Kategori: Nusantara

  • Penghargaan untuk Lima Jurnalis Heroik Peliput Gempa Palu

    Penghargaan untuk Lima Jurnalis Heroik Peliput Gempa Palu

    Jakarta (SL) – Pendiri dan anggota Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada para jurnalis TV di Palu yang telah memperlihatkan dedikasi dan sisi kemanusiaan yang mulia dalam peristiwa gempa dan tsunami di wilayah Sulawesi Tengah. Penghargaan ini diberikan setelah dengan cermat mempelajari kisah mereka.

    Kisah heroik lima jurnalis TV saat terjadi tsunami dahsyat di pelabuhan Pantoloan telah menjadi buah bibir di kalangan masyarakat Donggala, Sigi, dan Palu. Mereka adalah Abdy Mari (tvOne), Ody Rahman (NET.), Rolis Muhlis (Kompas TV), Jemmy Hendrik (Radar TV), dan Ary Al-Abassy (TVRI), yang Jumat petang itu (28/09), sekitar pukul 15.00 WITA, turun dari Kota Palu menuju Kecamatan Sirenja di Kabupaten Donggala untuk meliput dampak gempa 5,9 SR yang terjadi satu jam sebelumnya, pada pukul 14.00 WITA. Kabarnya, ada korban meninggal akibat bangunan ambruk.

    Jarak Palu ke Sirenja di pantai Barat biasanya dua jam perjalanan menyusuri sisi utara teluk. Mereka bermobil dengan kapasitas tempat duduk tujuh penumpang. Satu jam perjalanan, dekat Pelabuhan Pantoloan menjelang perbatasan Palu-Donggala, pemandangan laut terlihat indah seperti biasanya. Namun, tiba-tiba, mereka merasakan gempa yang sangat kuat. “Saya langsung tarik rem tangan, mobil berhenti di tengah jalan,” tutur Ody yang mengemudikan mobil.

    “Kami lihat hampir semua pengendara motor di sekitar kami berjatuhan,” lanjut Ody. Mereka langsung turun dan merekam semua peristiwa itu dengan telepon genggam masing-masing. Ada yang sambil menolong orang-orang yang terjatuh. Tiba-tiba terjadi lagi gempa. Dan, ketika mereka melihat ke laut, tampak gelombang tinggi bergerak cepat ke arah mereka. Mereka terpana. Jemmy Hendrik berteriak, “Itu tsunami!”

    Teriakan Jemmy menyadarkan mereka dan semua orang yang mendengar. Ada bahaya besar di depan mata. Orang2 panik, berteriak-teriak. Mereka pun ikut berteriak sekeras-kerasnya memperingatkan semua orang. “Lari.., lari, tsunami, tsunami..!”

    “Kami langsung masuk mobil dan putar balik,” cerita Abdy. “Kami lihat banyak orang lari ke sana ke mari. Kami buka pintu dan menarik beberapa masuk. Sampai tak ada lagi yang bisa masuk. Ibu-ibu, nenek-nenek, anak-anak, semua histeris dan menangis di dalam mobil yang sesak. Ketakutan dan tercekam.”

    “Sampai di ketinggian yang kami anggap aman, mobil saya hentikan,” kata Ody.

    “Kami semua keluar. Saya hitung-hitung, ada duabelas orang yang ikut kami. Total 17 dalam mobil yang hanya untuk 8 orang termasuk pengemudi. Saya tidak tahu bagaimana bisa muat sebanyak itu,” cerita Abdy.

    Panik tak bisa menghubungi keluarga, tapi masih bisa menolong orang.

    Setelah memastikan berada di lokasi yang aman, mereka melihat ke arah tempat tadi berhenti di dekat Pelabuhan Pantoloan. “Sudah rata dengan tanah. Rumah-rumah hancur dan berpindah tempat. Perahu dan kapal melintang di jalan. Di mana2 terlihat penuh puing,” tutur Abdy.

    Secara naluriah, mereka kembali merekam peristiwa itu untuk kepentingan berita dan mengabarkan pada dunia apa yang mereka saksikan dan alami sendiri. Sampai kemudian sadar, apa yang terjadi dengan keluarga mereka sendiri di Palu.

    Serentak, mereka mencoba menghubungi Palu. “Tak ada lagi sambungan telepon. Kami bingung dan panik. Bagaimana keluarga kami,” tutur Ody.

    “Saya mungkin yang paling galau karena tempat tinggal kami rumah tua yang rawan runtuh,” kata Abdy.

    Sekitar 30 menit kemudian, mereka memutuskan kembali ke Palu. “Kami harus menemui keluarga dan mengirim berita,” kata Abdy.

    Perjalanan kembali tidak mudah. Melewati puing-puing bangunan yang berserakan, jalan rusak, dan pikiran kacau mengingat nasib keluarga masing-masing. Saat itu, kondisi sudah gelap. Mereka terus bergerak. “Sampai di Kelurahan Mamboro, kami melihat seorang ibu yang terjepit runtuhan bangunan. Kami berhenti dan membawanya ke tempat aman. Tampaknya ada tulang yang patah,” tutur Ody.

    “Kami sempat terjebak di Kelurahan Layana karena jalan tertutup. Terpaksa berhenti dan menunggu. Beberapa jam kemudian, ada iring-iringan kendaraan Brimob melintas yang membuka akses jalan. Akhirnya, sekitar pukul 23.00 WITA, kami tembus Palu,” kata Abdy.

    Di Palu, Abdy menghadapi kenyataan keluarganya telah mengungsi. Ketika bertemu, hanya ada istri dan anak pertama. Sedangkan anak kedua, Andra, hilang dengan posisi terakhir yang diketahui berenang di Hotel Golden Palu yang kena tsunami.

    Hingga pagi, mereka mencari Andra. Setelah hampir putus asa, mereka pulang melihat kondisi rumah. Tak lama kemudian, Andra muncul. Anak SD itu rupanya lari ke gunung dan bermalam sendirian di sana hanya mengenakan celana renang. Ada beberapa luka karena ditabrak motor saat lari.

    Setelah memastikan keluarga semua selamat, hari itu juga mereka kembali ke “lapangan”. Kembali ke bekerja seperti biasa. “Kami baru bisa mengirim berita pada hari kedua melalui saluran yang sangat terbatas. Alhamdulillah,” kata Abdy.

    Pofesional dan kepala keluarga yang baik

    Erick Tamalagi, tokoh masyarakat Palu dan salah seorang pendiri Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia yang tinggal di Palu dan mengalami langsung bencana tersebut, menjadi saksi bagaimana para jurnalis tv di Palu telah bekerja dengan sangat profesional.

    “Apa yang dilakukan teman-teman para jurnalis tv di Palu, menurut saya, adalah kesadaran yang tinggi sebagai seorang jurnalis dan kepala keluarga. Kegigihan terus meliput dan mencari spot untuk mengirimkan gambar di saat jaringan internet sangat terbatas dan membagi perhatian untuk keselamatan keluarga yang berada di pengungsian, adalah perjuangan yang sangat patut kita hargai,” kata Erick.

    Erick sendiri terus bergerak membantu para korban. Ia mendatangi berbagai lokasi hingga ke pelosok untuk mendistribusikan bantuan. “Puji syukur keluarga saya selamat,” kata Erick yang juga mengungsikan seluruh keluarganya ke rumah famili yang lebih aman.

    Tokoh muda nasional asal Palu, M. Ichsan Loulembah, menjadi saksi kegigihan para jurnalis tv di Palu.

    “Para jurnalis menuangkan laporan untuk melayani kemanusiaan dengan profesionalisme yang terjaga. Tanpa lelah, lupa melihat jam, mereka menyajikan suara dan gambar melalui televisi yang amat berarti bagi masyarakat. Hanya ini yang kami punya (untuk mereka): setulusnya ucapan terima kasih,” tulis Ichsan.

    Ichsan tinggal di Jakarta. Begitu mendengar gempa dan tsunami di kampungnya, ia berusaha pulang. Tiba di Palu pada hari ketiga pasca-tsunami, Ichsan membuka posko “Sulteng Bergerak” di rumah ibunya, di Jl. Rajawali 24, untuk menyalurkan berbagai bantuan ke seluruh wilayah terdampak. (rls)

  • Saka Milenial Lahir di Jawa Tengah

    Saka Milenial Lahir di Jawa Tengah

    Yogjakarta (SL) – Kwartir Daerah Jawa Tengah bakal meluncurkan Satuan Karya (Saka) Milenial dalam Musyawarah Daerah ke XII di Solo yang berlangsung 12 – 13 Oktober 2018. Keberadaan Saka Milenial menjadi penting sebagai akselerasi gerakan Pramuka ke ranah teknologi informasi.

    Ketua Majelis Pembina Daerah (Mabida) Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan ide kelahiran Saka Milenial ini bermula dari kekhawatirannya terhadap hoax yang semakin liar. Saat peringatan Hari Pramuka di Tegal, dia mengutarakan perlawanan terhadap hoax harus disengkuyung berbagai pihak, tidak terkecuali Pramuka.

    “Itu bagian dari yang diusulkan oleh komunitas. Komunitas itu ternyata mereka adalah aktivis medsos. Lalu mereka menyampaikan, pak boleh tidak saya bikin saka baru? Boleh,” kata Ganjar di sela-sela Musda Kwarda Jateng di Solo, Jumat (12/10).

    Saka merupakan kependekan dari Satuan Karya, untuk mengembangkan bakat dan pengalaman Pramuka dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.

    Dalam prakteknya, Satuan Karya diperuntukkan bagi para Pramuka Penegak dan Pramuka Pandega atau para pemuda usia antara 16-25 tahun dengan syarat khusus.

    Obrolan pun berlanjut pada persoalan nama saka baru yang bakal fokus menggarap dunia Maya ini. “Maka disampaikan dia kasih nama kalau saya kasih nama saka Milenial bagaimana? Sakarepmu,” kata Ganjar.

    Apapun namanya, kata Ganjar, peluncuran Saka Milenial ini akan menjadi yang pertama di Indonesia. Dia meminta pada komunitas tersebut agar melakukan koordinasi agar persiapan bisa dirembug dan disiapkan.

    “Mereka (Saka Milenial) siap bantu. Ngelawan hoax, membuat sistem, bagaimana beradaptsi dengan teknologi informasi termasuk tadi disampaikan, menyampaikan aktivitas untuk berbagi agar bisa saling belajar,” kata Ganjar.

    Selain itu terkait struktural, Ganjar meminta keberadaan tim kreatif dan inovatif.

    Strukturnya, menurut Ganjar lebih efektif jika dibuat melingkar, tidak ke bawah dengan ketua berada di tengah.

    “Pramuka dengan saka yang dimiliki, merupakan potensi yang luar biasa. Semua ada dan bisa, maka manfaatkan,” kata Ganjar.

    Sementara itu, Ketua Kwartir Daerah Jawa Tengah Prof. Dr. Ir. S. Budi Prayitno, M.Sc. menegaskan keberadaan Saka Milenial bakal dilahirkan dalam Musda Kwarda Jateng XII ini.

    “Di musda akan diputuskan. Ya dalam musda ini,” katanya.

    Di sisi lain, Rois Khasani Almahgi, dari SMA 1 Mojotengah Wonosobo yang meraih Pramuka peduli award juga menekankan pentingnya penyesuaian Pramuka dengan perkembangan, maka Saka Milenial sangat diperlukan.

    “Dan ini sangat dibutuhkan di masyarakat, terutama di kalangan remaja agar bermedsos dengan bijak. Gerakan ini akan sangat tepat jika dilakukan oleh Pramuka,” katanya. (net)

  • Delapan Relawan Tiongkok Dicegah Masuk Palu Karena Bawa Surat Palsu

    Delapan Relawan Tiongkok Dicegah Masuk Palu Karena Bawa Surat Palsu

    Sulawesi Tengah (SL) – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencegah delapan relawan asal Tiongkak masuk ke Palu, Sulawesi Tengah. BNPB mencurigai surat undangan dari Bupati Sigi untuk ikut membantu proses penanggulangan bencana sebagai relawan yang digunakan kedelapannya palsu.

    BNPB juga telah berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) dan Bupati Sigi untuk mengkonfirmasi undangan bagi para relawan Tiongkok tersebut. Namun diketahui undangan tersebut tidak benar.

    “Sudah kita lihat suratnya, kondisinya kita khawatir, masih diragukan asli atau tidak. Nah, kita sinyalir suratnya palsu,” kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho di Graha BNPB, Jakarta Timur, Kamis (11/10).

    Sutopo menjelaskan delapan relawan tersebut masuk ke Indonesia melalui Bandara Sultan Hasanuddin pada 7 Oktober 2018.

    Petugas BNPB Makassar sudah memperingatkan delapan orang tersebut untuk tidak masuk ke Palu. Meski telah diperingatkan, tiga orang tetap menuju Palu melalui jalur darat.

    Sebelum delapan relawan asal Negeri Tirai Bambu, BNPB juga menolak kedatangan 14 relawan asing masuk ke Palu. Para relawan tersebut yakni delapan orang berasal dari Meksiko, lima orang dari Nepal, dan seorang dari Australia.

    Sutopo menjelaskan pihaknya bukan menolak adanay warga asing di Sulteng, tapi bagi relawan asing yang ingin membantu harus memiliki perizinan dan membawa bantuan yang dibutuhkan pemerintah Indonesia. Bahkan ada saja relawan yang ingin masuk ke Palu dengan menggunakan visa turis.

    “Ya, kita terima kasih atas keinginan membantu masyarakat di Sulteng yang terkena bencana, tapi dalam bantuan tadi selalu ada aturan mainnya. Bukan hanya di Indonesia, di negara-negara lain juga diberlakukan seperti itu. Untuk NGO asing diminta untuk berkordinasi dengan PMI dan afiliasi NGO nasional. Mereka bisa masuk setelah diizinkan dan melakukan kordinasi tersebut,” ujar Sutopo.

  • Selundupkan Sabu 100 Kg Arman Dan Edi Suryadi Divonis Hukuman Mati

    Selundupkan Sabu 100 Kg Arman Dan Edi Suryadi Divonis Hukuman Mati

    Medan (SL) – Arman alias Man dan Edi Suryadi alias Adi terdakwa kepemilikkan narkoba jenis sabu seberat 100 Kg, yang memiliki jaringan internasional hanya bisa terdiam. Tak sepatah katapun keluar dari mulut keduanya ketika mendengar majelis makim memvonisnya dengan hukuman mati saat bersidang diruang Cakra 3 Pengadilan Negri (PN), Kamis (11/10) sore.

    Majelis hakim yang diketuai Ali Tarigan dalam putusannya menyatakan, kedua terdakwa  terbukti bersalah melanggar pasal 114 ayat (2) Jo pasal 132 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. “Mengadili dan memutuskan kedua terdakwa dengan hukuman mati, karena terbukti bersalah menyelundupkan narkoba jenis sabu-sabu seberat 100 Kg,” ucap majelis hakim diketuai Ali Tarigan dihadapan JPU dan kedua terdakwa.

    Selain itu dalam putusan hukuman mati tersebut, majelis hakim juga menyatakan kedua terdakwa  telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan percobaan atau pemufakatan jahat, menawarkan, menjual, membeli, menjadi perantara dalam jual beli,narkotika golongan 1 bukan tanaman dengan berat 100 Kg.

    Diketahui putusan majelis hakim memvonis kedua terdakwa dengan hukuman mati, sama dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), yang mana sebelumnya, JPU Chandra Priono Naibaho meminta kepada majelis hakim agar keduanya dijatuhi hukuman mati.

    Menyikapi putusan majelis hakim yang memvonis kedua terdakwa dengan hukuman mati, kedua terdakwa melalui penasihat hukumnya menyatakan  akan menempuh jalur banding. Sementara  tim JPU belum menyatakan sikapnya di depan majelis hakim.

    Sebelumnya diketahui dalam nota tuntutannya, JPU meminta majelis hakim yang mengadili dan menyidangkan perkara ini agar menghukum kedua terdakwa dengan hukuman mati. JPU menyebutkan, kedua terdakwa merupakan bandar narkotika jaringan internasional.

    Mereka ditangkap satuan polisi Direktorat Narkoba Mabes Polri di rumah terdakwa Arman,  di Jalan Baru, Lingkungan 15 Gang Keluarga Kelurahan Terjuan Medan Marelan, pada 12 Desember 2017. Saat penangkapan, polisi menemukan barang bukti berupa 7 karung berisi narkotika jenis sabu-sabu seberat 100 Kg yang ditumpuk dan disembunyikan dalam tanah yang ditutup triplek di kamar mandi.

    JPU menegaskan, dalam upaya pemberantasan narkoba ke depan, Jaksa juga harus fokus, bagaimana untuk mematikan pasar yang sangat besar ini, jadi dalam tuntutan ini, Jaksa hanya mendukung program pemerintah dan berusaha untuk mematikan jaringan para bandar narkoba yang merusak anak bangsa.

    “Ya kita selaku Jaksa harus berani menyatakan perang terhadap narkoba. dan tuntutan hukuman mati  ini sebuah bukti kalau Jaksa menyatakan  perang perang terhadap narkoba dalam bentuk apapun,” tegas Jaksa dari Kejari Medan Chandra Naibaho pada wartawan.

    Sekedar untuk diingat, dua saksi Polisi dari Direktorat Narkoba Mabes Polri dihadapan majelis hakim   dan JPU dalam kesaksiannya menjelaskan penangkap terdakwa Arman Alias Man dan Edi Suryadi Alis Adi serta Mulyadi alias Mul masih (DPO) dan terdakwa Syafii berdasarkan informasi masyarakat.

    Selanjutnya mendapat informasi tersebut kemudian pihaknya melakukan penyelidikan,dan pengintaian hingga akhirnya berhasil menangkap para terdakwa. (mdn/et)

  • Pledoi Ditolak, Dua Terdakwa Kasus Penganiayaan Suami Jaksa Kembali Telan Pil Pahit

    Pledoi Ditolak, Dua Terdakwa Kasus Penganiayaan Suami Jaksa Kembali Telan Pil Pahit

    Medan (SL) – Habibulloh S Harahap alias Habib (45) dan istrinya Anita Triana S.Pd (45) seorang Guru Bahasa Inggris di SMAN 2 Binjai warga Jalan SM Raja IX Gang Bilal Nomor 20 Lk I Kelurahan Nangka Kecamatan Binjai Utara terdakwa kasus penganiayaan suami dan anak Jaksa yang sempat Viral Media Sosial (Medsos) di Jalan Nibung Raya Medan Petisah kembali harus menelan pil pahit.

    Pasalnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) Chandra Naibaho dengan tegas menolak semua isi pledoi (nota pembelaan ) terdakwa dan tetap dalam tuntutannya yang meminta masing – masing terdakwa agar tetap dihukum 2 tahun dan 1 tahun 6 bulan penjara.

    Jaksa Penuntut Umum (JPU)Chandra Naibaho dari Kejari Medan dalam repliknya atas nota pembelaan terdakwa pada sidang sebelumnya meminta terdakwa dibebaskan dari segala dakwaan dan tuntutan, mengacu kepada pasal 49 ayat 2 KUHPidana tentang perbuatan membela diri namun tidak dapat diterima.

    Menurut JPU, apa yang dituangkan terdakwa dalam pledoinya sama sekali tidak berdasar, kabur dan jauh dari fakta persidangan. Sehingga majelis hakim diketuai Deson Togatorop yang menyidangkan perkara ini diminta agar menghukum terdakwa Chabibulloh Harahap 2 tahun penjara dan Anita Triana 1 tahun 6 bulan penjara,sesuai tuntutan sebelumnya.

    Menurut JPU, apa yang diuangkapkan dalam nota tuntutannya telah sesuai fakta persidangan. “Apa yang saya ungkapkan dalam nota tuntutan sebelumnya telah memenuhi unsur dan fakta hukum sesuai persidangan, berdasarkan keterangan para saksi maupun alat bukti.

    Disebutkannya oleh karena itu JPU  meminta hakim yang menyidangkan dan mengadili perkara ini agar tetap menjatuhkan hukuman kepada kedua terdakwa, sesuai tuntutan semula. “Menyatakan perbuatan terdakwa telah sesuai dengan apa yang didakwakan dan dituntut JPU. Menolak segala keberatan dan pledoi terdakwa,meminta kepada majelis hakim agar mengabulkan tuntutan JPU dan menjatuhkan hukuman kepada  kedua terdakwa,” pinta JPU.

    Dalam surat dakwaan disebutkan kedua terdakwa melakukan penganiayaan kepada korban Amister Sirait dan putrinya Bunga di Jalan Nibung Raya pada bulan Juni 2018 lalu, perbuatan terdakwa diancam dalam pasal 370 dan pasal 351 ayat 1 KUHPidana.(topkota)

  • Buang Limbah Sembarangan, Pemilik PT JPN Bisa Dipidana dan Dikenakan Denda

    Buang Limbah Sembarangan, Pemilik PT JPN Bisa Dipidana dan Dikenakan Denda

    Stabat (SL) –  Pemilik PT Jaya Palma Nusantara (JPN) yang telah membuat pencemaran lingkungan dengan membuang limbah sembarangan bisa dikenakan pidan dan denda. Hal itu ditegaskan praktisi hukum muda OK Sofyan Taufik SH ketika diminta komentarnya via pesan Whatsapp, Jumat (12/10).

    Kata Sofyan, berdasarkan peristiwa tersebut perusahaan bisa dikenakan pidana pencemaran lingkungan menurut UU tentang PPLH dan jika perusahaan membuang limbahnya ke sungai maka diancam pidana berdasarkan Pasal 60 jo Pasal 104 UU PPLH.

    Ia menjelaskan, pada Pasal 60 UU PPLH disebutkan bahwa setiap orang yang sengaja melakukan perbuatan Dumping limbah ke media lingkungan tanpa ijin atau pada Pasal 104 UU PPLH, maka diancam hukuman penjara 3 tahun dan denda 3 miliar. “Kita juga menyayangkan sikap BLH langkat yang “menggantung” nasib masyarakat Gebang. Kita menilai pihak BLH Langkat tidak perduli dengan nasib masyarakat yang ada di Gebang, Kabupaten Langkat. Maka untuk itu, kita meminta Kapolda Sumut, Kapolres, dan Kejari Langkat untuk memeriksa Kepala BLH Langkat. Hal itu dilakukan agar tidak muncul image dimata masyarakat bahwa pihak BLH Langkat ada menerima “upeti” atau pun jani dari pihak perusahaan untuk memperlambat proses penyelidikan terhadap PT JPN,” ujarnya.

    Sekadar latar, beberapa bulan lalu, ratusan masyarakat Lingkungan V Kolam Dalam dan Lingkungan VI Jalan Pringgan yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Kelurahan Pekan Gebang Kecamatan Gebang Langkat melakukan aksi unjukrasa ke Pabrik Kelapa Sawit (PKS) PT Jaya Palma Nusantara (JPN).

    Dalam aksinya, mereka meminta  PT JPN agar bertanggungjawab atas apa yang dirasakan warga sekitar akibat limbah yang mengalir ke lingkungan warga.

    Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Langkat melalui Kabid bernama Yasir mengatakan bahwa rembesan itu terjadi pada bulan Nopember Tahun 2017 lalu dan selanjutnya perusahaan menambah kolam limbah untuk mengatasi limbah yang mengalir ke pemukiman warga.

    Sayangnya, antisipasi yang dilakukan pihak perusahaan tidak bisa. Akibatnya limbah masuk ke areal persawahaan dan meluas ke permukiman warga lainnya. “Kami memberi kesempatan kepada pihak perusahaan untuk menata limbah buangannya dengan batas waktu enam bulan. Masalah konpensasi (ganti rugi, red) bukan tanggungjawab kami,” ujarnya.

    Janji inilah yang ditagih aktifis Gebang, Andika Perdana. Kata Andika, BLH Langkat jangan hanya pandai berjanji saja, tetapi juga harus bisa membuktikan janji tersebut. Hal ini dilakukan agar tidak ada image di mata masyarakat bahwa pihak BLH Langkat ada menerima “upeti” dari pihak perusahaan. “Kalau saya hitung ini sudah enam bulan lamanya, semenjak aksi unjukrasa yang dilakukan warga Gebang. Maka kami tagih janji BLH Langkat,” katanya.

    Menurutnya, akibat limbah pabrik PT JPN beberapa areal persawahan warga pada mati. Selain itu, asap yang dikeluarkan mengakibatkan penyakit Inpeksi Saluran Pernapasan (Ispa). “Kami menduga, PT JPN tidak memiliki Kebun/Lahan Kelapa Sawit sebagai mana syarat mendirikan PKS sesuai dengan Permentan No 98 Tahun 2013.”Kita minta Pemerintahan setempat untuk meneliti ijin PKS PT JPN. Jika memang tidak sesuai dengan Permentan No 98 Tahun 2013, maka kami minta agar Bupati Langkat, Polres Langkat dan Polda Sumut untuk menutup PT JPN,” ungkapnya. (topkota)

  • Eni Saragih: Sofyan Basir Minta Rezeki PLTU Riau-1 Dibagi Rata

    Eni Saragih: Sofyan Basir Minta Rezeki PLTU Riau-1 Dibagi Rata

    Jakarta (SL) – Bekas Wakil Ketua Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat Eni Saragih mengatakan Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara Sofyan Basir pernah meminta supaya rezeki dari proyek PLTU Riau-1 dibagi sama rata untuk tiga pihak. Namun, Eni tidak menyebutkan siapa saja tiga pihak yang dimaksud itu.

    “Pada saat itu memang disampaikan (Sofyan), ya, sudah nanti kita bagi bertiga yang sama gitu,” kata Eni saat bersaksi dalam sidang lanjutan perkara korupsi PLTU Riau-1 dengan terdakwa Johannes Budisutrisno Kotjo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis, 11 Oktober 2018.

    Menurut Eni hal itu disampaikan Sofyan saat pertemuan dengan dia di Hotel Fairmont, Jakarta, 3 Juli 2018. Pertemuan itu, kata Eni, membahas soal finalisasi pembahasan proyek PLTU Riau-1.

    Dalam pertemuan itu Eni dan Sofyan juga membahas soal rezeki dari proyek PLTU Riau-1. Eni menyampaikan bila ada rezeki dari Kotjo terkait PLTU Riau-1, maka Sofyan akan mendapatkan bagian paling banyak. “Saya sampaikan juga karena pembahasan pekerjaan ini (PLTU Riau-1) sudah selesai, untuk Pak Sofyan dapat yang paling the best-lah, yang paling banyaklah,” kata dia.

    Namun, menurut Eni, Sofyan Basir justru meminta agar rezeki itu dibagi rata untuk tiga pihak. “Pak Sofyan bilang enggaklah, ya, sudah nanti kita bagi bertiga yang sama gitu,” kata Eni.

    Dalam perkara ini Komisi Pemberantasan Korupsi mendakwa Kotjo selaku eks pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd menyuap Rp 4,75 miliar kepada Eni Saragih untuk mendapatkan proyek PLTU Riau-1. Menurut jaksa, Eni beberapa kali memfasilitasi pertemuan antara Kotjo dan Direksi PLN termasuk Sofyan Basir untuk membantu Kotjo mendapatkan proyek PLTU tersebut. (Tempo)

  • Sebagian Daerah Sumatera Barat Diterjang Banjir Bandang dan Tanah Longsor Enam Dikabarkan Tewas

    Sebagian Daerah Sumatera Barat Diterjang Banjir Bandang dan Tanah Longsor Enam Dikabarkan Tewas

    Sumatera Barat (SL)-Enam warga dilaporkan tewas akibat bencana banjir dan longsor di Kabupaten Tanah Datar dan Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat, pada Kamis malam, 11 Oktober 2018. Keenam korban tewas, antara lain tiga akibat terseret banjir bandang di Nagari Tanjung Bonai, Kecamatan Lintau Buo, Tanah Datar. Sementara tiga lagi tertimbun longsor di Parik Malintang, Padang Pariaman.

    Genangan air banjir bandang hingga ke jalan raya.

    Data itu masih sementara karena empat warga di Tanah Datar masih hilang. Musibah serupa juga terjadi di delapan kota/kabupaten lain di provinsi itu, antara lain Sawahlunto, Lima Puluh Kota, Pasaman, Pesisir Selatan, Pasaman Barat, Agam, Mentawai, Sijunjung, dan Solok.

    Pemerintah Provinsi menyatakan, bahwa banjir bandang dan tanah longsor itu akibat curah hujan tinggi sejak dua hari terakhir. Masyarakat diimbau tetap meningkatkan kewaspadaan karena cuaca masih buruk atau curah hujan masih tinggi. “Kita imbau seluruh masyarakat untuk tetap waspada, terutama yang tinggal di zona rentan banjir dan longsor,” kata Kepala Biro Hubungan Masyarakat Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, Jasman Rizal, pada Jumat.

    Genangan air di pemukiman penduduk

    Jasman menyebutkan tiga orang tewas akibat terseret banjir bandang di Nagari Tanjung Bonai, Kecamatan Lintau Buo, Kabupaten Tanah Datar, pada Kamis malam. Kemudian tiga lainnya tewas akibat tertimbun longsor di Parik Malintang, Kabupaten Padang Pariaman, pada malam sebelumnya, Rabu (10/10). Selain korban tewas, empat warga Kabupaten Tanah Datar dinyatakan hilang terseret banjir. Pencarian masih terus dilakukan.

    Menurut Kepala Bidang Kedaruratan BPBD Provinsi Sumatera Barat Rumainur, banjir dan tanah longsor melanda sejumlah daerah di Sumatera Barat. Petugas BPBD dan Basarnas sedang berusaha mengevakuasi warga yang terjebak banjir di berbagai wilayah di Sumbar.

    Berdasarkan pantauan citra radar BMKG pukul 08.08 WIB, kondisi awan-awan hujan luas terpantau di Selat Mentawai, bergerak ke arah tenggara dan timur laut, potensi hujan sedang pagi hari ini di wilayah Pesisir Selatan, Kepulauan Mentawai, sebagian Padang, dan dapat meluas hingga ke Solok, Solok Selatan.

    Enam daerah yang dilanda musibah, yakni Kota Sawahlunto, Kabupaten Lima Puluh Kota, Pasaman, Pesisir Selatan, Kabupaten Pasaman Barat, Tanah Datar, dan Padang Pariaman. (ist/nt)

  • Benarkah Tembang Nina Bobo Adalah ‘Ritual’ Pemanggil Arwah?

    Benarkah Tembang Nina Bobo Adalah ‘Ritual’ Pemanggil Arwah?

    Makassar (SL) – Mayoritas masyarakat Indonesia, khususnya kaum ibu-ibu selalu menyanyikan lagu “Nina Bobo” untuk melelapkan anak kecil yang susah tidur. Namun sebagian dari kita mungkin tidak menyangka jika lagu “Nina Bono” adalah ritual pemanggil makhluk halus.

    Dikisahkan dalam sebuah cerita yang beredar, lagu “Nina Bobo” adalah kisah seorang anak perempuan bernama Nina. Ia merupakan anak keturunan Indonesia-Belanda bernama lengkap Helenia Mustika Van Rodjnik. Ibunya adalah penduduk Asli jawa bernama Mustika dan ayahnya adalah seorang jenderal Belanda beenama Van Rodjnik.

    Di masa kecilnya, Helenina mengalami penyakit sukar tidur, sampai akhirnya ibunya menciptakan lagu “Nina Bobo” sebagai pengantar tidurnya. Karena sering mendengar lagu tersebut, Nina tidak bisa tidur sebelum dinyanyikan tembang pengantar tidurnya.

    Namun sayang, pada tahun 1885 Helenina menderita sakit parah dan meninggal pada tahun 1886. Waktu itu Helenina berusia 6 tahun. Akibat kepergian putri tercintanya, Mustika kerap menyanyikan lagu “Nina Bobo”. Sampai suatu ketika lagu itu terus dilantunkan dan arwah Helenina kembali ke rumahnya.

    Sampai akhir hayatnya, Mustika selalu melakukan pertemuan dengan Helenina melalui lagu “Nina Bobo”. Kabarnya, saat lagu ini dinyanyikan akan muncul sosok gadis kecil di sekitar orang yang melantunkan temabang tersebut. Sadar atau tidak, silakan anda buktikan sendiri.

  • Relawan PWI dan SMSI Babel, Hibur Anak-Anak Pengungsi

    Relawan PWI dan SMSI Babel, Hibur Anak-Anak Pengungsi

    Donggala (SL) – Tersenyum malu-malu, Adim membentangkan selembar kertas hasil karyanya menggambar, didepan dada. Bocah pengungsi enam tahun itu, bersiap untuk difoto. Jepret! Foto pun dibidik. Sejurus kemudian, dia berlari gembira menyambut uluran balon dari tim relawan PWI-SMSI Bangka Belitung sebagai hadiah atas hasil karyanya.

    Hari itu, Kamis, 11 Oktober 2018, Adim bersama puluhan anak-anak korban terdampak bencana gempa bumi dan tsunami di Desa Marana, Kecamatan Sindue, Donggala, Sulawesi Tengah, terhibur. Mereka diajak bermain bersama oleh tim relawan yang datang dari Negeri Laskar Pelangi, ini.

    Bertempat di lapangan sepakbola yang menjadi lokasi tenda-tenda pengungsian berdiri, selain menggambar, bocah-bocah ini juga bermain lempar gelang untuk mengasah kerjasama mereka. Juga, bermain peran dalam permainan bertema ‘buta, tuli, bisu’. Sorak-sorai para bocah berikut orang-orang tua yang menyaksikannya membuat suasana bertambah semarak. Semua terlihat bergembira. Sejenak melupakan kesedihan musibah gempa yang beberapa hari sebelumnya mendera mereka.

    Aneka permainan ini, dihadirkan relawan PWI – SMSI Bangka Belitung dalam sesi trauma healing. “Kita mau adik-adik dan anak-anak kita ini bisa bergembira, bermain bersama. Mereka nggak boleh larut dalam kesedihan,” kata Koordinator Relawan PWI – SMSI Bangka Belitung, Nico Alpiandy.

    Selain mengajak anak-anak bermain bersama, Tim Relawan PWI – SMSI Bangka Belitung, juga membagikan bahan kebutuhan bagi pengungsi di pesisir pantai barat Donggala. “Atas petunjuk rekan jaringan kita, Bang Heru dari SMSI Sulawesi Tengah, kita menyasar daerah pesisir pantai barat Donggala ini. Barang bantuan langsung kita antarkan ke titik-titik lokasi tenda pengungsian,” ujarnya.

    Barang yang dibagikan, diantaranya berupa dua ton beras dan ratusan terpal. Juga ada ratusan paket kebutuhan untuk bayi yang terdiri dari susu, biskuit bayi, diapers, minyak telon, bubur bayi, dan tissue basah.

    “Bantuan ini kita himpun dari masyarakat Bangka Belitung. Semoga saudara-saudara kita di Sulawesi Tengah yang sedang berduka, bisa segera bangkit,” kata Nico. (rls)