Kategori: Nusantara

  • Bawaslu Nyatakan Reuni 212 Tak Ada Unsur Kampanye

    Bawaslu Nyatakan Reuni 212 Tak Ada Unsur Kampanye

    Jakarta (SL) – Reuni 212 sejak lama dikhawatirkan menjadi ajang kampanye terutama untuk kepentingan Pilpres 2019. Saat acara itu berlangsung, rupanya hadir Prabowo Subianto yang menyebut diri sebagai capres, juga ada simbol dua jari sebagai dukungan pada Prabowo-Sandi.

    Merespons hal itu, Bawaslu RI menilai tidak ada unsur kampanye di ajang reuni 212, terutama terkait kehadiran Prabowo subianto di aksi yang dihadiri banyak sekali massa hingga memadati Thamrin. “Dari hasil pengawasan dan pantauan saya melalui televisi, sama sekali tidak terdapat, tidak ditemukan unsur-unsur kampanye pada reuni 212,” ucap komisioner Bawaslu Ratna Dewi Pettalolo, Minggu (21/2).

    Kesimpulan sementara itu didapat Ratna dari laporan Bawaslu DKI yang memang hadir langsung di Monas, juga dari pantauannya di televisi. Bawaslu memang mencermati aksi ini sekiranya ada pelanggaran kampanye. “Terutama kan fokus kita Prabowo hadir dan diberi kesempatan pidato, jangan sampai dimanfaatkan kampanye,” ujarnya.

    Gambar dari udara suasana Reuni 212 di kawasan Monas, Jakarta Pusat, Minggu (2/12/2018). 

    Sementara terkait pidato Imam Besar FPI Rizieq Syihab yang jelas menyerukan jangan pilih capres dan caleg dari partai pendukung penista agama, juga seruan memilih capres-cawapres hasil Ijtima Ulama, Ratna menyebut perlu mengkaji lebih dulu. “Saya sudah mintakan mereka (Bawaslu DKI) juga, karena selama saya tonton tidak dengar itu. Saya minta laporan lapangan bagaimana peristiwanya. Kalau ada itu kami pelajari apakah kampanye atau bukan,” pungkasnya.

    Mantan Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan, saat berada dalam acara Reuni 212 di Monumen Nasional, Jakarta, Minggu (2/12/2018).
    (kumparan)
  • Bupati Sumba Timur Pantau ASN yang Bermain Proyek

    Bupati Sumba Timur Pantau ASN yang Bermain Proyek

    Sumba (SL) – Bupati Sumba Timur Gidion Mbilijora akan mencatat laporan dari masyakat melalui media sosial terkait ASN yang terlibat dan bermain proyek. Bupati memastikan akan menindak tegas ASN tersebut.

    Sebagai informasi, persoalan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang suka bermain proyek dan pembuat penawaran pelelangan proyek di Sumba Timur sempat menjadi sorotan media sosial di Kota Waingapu. “Saya akan cari tahu ASN yang bermain proyek. Nanti saya minta pak wakil untuk kontrol ASN yang bermain proyek, jika terbukti oknum ASN yang bermain proyek saya akan tanyakan apa mau jadi ASN atau mau jadi kontraktor,” kata Bupati Gidion.

    Gidion juga menegaskan media sosial memegang peran penting dalam membangun dan membentuk opini. Untuk itu, pihaknya akan terus memantau para ASN yang bermain proyek melalui media sosial maupun laporan masyarakat.

    Sementara itu, tokoh masyarakat kota Waingapu Rulliyanto meminta Bupati agar menindak tegas terhadap ASN yang terbukti bermain proyek. “Ini sudah jelas sesuai amanat peraturan Undang-undang Nomr 5 Tahun 2014 tentang ASN dilarang bermain proyek atau menjadi rekanan dalam pelaksanaan proyek pemerintah terlebih menjadi makelar,” ungkapnya. (timesindonesia)

  • Aksi Warga Pedukuhan Sepat Mempertahankan Kelestarian Waduk Berbuah Kriminalisasi

    Aksi Warga Pedukuhan Sepat Mempertahankan Kelestarian Waduk Berbuah Kriminalisasi

    Surabaya (SL) – Usaha mempertahankan waduk sepat, oleh warga di Surabaya Jawa Timur sejak 2008, justru “berbuah” kriminalisasi warganya , saat ini waduk sepat ditukar guling kepada pengelola swasta Ciputra, meski memiliki fungsi resapan yang penting (termasuk pengendalian banjir), namun pemerintah justru tetap melakukan tukar guling yang diduga kuat terindikasi maladministrasi, meski belum ada izin apapun serta analisa lingkungan yang memadai, namun fakta dilapangan waduk sudah mulai diuruk untuk perumahan. Siang tadi, 3 Desember 2018. Pukul 11.00-12.00 warga didampingi WALHI akan melakukan pengaduan ke KOMNAS HAM

    Pemerintah Kota Surabaya saat ini gencar menunjukkan keindahan pengelolaan ruangnya dengan gambaran pohon-pohon Tabebuya yang tengah berbunga dengan tagline yang begitu menawan: Surabaya Berbunga. Namun kampanye keindahan tersebut seolah menutup mata pada kenyataan bahwa kegagalan tata kelola wilayah Kota Surabaya yang telah membiarkan aset-aset publik dikuasai pengambang-pengembang besar telah mengakibatkan setidaknya dua orang warga menghadapi ancaman kriminalisasi. Senin (3/12) 15 warga kota Surabaya yang berasal dari Pedukuhan Sepat, Kelurahan Lidah Kulon, Kecamatan Lakarsantri mendatangi kantor Komnas HAM dan Kompolnas untuk mengadukan nasib mereka yang sekarang dilaporkan oleh pengembang perumahan PT Ciputra Surya kepada pihak kepolisian. Padahal aksi spontan yang dilakukan warga merupakan respon dari usaha mereka untuk mempertahankan kelestarian waduk yang berada di lingkungan mereka.

    Dalam laporannya, pihak PT Ciputra Surya, Tbk membuat tuduhan bahwa warga pedukuhan Sepat telah memasuki pekarangan tanpa izin dan melakukan perusakan properti. Sebagai akibatnya dua orang warga bernama DARNO dan DIAN PURNOMO ditetapkan sebagai tersangka oleh POLDA JAWA TIMUR. Penetapan tersangka kepada dua orang ini jelas dapat dilihat sebagai upaya kriminalisasi atas dasar hal-hal berikut:

    Pertama, Warga masuk ke area waduk karena mendengar suara air deras menyerupai banjir, saat sedang melakukan Sholat Tarawih di dekat waduk. Padahal saat itu kondisinya tidak sedang hujan. Selain itu, Debit air yang mengalir di selokan yang terhubung dengan waduk, arusnya terpantau deras. Hal ini tentunya menimbulkan kecurigaan warga, bahwa ada upaya pengeringan waduk secara paksa, sehingga membuat warga harus bertindak agar waduk Sepat tidak mengering.

    Kedua, Sebelum memasuki lokasi waduk, warga terlebih dahulu berkoordinasi dengan LPMK (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan) Lidah Kulon. Ketua LPMK Lidah Kulon justru menyarankan untuk bertemu di lokasi waduk Sepat langsung. Dengan dasar ini, warga akhirnya berbondong-bondong memasuki waduk melalui pintu utama waduk. Setelah di dalam waduk, warga langsung menghubungi Polsek Lakasantri dan Camat Lakasantri untuk datang ke lokasi. Tidak lama kemudian petugas Kepolisian Polsek Lakasantri tiba di lokasi.

    Ketiga, saat memasuki waduk dan mengecek pintu air waduk, warga menemukan bahwa memang pintu penutup air di bagian bawah sudah terpotong, sehingga tidak bisa ditutup kembali. Melihat hal tersebut, warga berkoordinasi dengan Polsek Lakasantri, Camat Lakasantri dan PT Ciputra Surya. Pihak Ciputra kemudian sepakat untuk membuatkan penutup pintu air yang sudah dipotong. Setelah menunggu hampir tiga jam penutup pintu air tersbut tidak kunjung datang, agar air di waduk tidak keluar terus menerus, warga berinisiatif menutup sementara pintu air dengan tanah yang ada di sekitar waduk sampai pintu air tertutup.

    Keempat, tidak ada perusakan apapun yang dilakukan oleh warga saat berada di lokasi waduk, bahkan tidak ada paksaan atau himbauan supaya warga keluar dari waduk. Warga keluar dari waduk karena inisiatif mereka sendiri. Jika diilihat dari hal tersebut, maka tuduhan kejahatan atas warga berdasarkan pasal 167 KUHP dan 170 KUHP tersebut menjadi tidak terbukti.

    Upaya kriminalisasi terhadap warga yang sedang memperjuangkan kelestarian lingkungan dan ruang hidupnya ini tentu saja bertentangan dengan pasal No. 66 UU 32 Tahun 2009, tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, memuat sebuah pasal yang berbunyi: “Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.”

    Namun pasal ini seolah tidak berarti dihadapan kerakusan investasi pemodal yang mengancam keselamatan lingkungan dan ruang hidup rakyat. Padahal warga dalam konteks kejadian, sedang menyelamatkan waduknya agar tidak dikeringkan. Apalagi, kasus ini terkesan dipaksakan dan seperti drama. Ada alur ceritanya, cukup klise dan naif. Padahal, dalam hukum harus benar-benar melihat konteks dan substansi. Jika memang warga dikriminalisasi atas nama hukum, maka ini preseden buruk bagi penerapan dan penegakkan hukum di Indonesia.
    Narahubung
    Rere Christanto (Direktur WALHI JATIM) +62 838-5764-2883
    Wahyu A. Perdana (Manajer Kampanye-Eksekutif Nasional WALHI) 082112395919

  • 5 Rumah Warga di Kampung Jawa Tertimbun Longsor

    5 Rumah Warga di Kampung Jawa Tertimbun Longsor

    Kalimantan Timur (SL) – 5 (lima) unit rumah warga tertimbun longsor di Kampung Jawa RT 09, Kecamatan Sanga – Sanga, Kabupaten Kukar, Kalimantan Timur, Kamis, (29/11/2018).

    Terjadinya tanah longsor di Kampung Jawa sekitar Pukul 14.00 WITA tersebut, membuat warga panik. Akibatnya, 5 (lima) unit rumah warga ambruk dan tengelam. Kejadian tersebut juga mengakibatkan terputusnya jalan penghubung Trans di wilayah Kampung Jawa Kecamatan Sanga – Sanga, Kabupaten Kukar, sehingga untuk sementara, warga yang melintasi jalan tersebut terpaksa berbalik arah.

    Pantauan sementara, 1 (satu) orang korban tertimbun oleh reruntuhan material, dan sampai saat ini masih dalam pencarian.

  • PPWI Berduka, Almarhum Haes Dimakamkan di Kampung Halaman Lamkawe

    PPWI Berduka, Almarhum Haes Dimakamkan di Kampung Halaman Lamkawe

    Aceh Besar (SL) – Jenazah Almarhum Anggota DPC Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) Aceh Selatan, Haes Hajuna Sembiring atau yang akrab disapa M. Hatta dimakamkan di kampung halamannya, Gampung Lamkawe, Kecamatan Darul Imarah, Aceh Besar, Sabtu (01/12/2018) sekira pukul 11.00 WIB. Haes meninggal dunia dikarenakan sakit, Jum’at (30/11/2018) sekira pukul 19.00 WIB, di Aceh Selatan. Almarhum kelahiran di Lamkawe, 20 September 1983, meninggal dalam usia 36 tahun.

    Haes merupakan putra pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Syamsudin Ms dan Ibu Kurniati HR. Almarhum meninggalkan 1 orang istri dan 1 orang anak perempuan berusia 2 tahun. Dalam kesempatan tersebut, Ketua, Sekretaris, Bendahara dan Anggota DPC PPWI Aceh Selatan serta beberapa rekan-rekan wartawan turut menghadiri pemakaman almarhum.

    Ketua DPC PPWI Aceh Selatan, Masridha, ST, didampingi sejumlah pengurus juga menyerahkan bantuan tali asih kepada keluarga almarhum yang langsung diterima Ayahanda Syamsuddin MS. “Alhamdulillah PPWI Asel telah menyampaikan titipan teman-teman kepada keluarga almarhum. Semoga almarhum diampunkan dosa dan kesalahannya serta ditempatkan di tempat terbaik di sisi Allah SWT. Kemudian keluarga yang ditinggalkan diberikan keikhlasan dan ketabahan,” ucap Masridha diaminkan yang lain.

    Sementara dari pihak keluarga menyampaikan ucapan terima kasih dan permohonan maaf apabila ada kesalahan almarhum. “Keluarga meminta maaf sekecil apapun yang pernah dilakukan oleh almarhum. Dan mohon doa agar dimudahkan di akhirat. Aamiin…,” demikian ucap Ayahanda Almarhum.

    Dari Jakarta, Ketua Umum PPWI Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, menyatakan sangat berduka atas kepergian ke Rahmatullah salah satu anggota terbaik organisasi, M. Hatta, yang amat rajin menghasilkan karya jurnalistik di tengah kesibukannya sebagai abdi negara di tempat penugasannya. “Atas nama PPWI se-Indonesia, saya menyampaikan duka-cita yang amat mendalam atas berpulangnya ke Rahmatullah, rekan PPWI kita, almarhum Haes Harjuna Sembiring. Semoga khusnul khotimah, ditempatkan di tempat terbaik di sisi-Nya; dan keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan dan keikhlasan dalam menghadapi suasana duka ini,” tulis Wilson melalui pesan WhatsApp-nya kepada redaksi, Sabtu (1/12).

    Untuk diketahui, Almarhum Haes Hajuna Sembiring selama hidupnya sangat akrab dan suka membantu sesama. Almarhum juga aktif bersama para anggota PPWI dan wartawan Aceh Selatan, bahkan tulisan-tulisan karyanya menghiasi media online. (ARI/Red)

  • Disangkakan Menganiaya Tanpa Bukti, Anggota PPWI Praperadilankan Kapolres Bantul

    Disangkakan Menganiaya Tanpa Bukti, Anggota PPWI Praperadilankan Kapolres Bantul

    Jakarta (SL) – Anggota Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI) yang juga Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia (APKOMINDO), Ir. Soegiharto Santoso alias Hoky kembali didera kasus dugaan kriminalisasi di Polres Bantul. Kali ini, ia harus menghadapi persoalan yang muncul dari kasus yang dilaporkan oleh Faaz, oknum yang merupakan lawan Hoky dalam serentetan cerita perjuangannya sebagai seorang Ketua Umum Apkomindo yang sah, yang terus-menerus dipaksa untuk bertarung dalam permasalahan hukum, baik perdata maupun pidana, terkait kedudukannya sebagai Ketua Umum organisasi para pengusaha komputer itu.

    Hoky diketahui, telah ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan surat panggilan Polres Bantul nomor: S.Pgl/288/X/2018/Reskrim, tertanggal 27 Oktober 2018 yang ditandatangani oleh Kasat Reskrim Polres Bantul, AKP Rudy Prabowo, SIK, MM dan pada tanggal 01 November 2018 diminta hadir menemui IPTU Muji Suharjo SH atau Brigadir Hartono di Kantor Satuan Reskrim Polres Bantul lantai II unit II. Kasus ini bermula berdasarkan laporan Polisi dari Ir. Faaz dengan nomor: LP/109/V/2017/SPKT tertanggal 24 Mei 2017 dengan tuduhan Hoky melakukan penganiayaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 351 KUHP.

    Penetapan tersangka yang menurut Hoky terkesan dipaksakan dan diduga kuat sengaja dimunculkan sebagai upaya pihak lawan menghancurkan reputasi dan nama baiknya, dan diduga ini merupakan rangkaian upaya kriminalisasi jilid 2 terhadap dirinya, sehingga ia menyatakan keberatan untuk hadir pada pada tanggal 01 November 2018.

    Terkait dengan penetapan tersangka itu, Hoky akhirnya mengajukan permohonan praperadilan terhadap Kapolres Bantul ke PN Bantul dengan perkara Nomor: 3/Pid.Pra/2018/PN Btl. Tujuannya agar hukum ditegakkan dan perlindungan hak asasi manusia dalam pemeriksaan penyidikan dan penuntutan dapat berjalan sesuai amanat konstitusi negara Indonesia. Apalagi Hoky telah mengalami kriminalisasi jilid pertama dan sempat ditahan secara sewenang-wenang selama 43 hari di Rutan Bantul oleh oknum penegak hukum yang diduga turut terlibat pada proses kriminalisasi tersebut beberapa waktu lalu.

    Alasan Hoky mengajukan permohonan praperadilan di PN Bantul adalah karena diduga kuat proses penyidikan terkesan dipaksakan. Hoky menuturkan, Laporan Polisi Nomor LP/109/V/2017/SPKT, tertanggal 24 Mei 2017 di Polres Bantul, yang dilakukan oleh pelapor bernama Faaz sesungguhnya masih bersifat prematur dan/atau sumir secara hukum untuk dilakukan penyidikan. “Karena fakta hukum membuktikan penyidik belum memperoleh bukti permulaan yang cukup,” kata Hoky.

    Hoky jelas keberatan dengan adanya penetapan tersangka ini, sebab menurutnya tidak ada fakta penganiayaan yang didalilkan oleh pelapor (Faaz – red) yang katanya terjadi di depan Lobby Utama PN Bantul pada tanggal 10 Mei 2017. Laporan pengaduan kepada Polres Bantul baru dilakukan pada tanggal 24 Mei 2017, yang secara formil hukum, menurut Hoky, untuk sebuah laporan tindak pidana penganiayaan tentunya diperlukan adanya surat keterangan Visum et Repertum dari pihak kedokteran untuk mendukung laporan pengaduan dimaksud.

    “Laporan Faaz diduga kuat dilatarbelakangi adanya indikasi permufakatan jahat yang ditunggangi pihak ketiga, yang menginginkan perampasan hak dan kemerdekaan saya melalui transaksi hukum dan penyalahgunaan kewenangan hukum dan lembaga peradilan, terkait dengan kedudukan saya selaku Ketua Umum APKOMINDO. Apalagi diketahui selain laporan di Polres Bantul tersebut, sebelumnya ada 4 LP lainnya yang seluruhnya hasil rekayasa hukum, antara lain; Laporan Polisi Nomor: LP 503/K/IV/2015/-RESTRO Jakpus, Laporan Polisi Nomor: LP/670/VI/2015/Bareskrim Polri, Laporan Polisi Nomor: TBL/128/II/2016/Bareskrim Polri dan Laporan Polisi Nomor: LP/392/IV/2016/ Bareskrim Polri,” urai Hoky.

    Sebagai anggota PPWI, Hoky, juga langsung mengadukan masalah yang dihadapinya kepada Ketua Umumnya, Wilson Lalengke S. Pd M. Sc, MA, Jumat (30/11/2018). Hoky melihat bahwa kasus ini adalah upaya kriminalisasi jilid kedua, setelah kasus kriminalisasi terhadap Ketua Umum Apkomindo itu dua tahun lalu yang akhirnya dimenangkannya. Ia kemudian meminta saran dan dukungan PPWI dalam menyikapi kasus tersebut.

    Wilson merespon hal itu dengan memberikan dukungan penuh atas upaya anggotanya, Hoky dalam memperoleh perlakuan hukum yang adil. “Apa yang dilakukan Hoky telah tepat, sebab Praperadilan merupakan salah satu mekanisme kontrol terhadap kemungkinan tindakan sewenang-wenang penyidik atau oknum aparat dalam melakukan tindakan hukum,” kata Wilson yang merupakan Alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 ini.

    Polisi, lanjutnya, bisa saja salah dalam melakukan tindakan upaya paksa, penetapan tersangka, penangkapan, penggeledahan, penyitaan, penahanan, dan penuntutan yang dilakukan dengan melanggar peraturan perundang-undangan, yang pada dasarnya merupakan suatu tindakan perampasan hak asasi manusia.

    Lebih jauh, Wilson juga mencurigai adanya dugaan persekongkolan jahat antara pelapor dan oknum polisi di Bantul dalam kasus ini. “Patut dipertanyakan itu oknum petugas Polres Bantul yang menerima laporan pengaduan dari pelapor Faaz, karena diduga tanpa melampirkan surat keterangan Visum et Repertum dari pihak kedokteran, namun anehnya laporan tetap diproses oleh petugas sebagai laporan perkara dugaan tindak pidana penganiayaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 351 KUHP. Patut dipertanyakan pula tentang kehadiran Faaz ke PN Bantul pada 10 Mei 2016 tersebut, ada keperluan apa sehingga dia bisa hadir dari Jakarta sampai jauh-jauh ke PN Bantul?” ujarnya dengan nada bertanya.

    Oleh karena itu, Wilson yang juga menjabat sebagai Ketua Sekber Pers Indonesia itu mengajak seluruh anggota PPWI dan rekan wartawan lainnya untuk mencermati kasus Hoky ini. “Mohon kawan-kawan bantu memonitor, termasuk sidang praperadilan di PN Bantul pada tanggal 10 Desember 2018 mendatang,” imbuh alumni Utrecht University, Belanda itu.

    Sebagaimana sering disuarakan oleh Wilson, tokoh pers nasional yang telah melatih ribuan anggota TNI, Polri, PNS, dan masyarakat umum di bidang jurnalistik itu, ia selalu menghimbau agar setiap anggota Polri harus melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pengayom, pelindung, dan penolong semua warga masyarakat dengan sebaik-baiknya. “Anda itu telah dibayar hidupnya oleh rakyat, hingga kolor anak-bininya dibelikan oleh rakyat. Jadi, bekerjalah dengan benar, harus promoter, professional, moderen, dan transparan. Jangan bekerja berdasarkan pesanan pihak tertentu, jangan bekerja karena suap, sogokan, dan imbalan berbentuk apapun. Kerusakan sistim penegakkan hukum kita dimulai dari pintu masuknya proses hukum, yakni di meja polisi. Hentikan menggunakan pasal-pasal UU untuk kepentingan diri sendiri,” tegas Wilson mengakhiri. (SGS/Red)

  • Massa FRI untuk West Papua Diadang Polisi di LBH Jakarta

    Massa FRI untuk West Papua Diadang Polisi di LBH Jakarta

    Jakarta (SL) – Aksi demonstrasi Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP) sempat besitegang dengan dengan aparat kepolisian. FRI-WP merasa diadang oleh polisi karena tidak bisa melakukan demontrasi di depan gedung Kedutaan Besar Belanda, kantor PT Freeport Indonesia dan Kantor PBB di Jakarta. Kericuhan terjadi saat masa aksi akan berangkat dari LBH Jakarta menuju tempat tujuan aksi.

    “Waktu kami mau keluar, kami sudah negoisiasi ke polisi, renacanya kami keluar dengan menggunakan metro mini, sampai dua kali polisi mengusir sopir metro mini itu, kemudian ketika kami mau jalan kaki saja, ditahan dan gerbang ditutup oleh polisi,” kata Korlap Aksi, Surya Anta di LBH Jakarta, Sabtu (1/12).
    “Sempat kami berdorong-dorong dengan polisi, ya ini rumah demokrasi, masa ditutup oleh aparatur negara,” sambungnya. Menurut Surya, alasan pengadangan karena katanya demonstrasi yang dilakukan melanggar Undang-Undang yang berlaku. “Alasan bertentangan dengan UU, dia juga tidak bisa menjelaskan, karena surat pemberitahuan kita berikan, mekanisme-mekanimenya itu kan,” ujarnya.
    Sementara pihak kepolisian menyatakan aksi masih kondusif. “Enggak ada kejadian rusuh ah, cuman dia pengen keluar, kita pengen masuk, jadi ngunci, jadi enggak ada rusuh. Baik-baik semua. sejauh ini masih kondusif di sini,” Kata Kapolsek Menteng, Jakarta Pusat AKBP Dedy Supriadi di lokasi.
    Aksi ini demontrasi ini dilakukan bertepatan dengan 1 Desember 1961yang kerap diperingati sebagai hari kemerdekaan Papua Barat atas Belanda. Aksi dilakukan bersama dengan Aliansi Mahasiswa Papua dan Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua Indonesia. Jumlah masa aksi sekitar 120 orang. Pantauan dilokasi, mereka masih melakukan orasi di LBH Jakarta, dengan sejumlah atribut.(kumparan)
  • Pengepul Rongsokan di Depok Dikirimi Mortir dari Seseorang Tak Dikenal

    Pengepul Rongsokan di Depok Dikirimi Mortir dari Seseorang Tak Dikenal

    Depok (SL) – Nur Holis (34) kaget bukan kepalang. Ternyata, karung yang diberikan seseorang dua pekan lalu berisi mortir. Dia baru mengetahui karung itu berisi mortir ketika anak buahnya membuka karung itu pagi ini, Sabtu (1/12). “Pengepul ini menerima barang rongsokan dari seorang yang tidak dikenal,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono.

    Lokasi tempat pengepulan barang bekas milik Nur Holis berada di Sawangan, Kota Depok. Mortir itu diketahui berukuran panjang sekitar 30 cm dengan diameter 7 cm. “Pengepul ini kemudian melapor ke polisi begitu tahu isi karung itu mortir,” tambah Argo. Polsek Sawangan yang mendapat laporan segera memasang garis polisi. Kemudian melakukan pengamanan.
    “Kapolsek Sawangan melaporkan ke Polresta Depok dan Gegana Polda Metro Jaya. Pada pukul 11.50 WIB Tim Gegana Sat Brimobda Polda Metro Jaya dipimpin Bripka Syaepul tiba di lokasi dan mengamankan serta mengevakuasi mortir temuan tersebut. Pada pukul 12.15 WIB Tim Gegana meninggalkan lokasi,” tutup Argo.(kumparan)
  • Genset Meledak di Area Aksi 212, Kapolsek Gambir Lakukan Penyelidikan

    Genset Meledak di Area Aksi 212, Kapolsek Gambir Lakukan Penyelidikan

    Jakarta (SL) – Sebuah ledakan terjadi di sekitar areal Monumen Nasional (Monas) yang menjadi lokasi gelaran Aksi Reuni 212. Ledakan terjadi sekitar pukul 19.20 WIB, Sabtu (1/12).

    Ledakan tersebut terdengar cukup keras dan sempat membuat terkejut warga yang berada di sekitar Monas. Namun, tidak sampai membuat kepanikan karena diketahui bahwa ledakan berasal dari salah satu genset yang berada di belakang panggung utama.

    Kapolsek Gambir AKBP Johaness Kindangen mengatakan pihaknya telah melakukan penyelidikan atas ledakan tersebut. Dugaan awal, kata dia, terjadi korsleting listrik. “Malam hari ini dengan adanya Genset terjadi korsleting, untuk selanjutnya masih kami selidiki dan kami cek untuk barang bukti,” kata Johaness di Monas, Jakarta Pusat.

    Ia mengatakan sejumlah barang bukti telah diamankan untuk penyelidikan lebih lanjut. Seperti sejumlah serpihan akibat ledakan tersebut dan juga unit handphone. Selain itu, pihaknya juga meminta keterangan orang-orang yang ada di sekitar lokasi kejadian serta pihak-pihak yang mengamankan genset tersebut.

    Saat ini, kata Johaness, pihaknya juga tengah mencari tahu siapa pemilik hanphone yang ada didekat lokasi. “Masih kami lidik siapa pemilik handlhone, kami lagi cari siapa pemiliknya. Ledakan faktor korsleting, pemilik handphone dan genset,” ujarnya.

    Pantauan di lokasi, massa aksi yang sudah berada di areal monas tengah asyik menikmati gelaran musik yang tampil di panggung utama. Massa terus berdatangan ke lokasi ini. Mereka mengenakan pakaian muslim. Bagi para pria, mengenakan baju gamis yang rata-rata berwarna putih. Sementara perempuan mengenakan pakaian hitam disertai cadar.

    Massa juga membawa atribut seperti bendera atau ikat kepala bertuliskan kalimat tauhid. (cnnindonesia)

  • Menentang Reuni Akbar 212, Budi Djarot Dipolisikan

    Menentang Reuni Akbar 212, Budi Djarot Dipolisikan

    Jakarta (SL) – Sekretaris Jenderal Gerakan Jaga Indonesia (GJI), Budi Djarot dilaporkan ke Bareskrim Polri oleh sejumlah aktivis 212 yang tergabung Koordinator Pelaporan Bela Islam (Korlabi) dan Aliansi Anak Bangsa (AAB), Jumat (30/11).

    Adik kandung seniman Eros Djarot itu dilaporkan dengan pasal ujaran kebencian dalam UU Nomor 9/2016 tentang perubahan UU Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi el Elektronik (ITE). “Hari ini kami laporkan Budi Djarot ke Bareskrim Mabes Polri,” kata Pengurus DPP Persaudaraan Alumni (PA) 212, Musa Marasabessy di Bareskrim Polri.

    Menurut mantan mujahidin Ambon ini, pihaknya tidak mau berbalas pantun dengan Budi Djarot. Karena itulah ia memilih mempolisikan Budi. “Kami minta laporan ini diproses cepat,” ujar Musa.

    Menurut Musa, pernyataan Budi sangat sensitif dan berpotensi membahayakan persatuan nasional, merusak kebhinekaan serta eksistensi NKRI sebagai negara yang plural. “Bukti yang kami serahkan antara lain video Budi Djarot yang menyebarkan kebencian,” tegas Musa.

    Diketahui, dalam video yang beredar, Budi dalam konferensi persnya di Polda Metro Jaya mengatakan, Reuni Akbar 212 tidak menutup kemungkinan tersimpan agenda terselubung Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang sudah dilarang di Indonesia. “Saya melihat ini kekuatan HTI masih tetap hidup walaupun sudah dibubarkan dan mereka tetap berdakwah tentang negara khilafah. Untuk itu sebelum terjadi yang lebih parah, kami minta agar Polda Metro mencegah aksi atau Reuni 212 itu,” kata Budi di Polda Metro Jaya, Senin (26/11).

    Sebelumnya pada Kamis (29/11) kemarin, Budi juga memimpin massa GJI menggeruduk Balai Kota untuk menuntut Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan mencabut izin penyelenggaraan Reuni Akbar 212 yang akan digelar di Monas pada Minggu (2/12) lusa. (liputan6)