WARTAWAN nulis berita. Sudah biasa!. Tapi kalau ASN menulis berita, hingga dimuat media mitra dengan pemerintah, lalu simsalabim!, judul kembar, foto kembar, isi pun kembar, tayang serentak. Ini namanya baru luar biasa!.
Nah, kali ini Anda sedang menyaksikan keajaiban jurnalistik modern. Di mana berita tak lagi lahir dari proses peliputan, wawancara, dan verifikasi. Cukup satu file narasi disertai judul dan pilihan foto seremonial, tiba-tiba, muncullah keajaiban kloning berita massal.
Ratusan media lokal kompak tayang dengan isi yang sama. Ini bukan copas sembarangan, ini seni kloningan tingkat tinggi. Dan legit, semanis lapis legit Lampung yang manisnya bikin nyilu di gigi. Tapi enak!
Dan jangan khawatir, ini bukan hoaks. Ini berita positif, tapi… ya itu tadi, berita kembar siam. Katanya, satu berita baik itu bagus. Tapi kalau seratus media memberitakan hal yang sama tanpa beda satu tanda baca pun? Wah, itu baru bukti prestasi terorganisir, rakyat jadi yakin. Soalnya, semua media nulis yang sama, pasti bener dong!.
Ingat pribahasa Sepandai-pandainya tupai melompat, akhirnya jatuh juga. Setinggi-tingginya Bangau terbang, akhirnya jadi kecap juga. Nah, tabloid ini akhirnya terungkap juga.
Bayangkan, ASN sekarang Multitasking, gak puas bisa menulis berita dan di konsumsi oleh media lokal, akhirnya berani masuk ke industri pers dengan membuat koran sendiri.
Media tidak lagi repot cari narasumber karena rilis sudah siap saji. Tinggal unggah, setor bukti tayang, tandatangan, lalu tidur nyenyak dalam pelukan anggaran kemitraan. Wow!
Mau tahu lebih dalam soal keajaiban media ala pemerintah? Yuk, mari kita menyelam lebih dalam media ala Biro Adpim, tanpa ada ruang kritik layaknya media profesional.
Puncaknya, keajaiban jurnalistik versi pemerintah terwujud lewat tabloid “Lampung Berjaya”, yang dipersembahkan oleh Biro Administrasi Pimpinan (Adpim) Setda Provinsi Lampung.
Bukan sekadar buletin internal, tapi tabloid tampil seperti media profesional. Lengkap dengan struktur redaksi, penanggung jawab, layouter, fotografer dan tentu saja naskah pujian.
Dalam struktur redaksi tabloid khusus pembangunan Lampung, Kepala Biro Administrasi Pimpinan bertindak sebagai penanggung jawab utama, memastikan kelancaran operasional dan isi tabloid yang sesuai dengan kebijakan pemerintah daerah.
Pimpinan Redaksi dipegang oleh Kepala Bagian Materi dan Komunikasi Pimpinan, yang bertanggung jawab untuk menentukan arah dan isi utama dalam setiap edisi tabloid.
Sebagai bagian dari tim redaksi, Dewan Redaksi yang terdiri dari Kepala Subbagian Komunikasi Pimpinan dan Kepala Subbagian Dokumentasi Pimpinan juga turut andil dalam penyusunan materi, memastikan setiap informasi yang disampaikan valid dan relevan dengan perkembangan pembangunan di daerah.
Untuk mendukung kelancaran operasional, Kepala Subbagian Penyiapan Materi Pimpinan ditunjuk sebagai Sekretaris Redaksi, yang bertugas mengatur semua materi dan komunikasi antar tim redaksi. Staf redaksi yang terdiri dari anggota Subbagian Penyiapan Materi Pimpinan membantu dalam proses persiapan dan pengolahan materi yang akan diterbitkan.
Dalam aspek desain dan tampilan, Tim Layout & Desain, yang berasal dari Tim Peliputan Biro Administrasi Pimpinan, bertanggung jawab dalam memastikan tampilan tabloid menarik dan mudah dibaca oleh publik.
Distribusi tabloid juga menjadi bagian penting dalam kelancaran proses penyebaran informasi kepada masyarakat, dan hal ini diatur oleh Subbagian Penyiapan Materi Pimpinan.
Adapun alamat redaksi tabloid ini terletak di Jl. Wortel Monginsidi No. 69, Teluk Betung, Biro Administrasi Pimpinan, Provinsi Lampung, yang dapat dijadikan rujukan bagi pembaca yang ingin memperoleh informasi lebih lanjut.
Melihat penyebaran yang begitu masif ini, kita jadi teringat tulisan di belakang truk yang legendaris “Aku janji gak nakal lagi. Kalau aku nakal lagi, aku janji lagi. Nah, tabloid yang penulis simpan rapat-rapat ini terbitan EDISI 9/2024, jaman masih Gubernur Arinal Djunaidi, diteruskan Pj. Samsudin, dan kayanya sebentar lagi bakal estafet ke Gubernur Terpilih Mirza-Jihan.
Gubernur Mirza, dalam diskusi bersama Pemred Club pada bulan suci Ramadan beberapa waktu lalu, mengatakan bahwa pemerintah siap menerima kritik demi kemajuan Provinsi Lampung di masa kepemimpinannya.
Balik lagi ke Tabloid tadi, hadirnya tabloid ini ada di mana-mana, salahsatunya di ruang tunggu BPK RI, bandara, kantor OPD, bahkan mungkin suatu hari di kantin sekolah, halte, dan dashboard ojek online. Kalau perlu, lempar juga ke luar angkasa biar astronot tahu.
Lalu pertanyaannya, apakah ini legal? Apakah ASN boleh jadi pemilik dan pengelola media massa? Apakah pemerintah boleh terjun langsung ke bisnis pers? Kalau merujuk UU Pers, tentu jawabannya tidak. Tapi kalau merujuk kebiasaan lama, jawabannya “Sudah dari dulu kok!”
Ya, tabloid ini bukan produk baru. Ia telah lahir sejak zaman Gubernur M. Ridho Ficardo, lalu tumbuh subur di era Gubernur Arinal Djunaidi, dan kini memasuki babak baru di bawah Gubernur Rahmat Mirzani Djausal. Kalau ini bukan tradisi, apa lagi namanya? Estafet informasi searah dari gubernur ke gubernur.
Berdasarkan pertemuan dengan pejabat Adpim, agar isu ini berimbang dari segala arah, penulis memperoleh informasi jika tabloid Lampung Berjaya memang merupakan produk resmi biro yang telah berjalan sejak lama, bahkan telah eksis sejak dua gubernur sebelumnya.
Menurut penjelasan dari Adpim, tabloid tersebut dibuat sebagai sarana penyampaian informasi pembangunan kepada masyarakat luas, dengan tujuan mendukung transparansi program pemerintah daerah.
Mereka menekankan bahwa seluruh proses produksi dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku, dan isi dari tabloid merupakan rangkuman capaian, program strategis, serta dokumentasi kegiatan pimpinan daerah.
Pihak Adpim juga menegaskan bahwa ASN yang terlibat dalam penyusunan tabloid tersebut menjalankan tugasnya dalam kapasitas sebagai pejabat fungsional atau struktural yang bertanggung jawab atas komunikasi pimpinan, dan bukan sebagai jurnalis independen.
Tentu, kita semua tahu pemerintah punya hak menyampaikan informasi. Tapi, saat informasi itu disusun satu arah, dicetak sendiri, disebar sendiri, oleh ASN sendiri, ke media yang bermitra dalam anggaran sendiri, maka yang hadir bukan lagi informasi, tapi orkestra citra. Dan rakyat jadi penonton yang hanya boleh tepuk tangan.
Sebenarnya, kami hanya ingin bertanya, sejak kapan pemerintah boleh menjadi media?, sejak kapan ASN boleh menyamar jadi jurnalis?, sejak kapan ruang publik boleh dipenuhi satu suara tanpa ruang kritik?
Sekalipun bentuknya tabloid, jika diproduksi oleh ASN aktif sebagai redaksi, menggunakan anggaran negara (APBD). Berisi konten sepihak yang mempromosikan pemerintah, dan disebarkan ke publik luas seperti bandara, OPD, bahkan lembaga negara seperti BPK RI.
Dikutip dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, Pasal 2 huruf f menyebutkan ASN dilarang berpihak kepada kelompok atau kepentingan politik tertentu. Menerbitkan media yang isinya puja-puji atas kinerja instansi atau pejabat, apalagi menjelang tahun politik, sangat mudah dikategorikan sebagai alat pencitraan kekuasaan.
Selain itu, penyalahgunaan Wewenang, PP 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS. ASN tidak boleh menyalahgunakan jabatannya untuk kepentingan pribadi, kelompok, atau atasannya. Jika membuat dan menyebarkan media menggunakan otoritas jabatannya, itu bentuk penyalahgunaan.
Terlebih, campur tangan terhadap kebebasan pers UU No. 40 Tahun 1999. Pers adalah domain independen. Jika pemerintah ikut-ikutan bikin media sendiri, apalagi diedarkan ke publik, maka ini bisa ditafsirkan sebagai bentuk dominasi narasi dan campur tangan negara untuk mempropaganda.
Jadi, kalau besok-besok naik ojol dan nemu tabloid Pemda di dashboard, jangan salahkan driver-nya. Dia cuma ikut program literasi berbasis kemudi. Dan kalau tabloidnya tiba-tiba nongol di ruang tunggu dokter gigi, itu bukan kebetulan, mungkin biar kita tetap tersenyum walau gigi dicabut, karena sudah disuguhkan puja-puji pencapaian daerah sejak halaman pertama.
Yah, namanya juga tabloid pemerintah, isinya prestasi, fotonya senyum, dan judulnya… ya itu-itu aja, kayak sinetron jam 7 malam, iklannya banyak, membosankan. Tapi tenang, ini penyampaian informasi yang dikemas cantik, dicetak manis, dan disebar luas dengan dana publik.
Akhir kata, mari kita ucapkan dengan penuh haru, Hidup netralitas! Hidup kebebasan pers! Hidup ASN yang multitasking, pagi absen, siang nulis berita, sore setor ke redaksi! Wasssalam.