Sumatera Utara (SL) – Realisasi dana rasionalisasi pemerintah Provinsi Sumatera Utara tahun anggaran 2013 diduga kurang rasional. Mekanisme dan realisasi pertanggungjawaban dana bantuan keuangan Provinsi Sumut diduga sarat rekayasa.
Potensi penyalahgunaan wewenang berdampak pada kerugikan keuangan daerah hingga miliaran rupiah. Penyaluran dana rasionalisasi ini konon katanya bermuatan ‘politis’ memenangkan salah satu kandidat kepala daerah pada saat itu.
Belakangan isu miring ini terus berkembang luas, tatkala salah seorang PNS di salah satu Kabupaten melaporkan menyebutkan adanya dugaan penyalahgunaan dana yang dibagi bagi kepala daerah kepada pihak berkompeten.
Informasi ini sempat menjadi ‘buah bibir’ nasional karena viral medsos. Tidak hanya kepala daerah yang ‘kebakaran’ jenggot, tapi pihak penerima dana pun ikut ‘kembangkempis’, menunggu pemanggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Penyaluran dana rasionalisasi Pemprov Sumut kepada sejumlah Kepala Daerah dan SKPD se Sumatera Utara bakal meluas. Tidak tertutup kemungkinan pihak pengelola anggaran dan penerima dana rasionalisasi bakal terseret ke pengadilan tindak pidana korupsi.
“Pemberian dana rasionalisasi diracik sangat profesional, dari mekanisme sampai pertanggung jawaban dana kepada pemprovsu,” ujar sumber yang tidak mau disebutkan namanya.
Dana rasionalisasi itu, ujar sumber dikembalikan pemerintah kabupaten dan kota dan kepala SKPD Pemprov Sumut. Anehnya, setelah dana dikembalikan, mengapa kepala daerah dan kepala SKPD harus memberikan realisasi laporan pertanggung jawaban kepada pemprovsu.
“Modus tingkat tinggi ini sangat rapi. Padahal realisasi kegiatan tidak sebenarnya dilakukan. Jika KPK mau mengungkap ini tidak sedikit kepala daerah dan kepala SKPD terseret hukum,” ujarnya dengan tegas.
Berdasarkan penelusuan info, dana bantuan keuangan provinsi Sumatera Utara kepada pemerintah Kabupaten dan Kota atau Bantuan Keuangan Daerah Bawahan atau BDB mencapai triliunan rupiah akan menjadi babak baru di ranah hukum.
Realisasi dana rasionalisasi kabarnya sudah tercium penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Informasi yang berhasil kami himpun dari sumber menyebutkan Tim Penyidik KPK diam – diam tengah melaku Pengumpulan Bahan Keterangan (Pulbaket) beberapa bulan lalu.
Sampai akan pada waktunya, tidak sedikit Kepala Daerah (Bupati dan Walikota) se Sumatera Utara akan dimintai keterangan penyidik untuk mempertanggungjawabkan dana rasionalisasi belum tentu rasional.
Demikian disampaikan sumber terkait dana rasionalisasi dari pemerintah provinsi Sumatera Utara Nomor : 900/6916, tanggal 25 Juli 2013, perihal penyampain daftar rasionalisasi BKP TA2013, ditanda tangani Sekretaris Daerah Pemprov Sumut, termasuk sejumlah SKPD Pemprov Sumut TA2013.
“Bantuan Keuangan Pemprov Sumut kepada Pemerintah Kabupaten dan Kota. Disebutkan sesuai rancangan perubahan APBD DPRD Pemprov Sumut TA2013 jumlah Pendapatan daerah diproyeksikan sebesar Rp9.118.133.465.652, jika dibandingkan dengan APBD Murni TA2013 sebesar Rp8.481.871.649.956, mengalami pertambahan sebesar Rp636.261.815.696, atau sebesar 7,50%,” ujar sumber yang tidak mau disebutkan namanya belum lama ini.
Lebih lanjut dikatakanya, bahwa pada rancangan Perubahan APBD TA2013 direncanakan sebesar Rp9.032.417.688.998, jika dibandingkan dengan APBD Murni TA2013 sebesar Rp8.866.922.252.506, mengalami pertambahan sebesar Rp165.495.436.492, atau 1,8%.
Salah satu yang menjadi catatan penting Badan Anggaran DPRD Sumut pada pembahasan tersebut adalah pertambahan Rencana Belanja Daerah tersebut terjadi pada kelompok Belanja Tidak Langsung (BTL) yang utamanya adalah kepentingan Aparatur pemerintah provinsi Sumut.
Sedangkan kelompok Belanja Langsung (BL) mengalami penurunan dari jumlah yang diproyeksikan sebelumnya. Program yang disebut Rasionalisasi oleh Pemerintah Provinsi Sumut dengan melakukan penurunan jumlah alokasi Belanja Langsung (BL) yang disebut dalam rangka efektifitas dan efisiensi pengunaan anggaran agar tidak mempengaruhi pencapaian program prioritas pembangunan sesuai visi dan misi pemerintah provinsi Sumut.
Pada R-APBD TA2013, Belanja Tidak Langsung (BTL) yang tidak berhubung langsung dengan pembangunan Sumut dan kebutuhan rakyat mengalami kenaikan sedangkan Belanja Langsung (BL) yang berhubungan langsung dengan pembangunan Sumut dan kebutuhan rakyat bahkan mengalami penurunan alokasi belanja tersebut.
Sangat tidak seimbang seharusnya sebelum mengalokasikan anggaran untuk program/ kegiatan pada kedua jenis belanja tersebut. Pemerintah provinsi Sumut perlu menetapkan Ratio yang wajar dan berimbang terhadap jumlah anggaran untuk Belanja Tidak Langsung (BTL) dan Belanja Langsung (BL).
Rancangan Perubahan APBD Provinsi Sumut TA2013, ditanda tangani Badan Anggaran DPRD Sumut, Medan 22 November 2013, diantaranya pendapatan semula sebesar Rp8.481.871.649.956, bertambah sebesar Rp636.261.815.696, jumlah setelah perubahan Rp9.118.133.465.652.
Dimana pada belanja semula sebesar Rp8.866.922.252.506, bertambah sebesar Rp165.495.436.492, jumlah setelah perubahan sebesar Rp9.032.417.688.998. Terdapat selisih antara Pendapatan dan Belanja setelah Perubahan sebesar Rp85.715.776.654.
Sedangkan terdapat pembiayaan penerimaan semula sebesar Rp385.050.602.550, berkurang sebesar Rp370.323.011.503, jumlah setelah perubahan sebesar Rp14.727.591.047. Pengeluaran semula Rp NIHIL, bertambah sebesar Rp100.443.367.701, kemudian jumlah Pembiayaan Netto setelah perubahan sebesar Rp85.715.776.654, sisa Lebih Pembayaran Anggaran (Silpa) dan setelah perubahan Rp NIHIL.
Sejumlah Kabupaten/ Kota dan SKPD menerima kucuran dana rasionalisasi bersumber APBD Pemprov Sumut TA2013, berbeda beda. Sejumlah pejabat pemprov Sumut bakal ‘terseret’ dana rasinoliasasi TA 2013.
“KPK diminta melakukan kerjasama dengan beberapa aktivis LSM di Medan, sebab mereka bisa mendapatkan data rasionalisasi tahun 2013. Jika kasus ini dibongkar, tidak sedikit pejabat yang terseret kasus harus dimiskinkan,” ujarnya. (Koranradaronline)