/SPKT/POLRES METRO JAKARTA BARAT/POLDA METRO JAYA, tertanggal 14 April 2025.

     

    Dalam keterangannya kepada media, Angga menyebut Destiani menjanjikan kerjasama konser berbayar dengan imbalan fee sebesar 15 persen dari modal. Tergiur tawaran tersebut, keduanya mentransfer uang tahap awal sebesar Rp20 juta ke rekening BCA atas nama Destiani.

     

    Tak berhenti di situ, dua hari setelah pertemuan langsung di Jakarta, Destiani kembali meminta dana tambahan Rp90 juta untuk kebutuhan produksi konser. “Total uang yang sudah kami serahkan mencapai Rp110 juta. Namun setelah konser selesai, uang tersebut tak pernah dikembalikan,” kata Angga.

     

    Ironisnya, meski konser berlangsung dan tiket dilaporkan terjual habis, janji pengembalian dana tinggal isapan jempol. “Sudah hampir satu tahun kami menunggu, tapi tidak ada itikad baik. Dua kali kami layangkan somasi, tidak ditanggapi. Bahkan, yang bersangkutan kini sulit dihubungi,” tambahnya.

     

    Angga dan istrinya mengaku sangat dirugikan dan berharap aparat penegak hukum bertindak tegas. “Kami minta kasus ini diproses secara profesional dan transparan, tanpa pandang bulu. Nama baik kami dan kepercayaan publik harus dijaga,” tegas Angga di akhir wawancara.

     

    Kasus ini pun menjadi perbincangan hangat, mengingat Syila Musik merupakan salah satu penyelenggara acara yang cukup dikenal di Bandar Lampung. Kini, publik menanti langkah hukum lanjutan dari pihak berwajib dalam mengusut tuntas dugaan penipuan yang menyeret nama besar di industri hiburan tersebut. (S. Kheir/*)

  • Soal Tuduhan Ijazah Palsu, Jokowi Laporkan Roy Suryo dan Empat Orang Lainnya

    Soal Tuduhan Ijazah Palsu, Jokowi Laporkan Roy Suryo dan Empat Orang Lainnya

    Jakarta, sinarlampung.co – Mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) melaporkan tuduhan ijazah palsu Jokowi ke Polda Metro Jaya, rabu (30 April 2025).

    Kuasa hukum Jokowi, Rivai Kusumanegara, mengatakan pelaporan tidak dilakukan ke Bareskrim Polri karena objek yang dilaporkan lebih banyak di wilayah Jakarta.

    Rivai menambahkan, ada sekitar 24 objek dalam bentuk video dengan lokus (lokasi peristiwa) berada di Jakarta. Total ada lima orang yang dilaporkan atas dugaan fitnah dan pencemaran nama baik Jokowi yakni RS, RS, ES, T, dan K.

    “Jadi tempat dimana mayoritas saksi itulah yang sebaiknya menangani agar pemeriksaan bisa dilakukan secara cepat,” Ujar Rivai di Polda Metro Jaya, Rabu, 30 April 2025.

    Sementara kuasa hukum Jokowi lainnya, Yakup Hasibuan, mengatakan kliennya telah menunjukkan bukti ijazah asli kepada Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya.

    “Ijazah itu mencakup jenjang pendidikan SD, SMP, SMA, hingga kuliah di UGM. Semuanya diperlihatkan ke penyelidik,” kata Yakup.

    Yakup menambahkan, Jokowi siap menunjukkan kembali ijazah tersebut jika dimintai keterangan lebih lanjut oleh polisi. “Itu nanti penyidik yang menilai seperti apa.” Imbuh Yakup.

    Jokowi diketahui mulanya mendatangi Gedung SPKT sekitar pukul 09.50 WIB. Dia lantas beranjak ke Direktorat Reserse Kriminal Umum pada 10.15. Jokowi melakukan pemeriksaan dan BAP hingga pukul 12.25 WIB.

    Jokowi mengatakan perlu datang langsung untuk melaporkan dugaan fitnah (ijazah palsu Jokowi) dan pencemaran nama baik ini. “Ya aduan memang harus saya sendiri datang,” ujarnya.

    Jokowi mengaku dicecar 35 pertanyaan oleh pihak kepolisian. “Ya ditanya banyak, ditanya 35 pertanyaan,” kata Jokowi. (Red)

  • Ini Kata Ketum JMSI Soal Prabowo Tegur Direksi BUMN dan Wartawan Diminta Keluar

    Ini Kata Ketum JMSI Soal Prabowo Tegur Direksi BUMN dan Wartawan Diminta Keluar

    Jakarta, sinarlampung.co – Town Hall Meeting Danantara hari Senin (28/4) kemarin, dimana pembawa acara meminta agar wartawan meninggalkan ruangan sebelum Presiden Prabowo Subianto memberikan sambutan, menjadi bahan pembicaraan dikalangan pewarta, termasuk tanggapan dari Ketum JMSI Teguh Santosa.

    Tidak sedikit yang mengkritik hal itu dan menilainya sebagai upaya untuk menutup-nutupi informasi publik. Namun, menurut Ketua Umum Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI) Teguh Santosa, permintaan itu tidak dapat dikatagorikan sebagai tindakan menutup akses pers terhadap informasi yang perlu diketahui publik.

    “Permintaan agar wartawan keluar ruangan saat Presiden berbicara bukan berarti menutup informasi publik,” kata Teguh Santosa menjawab pertanyaan wartawan di Jakarta, Rabu, 30 April 2025.

    JMSI adalah organisasi perusahaan pers yang merupakan konstituen Dewan Pers.

    Dalam Town Hall Meeting itu, wartawan sempat menonton film pencapaian pemerintah dalam enam bulan pertama dan menyimak sambutan dari CEO Danantara sekaligus Menteri Investasi Rosan Roeslani. Namun sesaat sebelum Prabowo berbicara, awak media diminta meninggalkan ruangan.

    Dalam penjelasan usai acara, Prabowo menyebut langkah itu diambil karena ia ingin menegur langsung para direksi. “Saya banyak negur juga direksi-direksi, enggak enak kan ditunggu di depan kalian,” ujarnya kepada wartawan.

    Meski demikian, Prabowo tetap memberikan penjelasan umum. Ia menyebut Danantara sebagai kekayaan bangsa yang harus dikelola dengan sistem transparan dan profesional. Bahkan, menurut Prabowo, aset Danantara bisa tembus 1 triliun dolar AS jika dikelola benar.

    Lebih lanjut, Prabowo memerintahkan evaluasi menyeluruh terhadap seluruh direksi BUMN, mulai dari kinerja, prestasi, hingga akhlak.

    “Kalau tidak profesional, malas, menyalahgunakan wewenang, harus diganti. Jangan pilih berdasarkan suku, agama, atau partai politik,” tegasnya.

    Menurut Ketum JMSI Teguh Santosa, kontrol komunikasi wajar dilakukan pemerintah agar informasi tersampaikan secara jelas dan terukur. Namun di sisi lain, ia mengingatkan bahwa pers tetap punya tanggung jawab menggali informasi lebih dalam pasca acara.

    “Itu menjadi kewajiban media. Bahkan harus ditindaklanjuti dengan investigasi dan pengecekan terhadap BUMN yang dinilai bermasalah,” ujar Teguh yang juga wartawan senior ini.

    Lebih lanjut Teguh mengatakan, pernyataan Prabowo menjadi sinyal bahwa ada banyak hal yang perlu ditelusuri. Wartawan tetap berhak bertanya: siapa saja yang dievaluasi, apa catatan buruknya, dan sejauh mana koreksi dilakukan?

    Di sinilah peran penting media sebagai pengawas publik terus relevan. Meski pintu rapat sempat ditutup, agenda transparansi tak boleh ikut tertutup.

    “Informasi akurat tentang itu dapat diperoleh dari banyak sumber. Tidak hanya dari sosok presiden,” kata Teguh. (Red)

  • Bareskrim Tangguhkan Penahanan Kades Kohod dkk, 9 Tersangka Pagar Laut Bekasi Tidak Ditahan

    Bareskrim Tangguhkan Penahanan Kades Kohod dkk, 9 Tersangka Pagar Laut Bekasi Tidak Ditahan

    Jakarta, sinarlampung.co-Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri menangguhkan penahanan terhadap empat tersangka dalam perkara dugaan pemalsuan dokumen sertifikat hak atas tanah di wilayah pesisir, tepatnya di Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, Banten. Penangguhan dilakukan menyusul berakhirnya masa penahanan yang telah dijalani keempat tersangka sejak Februari 2025.

    Keempatnya, yang ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara ini terdiri dari Kepala Desa atau Kades Kohod bernama Arsin, seorang perangkat desa yang menjabat sebagai Sekretaris Desa (Sekdes) berinisial UK, serta dua orang penerima kuasa dengan inisial SP dan CE.

    Mereka semua ditahan oleh penyidik Dittipidum Bareskrim Polri sejak tanggal 24 Februari 2025 sebagai bagian dari proses penyidikan dugaan pemalsuan sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM) di kawasan pagar laut yang menjadi bagian dari wilayah administratif Desa Kohod.

    Berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 24 dan 25 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), masa penahanan tersangka dalam tahap penyidikan sebelum perkara diajukan ke persidangan memiliki batas maksimal selama 60 hari. Mengacu pada tanggal awal penahanan yaitu 24 Februari 2025, maka masa penahanan para tersangka akan mencapai batas maksimalnya pada 24 April 2025.

    Menanggapi situasi tersebut, penyidik Dittipidum Bareskrim Polri menyatakan bahwa penangguhan penahanan terhadap para tersangka dilakukan karena masa penahanan telah mencapai batas waktu yang diatur oleh hukum.

    “Sehubungan sudah habisnya masa penahanan, penyidik akan menangguhkan penahanan terhadap empat tersangka sebelum 24 April atau habisnya masa penahanan.” ujar Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Polisi Djuhandhani Rahardjo Puro,

    Sebelumnya, berkas perkara dari empat tersangka telah diserahkan oleh penyidik kepada jaksa penuntut umum (JPU) yang berada di bawah koordinasi Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung. Namun dalam tahap evaluasi, JPU mengembalikan berkas tersebut kepada penyidik dengan petunjuk agar penyidikan perkara dilanjutkan ke arah dugaan tindak pidana korupsi, mengingat ditemukan indikasi awal yang mengarah ke arah tersebut.

    Menanggapi pengembalian berkas tersebut, penyidik Dittipidum kemudian kembali menyerahkan dokumen perkara kepada pihak kejaksaan dengan penegasan bahwa unsur-unsur formil dan materiil dalam perkara pemalsuan surat telah terpenuhi. Selain itu, penyidik menyampaikan bahwa aspek dugaan tindak pidana korupsi dalam perkara ini sebenarnya telah ditangani oleh Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri sebagai bagian dari pengembangan kasus.

    Namun demikian, pihak kejaksaan kembali mengembalikan berkas perkara kepada penyidik untuk kedua kalinya dengan alasan bahwa petunjuk sebelumnya belum sepenuhnya dipenuhi. Kejaksaan juga menyarankan agar kasus ini dilimpahkan secara penuh kepada Kortastipidkor Polri untuk ditangani lebih lanjut, seiring dengan indikasi adanya unsur korupsi yang perlu didalami.

    Dikutip dari Antara, Jumat, 25 April 2025, Brigjen Pol. Djuhandhani menekankan bahwa hasil penyidikan menunjukkan tidak terdapat kerugian keuangan negara maupun kerugian terhadap perekonomian negara dalam kasus ini. Dia menyampaikan bahwa kerugian yang timbul justru lebih banyak dirasakan oleh masyarakat nelayan di wilayah tersebut, bukan oleh institusi negara.

    Selain itu, penyidik juga menyatakan bahwa dugaan adanya tindak pidana lain berupa pemberian suap atau gratifikasi oleh penyelenggara negara dalam konteks perkara ini sedang dalam proses penyelidikan lebih lanjut oleh Kortastipidkor Polri untuk memastikan apakah unsur tersebut benar-benar terpenuhi secara hukum.

    Lebih lanjut, penyidik menyimpulkan bahwa unsur-unsur dalam tindak pidana pemalsuan surat sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUHP telah terbukti secara hukum. “Tindak pidana pemalsuan surat sebagaimana yang dimaksud dalam rumusan Pasal 263 KUHP menurut penyidik telah nyata terjadi dan terpenuhi semua unsur, baik secara formal dan materiel,” ucap Djuhandhani.

    9 Tersangka Pagar Laut Bekasi Tak Ditahan

    Sementara Dittipidum Bareskrim Polri mengungkapkan alasan belum menahan sembilan tersangka kasus dugaan pemalsuan 93 sertifikat hak milik (SHM) di kawasan Pagar Laut, Desa Segarajaya, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

    Djuhandhani Rahardjo Puro mengatakan keputusan untuk tidak melakukan penahanan berkaitan erat dengan belum tercapainya kesepahaman antara penyidik dengan pihak Kejaksaan Agung. “Para tersangka bersikap kooperatif. Selain itu, masih ada perbedaan pandangan hukum antara penyidik dan Kejaksaan terkait konstruksi perkara ini,” ujar Djuhandhani dalam keterangannya pada Kamis, 24 April 2025.

    Polemik hukum tersebut mencuat seiring adanya keterkaitan kasus Bekasi dengan perkara serupa di Tangerang. Pada kasus di Desa Kohod, Kabupaten Tangerang, Banten, tercatat sebanyak 263 Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan 17 SHM diduga diterbitkan secara tidak sah.

    Berawal dari pengembalian berkas perkara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepada Dittipidum, pihak Kejaksaan Agung memberikan petunjuk agar penyidikan mengarah ke tindak pidana korupsi. Namun, penyidik Bareskrim bersikukuh bahwa unsur pidana dalam berkas tersebut sudah lengkap, baik dari sisi formil maupun materil, dan telah dilidik lebih lanjut oleh Kortastipidkor (Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi) Polri.

    Sayangnya, JPU kembali menolak berkas itu dengan alasan petunjuk awal belum sepenuhnya dipenuhi. Mereka juga merekomendasikan agar penanganan kasus tersebut dialihkan ke Kortastipidkor Polri karena adanya indikasi korupsi.

    Dengan belum adanya keputusan final dari Kejaksaan, berkas kasus tersebut kini masih berada di tangan Dittipidum Bareskrim Polri untuk ditindaklanjuti. Sembilan Tersangka Telah DitetapkanDalam pengusutan kasus Pagar Laut Bekasi, Dittipidum telah menetapkan sembilan tersangka. Mereka terdiri dari unsur aparatur desa hingga anggota tim pendaftaran tanah sistematis lengkap (PTSL).

    MS, mantan Kepala Desa Segarajaya, AR (Abdul Rosyid), Kepala Desa Segarajaya saat ini,JM, Kepala Seksi Pemerintahan Desa, Y dan S, staf kantor desa, AP, ketua tim support PTSL, GG, petugas ukur tim PTSL,MJ, operator komputer, danHS, tenaga pembantu PTSL. (Ant/Red)

  • MK Putuskan Kerusuhan di Media Sosial Tidak Bisa Dijerat UU ITE

    MK Putuskan Kerusuhan di Media Sosial Tidak Bisa Dijerat UU ITE

    Jakarta, sinarlampung.co-Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan tafsir baru terhadap Pasal 28 ayat (3) dan Pasal 45A ayat (3) UU Informasi dan Transaksi Elektronik. MK menyatakan kerusuhan di media sosial tidak memenuhi unsur pidana.

    Hal itu diputus MK dalam perkara Nomor 115/PUU-XXII/2024 yang diajukan jaksa asal Ngawi Jawa Timur, Jovi Andrea Bachtiar. “Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta, Selasa 29 April 2025.

    Pasal 28 ayat (3) UU ITE mengatur, bahwa setiap orang dengan sengaja menyebarkan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang diketahui memuat pemberitaan bohong yang menimbulkan kerusuhan di masyarakat dapat dijerat.

    Namun dalam putusannya, MK menyatakan frasa “kerusuhan” dalam Pasal 28 ayat (3) dan Pasal 45A ayat (3) UU ITE bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat. “Sepanjang tidak dimaknai kerusuhan adalah kondisi yang mengganggu ketertiban umum di ruang fisik, bukan kondisi di ruang digital atau siber,” kata Suhartoyo.

    Hakim MK Arsul Sani menambahkan, bentuk kerusuhan atau keonaran dalam UU ITE tidak ada parameternya yang jelas. Hal itu, bisa memicu tarsif yang karet. Selain itu, bentuk kerusuhan juga dinilai tidak relevan dengan perkembangan zaman di saat teknologi berkembang pesat.

    Sehingga aksi mengeluarkan pendapat dan kritik berkenaan dengan kebijakan pemerintah di ruang publik, seyogianya disikapi sebagai bagian dari dinamika demokrasi. “Bukan serta merta dianggap sebagai unsur yang menjadi penyebab keonaran yang dapat dikenakan proses pidana oleh aparat penegak hukum,” kata Arsul.

    Untuk diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian gugatan terkait Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). MK mengubah sejumlah pasal dalam UU ITE tersebut.
    Putusan itu terkait UU ITE itu dibacakan MK dalam sidang yang digelar di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa 29 April 2025.

    Ada dua gugatan terkait UU ITE yang putusannya ini:

    Pertama, ada perkara nomor 115/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Jovi Andrea Bachtiar. Dalam gugatannya, Jovi meminta MK untuk mengubah sejumlah pasal yakni pasal 310 KUHP, pasal 45 ayat (7) UU ITE, pasal 45 ayat (2) huruf a UU ITE, pasal 27 ayat (1) UU ITE, Pasal 45 ayat (1) UU ITE, pasal 28 ayat (3) UU ITE hingga pasal 45A ayat (3) UU ITE.

    Jovi merasa dirugikan pasal-pasal UU ITE yang digugatnya itu. Dia merasa dirinya mengalami kriminalisasi karena keberadaan pasal dalam UU ITE itu.

    MK mengabulkan sebagian gugatannya, yakni terkait Pasal 28 ayat (3) dan Pasal 45A ayat (3). Berikut isi pasal yang digugat:

    Pasal 28:

    (3) Setiap Orang dengan sengaja menyebarkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang diketahuinya memuat pemberitahuan bohong yang menimbulkan kerusuhan di masyarakat.

    Pasal 45A:

    (3) Setiap Orang yang dengan sengaja menyebarkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang diketahuinya memuat pemberitahuan bohong yang menimbulkan kerusuhan di masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000

    Berikut putusan MK yang dibacakan:

    1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian

    2. Menyatakan kata ‘kerusuhan’ dalam Pasal 28 ayat (3) dan Pasal 45A ayat (3) UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘kerusuhan adalah kondisi yang mengganggu ketertiban umum di ruang fisik, bukan kondisi di ruang digital/siber’

    3. Menyatakan permohonan Pemohon sepanjang frasa ‘dilakukan demi kepentingan umum’ dalam Pasal 45 ayat (2) huruf a UU 1/2024 serta frasa ‘melanggar kesusilaan’ dalam Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 45 ayat (1) UU 1/2024 tidak dapat diterima

    4. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya

    5. Menolak permohonan Pemohon untuk selain dan selebihnya.

    Dalam pertimbangannya, MK menyebut pembentuk undang-undang sebenarnya telah memberi batasan lewat penjelasan Pasal 28 ayat (3), yakni kerusuhan yang dimaksud ialah kondisi mengganggu ketertiban umum di ruang fisik. MK menyatakan pembatasan dalam pasal itu penting agar penegakan hukum dilakukan secara jelas.

    “Hal demikian dimaksudkan agar penerapan Pasal 28 ayat (3) UU 1/2024 yang merupakan delik materiil yang menekankan pada akibat perbuatan atau kerusuhan yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana tersebut memenuhi prinsip lex scripta, lex certa, dan lex stricta,” ujar MK.

    Kabulkan Gugatan Terkait Pasal Pencemaran Nama Baik

    Selain gugatan yang diajukan Jovi, MK juga mengabulkan gugatan nomor 105/PUU-XXII/2024 yang diajukan warga bernama Daniel Frits Maurits Tangkilisan. Dalam petitumnya, Daniel menggugat pasal 27A UU ITE, Pasal 45 ayat (4) UU ITE, Pasal 28 ayat (2) UU ITE hingga pasal 45A ayat (2) UU ITE.

    Pemohon merasa pasal-pasal tersebut belum memberi kepastian hukum terkait penanganan perkara ITE, khususnya pencemaran nama baik. Dia pun meminta MK mengubah pasal-pasal itu.

    Terbaru, MK mengabulkan sebagian gugatan Daniel terkait pasal 27A, Pasal 45 ayat (4), pasal 28 ayat (2) dan pasal 45A ayat (2). Berikut isi pasal yang digugat Daniel:

    Pasal 27A:

    Setiap Orang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang dilakukan melalui Sistem Elektronik.

    Pasal 28:

    (2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sifatnya menghasut, mengajak, atau memengaruhi orang lain sehingga menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, agama, kepercayaan, jenis kelamin, disabilitas mental, atau disabilitas fisik

    Pasal 45:

    (4) Setiap Orang yang dengan sengaja menyerang kehormatan atau nama baik orang lain dengan cara menuduhkan suatu hal, dengan maksud supaya hal tersebut diketahui umum dalam bentuk Informasi Elektronik dan/ atau Dokumen Elektronik yang dilakukan melalui Sistem Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27A dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 400.000.000

    Pasal 45A:

    (2) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sifatnya menghasut, mengajak, atau orang lain sehingga menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan ras, kebangsaan, etnis, warna kulit, agama, kepercayaan, jenis kelamin, disabilitas mental, atau disabilitas frsik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000

    Berikut amar putusan yang dibacakan MK 

    1. Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian

    2. Menyatakan frasa ‘orang lain’ dalam Pasal 27A dan Pasal 45 ayat (4) UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘kecuali lembaga pemerintah, sekelompok orang dengan identitas spesifik atau tertentu, institusi, korporasi, profesi atau jabatan’

    3. Menyatakan frasa ‘suatu hal’ dalam Pasal 27A dan Pasal 45 ayat (4) UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘suatu perbuatan yang merendahkan kehormatan atau nama baik seseorang’

    4. Menyatakan frasa ‘mendistribusikan dan/atau mentransmisikan informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang sifatnya menghasut, mengajak, atau memengaruhi orang lain sehingga menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu’ dalam Pasal 28 ayat (2) dan Pasal 45A ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘hanya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang secara substantif memuat tindakan/penyebaran kebencian berdasar identitas tertentu yang dilakukan secara sengaja dan di depan umum, yang menimbulkan risiko nyata terhadap diskriminasi, permusuhan, atau kekerasan’

    5. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya

    6. Menolak permohonan Pemohon untuk selain dan selebihnya.

    Dalam pertimbangannya, MK menyatakan harus ada batasan yang jelas terkait pelanggaran yang dapat diproses pidana. MK menyatakan hal itu penting agar penegakan hukum dilakukan secara objektif.

    “Norma tersebut berpotensi digunakan untuk menjerat kebebasan berekspresi yang tidak tendensius (netral), bahkan ekspresi yang tidak ditujukan untuk menimbulkan kebencian, apabila akibat kebencian atau permusuhan timbul secara tidak langsung, melalui respons pihak ketiga. Dalam kondisi seperti ini, terdapat potensi kriminalisasi terhadap ekspresi yang sah, termasuk ekspresi bernuansa kritik, satire, atau ekspresi yang bersifat netral tetapi digunakan oleh orang lain secara keliru. Dengan demikian, untuk memastikan bahwa ketentuan pidana dalam norma a quo digunakan secara proporsional, maka penegakan hukumnya harus dibatasi hanya terhadap informasi elektronik yang secara substansi memuat ajakan, anjuran, atau penyebaran kebencian berdasarkan identitas (advocacy of hatred), yang dilakukan secara sengaja di depan umum, dan secara nyata mengarah kepada bentuk diskriminasi, permusuhan, atau kekerasan terhadap kelompok yang dilindungi,” ujar MK. (Net/Red)

  • Tugas Dewan Pers Pendataan Soal Verifikasi Media Sukarela?

    Tugas Dewan Pers Pendataan Soal Verifikasi Media Sukarela?

    Jakarta, sinarlampung.co-Dewan Pers menegaskan bahwa pendaftaran atau verifikasi di Dewan Pers bukanlah syarat wajib bagi perusahaan media untuk dianggap sah secara hukum. Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang tidak mewajibkan perusahaan pers untuk melakukan pendaftaran atau verifikasi, Miggu 27 April 2025.

    Ketua Dewan Pers, Dr. Ninik Rahayu, dalam siaran pers resminya menyatakan bahwa siapa pun berhak mendirikan perusahaan pers tanpa harus mendaftar ke lembaga manapun, termasuk Dewan Pers. “Selama berbadan hukum Indonesia dan menjalankan tugas jurnalistik secara teratur, sebuah media sudah sah disebut sebagai perusahaan pers, meski belum terdata atau terverifikasi di Dewan Pers,” ujarnya.

    Ninik menegaskan bahwa tugas Dewan Pers adalah mendata, bukan membuka pendaftaran. Pendataan ini bersifat sukarela, bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme dan memperkuat kemerdekaan pers di Indonesia. Dengan demikian, perusahaan media yang belum terverifikasi tetap sah secara hukum, selama memenuhi persyaratan berbadan hukum dan melaksanakan kerja jurnalistik sesuai kode etik.

    Verifikasi Dewan Pers ditujukan untuk meningkatkan standar profesionalisme dan perlindungan terhadap perusahaan pers, namun bukanlah syarat sah berdirinya media massa di Indonesia.

    Dewan Pers menyatakan tak pernah ada kewajiban bagi perusahaan pers untuk mendaftarkan diri ke lembaganya. Dewan Pers menyatakan tugas mereka adalah mendata perusahaan pers, bukan membuka pendaftaran. “Pendaftaran tidak sama dengan pendataan,” kata Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu, Senin, 27 Februari 2023 lalu.

    Ninik mengatakan hal tersebut untuk menanggapi berita beberapa media yang menyebutkan tentang tidak perlunya pendaftaran perusahaan pers ke Dewan Pers. Namun, sebagian media menyamakan bahwa tidak adanya kewajiban pendaftaran itu, sama dengan tidak lagi adanya verifikasi perusahaan media atau pers.

    Ninik berkata Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers memang tidak pernah menyebut tentang kewajiban perusahaan pers melakukan pendaftaran. Setiap orang, kata dia, berhak mendirikan perusahaan pers dan menjalankan tugas jurnalistik tanpa harus mendaftar ke lembaga manapun.

    “Setiap perusahaan pers sepanjang memenuhi syarat berbadan hukum Indonesia dan menjalankan tugas jurnalistik secara teratur, secara legal formal berdasarkan Pasal 9 ayat (2) UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik, dapat disebut sebagai perusahaan pers, sekalipun belum terdata di Dewan Pers,” kata dia.

    Kendati tak menyebut kata pendaftaran, Ninik mengatakan UU Pers memberi mandat kepada Dewan Pers untuk melakukan pendataan perusahaan pers. Tugas itu, kata dia, diatur dalam pasal 15 ayat 2 (huruf g) UU Pers. “Pendataan perusahaan oleh Dewan Pers tidak bisa disamakan dengan pendaftaran dan keduanya sangatlah berbeda,” kata dia.

    Ninik mengatakan tugas mendata perusahaan pers bertujuan untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional. Pendataan perusahaan pers, kata dia, merupakan stelsel pasif dan mandiri. Artinya, perusahaan pers yang berinisiatif untuk mengajukan diri agar diverifikasi atau didata oleh Dewan Pers sesuai aturan yang ada,” kata dia.

    Ninik melanjutkan tugas pendaataan itu tertuang dalam Peraturan Dewan Pers Nomor 1/Peraturan DP/I/2023 tentang Pendataan Perusahaan Pers. Menurut mantan Komisioner Ombudsman RI itu, Dewan Pers tidak bisa memaksa perusahaan pers untuk didata ataupun diverifikasi. Kendati demikian, pendataan memiliki tujuan baik.

    Dia mengatakan tujuan itu di antaranya, mewujudkan perusahan pers yang kredibel dan profesional, mewujudkan perusahaan pers yang sehat, mandiri, dan independent; mewujudkan perlindungan pada perusahaan pers; dan menginventarisasi perusahaan pers secara kuantitatf dan kualitatif.

    Ninik Rahayu, memastikan bahwa siapa pun berhak mendirikan perusahaan pers tanpa harus mendaftar ke lembaga manapun, termasuk Dewan Pers. “Selama berbadan hukum Indonesia dan menjalankan tugas jurnalistik secara teratur, sebuah media sudah sah disebut sebagai perusahaan pers, meski belum terdata atau terverifikasi di Dewan Pers,” ujarnya.

    Ninik juga menegaskan bahwa tugas Dewan Pers adalah mendata, bukan membuka pendaftaran. Pendataan ini bersifat sukarela, bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme dan memperkuat kemerdekaan pers di Indonesia. Dan verifikasi Dewan Pers ditujukan untuk meningkatkan standar profesionalisme dan perlindungan terhadap perusahaan pers, namun bukanlah syarat sah berdirinya media massa di Indonesia. (Red)

  • Ciptakan Prajurit Sehat, Pasmar 1 Gelar Olahraga Bersama

    Ciptakan Prajurit Sehat, Pasmar 1 Gelar Olahraga Bersama

    Jakarta, sinarlampung.co – Untuk ciptakan fisik prajurit yang sehat dan prima, Pasmar 1 menggelar olahraga bersama yang digelar di Lapangan Apel Brigif 1 Kesatrian Marinir Hartono Cilandak, Jakarta Selatan, Selasa (29 April 2025).

    Olahraga bersama ini diikuti oleh seluruh prajurit dari Satlak dan Kolak Pasmar 1 sekaligus jadi ajang silaturahmi dan memupuk jiwa korsa antar seluruh prajurit Pasmar 1.

    Dalam arahannya sebelum kegiatan dimulai, Komandan Pasmar 1 (Danpasmar 1) Brigjen TNI (Mar) Umar Farouq, S.A.P., CHRMP., M.Tr.Opsla., M.Han., mengatakan bahwa dengan kegiatan ini merupakan kesempatan untuk para prajurit dan pimpinan saling berinteraksi demi kemajuan Satuannya masing-masing.

    “Tetap jaga sikap dan disiplin kalian baik saat di basis maupun saat berada di daerah operasi. Saya harap pada saat kepemimpinan saya semua prajurit Pasmar 1 mampu menjalankan tugas yang diberikan oleh Satuan Atas dengan berhasil. Baik itu Operasi Militer Perang (OMP) maupun Operasi Militer Selain Perang (OMSP),” jelas lulusan Akabri Tahun 1993 tersebut.

    Lebih lanjut, Danpasmar 1 juga menjelaskan kegiatan olahraga bersama ini juga untuk menyikapi perintah Komandan Korps Marinir (Dankormar) Mayjen TNI (Mar) Dr. Endi Supardi, S.E., M.M., M.Tr.Opsla., CHRMP., CRMP., untuk selalu membentuk fisik prajurit yang sehat dan kuat agar mampu menjalankan semua perintah menyikapi situasi dan perintah dari Komando Atas.

    Usai arahan dari Danpasmar 1, rangkaian kegiatan dilanjutkan dengan senam aerobik dan jalan sehat bersama mengelilingi Kesatrian Marinir Hartono Cilandak. (Red)