Kategori: Nusantara

  • Bupati Bengkalis Masih Berstatus Sebagai Saksi Terkait Korupsi Dana Proyek Multi Years

    Bupati Bengkalis Masih Berstatus Sebagai Saksi Terkait Korupsi Dana Proyek Multi Years

    Bengkalis (SL) – Rabu (05/12/018) pekan lalu, anti rasuah atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Sekretaris Daerah Kota Dumai Muhammad Nasir dan Hobby Siregar yang merupakan rekanan kontraktor PT. Mawatindo. Keduanya merupakan tersangka dugaan korupsi dana proyek pembangunan jalan Batu Panjang-Pangkalan Nyirih Kabupaten Bengkalis yang dibangun secara tahun jamak atau multi years (MY).

    Diketahui, tersangka M Nasir saat itu merupakan Kepala Dinas Pekerjaan Umum (Kadis PU) Kabupaten Bengkalis dan juga sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Sedangkan pihak swasta yang turut diamankan, Hobby Siregar yang merupakan Direktur Utama PT Mawatindo Road Construction (MRC) selaku kontraktor

    KPK sebelumnya telah melakukan proses penyelidikan terkait adanya dugaan pidana dalam pembangunan proyek yang dikerjakan pada tahun 2013-2015 lalu itu.  Dalam tahap itu, KPK terus mengumpulkan alat bukti, baik dari keterangan saksi-saksi maupun barang bukti yang disita.

    Setelah mengantongi minimal alat bukti permulaan yang cukup, keduanya ditetapkan sebagai tersangka pada bulan Agustus 2017 lalu, hingga akhirnya dilakukan penahanan pada Rabu, 5 Desember 2018 pekan lalu “KPK melakukan penahanan 20 hari pertama terhadap 2 tersangka di kasus Bengkalis,” ujar Juru Bicara (Jubir) KPK Febri Diansyah kepada Wartawan.

    Kedua tersangka kini ditahan di dua rutan yang berbeda setelah sebelumnya melalui proses pemeriksaan dalam statusnya sebagai tersangka. “MNS (Muhammad Nasir, red) ditahan di Rutan Guntur, HOS (Hobby Siregar, red) ditahan di Rutan Salemba,” sebut Febri.

    KPK juga mengendus adanya keterlibatan pihak lain. Hal itu seiring penyitaan uang sebesar Rp1,9 miliar di kediaman Bupati Bengkalis, Amril Mukminin beberapa waktu lalu. Penyitaan itu dilakukan penyidik KPK pada penggeledahan yang dilakukan pada Juni lalu. Selain uang, KPK juga membawa beberapa koper yang diduga berisi dokumen terkait proyek jalan Batu Panjang-Pangkalan Nyirih.

    Untuk diketahui, proyek jalan Batu Panjang-Pangkalan Nyirih itu diketahui dikerjakan dengan menggunakan APBD Bengkalis dengan tahun jamak atau Multi Years (2013-2015).

    Saat proses penganggaran, Amril merupakan anggota DPRD Bengkalis. Amril sendiri telah menjalani pemeriksaan. Beberapa kali diperiksa, politisi Partai Golongan Karya (Golkar) itu masih berstatus sebagai saksi.  Terkait apakah Amril Mukminin akan dijadikan tersangka berikutnya, Febri belum lama ini memberikan penjelasannya.  “Penyidikan masih berjalan. Kami masih harus menunggu audit perhitungan kerugian negara dari BPK.

    Jika audit sudah selesai barulah akan dibahas langkah berikutnya atau pengembangan perkara pada pelaku lain,” pungkas Febri. Sementara dua bulan sebelumnya (Oktober 2018), tim dari aktivis LSM Komunitas Pemberantas Korupsi tingkat DPP, mendatangi gedung KPK dalam hal meminta penjelasan dari KPK terkait indikasi lambatnya proses penanganan laporan yg disampaikan aktivis itu sejak tahun 2016, 2017 lalu.

    Demikian pula status uang sebesar Rp1,9 Miliar yang ditemukan dan disita oleh KPK di Rumdis Bupati Bengkalis pada tanggal 01 Juni 2018 lalu, disorot dan dipertanyakan oleh LSM Komunitas Pemberantas Korupsi yang dibawahi oleh Pemred salah satu media di Pekanbaru-Riau. (tbs)

  • Kerusuhan Rutan Kelas II B Sialang Dipicu Selisih Paham antar Penghuni

    Kerusuhan Rutan Kelas II B Sialang Dipicu Selisih Paham antar Penghuni

    Pekanbaru (SL) – Diduga adanya selisih paham di dalam rutan memicu terjadi kerusuhan di Rumah Tahanan (Rutan) Kelas II B Sialang Bungkuk Pekanbaru, Minggu (9/12/2018) sore. Terkait kabar kerusuhan yang terjadi di Rutan Kelas II B Sialang Bungkuk Ahad sore, Kepala Kantor Wilayah (kakanwil) Kemenkumham Riau, Muhammad Diah membenarkan.

    Itu lebih bersifat kejadian biasa yang terjadi di Rutan, dan bukan sesuatu yang baru. “Bukan kerusuhan, biasalah, mereka sama mereka ada perselisihan paham, masalah. Biasa lah, di dalam ada satu dua penghuni yang berselesih, tidak ada masalah yang besar,” jelas Diah.

    Diah kembali menegaskan, itu hanya perselisih pamahan yang biasa terjadi. “Tidak ada apa-apa, kondisi di dalam biasa-biasa aja,” sebut Diah saat ditanya terkait apakah sudah ada upaya perdamaian. Kerusuhan tersebut, membuat sirine berbunyi di Rutan Kelas II B Sialang Bungkuk Pekanbaru Minggu (9/12/2018) sore, kondisi di luar rutan terlihat aman terkendali.

    Usai sirine berbunyi, tampak beberapa masyarakat setempat beserta wartawan ikut berkumpul di halaman depan rutan. Beberapa awak media masih menunggu informasi dan keterangan lebih lanjut dari pihak lapas tentang yang sebenarnya terjadi di Rutan Sialang Bungkuk dan situasi perkembangan di dalam Rutan. (fkrm)

  • Dorong Pemasaran Garam Tradisi, Kemenko Kemaritiman Cari Solusi

    Dorong Pemasaran Garam Tradisi, Kemenko Kemaritiman Cari Solusi

    Bali (SL) – Garam rakyat seolah identik dengan garam kualitas rendah hingga dihargai murah. Padahal, Indonesia memiliki tradisi pengolahan garam rakyat yang sangat istimewa. Indonesia memiliki ragam tradisi pengolahan garam dari laut hingga gunung.

    Diantaranya diketahui garam laut bali – Amed, Kusamba, Tejakula, Pemuteran yang juga dikenal dengan istilah garam artisan, garam gunung (mata air asin) yang diproduksi di Gunung Krayan, Kalimantan Utara, garam bledug kuwu sering disebut garam bleng yang berasal dari lumpur vulkanik di Grobogan, Jawa Tengah, hingga garam dari tanaman di Papua. “Semua diolah secara tradisional, dengan kearifan lokal” kata Asisten Deputi Bidang Sumberdaya Mineral dan Energi NonKonvensional Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman Amalyos Chan, “Bisa dikatakan ini adalah bagian dari budaya kita. Tradisi yang berlangsung turun-temurun.”

    Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman menggandeng Sekretariat Kabinet, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi, Kementerian Kesehatan, Kementerian Koperasi dan UKM, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Teknologi, Pemerintah Daerah, serta pengusaha, investor dan asosiasi garam dalam Rapat Koordinasi Fasilitasi Perizinan Ekspor Produk Garam Artisan di Kuta, Bali 6-7 Desember 2018.

    Tantangan Pemasaran Garam

    Garam yang tidak diproses fortifikasi yodium ini tidak dapat diedarkan secara luas karena kebijakan pemerintah hanya mengakui garam beryodium sebagai garam konsumsi. Pada sisi yang lain, keunikan cara produksi telah membuahkan sertifikat Indikasi Geografis dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia karena memiliki nilai dagang. Garam artisan dari Amed, Bali Utara telah memiliki Sertifikat Indikasi Geografis (IG).

    Kemenko Kemaritiman sebagaimana dipaparkan oleh Asisten Deputi Amalyos Chan menegaskan diperlukan pengecualian untuk garam seperti ini. “Karena dapat menjadi sumber pendapatan yang layak bagi petambak garam. Garam ini harganya bagus. Lebih mahal dari garam dapur biasa. Sudah ada permintaan dari segmen tertentu, misalnya untuk kebutuhan sajian gourmet, yang selama ini banyak masuk melalui impor, untuk kebutuhan khusus penderita penyakit auto imun dan autism yang membutuhkan garam organik. Serta ini bisa menjaga tradisi pembuatan garam yang ternyata berkualitas baik.” Asdep Amalyos menambahkan, “Celah pasar ini, sebaiknya diisi oleh garam produksi dalam negeri, menjaga kearifan lokal, daripada diisi oleh produk impor”

    Asdep Amalyos yakin celah pasar untuk garam seperti garam artisan Bali ini bukan untuk masyarakat luas, melainkan untuk segmen tertentu. Garam Artisan (Specialty) dihasilkan dengan teknik khusus yang lebih rumit dan memiliki kekhasan rasa dan oleh karenanya memiliki harga jual yang jauh lebih baik dibanding garam meja biasa.

    Sehingga tidak akan masuk ke segmen pasar bawah dimana asupan yodium tambahan masih diperlukan. Hanya konsumen yang memahami dan memerlukan karakter dari Garam Artisan yang akan membeli garam tersebut, bukan masyarakat luas. “Jika pasokan garam tidak dipenuhi dalam negeri, maka akan dipasok dari luar, termasuk proses (hand carry) , dan menghilangkan kesempatan perajin garam lokal mendapatkan manfaat dari permintaan garam khusus ini.”

    Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Buleleng dalam rapat koordinasi ini diwakili oleh A.Manaf menjelaskan meskipun Bali Utara bukanlah sentra produksi garam nasional melainkan sebagai daerah penyangga garam garam nasional. Dalam rangka mendorong usaha pergaraman, telah dilakukan intensifikasi dan ekstensifikasi tambak garam dan diversifikasi produk, termasuk produk non pangan seperti garam mandi dan garam spa.

    Sebagai daerah penyangga, petambak harus kreatif mencari segmen pasar yang sesuai dengan produk garam yang dihasilkan. Garam tradisi tidak diproduksi secara massal, karena unik dan tidak ada ditempat lain, maka garam ini juga sering dijadikan souvenir oleh wisatawan. Untuk proses produksinya, di daerah seperti Tejakula, Bali Utara masih digunakan tinjungan dan palungan, sebelum proses kristalisasi di rumah kaca.

    Garam yang dihasilkan berupa kristal garam berbentuk prisma dan sangat bersih. Sebagian diolah menjadi bumbu rempah organik dengan tambahan kunyit, teleng, merica dan lain-lain, serta diolah menjadi produk non pangan. “Semuanya organik,tidak pakai essence. Tapi karena produk ini tidak awet, kami hanya membuatnya berdasarkan pesanan.” Jelas Wayan Kanten dari Kelompok Usaha Garam Rakyat (KUGAR) Uyah Buleleng yang juga hadir dalam rakor. Wayan Kanten berharap produknya selain diekspor dapat dipasarkan juga di Indonesia, “Kami berharap ada pengecualian izin edar untuk garam kami ini. Agar anggota kami bisa lebih sejahtera”

    Sementara garam bleng yang dibuat dari mineral garam bledug kuwu, Grobogan, Jawa Tengah selain dimanfaatkan masyarakat sebagai garam konsumsi tradisional, juga menjadi souvenir wisatawan yang berkunjung ke bledug kuwu.

    Rapat Koordinasi ini menghasilkan beberapa rekomendasi yang disarikan dari masukan perwakilan Kementerian, Lembaga, Pemerintah Daerah. “Rekomendasi ini akan dilaporkan kepada Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Alam dan Jasa dan Menko Kemaritiman. Serta akan dijadikan bahan rapat koordinasi pemerintah pusat di Jakarta,”tutup Asdep Amalyos. (lsn)

  • Diduga Terlambat Diberi Oksigen, Seorang Bumil Meninggal dalam Perjalanan Menuju ke RS

    Diduga Terlambat Diberi Oksigen, Seorang Bumil Meninggal dalam Perjalanan Menuju ke RS

    Aceh (SL) – Seorang Ibu hamil (bumil) warga Lauke, Kecamatan Simeulue Tengah, Kabupaten Simeulue, Cici Zahrawani (24) meninggal dunia dalam perjalan saat hendak dibawa ke RSUD setempat, pada Rabu (5/12/2018).

    Bumil dengan bayi didalam kandungannya menghembus nafas terakhir di dalam ambulan diduga karena keterlambatan pihak medis memberikan oksigen. Selama perjalanan, menurut keterangan keluarga, Ibu hamil tersebut hanya diberi infus. Sementara, kondisi pasien yang hendak melahirkan itu dalam keadaan sesak nafas. “Sebelum berangkat, suaminya keponakan saya itu sudah minta kepada bidan supaya dalam ambulan dibawa oksigen karena dia sudah sesak nafas, tapi tidak direspon,” ujar Syafril, paman pasien, pada Jum’at (6/12/2018) via pesan whatsapp.

    Sementara itu, Kepala Puskesmas (Kapus) Kecamtan Simeulue Tengah, Armas, ketika dikonfirmasi membantah kalau di ambulan tidak tersedia oksigen seperti kabar yang berkembang di luar. Selaku Kapus ia mengatakan sudah menyiapkan segalanya. “Semua sudah dilengkapi, oksigen ada, ambulan ada, tidak ada yang terlewatkan. Hanya saja mungkin tehnis di dalam ambulan yang belum kita tau mengapa. Saat ini kita sedang minta penjelasan baik dari petugas medisnya maupun pendampinnya,” jelasnya.

    Suandi, Kepala Bidang Pelayanan, Dinas Kesehatan Kabupaten Simeulue, ketika dikonfirmasi mengaku sudah mengetahui kabar itu dan segera melakukan koordinasi dengan pihak terkait, selanjutnya akan memanggil petugas medis yang bersangkutan datang ke Dinkes untuk diminta keterangan atas kejadian yang sebenarnya. “Apa bila benar kejadiannya demikian maka akan kita beri sanksi atas kelalaian mereka,” tegas Suandi.

    Lebih lanjut Suandi mengatakan, menurut setandar operasional (SOP), setiap ambulan Puskesmas memang harus tersedia Oksigen, tanpa harus melihat kondisi pasien terlebih dahulu. (Lintasmediacyber)

  • ALIPP Sebut Provinsi Banten Darurat Korupsi

    ALIPP Sebut Provinsi Banten Darurat Korupsi

    Banten (SL)-Direktur ALIPP, Uday Suhada menyatakan saat ini Provinsi Banten kembali masuk dalam katagori darurat korupsi. Hari Anti Korupsi Interntional,  tanggal 9 Desember 2018 adalah momentum yang tepat untuk melakukan evaluasi dan introspeksi atas pengelolaan keuangan negara (APBN APBD).

    “Provinsi Banten saya katakan saat ini kembali darurat korupsi.  Hari ini momen untuk evaluasi APBD, ” kata Uday Suhada.

    Slogan anti korupsi provinsi Banten

    Menurut Uday Provinsi Banten Melawan Lupa, dimana pada Desember lima tahun yang lalu negeri ini digegerkan oleh peristiwa penahanan Gubernur Banten Atut Chosiyah bersama adiknya, Chaeri Wardhana alias Wawan, dalam kasus Suap Pilkada Kabupaten Lebak terhadap Akil Mochtar.

    Dalam perkembangannya KPK kemudian membongkar korupsi pengadaan Alat Kesehatan yang melibatkan keduanya. “Persoalan Atut dan Wawan belum selesai sampai disitu, masih ada kasus lain yakni Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang kini hingga belum KPK limpahkan ke Pengadilan Tipikor,” ucap Uday.

    Eday merinci bahwa ada kasus pemerasan yang dilakukan Atut terhadap sejumlah Kepala Dinas di lingkungan Pemprov Banten dengan alasan untuk Operasional Anggota DPD-RI (atas nama Andika Hazrumy) yang sempat diungkap KPK. Belum lagi persoalan dugaan korupsi Dana Hibah yang kini nasibnya terkatung-katung di Kejaksaan Tinggi Banten. Korbannya hanyalah Zaenal Mutaqin cs, yang divonis bersalah atas penggelontoran uang negara sebesar Ro340 milyar rupiah tersebut.

    “Penikmat lainnya, tak disentuh.Kita tidak boleh lupa juga mengingatkan KPK untuk menuntaskan kasus Gratifikasi dari Wawan kepada sejumlah Anggota DPRD Provinsi Banten yang saat itu dijuluki Tim Samurai.” kata Direktur ALIPP dalam rilisnya yang diterima sinarlampung.com.

    Ditambahkan Uday Suhada bahwa sekedar harapan, Penggantian kepemimpinan tahun 2017 yang pada awalnya memberikan harapan baru bagi rakyat Banten. Sebab Gubernur Wahidin Halim selama menjadi Walikota Tangerang dikenal lurus, cerdas, tegas dan bersih dari praktek Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).

    Namun yang terjadi adalah alih-alih memperbaiki keadaan, setelah menjadi Gubernur, Wahidin Halim ternyata tidak mengambil langkah konkrit untuk melawan korupsi. WH malah tidak menyanggah adanya indikasi Wawan masih mengendalikan proyek di Banten dari balik penjara Sukamiskin. Dia bahkan mengatakan tahu ada proyek yang dimaksud. “Benar masih ada yang datang ke PU (Dinas Pekerjaan Umum), ya melalui pihak ketiga,” katanya.

    Gubernur hanya mengaku sudah mengingatkan Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy tentang praktik itu. Karena Andika adalah anak dari Ratu Atut atau keponakan dari Wawan. “Yang berjalan itu sudah sistematis, melalui orang ketiga,” ungkap WH (Kamis, 26 Juli 2018).

    Ujungnya KPK kini menobatkan Banten sebagai salah satu daerah yang paling buruk soal integritas antikorupsinya. Dalam rilis KPK disebutkan bahwa Banten menempati posisi tiga terrendah atas sistem pencegahan korupsi dengan 57,64 poin. Ada bantahan? Jawabnya tidak.

    Bahkan tidak usai disitu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) merilis data bahwa terdapat 15.458 Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) sebesar Rp.6,80 trilyun, terjadi di Banten, sejak 2011 hingga 2018. Publik Banten sebenarnya bertanya-tanya, mengapa berbagai persoalan strategis dibiarkan oleh Gubernur Wahidin Halim.

    “ironisnya lagi ada persoalan strategis dimaksud diantaranya masih banyaknya posisi jabatan mulai dari Eselon II hingga Kepala Sekolah (SMA-SMK) kini dibiarkan kosong. Asda I kosong, Kepala DPKAD kosong. Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat-BPM juga kosong. Sekitar 24 Kepala SMAN/SMKN juga belum dilantik.

    Waktu Wawan mengendalikan seluruh proyek pembangunan di Banten jaman gubernur Atut, jelas Uday, pengusaha memang harus setoran sampai 30%. Tapi dia sudah dijamin mendapatkan pekerjaan itu. Termasuk tidak perlu lagi memikirkan resiko pengeluaran di lapangan. “Tapi sekarang para pengusaha seperti sedang berjudi. Mengeluarkan uang untuk berbagai persyaratan yang ditetapkan oleh Pokja ULP, tapi belum tentu ia dapatkan pekerjaan itu. Jika dapat pun, banyak pos yang harus diberikan setoran. Kira-kira demikian ungkapan beberapa pengusaha yang pernah ditemui. Tak satupun pengusaha di Banten yang membantah atas situasi ini,” jelasnya.

    Hasil investigasi ALIPP dalam 2 tahun terakhir menunjukkan bahwa proyek-proyek kontraktuil yang tersebar di OPD/Dinas, pada umumnya sudah dikavling-kavling. Misalnya di Dinas A terdapat Proyek Pengadaan Belatung Nangka senilai 6 milyar rupiah “bin” Uday Suhada, dan seterusnya.

    Pengkondisian proyek yang nilainya milyaran ini diduga dilakukan oleh kelompok tertentu di seputar kekuasaan. Tak terkecuali campur tangan dari orang-orang kepercayaan Wawan.

    Jika pada jaman Atut dan Wawan, pengusaha harus mengeluarkan biaya (setoran) di kisaran 25% s/d 30%, namun si pengusaha ada kepastian mendapatkan pekerjaan/proyek.

    Kini mereka juga tetap harus mengeluarkan biaya di kisaran 1,5% dari nilai proyek yang ditenderkan, tetapi tidak ada jaminan ia akan mendapatkan tender. Jika mendapatkan tender, ia tetap harus mengeluarkan uang sekitar 45%. Imbasnya kualitas pembangunan tetap buruk.

    Pengusaha Banten kini benar-benar berspekulasi untuk mendapatkan tender. Asosiasi nampak mati suri. Sebab proyek yang nilainya milyaran rupiah sudah menjadi rahasia umum memiliki “Bin”.

    Semisal, “Proyek pengadaan Undur-undur senilai 10 milyar Bin Uday” atau “Proyek pengecoran Jalan Tikus di Kuluwut senilai 5 milyar bin Suhada” dan seterusnya. Seorang pengusaha bisa mendapat tender jika memiliki hubungan khusus dengan pihak yang memiliki power tertentu (para oknum).

    Jika diurai, berikut rentetan persoalannya:
    1. Proses Persiapan Tender. Pengusaha yang tidak dapat menyiapkan dokumen lelang, maka di Pokja ULP ada pihak yang bisa menyiapkan dokumen tersebut, dengan imbalan kisaran Rp.5 juta.
    2. Masih dalam tahap persiapan, pengusaha juga wajib memiliki rekening koran di bank. Nilainya minimal 10% dari nilai proyek yang ditenderkan. Faktanya, hanya segelintir pengusaha saja yang memiliki modal sebesar itu. Maka ada cara yang diduga merupakan bentuk KREDIT FIKTIF. Ini tentu saja salah satu bentuk kejahatan perbank-an tersendiri. Contohnya, sebuah proyek senilai 6 milyar.

    Maka seorang pengusaha harus membayar biaya administrasi, provisi 1/2% dan bunga 1,4%, yang diakumulasi sekitar Rp. 39.400.000,-. Setelah terbit, maka sesungguhnya uang 10% dari nilai proyek yang tertera dalam rekening koran bank tersebut adalah fiktif. Selain tidak bisa diambil (karena rekeningnya kosong), masa berlakunya hanya untuk formalitas proses tender (sebulan).

    “Jadi bisa bayangkan, satu proyek saja diperebutkan oleh puluhan perusahaan yang semuanya melakukan hal yang sama, berapa rupiah pengusaha harus keluarkan uang pribadinya untuk pihak bank (Bank Banten dan Bank Jabar) ? Bayangkan juga dalam setahun dari APBD Banten untuk pembangunan infrastruktur – merujuk pada contoh proyek di atas (6 milyar), jika di angka Rp. 6 trilyun rupiah, maka uang jasa kredit fiktif untuk pihak bank akan mencapai angka Rp.39 milyar (0,65%),” tambahnya.

    Jika ada 5 perusahaan saja yang mengikuti tender di masing-masing proyek, maka dalam setahun sekitar Rp195 milyar uang pribadi pengusaha terkuras untuk kedua bank tersebut.

    3. Perusahaan dengan contoh tadi pun harus memiliki sertifikat Tenaga Ahli (TA), S2, S1, SKT. Tentu seperti biasa sudah siap biro jasa penyedia Sertifikat TA. Satu sertifikat S2 dibandrol 5 juta; Tiga sertifikat S1 bernilai @Rp.3 juta; Empat sertifikat SKT @Rp.1,5 juta. Dijumlah-jambleh menjadi Rp.20 juta. Pemilik Sertifikat itu hanya bertugas untuk datang pada saat Pembuktian Dokumen di Pokja ULP, selebihnya tak ada. Itu belum termasuk biaya untuk mendapatkan Surat Dukungan Bank dan Surat Jaminan Penawaran, sekitar Rp.3 juta (untuk proyek yang nilainya diatas Rp.5 milyar).

    4. Jika syarat dokumen sudah terpenuhi, maka penawaran pun disampaikan ke Pokja ULP. Disini babak kedua dilalui. Jika ia mendapatkan “bintang” (pemenang tender), maka koceknya harus dirogoh sebesar 3% dari nilai kontrak (cash).

    5. Setelah berkas di Pokja ULP rampung, pengusaha bergeser ke Pejabat Pembuat Komitmen – PPK di Organisasi Perangkat Daerah – OPD / Dinas. Diakui oleh sejumlah informan (pengusaha) bahwa disana mereka merogoh koceknya lagi sebesar 5% dari nilai kontrak (cash).

    6. Jika menjadi pemenang tender itu murni tanpa persekongkolan dengan Broker/calo atau Orang Ketiga (meminjam bahasa gubernur Wahidin Halim), maka pengusaha relatif akan leluasa melaksanakan tugasnya. Namun jika tidak, maka ia harus menyobek kantongnya lagi di kisaran 7% hingga 10% untuk Broker/Pihak Ketiga atau si “Bin” itu. Dalam prakteknya, pengkondisian proyek di dinas/OPD/PPK dikendalikan oleh beberapa pihak yang dominan.

    Di samping oleh kaki tangan Wawan – yang tidak dibantah oleh gubernur Wahidin Halim dalam statementnya “Benar masih ada yang datang ke PU. Yang berjalan itu sudah sistematis, melalui orang ketiga”, ternyata juga terungkap dari para pengusaha bahwa ada pula keluarga dan orang-orang yang dekat dengan Gubernur dan Wakil Gubernur yang turut bermain dan mengkondisikan proyek-proyek APBD Banten.

    7. Dalam melaksanakan pekerjaan, pengusaha tentu akan mengeluarkan biaya tenaga kerja, sekitar 10%. Kemudian biaya Peralatan 10% (jika harus sewa lagi, maka akan membengkan menjadi 15%). Sebab pada umumnya perusahaan di Banten tidak memiliki peralatan sendiri.

    8. Sebagai pengusaha, tentu ia harus mendapatkan keuntungan, di kisaran 10%. pengusaha adalah banyaknya “oray kadut” di lapangan yang meminta “japrem”. Berbagai oknum berseliweran sepanjang pelaksanaan proyek.

    Nah, jika dihitung prosentase dan segala tetek-bengeknya yang diurai di atas, maka uang rakyat yang akan riil nempel di lapangan hanya tersisa maksimal 45%. Itupun jika pekerjaannya tidak disubkon lagi kepada pihak lain.

    Indikasi Korupsi Tambahan

    Kini, Banten dihadapkan pada persoalan dugaan korupsi berikutnya, diantaranya di lingkungan Dinas Pendidikan. Padahal sektor pendidikan merupakan salah satu prioritas utama gubernur WH. Dugaan korupsi dimaksud antara lain:
    1. Proyek Pengadaan Lahan di 9 lokasi untuk SMAN & SMKN tahun APBD 2017, senilai Rp.40 milyar,
    2. Proyek Pengadaan Komputer Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) Tahun APBD 2017 sebesar Rp.40 milyar dan Tahun APBD 2018 sebesar Rp.25 milyar.

    Selain terdapat indikasi adanya mark-up harga di semua lokasi, pengadaan lahan untuk SMKN 7 Tangerang Selatan yang paling sarat akan adanya penyimpangan. Mulai dari fisibility study yang amburadul: jarak antara sekolah filial dengan lokasi sangat jauh (9,9 KM); tidak ada akses jalan menuju lahan sekolah tersebut (siswa harus menggunakan helikopter untuk sekolah); juga diduga terjadi praktek korupsi yang melibatkan sejumlah pejabat dan pihak swasta di lingkaran kekuasaan.

    Pembebasan lahan USB SMAN Bojongmanik di wilayah Kabupaten Lebak juga ditengarai merupakan tanah negara yang dibeli lagi oleh negara.

    Sedangkan proyek Pengadaan Komputer UNBK tahun 2017 diduga kuat dimark-up. Demikian juga Pengadaan Komputer UNBK Tahun 2018 juga diduga kuat telah terjadi praktek korupsi.

    Bahkan pencairan yang semestinya dilakukan oleh Kuasa Pengguna Anggaran (Sekretaris Dinas), justru langsung diambil alih oleh Pengguna Anggaran (Kepala Dinas).

    Hal ini bertentangan dengan Permendagri Nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Dimana Pengguna Anggaran dapat mengambil alih pembayaran apabila Kuasa Pengguna Anggaran berhalangan tetap. “Untuk itu, ALIPP dalam waktu dekat akan melakukan Pengaduan kepada KPK dalam persoalan-persoalan di atas.” tegas Uday Suhada, direktur ALIPP. (ahmad suryadi)

  • Walikota Surabaya Raih Juara Dunia ‘The Guangzhou International Award 2018’

    Walikota Surabaya Raih Juara Dunia ‘The Guangzhou International Award 2018’

    Surabaya (SL) –  Surabaya menjadi satu-satunya kota di Indonesia yang menjadi finalis The Guangzhou International Award 2018. Dalam ajang ini, Surabaya berkompetisi dengan 14 kota lain. Yakni, Sydney (Australia), Repentigny (Canada), Milan (Italy), eThekwini (South Africa), Guadalajara (Mexico), Utrecht (Netherlands), New York (USA), Yiwu (China), Santa Ana (Costa Rica), Kazan (Russia), Mezitli (Turkey), Santa Fe (Argentina), Salvador (Brazil), dan Wuhan (China).

    Dihadapan 400 juri dan 14 finalis The Guangzhou International Award 2018, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menyampaikan paparan presentasinya, bagaimana perkembangan Surabaya dari masa ke masa yang terus berinovasi menuju kota Sustainable Development Goals (SDGs).

    Ia mengungkapkan, pada tahun 2003, Surabaya mengalami masalah besar sampah. Saat itu, Surabaya dikenal sebagai kota yang panas, kering, dan sering banjir selama musim hujan. Hampir 50 persen dari total wilayah Surabaya banjir pada waktu itu.

    Oleh karena itu, pihaknya kemudian menciptakan berbagai macam program dan kebijakan untuk menyelesaikan masalah ini, agar tidak membebani anggaran lokal. Diantaranya yakni, mengajak masyarakat untuk ikut berperan serta bersama pemerintah mengatasi permasalahan sampah. Warga mulai diajarkan bagaimana mengelolah sampah secara mandiri, yang berkonsep pada 3R (Reuse, Reduce dan Recycle). “Partisipasi publik yang kuat menjadi faktor utama keberhasilan Kota Surabaya dalam mengatasi permasalahan sampah,” ujarnya.

    “Mengatasi masalah ini, kami mengajak partisipasi masyarakat yang kuat untuk bekerja bahu membahu dengan pemerintah kota dalam melakukan pengelolaan limbah. Karena kami memiliki masalah besar untuk diselesaikan, tetapi dengan anggaran terbatas yang tersedia,” kata Wali Kota Risma saat menyampaikan paparannya dalam Guangzhou International Award di China, Kamis, (06/12/18).

    Ia mengatakan Surabaya juga bekerja sama dengan mitra internasional dalam metode pengelolaan limbah, termasuk Kota Kitakyushu untuk pengomposan dan pemilahan sampah, serta Swiss untuk penggunaan lalat hitam dengan tujuan mengurangi sampah organik. “Metode lalat hitam dilaksanakan di tingkat rumah tangga. Sementara pengomposan, dilaksanakan di tingkat kelurahan dan kota,” jelasnya.

    Metode pengomposan sederhana dengan biaya rendah juga diperkenalkan ke masyarakat dengan menggunakan keranjang Takakura di setiap rumah. Bahkan, warga mulai diajak mendirikan bank sampah, dimana orang dapat menjual sampah anorganik mereka secara teratur dan menarik uang ketika mereka membutuhkannya. Banyak bahan dari sampah yang digunakan kembali sebagai dekorasi kampung, pot bunga, pohon natal, dan sebagainya. Orang-orang juga mendaur ulang sampah anorganik menjadi produk yang bernilai ekonomis untuk dijual dan mendapatkan penghasilan tambahan.

    Wali Kota Risma menuturkan, untuk mengatasi masalah lingkungan, Pemkot Surabaya juga membangun waduk-waduk sebagai resapan air selama musim hujan dan berfungsi sebagai cadangan air selama musim kemarau. Sebanyak 58 waduk telah diciptakan dan 28 ribu hektar hutan bakau sedang dikonservasi di wilayah pesisir timur. “Pembangunan waduk dan konservasi hutan bakau ini sangat penting untuk melindungi kota dari banjir,” katanya.

    Selain itu, Wali Kota Risma menyampaikan Pemkot Surabaya juga melakukan penanaman ribuan pohon untuk membuat 45.23 hektar hutan kota dan 420 taman kota yang tersebar di seluruh wilayah Surabaya. Pembangunan tidak hanya di pusat kota, tetapi juga di daerah padat penduduk.

    Sebagai hasilnya, masyarakat dapat menikmati peningkatan indeks kualitas udara dan air, mengurangi volume limbah rumah tangga, mengurangi area banjir dari hampir 50 persen menjadi hanya 2 hingga 3 persen, penurunan tingkat penyakit dan penurunan suhu rata-rata 2 derajat celcius. “Semua program ini sangat terkait dengan tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) 3, 6, 7, dan yang paling penting SDG 11, yaitu membuat kota dan pemukiman manusia inklusif, aman, tangguh, dan berkelanjutan,” tutupnya.

    Usai menyampaikan presentasinya, beberapa finalis pun mengapresiasi paparan dari Wali Kota Risma itu. Diantaranya, finalis asal Repentigny, Kanada, yang terinspirasi dengan program-program yang telah digagas oleh wali kota perempuan pertama di Surabaya ini. “Peran seorang pemimpinan yang luar biasa, program berdampak. Sangat menyenangkan dan sangat menginspirasi,” kata finalis asal Kota Repentigny, Kanada.

    Hal yang sama juga disampaikan oleh salah satu finalis asal Sydney Australia. Ia pun mengapresiasi sosok kepemimpinan Wali Kota Risma yang mampu mendorong masyarakatnya untuk ikut serta membantu pemerintah dalam pengelolaan sampah. “Pemimpin yang menginspirasi. Mengubah perilaku masyarakat pastilah sangat sulit, apalagi bertahan dalam waktu yang lama,” pungkasnya. (FJNR)

  • PRT Asal Langkat Tewas Dalam Bus Halmahera

    PRT Asal Langkat Tewas Dalam Bus Halmahera

    Medan (SL) – Diduga sakit, seorang Asisten Rumah Tangga asal Kabupaten Langkat bernama Mariana (26) meninggal dunia di dalam Bus Halmahera. Mariana ditemukan tergeletak tidak bernyawa saat bus yang ditumpanginya dari Kota Pekanbaru menuju Medan di tiba di tol Belmera Tanjungmorawa pada hari Kamis 6 Desember 2018 lalu.

    Oleh karena itu, pengemudi Bus langsung membawa busnya ke Polsek Patumbak guna melaporkan kejadian tersebut. Selanjutnya, personel Patumbak yang mengetahui kematian warga Jalan Nusantara, Pangkalan Susu Kabupaten Langkat tersebut langsung membawanya ke Rumah Sakit Bhayangkara Medan.

    “Berdasarkan keterangan saksi-saksi, korban meninggal karena sakit di bus Halmahera,” ujar Kanit Reskrim Polsek Patumbak, Iptu Budiman Simanjuntak SE MH, pada Jumat 7 Desember 2018 kemarin.

    Selanjutnya, mantan Kanit Reskrim Polsek Medan Kota ini menjelaskan, pihaknya langsung menghubungi Tim Inafis Polrestabes Medan untuk mengevakuasi korban ke rumah sakit. Sebelumnya, peristiwa kematian korban diketahui sewaktu pergantian sopir di Bagan Batu. Saat itu, seorang saksi bernama Roland Panjaitan melihat korban duduk di belakang bus melihat korban posisi di lantai sambil menjerit dan muntah-muntah.

    Kala itu, Roland sempat menegur Koban agar tidak muntah karena mengganggu penumpang lainnnya. Saat bus berada di Tanjung Morawa, korban masih berada di lantai bus dan berusaha untuk dibangunkan. Namun saat itu, korban sudah tidak bernyawa lagi. Melihat situasi seperti itu, pengemudi bus langsung mengarakan armadanya ke Mapolsek Patumbak.(pwrt)

  • Kritik Jokowi Soal Tol Papua, Sebby Sambom : Kami Menolak Semua Program Pembangunan di Papua Barat

    Kritik Jokowi Soal Tol Papua, Sebby Sambom : Kami Menolak Semua Program Pembangunan di Papua Barat

    Papua (SL) – Mantan Komisioner Komnas HAM Natalius Pigai menilai pemerintahan Presiden Joko Widodo tidak memiliki perencanaan yang terukur dalam melaksanakan pembangunan Trans Papua di kawasan rawan konflik di Papua.

    Menurut dia, hal itulah yang menjadi salah satu pemicu terjadinya konflik hingga menelan korban jiwa. “Harus ada perencanaan yang terukur, Soeharto saja tidak berani karena rawan konflik,” ujar Natalius saat dihubungi Sabtu 8 Desember 2018.

    Ia juga mengkritik kebijakan Jokowi yang melibatkan tenaga militer dalam pelaksanaannya. Pelibatan militer dalam pelaksanaan pembangunan di daerah rawan konflik merupakan perintah yang berisiko. Sebab, hal itu berpotensi mengganggu keamanan dan kenyamanan masyarakat Papua.

    Menurut Natalius, ancaman yang serius juga dirasakan oleh pekerja sipil yang dibaurkan dengan TNI dalam bekerja. “Yang terancam itu pekerja sipilnya, karena di tengah-tengah mereka dibaurkan militer,” ujarnya.

    Saat perencanaan pembangunan jalan tol Papua itu, Natalius bersama Sipil Society telah menyampaikan protes terkait pelibatan militer dalam pembangunan di daerah konflik, kepada Jokowi. Namun, menurut dia, pemerintah tetap menunjuk militer untuk terlibat dalam proyek tersebut. “Hingga apa yang kami khawatirkan dari awal terjadi, ada penembakan dan memakan korban jiwa,” ujarnya.

     

    Keluarga korban berkumpul di depan peti berisi jenazah korban penembakan kelompok kriminal bersenjata (KKB) saat diserahterimakan di hanggar Avco Bandara Moses Kilangin Timika, Mimika, Papua, Jumat, 7 Desember 2018. Sebanyak sembilan jenazah korban penembakan KKB di Nduga diserahterimakan ke pihak keluarga. ANTARA/Jeremias Rahadat

     

    Terkait pembangunan Trans Papua ini, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menjelaskan bahwa sampai saat ini sudah dibangun sepanjang 180 kilometer. “Bagi kami Kemenhub mengalokasikan dana 30 persen anggaran udara di Papua membangun bandara, air navigasi,”kata Budi Karya, Selasa, 4 Desember 2018.

    Lebih lanjut, Budi tak mengetahui pasti apakah insiden itu akan mempengaruhi pembangunan jalan Trans Papua. “Itu domainnya PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) ya,” ujarnya.

    Presiden Jokowi menjajal jalan Trans Papua dengan menaiki motor trail di ruas Wamena-Mamugu 1, Papua, 10 Mei 2017. Presiden Jokowi didampingi Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo, Kepala Staf TNI AD Jenderal TNI Mulyono dan Menteri PU Pera Basuki Hadimuljono.
    Presiden Jokowi menjajal jalan Trans Papua dengan menaiki motor trail di ruas Wamena-Mamugu 1, Papua, 10 Mei 2017. Presiden Jokowi didampingi Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo, Kepala Staf TNI AD Jenderal TNI Mulyono dan Menteri PU Pera Basuki Hadimuljono.

    Sebelumnya, kepolisian menyampaikan ada 31 orang pekerja proyek jalan Trans Papua yang sedang bekerja membangun jembatan di Kali Yigi dan Kali Aurak, Distrik Yigi, Nduga, Papua, dibunuh kelompok bersenjata TPNPB pada Senin malam, 3 Desember 2018. Namun data ini belum dipastikan kebenarannya. Hingga Sabtu kemarin, 19 warga sipil yang ditemukan meninggal dan 24 warga sipil yang ditemukan selamat.

    Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) sayap militer Organisasi Papua Merdeka (OPM) membenarkan sebagai pelaku di balik insiden tersebut. Menurut juru bicara TPNPB, Sebby Sambom, kelompoknnya sengaja menyerang para pekerja yang ada dalam proyek pembangunan jembatan Trans Papua karena TPNPB menolak pembangunan yang ada di Papua Barat. “Prinsipnya kami berjuang menolak semua program pembangunan di Papua Barat. Kami hanya menuntut kemerdekaan,” ujarnya.

    Kata Sebby, TPNPB sebelumnya sudah pernah menyerang anggota TNI karena tak senang dengan pembangunan proyek itu. Namun, kata dia, pembangunan proyek itu masih saja tetap dilakukan. “Mereka tak mengindahkan, mereka kembali ke Yigi dan proyek itu masih tetap jalan. Jadi mereka harus diberi peringatan.”

    Sedangkan Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) XVII/Cenderawasih Kolonel Infanteri Muhammad Aidi menyebutkan pembangunan jalan dan jembatan Trans Papua itu dibagi dalam sejumlah sektor, pada 2016-2017 itu ada beberapa kontraktor yang bekerja di sejumlah tempat di pedalaman Papua, termasuk di Nduga. “Zeni Kontruksi TNI juga pernah kerja di sana. TNI diberikan sektor yang paling berat, selain itu di situ juga ada perusahaan lainnya yang bekerja seperti Istaka Karya. Salahnya di mana jika TNI dilibatkan membantu pekerjaan tersebut, apalagi itu perintah presiden, perintah negara,” tuturnya. (tempo)

  • Nasabah Gugat Panin Life 7 Miliar

    Nasabah Gugat Panin Life 7 Miliar

    Medan (SL) – PT PaninDai-ichiLife yang berpusat di Jalan S.Parman Jakarta dan Kepala Perwakilan Medan di Jalan Tengku Amir Hamzah serta Mega Irama, selaku agen PanunDai-ichiLife warga Perumahan Tenun Indah Blok Cepu Kecamatan Medan Petisah digugat nasabahnya ke Pengadilan Negeri Medan, sekaligus mengganti kerugian Rp 7 miliar lebih karena tidak membayar asuransi kematian nasabahnya.

    ”Gugatan tersebut sudah didaftarkan di Kepaniteraan PN Medan dan terdaftar di register perkara No837/ Ost.G/2018/PN Medan tanggal 30 November-desember 2018,” ujar Jhoni Halim melalui Kuasa Hukumnya Arfan Marwazi Hasibuan,SH dan Adamsyah,SH kepada wartawan, Kamis sore (6/12 /2018).

    Menurut Arfan, kliennya Jhoni Halim warga kompleks Vila Gading Mas Elok Medan Amplas selaku pemegang polis No 2015004895. Sejak 26 Maret 2015 Rudy Halim mengasuransikan Rudi (38) sebagai tertanggung.

    Dalam  polis  tertanggung  Rp 250 juta  pertanggungan  jiwa dan Rp 750 juta asuransi bjiwa  tambahan. Selama diterbitkannya polis asuransi, penggugat( Rudy Halim) menyerahkan segala administrasi data kepada Mega (tergugat II) sehingga terbit polis No2015004895 dan penggugat berkewajiban membayar uang asuransi setiap bulannya.

    Ternyata tanggal 7 Oktober 2017 pukul 22.30 wib Rudy anak penggugat meninggal dunia di RS Columbia Asia akibat tumor otak sesuai surat kematian yang dikeluarkan dr Angela Christina Schraam. November 2017 penggugat mengajukan klaim kepada PaninDai-ichiLife (tergugat I) dengan melampirkan dokumen yang diisyaratkan. Namun alangkah terkejutnya penggugat, ternyata tergugat I tidak dapat membayar dan membatalkan sepihak kesepakatan antara tergugat I dengan penggugat sebagai pemegang polis. Alasannya,penggugat menutupi keterangan kesehatan tertanggung saat pengisian formulir permohonan asuransi.Yakni tertanggung pernah menderita penyakit pheunemia( radang paru).

    11 Agustus 2018 penggugat kembali melayangkan surat keberatan kepada tergugat agar memenuhi kewajibannya. Namun tanggal 21 Agustus 2018 tergugat I kembali mengirim surat balasan yang tidak jelas dan melanggar syarat umum polis pertanggungan jiwa perseorangan pasal 18 poin 1 a dan 1c.

    Menurut Arfan, alasan tergugat I tidak membayar klaim asuransi penggugat mengada-ngada dan bertentangan dengan peraturan yang berlaku. Namun akibat perbuatan para tergugat menimbulkan kerugian bagi penggugat, yakni tidak dibayarnya klaim asuransi sejumlah Rp 1 miliar,kerugian material Rp 1.06 miliar serta kerugian immaterial sebesar Rp 5 miliar.
    Untuk menjamin putusan tidak sia-sia, maka sangatlah beralasan harta benda para tergugat diletakkan sita jaminan (conservatoir beslag). (pwrt)

  • Dodi Reza Kepala Daerah Peduli Pembangunan Dan Perkebunan Berkelanjutan Versi Menteri Pertanian

    Dodi Reza Kepala Daerah Peduli Pembangunan Dan Perkebunan Berkelanjutan Versi Menteri Pertanian

    Muba (SL)-Program Bupati Musi Banyuasin (Muba) Dodi Reza Alex Noerdin dalam mewujudkan sustanaible development atau pembangunan perkebunan berkelanjutan diakui oleh Kementerian Pertanian. Hal ini dibuktikan dengan akan dinobatkannya mantan anggota DPR RI dua periode tersebut sebagai Kepala Daerah yang telah berupaya melakukan inovasi atau terobosan baru untuk Pembangunan Perkebunan Berkelanjutan di Musi Banyuasin.

    Hal ini merujuk pada surat resmi dari Direktorat Jenderal Kementerian Pertanian Nomor: 1330/TU.020/E/12/2018 perihal Undangan yang ditujukan kepada para Bupati yang akan Menerima Penghargaan pada puncak Hari Perkebunan ke-61 tahun 2018.

    Para Bupati yang akan diberi penghargaan dimaksud adalah Bupati yang telah berupaya dan telah berhasil melakukan inovasi/terobosan baru untuk pembangunan perkebunan didaerahnya, Tercatat, hanya 18 Bupati yang diundang untuk menerima penghargaan dari 416 Bupati se-Indonesia dan salah satunya Bupati Musi Banyuasin Dodi Reza Alex Noerdin.

    “Penghargaan itu rencananya akan diterima oleh pak Bupati Dodi Reza Alex pada hari Senin tanggal 11 Desember 2018 bertempat di Gedung Sate kota Bandung, Jawa Barat,” kata Kabag Humas Pemkab Muba, Herryandi Sinulingga AP, MInggu  (9/12) .

    Sementara itu, Kepala Dinas Perkebunan Pemkab Muba, Drs. Iskandar Syahrianto, MH, menjelaskan bahwa salah satu indikator dinobatkannya Bupati Muba Dodi Reza Alex Noerdin sebagai Kepala Daerah yang peduli terhadap Pembangunan Perkebunan Berkelanjutan, dikarenakan Bupati Muba telah sukses menjadikan Kabupaten Muba sebagai pilot project peremajaan lahan sawit di lahan seluas 4.446 hektare.

    Lahan itu tersebar di Kecamatan Sungai Lilin, Babat Supat, Keluang dan telah menjadi percontohan Nasional serta telah diresmikan oleh bapak Presiden RI Jokowi pada tanggal 13 oktober 2017 silam dipusatkan di desa Panca Tunggal Kecamatan Sungai Lilin Kab. Musi Banyuasin.

    “Peremajaan lahan sawit ini salah satu bagian dari upaya pak Bupati mewujudkan pembangunan perkebunan yang berkelanjutan dan tentunya sangat menguntungkan bagi petani swadaya rakyat,” katanya.

    Selain itu, apresiasi dan penghargaan yang diberikan Kementerian Pertanian ini dalam hal pembangunan berkelanjutan untuk komoditas sawit dan karet di Muba. “Indikatornya adalah untuk perkebunan sawit, proses peremajaan PSR (Peremajaan Sawit Rakyat) yang telah berjalan dengan baik serta jumlah luasan yang diremajakan juga terus bertambah setiap tahun dan di tahun 2018 ini dari target 5.000 hektare kita sudah mengusulkan dan memverifikasi seluas 6.208 ha ,” ungkapnya.

    Lanjut Iskandar, untuk komoditas karet Muba dinilai mampu memberikan solusi di tingkat petani dengan menggalakkan program UPPB/pasar lelang serta program penyerapan bokar melalui pemanfaatan aspal Karet bagi Kabupaten di muba.

    “Selain itu banyak program yang menunjang dalam PSR yang ditujukan ke warga pekebun sawit yang mengikuti program tersebut, diantaranya penurunan NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) sehingga memudahkan dan meringankan biaya pembuatan/perbaikan SHM (sertifikat hak milik) petani, selain itu Bupati Muba juga memfasilitasi proses pelepasan kawasan hutan HPK, yang dipergunakan masyarakat sesuai dengan perijinanya serta memperkuat kapasitas kelembagaan petani seperti KUD/KUB,” ungkap Iskandar Syahrianto .

    Tidak hanya itu, Bupati Muba Dodi Reza Alex Noerdin juga telah melaksanakan implementasi pembangunan jalan aspal karet yang dinilai sangat menguntungkan petani karet kedepannya dan terobosan Bupati Muba tersebut menjadi salah satu upaya cara terbaik untuk mendongkrak harga karet petani .

    “Bahkan, pak Dodi juga merupakan Ketua LTKL (Lingkar Temu Kabupaten Lestari) dan sebagai inisiator atas terbentuknya Kabupaten yang peduli terhadap lingkungan di wadah LTKL, sudah banyak yang dilakukan pak Bupati dalam upaya mewujudkan pembangunan perkebunan berkelanjutan, termasuk pak Dodi juga sudah beberapa kali menjadi pembicara di kancah internasional untuk memaparkan upaya-upaya yang dilakukan Kabupaten Muba dalam pembangunan perkebunan berkelanjutan di Musi Banyuasin pungkasnya.

    Adapun 18 Bupati yang menerima penghargaan dari Kementerian Pertanian pada acara puncak hari perkebunan ke 61, yakni diantaranya Bupati Aceh Selatan, Bupati Kuantan Singingi, Bupati Musi Banyuasin, Bupati Tanjung Jabung Barat, Bupati Kerinci, Bupati Bandung, Bupati Cianjur, Bupati Garut, Bupati Lampung Timur, Bupati Balangan, Bupati Luwu Utara, Bupati Kolaka Utara, Bupati Bone Bolango, Bupati Gorontalo, Bupati Kepulauan Sangihe, Bupati Sitaro, Bupati Halmahera Selatan, dan Bupati Fak Fak. (Sudirman)