Kategori: Opini

  • Restortive Justive Dan Penegakan Hukum Modern

    Restortive Justive Dan Penegakan Hukum Modern

    Akhir-akhir ini kita disuguhi banyak berita terkait dengan penegakan hukum berbasis keadilan restoratif atau restorative justice. Penegakan hukum tersebut seperti penghentian perkara pada Ibu Rumah Tangga yang mencuri telepon seluler demi membayar kontrakan di Makassar, penghentian kasus penggelapan dan pencurian kelapa sawit di Asahan dan penghentian kasus terhadap nenek berusia 96 tahun yang menjadi tersangka perusakan tanaman di Samosir. Kasus-kasus tersebut dalam faktanya berhasil diselesaikan dengan restorative justice (detik.com).

    Fenomena banyaknya kasus yang berhasil diselesaikan menggunakan pendekatan restorative justice tentu merupakan angin segar bagi penegakan hukum yang berorientasi pada keadilan dan kemanfaatan (Rahardjo, 2006: 154). Hal ini tentu seperti yang dikemukakan oleh Jeremy Bentham bahwa hukum mempunyai tujuan untuk menciptakan kemanfaatan terhadap masyarakat. Tujuan hukum seperti ini merupakan tujuan hukum dalam pandangan utility (Marzuki, 2008: 100-117).

    Restorative Justice

    Pertanyaannya adalah apakah penegakan hukum dengan restorative justice akan membawa hukum pada perwujudan keadilan dan kemanfaatan?

    Restorative justice sesungguhnya merupakan suatu pendekatan baru dalam sistem peradilan pidana. Restorative justice adalah pendekatan pemulihan korban dan pemulihan pelaku tindak pidana dalam tataran sosial. Metode pemulihan yang dilakukan dengan menggunakan adanya kesepakatan atau perdamaian antara korban dengan pelaku tindak pidana.

    Disini akan terjadi titik temu pemenuhan hak-hak korban dan juga kewajiban yang harus dilakukan oleh pelaku tindak pidana terhadap korban. Pendekatan seperti ini tentu lebih memusatkan keterlibatan antara korban dan pelaku tindak pidana (Juhari, 2017).

    Bandingan dengan pendekatan pemidanaan yang terlalu kaku karena adanya ius puniendi dan tidak adanya ruang yang lentur bagi para pihak untuk bermediasi. Terlebih pendekatan pemidanaan cenderung mengutamakan pidana sebagai solusi dan berakibat pada adanya nestapa.

    Menariknya nestapa dalam pemidanaan tidak hanya terjadi pada pelaku tindak pidana. Melainkan juga dapat terjadi pada korban tindak pidana seperti kehilangan hak, mati, atau sakit, dan lain-lain.

    Disinilah terlihat bahwa restorative justice lebih mengarah pada penegakan hukum yang mampu mewujudkan keadilan dan kemanfaatan pada masyarakat. Tanpa adanya aturan yang rigid dan menggunakan pendekatan legal formal semata.

    Penegakan Hukum Modern

    Penegakan hukum yang tidak rigid dan tidak formalistik sesungguhnya merupakan penegakan hukum yang modern. Karena menurut hemat penulis, penagakan hukum yang modern tidak hanya penegakan hukum yang bersif dan menggunakan faktor hukum semata.

    Penegakan hukum modern juga harus lentur (tidak formalistik) dan dinamis sehingga mampu mengikuti perkembangan zaman. Restorative justice telah mampu mewujudkan hal tersebut karena tidak terjebak pada aspek formal semata, melainkan mengupayakan adanya pemulihan bagi korban dan pelaku tindak pidana.

    Hak dan kewajiban antara korban dan pelaku dipehatikan betul dalam restorative justice. Hal tersebut tentu agar tidak ada pihak yang merasa diuntungkan atau dirugikan secara sepihak. Melainkan adanya adalah diuntungkan bersama-sama. Konsep win-win solution nampaknya selaras dalam tubuh restorative justice.

    Kedepan penegakan hukum di Indonesia selain harus bersih dan memenuhi prinsip-prinsip sistem peradilan, juga harus mengutamakan aspek keadilan dan kemanfaatan bagi semua pihak yang berperkara (win-win solution). Hal ini tentu untuk menjawab kegagalan dari sistem pemidanaan yang bersifat legal formal dan berorientasi pada pemidanaan secara absolut maupun retributif. Restorative justice hadir untuk mendobrak pendekatan pemidanaan.

    Di Indonesia, restorative justice sudah banyak digunakan oleh berbagai penegakan hukum. Tujuannya tentu saja selain untuk mewujudkan keadilan dan kemanfaatan bagi semua pihak, juga untuk mewujudkan kepastian hukum.

    Kelamahan Restorative Justice

    Restorative justice bukan tanpa kekurangan. Tentu setiap hal dapat mempunyai kelebihan dan kekurangan. Begitu juga dengan restorative justice yang tentu mempunyai kekurangan atau kelemahan. Ada setidaknya satu kekurangan mendasar yang ada dalam restorative justice yang diterapkan di Indonesia.

    Kekurangan tersebut yaitu terkait dengan adanya kepastian hukum. Pengaturan terkait dengan restorative justice sampai dengan saat ini belum diatur dalam jenis Undang-Undang.

    Jika melihat ketentuan dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang menyatakan bahwa

    • Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas:
      1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
      2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
      3. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
      4. Peraturan Pemerintah;
      5. Peraturan Presiden;
      6. Peraturan Daerah Provinsi; dan
      7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
    • Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

    Restorative justice sampai dengan saat ini belum diatur secara eksplisit dalam jenis peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud Pasal 7 tersebut. Artinya, kedudukan restorative justice tentu sangat lemah dari segi jenis peraturan perundang-undangan.

    Sementara, Indonesia berdasarkan konstitusi adalah negara hukum. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3) menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Konsekuensinya tindakan yang dilakukan oleh negara seperti restorative justice harus berdasarkan hukum.

    Namun sampai dengan saat ini, hukum yang menjadi dasar restorative justice belum kuat secara jenis dan hierarki. Kondisi tersebut tentu merupakan suatu kelamahan bagi restorative justice. Karena restorative justice berdiri pada alas yang kurang kuat. Ini rawan untuk kemudian restorative justice dihilangkan atau tidak dipakai dengan alasan tidak mempunyai dasar hukum yang kuat.

    Kondisi seperti ini yang sesungguhnya perlu dikaji secara mendalam dan diberikan solusi. Kedepan tentu diperlukan alas hukum yang kuat bagi pengaturan restorative justice. Hal tersebut agar penegakan hukum berdasarkan restorative justice mempunyai dasar hukum yang kuat, sehingga restorative justice dapat ditegakan secara masal dan menyeluruh demi tercapainya tujuan hukum seperti yang diungkapkan sebelumnya. ****

  • HUT Pancasila Dan Semangat Wartawan

    HUT Pancasila Dan Semangat Wartawan

    Dirgahayu Pancasila, begitu kira kira pesan WA teman-teman mengirim ucapan, Rabu 1 Juni 2022 pagi. Sementara Presiden Jokowi, memimpin Upacara Hari Lahirnya Pancasila 2022 di Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT). Baru kali pertama Upacara Hari Lahirnya Pancasila 2022, Presiden Jokowi juga memberikan amanatnya diluar Jakarta.

    Ketua MPR RI Bambang Soesatyo membacakan Pancasila, dan Pembukaan UUD 1945 oleh Wakil Ketua DPR RI Lodewijk F. Paulus. Upacara ini dihadiri oleh jajaran anggota TNI, Kepolisian RI, Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI), Purna Paskibraka Indonesia (PPI), Pramuka, tenaga kesehatan, dan pelajar.

    Mengenakan pakaian adat khas NTT dengan kombinasi motif kain warna merah dan hitam, Presiden Jokowi menyatakan secara khusus mengambil lokasi Kabupaten Ende, NTT karena memiliki nilai historis yang kental dengan Pancasila. Presiden Jokowi menyampaikan bahwa di Ende, Bung Karno merenungkan dan merumuskan Pancasila, lalu dijadikan dasar negara dalam sidang PPKI, dan selanjutnya mewariskan Pancasila ke bangsa dan negara.

    “Mari bersama-sama membumikan Pancasila, mengaktualisasikan nilai-nilai luhur Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara,” kata Presiden.

    Pancasila tidak hanya mempersatukan semua lapisan masyarakat, tetapi juga menjadi penuntun untuk menghadapi tantangan dan ujian dalam kehidupan sehari-hari. Sudah terbukti kalau bangsa Indonesia dapat berdiri dengan kokoh seperti saat ini karena seluruh masyarakat setuju untuk menjadikan Pancasila sebagai landasan negara.

    Lalu, di mana wartawan saat upacara HUT Pancasila?

    Secara akademis makna Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia adalah sebagai pedoman bagi seluruh masyarakat Indonesia dalam bersikap dan bertingkah laku sehari-hari. Pancasila sebagai pandangan hidup menjadi landasan moral kepedulian manusia sepanjang masa, termasuk didalamnya adalah wartawan.

    Pancasila pada hakikatnya adalah nilai-nilai adat istiadat, nilai-nilai kebudayaan, dan nilai religi yang terdapat dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia. Karena berasal dari pandangan hidup masyarakat, Pancasila merupakan kepribadian bangsa dan sebagai sumber hukum negara.

    Pandangan hidup bangsa merupakan nilai yang dimiliki oleh suatu bangsa yang diyakini kebenarannya sehingga menumbuhkan tekad untuk mewujudkannya. Pandangan hidup bangsa Indonesia adalah Pancasila, yang sering disebut juga sebagai way of life, pegangan hidup, pedoman hidup, atau pandangan dunia.

    Sikap positif terhadap nilai-nilai Pancasila adalah sikap adalah tindakan yang didasari dari pikiran, perasaan yang menjiwai Pancasila sebagai ideologi persatuan. Sikap ini, diterapkan di keluarga, sekolah, masyarakat hingga pergaulan internasional dengan warga negara lainnya, termasuk dalam aktifitas wartawan dan pers.

    Pancasila dalam kehidupan berbangsa sehari-hari, berfungsi dan berperan sebagai dasar negara sekaligus menjadi ideologi persatuan bangsa. Pancasila digunakan sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan ketatanegaraan yang meliputi bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan, yang didalamnya juga ada fungsi dan peran pers.

    Dari banyak bacaan, menyebutan peran Pancasila yang paling sangat menonjol sejak Indonesia merdeka adalah dalam mempersatukan rakyat Indonesia menjadi bangsa yang memiliki kepribadian dan percaya pada diri sendiri. Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang majemuk membutuhkan pembentukan pembangunan watak bangsa.

    Hal ini oleh Presiden Soekarno disebut nation and character building yang bertujuan untuk menggalang persatuan dan kesatuan. Berbagai perbedaan pemikiran dan pandangan hidup masyarakat Indonesia disatukan dalam payung Pancasila. Agar menjiwai Pancasila dalam keseharian, maka perlu sikap-sikap positif dalam penerapannya sehari-hari.

    Misal, Ketuhanan yang Maha Esa, Sila pertama ini mengartikan bahwa kita sebagai warga negara Indonesia mempercayai dan bertakwa pada Tuhan. Tentunya ini disesuaikan dengan agama dan kepercayaan yang dimiliki oleh masing-masing orang, ya. Karena itu makna dari sila ini juga berarti wartawan dalam menjalankan tugasnya perlu saling menghormati antar umat beragama sehingga tercipta kehidupan yang rukun (ada dalam kode etik wartawan).

    Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Sila kedua ini kita sebagai warga negara diminta untuk memahami bahwa setiap manusia memiliki derajat yang sama, sehingga kita harus saling menyayangi satu sama lain. Kita juga harus saling menjaga dan membantu sesama, membela kebenaran dan keadilan, dan bekerjasama untuk kedamaian negara kita, wartawan juga mengharomati HAM, tugasnya membela kebenaran dalam karyanya

    Persatuan Indonesia, Sila ketiga berarti kita harus menempatkan kesatuan, persatuan, dan kepentingan negara dari kepentingan masing-masing. Kita harus mempunyai kepribadian yang rela berkorban demi negara Indonesia, mencintai bangsa Indonesia dan tanah air, serta bangga pada negara, artinya wartawan juga ikut membela kepentingan Negara.

    Kerakyatan yang Dipimpin oleh Khidmat dan Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan, Sila keempat ini mengajak kita untuk tidak memaksa-kan kehendaknya pada orang lain dan mengutamakan kepentingan negara dan orang lain. Artinya Wartawan dalam melakukan kegiatannya tidak boleh memaksakan kehendak, dan menghormati kepentingan negara. Terkadang kita akan menemukan perbedaan pendapat dan cara pandang. Namun, kita harus menyelesaikannya dengan cara bermusyawarah atau berdiskusi.

    Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, Makna dari sila ini berarti mengembangkan perbuatan luhur dengan cara kekeluargaan dan gotong royong, selalu bersikap adil. Selain itu kita harus seimbang antara hak dan kewajiban dengan juga menghormati hak-hak orang lain. Nah, itu tadi adalah arti kelima pancasila sebagai pandangan hidup kita dan juga negara, dan juga menjadi acuan tugas tugas wartawan.

    Terakhir kita pasti masi sepakat hingga sekarang bahwa Pers sebagai pilar keempat demokrasi Indonesia. Apakah nilai-nilai luhur Pancasila sudah diimplementasikan oleh para pers yang dimulai para pendahulu. Bagaimana mereka menghargai pluralisme, toleransi dan keberagaman dalam menghasilkan karya jurnalistik.

    Wartawan Indonesia mengobarkan semangat gotong royong, solidaritas, saling berbagi dan tolong menolong di antara elemen bangsa. Apakah, wartawan Indonesia saat ini mengutamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan.

    Apakah wartawan sudah menghargai musyawarah mufakat dan tidak akan memaksakan kehendak dalam mengambil keputusan. Padahal wartawan juga punya kewajiban mencerdaskan masyarakat dengan liputan inspiratif berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Saatnya wartawan menggelorakan semangat Pancasila.****

    Penulis Pimred Sinarlampung.co

  • Kaffah Dengan Mukallaf

    Kaffah Dengan Mukallaf

    Mukallaf merupakan situasi dimana orang yang sudah dibebankan perintah dan larangan dalam agama. Terkadang, istilah ini dianggap memiliki makna yang sama dengan masa aqil baligh. suatu masa yang akan dilewati oleh setiap manusia.

    Akil baligh akan ditandai dengan beberapa hal secara fisik maupun psikis, baik pada laki-laki maupun perempuan. Pada masa ini seorang anak dipandang cukup untuk mengemban misi kehidupan. Ia memasuki umur yang memungkinkan baginya mulai memahami jati dirinya sebagai hamba Allah SWT.

    Pada masa inilah berlaku beban hukum syariat kepadanya. Ada pena pencatat pahala dan dosa di setiap tingkah lakunya. Ia tidak lagi bocah dan anak-anak, melainkan remaja atau anak muda yang beranjak dewasa. Memahami apa yang harus mereka lakukan untuk merawat, menjaga dan menampilkan diri mereka dengan terhormat..

    Disamping itu, alquran menjelaskan pentingnya mengetahui dan memahami masa aqil baligh ini “Dan apabila anak-anakmu telah sampai umur dewasa, maka hendaklah mereka (juga) meminta izin, seperti orang-orang yang lebih dewasa meminta izin. Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayat-Nya kepadamu. Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana” Qs. An-Nur : 59.

    Dalam kontek ini Siswa Siswi, Orang tua dan Teachers di lingkungan Sekolah SMP Lazuardi Haura Global Compassionate Jln Imba Kusuma No.9-10 Kel. Sumur Putri Kecamatan Teluk Betung Selatan Bandar Lampung mengadakan kegiatan Mukallaf/Aqil Baligh untuksiswasiswi kelas 9 dengan tema “Kaffah dengan Mukallaf” selama 3 hari dari tanggal 24-26 Mei 2022 dengan berbagai rangkaian acara.

    Hari pertama, diisi dengan materi tentang Mengenal Diri, Kenapa manusia diciptakan Bagaimana Allah menciptakan manusia, bagaimana kedudukan manusia dimuka bumi, bagaimana kesempurnaan penciptaan manusia, bagaimana peran dan kemuliaan orangtua dalam pengasuhan anak-anak.

    Materi ini disampaikan oleh Bunda Shita Darmasari, selaku Ketua Yayasan Doktor Soebyan, kemudian dilanjutkan dengan materi Perubahan Biologis dan Fisiologis Mengenali perubahan yang terjadi pada diri mereka secara Biologis dan Fisiologis dari masa sebelumnya hingga mencapai masa akil baligh.

    Oleh Teacher Dwi Rahmawati dan Teacher Mirhan. Hari kedua, kembali siswa siswi mendapatkan materi tentang Mengenali tantangan dalam Pergaulan: menyadari dan tahu bagaimana harus mengambil keputusan dan bertindak dalam membangun hubungan yang sehat dengan keluarga, teman dan masyarakat.

    Mengenali identitas dirinya, menyadari ajakan pergaulan bebas, narkotika dan kehidupan malam, operasi plastik, persaingan dan prestasi. Bagaimana kita berjalan di jalan Allah SWT, bagaimana menjaga diri isitiqomah pada jalanNya.

    Mengenal tantangan pada diri masing-masing pada konsep Ketuhanan dan kemanusiaan. Diakhir materi disampaikan juga Refleksi diri (Coaching&reflection) tentang apa yang yang telah siswa siswi lakukan, apa yang ingin mereka lakukan selanjutnya yang berbeda, dan dukungan apa yang mereka butuhkan, apa kekhawatiran mereka selama ini, apakah ada halangan yang membuat mereka merasa tidak berdaya, apa harapan tinggi mereka untuk melaluinya.

    Puncak acara mukallaf pada hari ketiga, dengan menghadirkan orang tua siswa ke sekolah untuk acara pelantikan mukallaf/Aqil baligh SMP Lazuardi Haura Global Compasionate. Adapun tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan ini diantaranya, pertama, Siswa Siswi dapat memahami dan merefleksikan momentum dengan datangnya masa Aqil baligh dimana telah berlaku Syariat dan Tanggung Jawab semua perbuatan anggota tubuh serta semua aktivitas dalam kehidupannya baik perilaku ibadah maupun sosial.

    (hubungan Vertikal) kepada Allah SWT dan (Hubungan Horizontal) interaksi Sesama Manusia. Dan memberikan bekal kepada mereka mengenai perubahan-perubahan yang terjadi seperti fisik, biologis, psikologis, sosial pada dirinya di masa akil baligh Kedua, Memberikan informasi kepada Siswa Siswi tentang tantangan yang akan mereka hadapi sebagai mukallaf dan bagaimana mereka akan mengambil keputusan terbaik.

    Ketiga, Mengajak Siswa siswi untuk merefleksikan kehidupan mereka dengan mengenali dirinya, bagaimana kecintaan kepada orangtua dan keluarga, membangun hubungan dengan sekitarnya.

    Keempat, Menandai bahwa anak telah memasuki masa akil baligh, Momen yang diingat bahwa antara orangtua dan anak akan saling mendukung.

    Kelima, Menjadi momentum bagi orangtua bahwa ananda yang ia cintai telah beranjak dewasa, dan memberikan perhatian lebih dalam proses kedewasaan dan memahami tantangan yang jauh lebih besar.

    Keenam, Memberikan kesempatan orang tua kepada anak untuk menyampaikan pesannya bahwa ananda telah dilepas sebagai orang yang telah mukallaf. (***)

    Penulis adalah Guru PAI SMP Lazuardi Haura Global Compassionate dan Pengurus DPW AGPAII Provinsi.Lampung

  • Solar Nelayan

    Solar Nelayan

    Ditulis Oleh: Wirahadikusumah

    Nelayan menjerit. Bisa jadi petani juga, jika masuk musim tanam. Namun, saat ini, saya baru mendengar kalangan nelayan yang teriak. Jeritan ini sepertinya ada kaitannya dengan perintah Kapolda Lampung Irjen Hendro Sugiatno tersebut.

    Pada 9 April 2022, saya memang membaca berita itu. Tentang kapolda yang memerintahkan Polres se-Lampung membentuk tim. Untuk mengecek secara rutin SPBU di wilayah hukumnya masing-masing. Tentu perintah itu tujuannya baik. Yakni, mengantisipasi penyelewengan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Di provinsi ini.

    Dalam perintahnya itu, kapolda meminta Polres mengantisipasi agar tidak ada antrean panjang di SPBU. Yang biasanya sampai memakan badan jalan raya. Jenderal bintang dua ini bahkan meminta anggotanya mengungkap satu penyelewengan BBM bersubsidi. Setiap pekannya!

    Perintah kapolda itu tentu langsung dijalankan jajarannya. Semua SPBU dipantau. SPBU juga tak berani melayani pembelian BBM melalui jerigen.

    Nah, itulah yang membuat nelayan menjerit. Sebab, mereka tak bisa lagi melaut untuk mencari ikan. Karena perahunya tak ada solar. Sementara, selama ini mereka membeli solar menggunakan jerigen. Awalnya, saya mengetahui nelayan menjerit dari Rahkmad Sanico Ronalta. Ia adalah anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Tulangbawang.

    Tiga hari lalu, ia menghubungi saya. Melalui telepon. Ia berkonsultasi terkait keluhan nelayan di Kecamatan Denteteladas, Kabupaten Tulangbawang. Menurutnya, beberapa pekan belakangan ini, nelayan di sana resah, akibat sulit mendapatkan solar. Untuk dipergunakan kapal mereka melaut.

    Rakhmad mengatakan, sebenarnya para nelayan itu memiliki surat rekomendasi pengguna langsung. Surat itu yang mengeluarkan Pemkab Tulangbawang. Untuk dipergunakan nelayan agar dapat membeli solar di SPBU. Yang ada di kabupaten setempat.

    Tapi, mereka masih khawatir dan resah. Mereka takut surat rekomendasi itu tak berlaku, ketika digunakan membeli solar menggunakan jerigen. Sehingga melanggar perintah kapolda tadi.

    Rakhmad pun mengatakan kepada saya, jika memang surat itu tak berlaku, lantas bagaimana solusinya bagi nelayan untuk bisa mendapatkan solar. Agar aktivitas mereka melaut bisa berjalan normal.

    Saya tentu tak bisa memberi jawaban. Saya hanya menyarankan kepadanya, agar menyampaikan keluhan itu langsung ke kapolda. Caranya dengan mengirimkan pesan melalui WhatsApp. Tentu saya mengirimkan nomor hanpdhone Kapolda Lampung kepadanya.

    Saya yakin, jika kapolda mengetahui persoalan ini, ia akan mencari solusi terbaik untuk para nelayan. Agar bisa melaut lagi. Namun, tadi malam, saya memutuskan menulis artikel ini. Dan akan saya kirimkan juga ke kapolda melalui WhatsApp. Tujuannya agar keluhan nelayan ini direspons kapolda.

    Sebab, jelang berbuka puasa tadi Minggu 17 April 2022, saya membaca berita di Rilislampung.id. Terkait adanya keluhan serupa. Kali ini, nelayan di pesisir laut Lampung Timur (Lamtim) yang menjerit. Para nelayan di sana pun mengaku kesulitan mendapatkan solar di SPBN. Maupun di SPBU.

    Akibatnya, nelayan di Pasirsakti dan Labuhan Maringgai, Lamtim juga tidak bisa melaut. Sejak sepekan terakhir. Padahal, UPTD Perikanan Labuhanmaringgai telah memberikan surat rekomendasi kepada nelayan, agar bisa membeli solar subsidi di SPBN dan SPBU. Menggunakan jerigen.

    Namun, surat rekomendasi tersebut ditolak SPBU. Itu karena bertentangan dengan aturan kepolisian: tidak boleh mengecor BBM menggunakan jerigen!

    “Ngecor pakai jerigen nanti ditangkap Pak Polisi. Apa kami perlu membawa kapal ke SPBU?” kata Supriyadi, pembina nelayan muara di Desa Labuhanratu, Kecamatan Pasirsakti, Lamtim. Seperti yang saya kutip dalam berita tersebut.

    Tentu ia meminta semua pihak, terutama kepolisian mempermudah pengisian solar dengan jerigen. Bagi para nelayan.

    Andi Baso, tokoh nelayan pesisir Labuhanmaringgai, Lamtim juga menyatakan hal senada. Ia mengatakan, nelayan di wilayahnya tidak boleh membeli solar dengan jerigen di empat SPBU. Yakni, Matarambatu, Bandarsribawono, Labuhanmaringgai, dan Pasirsakti.

    Ia pun meminta dicarikan solusi persoalan solar tersebut. Agar nelayan bisa menggunakan jerigen, ketika membeli solar di SPBU.

    Saya berharap, kapolda merespons permasalahan ini. Sebab, saya menduga, bukan hanya nelayan di Tulangbawang ataupun Lampung Timur yang mengeluh, bisa jadi nelayan di kabupaten lainnya juga bernasib sama: tak bisa melaut karena tak bisa membeli solar dengan jerigen.

    Dan saya pun yakin, kapolda dan jajarannya akan mencari solusi terkait persoalan ini. Pastinya, pengawasan terhadap penyelewengan BBM bersubsidi memang harus diawasi ketat. Yang memang, penyelewengannya biasanya menggunakan jerigen.

    Tapi, pengawasan ketat tersebut juga jangan sampai menghambat nelayan. Juga petani. Dalam menjalani aktivitasnya. (Wirahadikusumah)

  • Uji Kompetensi Wartawan dan Era Disrupsi Informasi

    Uji Kompetensi Wartawan dan Era Disrupsi Informasi

    Bandar Lampung(SL)- Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Lampung baru saja selesai menggelar Uji Kompetensi Wartawan (UKW) angkatan ke 26. Saya termasuk salah satu peserta dalam UKW tersebut. Dari 36 peserta untuk jenjang Muda, Madya, dan Utama ada enam peserta yang dinyatakan tidak lulus UKW.

    Dalam sesi pembukaan UKW ketua PWI Lampung Wirahadikusumah beberapa kali menyebutkan tentang disrupsi informasi. Ya, di era industri 4.0 ini, sebagai jurnalis pasti merasakan dampak dari disrupsi informasi. Dimana kekuatan media sosial ‘seakan’ menggilas media. Arus informasi tak bisa lagi dibendung. Melalui media sosial, siapa pun dan kapan pun bisa saja viral. Urusan benar atau tidak informasi tersebut, nomor 2. Hingga kemudian Informasi Hoaxs menjamur. Ini tantangan sekaligus peluang bagi pers. Pers yang bertransformasi ke era digital.

    Kembali ke UKW. Saya mengakui telat sekali baru mengikuti UKW setelah lebih dari sewindu menjadi wartawan. Sempat beberapa kali pindah media, namun yang paling lama sekitar 8 tahun saya jalani kerja-kerja jurnalistik ketat di Koran Tribun Lampung. Koran lokal Kelompok Kompas Gramedia (KKG), yang memiliki platform media sendiri. Meski tak seketat kakak-nya Kompas, namun saya merasakan nuansa berbeda di sini. Terutama penerapan sistem digital.

    “Sekarang era konvergensi, wartawan dituntut harus multi platform. Bukan saja bisa menulis, namun juga merekam peristiwa dengan baik melalui, foto dan video sekaligus.” Itu kerap saya dengar dari mentor saat bekerja. Sebisa mungkin, saya pun berupaya melaksanakan itu semua. Hingga nyaris tak ada waktu untuk sekadar ngalor-ngidul saat di lapangan. Sebelum berangkat liputan, berita pertama dimulai dengan informasi cuaca yang ada di sekitar tempat tinggal. Kemudian, melalukan liputan terencana, sambil mengejar proyeksi dari koordinator liputan.

    Di lapangan, multi platform mulai dimainkan tepat setelah memarkirkan kendaraan. Live melalui media sosial seperti facebook, atau instagram, mengambil foto, mencatat, dan mewawancarai narasumber. Belum lagi berita harus real time. Diliput, diberitakan tepat saat acara berlangsung. Media Online memang berbeda jenis kelamin dengan media cetak, online adalah kecepatan, dan cetak adalah akurasi. Hal ini lah kemudian yang membuat tak ada waktu lagi untuk santai-santai.

    Saya membayangkan, jika pada saat itu saya mengikuti UKW jenjang muda, maka 10 materi uji ini mungkin bisa saya kerjakan dengan gampang sekali. Tapi sekarang, kecepatan mengetik, apalagi mengetik di gadged, tak lagi selincah dulu. Meski demikian, selama materi uji masih seputar kerja-kerja jurnalistik dilapangan, saya tetap PD (percaya diri) untuk membereskannya.

    Dari 10 materi UKW tingkat muda, saya sempat ragu di jejaring. Materi uji jejaring ini untuk menguji kepercayaan narasumber kepada wartawan. Peserta diminta menyerahkan 20 kontak narasumber, kemudian penguji menunjuk secara acak tiga narasumber untuk dihubungi. Logikanya, jika narasumber percaya dan kenal baik kepada wartawan tersebut maka ia akan mengangkat telepon. Atau paling tidak, segera menghubungi kembali setelahnya jika narasumber sedang sibuk.

    Materi ini, menurut saya paling sulit selain menghafal kode etik jurnalistik, dan 12 pedoman pemberitaan ramah anak (PPRA). Sulit, karena faktor kelulusan materi uji ini ditentukan juga oleh orang lain. Bagaimana jika narasumber yang sudah lama tak saya hubungi tiba-tiba sedang sibuk, masih mengikuti satu agenda atau sedang sakit. Tapi beruntung, dua nomor yang ditunjuk oleh penguji untuk saya hubungi langsung menjawab. Meski, saya tahu salah satu narasumber yang saya hubungi tengah sakit. Ia dengan sukarela menjawab, bahkan merekomendasikan saya sebagai wartawan kompeten.

    Ada 10 materi uji UKW tingkat muda ini. Jika kita bekerja sebagai wartawan di satu perusahaan pers apalagi di media mainstream dengan infrastuktur SDM redaksi yang lengkap, menurut saya 10 materi uji ini bisa dilalui dengan mudah.

    10 Materi uji itu, yakni uji kompetensi merencanakan/mengusulkan liputan/pemberitaan, mencari bahan liputan acara terjadual, wawancara tatap muka, wawancara cegat (doorstop interview), menulis berita, menyunting berita sendiri, menyiapkan isi rubrik, rapat redaksi, dan membangun jejaring. Terakhir namun yang menjadi materi pertama yakni mengenai Kode etik jurnalistik, dan pedoman pemberitaan ramah anak (PPRA).
    Era Konvergensi.

    Setelah selesai mengikuti UKW ini, saya kemudian teringat kembali dengan sambutan ketua PWI Wirahadikusumah tentang disrupsi informasi. Era digital saat ini memaksa media massa juga mengalami transformasi. Era print beralih ke era digital. Media online mulai menjamur. Sebagai media massa online, maka kaidah penulisan dan selera berita pun banyak berubah mengikuti mesin pencari.

    “Anda boleh saja hidup, tapi selama anda tak ditemukan google, anda tiada” narasi mengungkapkan betapa pentingnya mesin pencari di era digital ini. Beberapa rekan wartawan bahkan membuat anekdot sebagai ‘penyembah google”

    Era tanpa batas, yang menjadi hambatan sekaligus peluang bagi pers nasional. Wartawan multi platform dituntut untuk bekerja cepat. Sehingga berita-berita di media online kemudian berubah mengikuti Search Enggine Optimization (SEO). Wartawan banyak yang berubah menjadi konten kreator. Membuat konten (juga berbentuk berita) yang sesuai selera SEO untuk media online.

    “Seperti kata teori evalousi Charles Darwin, bukan yang paling kuat yang bertahan, tetapi yang paling cepat berubah atau menyesuaikan diri yang bertahan,” sebut Ketua PWI Lampung Wirahadikusumah dalam pembukaan UKW PWI Lampung.

    Hal ini pun diamini oleh wakil rektor IIIB Darmajaya RZ Abdul Azis PHD yang menyebut transformasi digital merupakan peluang bagi pers. Pers yang seperti apa? Tentunya pers yang mampu menyesuaikan diri dengan era digital.

    Sayangnya, dari 10 materi uji UKW tingkat muda ini saya tak menemukan materi digital. Artinya, konten kreator yang beririsan dengan kerja-kerja jurnalistik sebagai wartawan belum terakomodir di sini. Era industri 4.0 seharusnya pers tak lagi alergi atau menganggap konten kreator bukan lah wartawan. Justru, wartawan harus bertransformasi ke era digital dengan memproduksi konten/berita yang baik. Sesuai dengan selera SEO, namun tanpa mengangkangi kaidah jurnalistik.

    Karena itu, menurut saya materi uji mengenai digital di era konvergensi media saat ini penting dilakukan. Sehingga dalam praktik di lapangan, media online yang menjadikan SEO sebagai rujukan membuat berita, selaras dengan kaidah jurnalistik.

    Perketat UKW
    Jujur saja, mulanya saya termasuk dalam barisan wartawan yang berpandangan, untuk apa sih UKW? Sudah bertahun-tahun menjadi wartawan, kok ikut UKW muda? Beberapa rekan wartawan yang jauh di bawah saya menjadi jurnalis, sudah ikut UKW wartawan utama.

    Ada juga yang sinis menyebut, ada oknum wartawan yang mengantongi sertifikat Kompetensi Utama tapi menulis berita juga masih belepotan. Tapi, seperti kata pepatah lebih baik menyalakan lilin daripada mengutuk kegelapan. Akhirnya dengan keyakinan bulat, meski harus merogoh kocek sendiri (sebelumnya ada UKW yang gratis) saya yakin mendaftar UKW wartawan muda meski sudah tua.

    Setidaknya, UKW ini sebagai sarana untuk meningkatkan kemampuan jurnalistik wartawan. UKW juga sebagai itikad baik organisasi pers untuk membenahi SDM, sebagai sarana pendidikan bagi wartawan. Awak media menurut penulis harus sadar juga, ulah oknum yang mengatasnamakan wartawan di luar sana, ikut andil mencoreng nama baik pers Indonesia. Karena itu, uji komptensi bagi wartawan setiap tahun harus semakin ketat.

    Mengapa? Karena kita ingin pers yang bermutu, pers yang berkualitas, bukan kuantitas. UKW sebagai salah satu saring, juga dituntut untuk semakin memperketat saringannya. Sehingga setiap individu wartawan memiliki tanggungjawab sendiri. Saat akan naik jenjang, wartawan mulai instrospeksi diri sendiri. Menyadari dan memahami kemampuan sendiri di bidangnya. Dengan demikan profesi pilar keempat demokrasi ini ke depannya juga semakin baik. Disamping menuntut kebebasan pers, UKW sebagai sarana tanggungjawab moral bagi pers dalam pembenahan SDM.  Tabik Pun.

    Oleh Beni Yulianto

    Penulis adalah wartawan, Saat ini tercatat menjadi kontributor di beberapa media seperti Bandarlampungpost.com, dan Sinarlampung.co.

  • Sepenggal Keberadaan Dewan Pers Dan Kompetensi Jurnalis

    Sepenggal Keberadaan Dewan Pers Dan Kompetensi Jurnalis

    Bandar Lampung(SL)– Jurnalis adalah profesi, setiap profesi sudah tentu ada peningkatan dan tuntutan dalam karir profesinya. Salah satu tuntutannya adalah jurnalis di tuntuy untuk lebih cerdas, memahami UU Pokok Pers dan juga KEJ yang ada, dituntut juga keprofesionalan dan kredibilitas profesi jurnalis itu sendiri.

    Jai, bukan sekedar celoteh “Jurnalis Dilindungi UU Pokok Pers” dan jangan sekedar membuka kitab UU Pers dengan penafsiran atau kajian individu, yang berujung salah pemahaman, sebab setiap butiran dalam sebuat aturan tertulis cukup jelas.

    Kalau bahasa dasar hukum, “Hukum adalah Peraturan yang dibuat untuk di taati, jika peraturan itu dilanggar, maka akan mendapatkan sanksi”.

    Pofesi jurnalis, tentu mengacu pada UU Pokok Pers dan KEJ. Namun, seperti apa dan bagaimana maksud kebebasan pers dan jurnalis yang dilindungi UU Pers itu,? Ini yang kebanyakan dari kita, belum begitu paham, yang tentunya melihat situasi perkembangan zaman dunia profesi jurnalis, yang sudah pasti ada regulasi aturan yang mengikatnya tetap pada aturan melekat.

    Fokus pada Dewan Pers, dasar dibentuknya Dewan Pers, Fungsinya dan bagaimana perjalannya. Saat ini menjadi sorotan, sejak di kumandangkannya Standar Kompetensi Jurnalis/wartawan dan konstituen organisasi kejurnalistikan. Inilah pokok awal munculnya problema pemahaman didalam dunia kejurnalistikan dan keorganisasian terkait.

    Dari Standar Kompetensi Jurnalis/wartawan saja, kebanyakan dari kita menganggap “momok”. Begitu juga dengan organisasi kejurnalistikan/kewartawanan. “Hal yang dimaksudkan secara singkat kita ulas dari masa pergantian kekuasaan dari Orde Baru ke Orde Reformasi. Kenapa,? Karena kebanyakan kita, sudah tahu UU Pokok Pers No.40/1999, yang kerap di koarkan, kita dilindungi UU Pers. Jadi kita buka kulitnya,!!

    Melalui UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers yang diundangkan 23 September 1999 dan ditandatangani Presiden BJ Habibie, Dewan Pers berubah menjadi Dewan Pers yang Independen. Dari ini sudah jelas, Dewan Pers berdiri atas amanat UU Pokok Pers itu sendiri, tepatnya di Pasal 15 ayat (1) UU Pers menyatakan “Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional, dibentuk Dewan Pers yang independen”.

    “Jika masih ada yang mengatakan, Dewan Pers itu keberadaanya atas dasar apa, dimana, jelas rujukannya. Jika dibilang juga, apa peran fungsinya, bahwa Dewan Pers tidak lagi menjadi penasehat pemerintah, tapi melindungi kemerdekaan pers. Penjelasan fungsi ini, mengait pada masa perubahan kekuasaan orde baru – orde reformasi, sejak diundangkannya UU Pokok Pers tahun 1999, dan bertepatan juga dengan dibubarkannya Departemen Penerangan saat itu, maka hubungan struktural antara dewan pers dengan pemerintah diputus”.

    Dan sampai saat ini juga, Pengangkatan keanggotaan Dewan Pers masih melalui keputusan presiden, namun tidak ada lagi campur tangan pemerintah terhadap institusi maupun keanggotaan Dewan Pers yang Independent. Dalam Jabatan Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pers, tidak lagi dicantumkan dalam Keputusan Presiden, namun diputuskan oleh seluruh anggota Dewan Pers dalam Rapat Pleno.

    Ini diatur juga dalam UU Pokok Pers Pasal 15 ayat 3 menyebutkan Anggota Dewan Pers yang independen, dipilih secara demokratis setiap tiga tahun sekali, yang terdiri dari Wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan, Pimpinan perusahaan pers yang dipilih oleh organisasi perusahaan pers, dan Tokoh masyarakat, ahli di bidang pers dan atau komunikasi, dan bidang lainnya yang dipilih oleh organisasi wartawan dan organisasi perusahaan pers.

    Peranan Dewan Pers sendiri memiliki Mitra yakni menempatkan organisasi jurnalis sebagai mitra dalam penegakan kode etik, sebagaimana peranan organisasi jurnalis itulah yang dapat memberikan sanksi kepada jurnalis yang melanggar kode etik, begitu juga dengan perusahaan pers yang di naungi.

    Dari ini, organisasi jurnalis dapat menindaklanjuti penilaian dan rekomendasi Dewan Pers terhadap pemberitaan yang melanggar etika. Jika, yang melanggar tersebut anggotanya. Hal ini jelas di sebutkan dalam penutup Kode Etik Jurnalistik, disebutkan “Sanksi atas pelanggaran Kode Etik Jurnalistik dilakukan oleh organisasi jurnalis”. Artinya, organisasi jurnalis diharapkan aktif memberi sanksi kepada anggotanya yang melanggar etika.

    Lebih lanjut, UU Pokok Pers memayungi kebebasan pers, juga menyertakan kebebasan jurnalis untuk memilih organisasi jurnalis. Keberadaan organisasi jurnalis diperlukan untuk turut mendorong profesionalisme pers dan menjaga kebebasan pers. Organisasi jurnalis menjadi mitra Dewan Pers dalan mengawasi pelaksanaan etika pers.

    Dewan Pers juga memfasilitasi pengembangan organisasi jurnalis. Sedemikian banyak organisasi jurnalis tumbuh, disusunlah Standat Organisasi Jurnalis yang mencantumkan berbagai syarat mendasar untuk mendirikan dan mengelola organisasi jurnalis, yang fungsinya juga diantaranya menjaga kebebasan pers, meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan jurnalis. Tentunya juga mengacu pada UU Pokok Pers dan KEJ.

    “Bagaimana mungkij bisa di bela dan dilindungi, ketika oknum jurnalis itu melanggar etika pers yang tentunya unsur pidana jelas. Yang di bela itu, salah satunya ketika jurnalis itu mengalami kekerasan dan sebagainya dalam menjalankan tugas, ini dapat dibela bersama dan oleh organisasi jurnalis”.

    “Kalau bicara, jurnalis itu bebas memilih organisasi jurnalis” Betul, itu di sebutkan dalam Pasal 7, tetapi pahami juga, organisasi yang seperti apa dan bagaimana? Kan sudah jelas rujukan dan aturannya! Kita pahami dalam penutup Kode Etik Jurnalitik yang menyebutkan Sanksi atas pelanggaran jurnalistik dilakukan oleh organisasi jurnalis.

    Guna menjaga kode etik ini dan menjadi mitra Dewan Pers, maka adanya standar organisasi jurnalis, yang dibuat dengan tujuan perlu dikembangkan organisasi jurnalis yang memiliki integritas dan kredibilitas serta anggota yang profesional. Coba buka aturan mengenai Standar Organisasi Jurnalis yang di keluarkan berdasarkan hasil keputusan bersama dan di keluarkan Dewan Pers Nomor : 04/SK-DP/111/2006, disitu sudah jelas”.

    “Organissi jurnalis juga memiliki mandat untuk mendukung serta memelihara dan menjaga kemerdekaan pers. Organisasj jurnalis haruslah memiliki integritas dan kredibilitas yang bertujuan untuk mengembangkan kemerdekaan pers yang profesional. Inilah tanggungjawab bersama, dan menjadi sebuah rujukan pasti dalam menjaga kemerdekaan pers dan menjunjung tinggi norma dan kaedah UU Pers serta KEJ-nya, maka di lakukan dan diadakannya Standar Kompetensi Jurnalis/wartawan sebagau alat ukut profesionalitas jurnalis, yang di tetapkan pada Februari 2010 silam.

    “Saya rasa ini cukup jelas, tinggal bagaimana pemahaman, jadi bukan sebatas bicara soal kebebasan pers dimana, Pers Dilindungi UU, tapi pemaknaan dan pemahaman dalam menjaga nama profesi jurnalis yang kredibilitas dan profesionalitas lebih di tekankan apa dan mengapa harus”.

    Sebenarnya ini awalnya, padahal Standar Kompetensi Wartawan itu disusun demi kelancaran tugas dan fungsi Dewan Pers dan untuk memenuhi permintaan perushaaan pers, organisasi jurnalis dan masyarakat pers. Dan untuk melindungi kepentingan publik, hak pribadi masyarakat serta menjaga kehormatan profesi kejurnalistikan, bukan untuk membatasi hak asasi warga negara menjadi jurnalis/wartawan.

    Sebab, kompetensi jurnalis itu berkaitan dengan kemampuan intelektual dan pengetahuan umum. Inilah mengapa “jurnalis itu di tuntut untuk lebih cerdas, sebab salah satu profesi, yang melekat pemahaman tentang pentingnya kemerdekaan berkomunikasi, berbangsa dan bernegara yang demokratis.

    “Inilah sebenarnya ruang lingkup kompetensi wartawan yang juga meliputi kemampuan memahami etika dan hukum pers, bukan sebatas konspsi berita saja. Apalagi saat ini era media digital/online, tentunya jurnalis juga di tuntut menambah kompetensi jurnslis online yang bahasa kerennya Online Journalim Skills yang didalamnya ada kualifikasi jurnalis modern, adaptable dan multimedia serta keahlian jurnalis media online yang memiliki basic dasar mumpuni keterampilan inti dari jurnalis media online kedepan, kerennya Core Skills For The Future Of Journalism”.

    Penulis adalah Ketum Asosiasi Jurnalis Online Lampung

  • Belukar Kota Baru Tertinggal di HUT 58 Tahun Provinsi Lampung

    Belukar Kota Baru Tertinggal di HUT 58 Tahun Provinsi Lampung

    Kondisi sejumlah bangunan perkantoran Pemerintah Provinsi Lampung di kawasan Kota Baru, Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan kini memprihatinkan. Plafon dan lantai gedung-gedung untuk satuan kerja perangkat daerah (SKPD) banyak yang rusak. Lantai-lantai ruangan penuh dengan sampah dan kotoran dan tampak cokelat. Bahkan kamar mandi keramiknya banyak yang pecah. Daun pintu dan jendela, hingga peralatan toilet banyak yang hilang, Jum’at 18 Maret 2022, saat para pejabat merayakan HUT 58 Tahun Provinsi Lampung.

    kondisi jalan lingkungan Komplek Kota Baru

    Kondisi bangunan Kota Baru yang menelan anggaran Rp414 Miliar itu kini terbengkalai. Bahkan lahan lahan sekitar areal Kota Baru itu kini jadi ajang sewa menyewa garap yang masuk kantong pribadi. Dua Gubernur Lampung era M Ridho Fichardo dan Arinal Djunaidi yang akan melanjutkan pembangunan pemerintahan Provinsi Lampung baru itu hanya sebatas janji.

    Pembangunan kota baru pemerintahan Lampung itu dulu disetujui DPRD Provinsi Lampung yang dituangkan dalam Perda No 1 Tahun 2009. Dengan komitmen Pemerintah Provinsi Lampung membangun kota baru pusat pemerintahan di Way Hui, Lampung Selatan. Pembangunan kota baru ini bertujuan memecahkan kepadatan penduduk di Bandar Lampung.

    Saat itu, Gubernur Lampung Sjachroedin ZP mengatakan kota baru merupakan proyek jangka panjang. Pembangunannya kemungkinan baru selesai 10-20 tahun ke depan. ”Ini kota baru tidak akan mungkin selesai di zaman saya. Tetapi, setidaknya ’jalan’-nya sudah ada,” kata Sjacroedin di Bandar Lampung, Kamis 16 September 2010, sekitar 12 tahun lalu.

    kondisi salah satu bangunan

    Kota baru yang diproyeksikan menjadi ibu kota Provinsi Lampung terpusat di Way Hui, Natar, dengan Lahan yang tersedia seluas 1.669 hektar (ha), adalah eks lokasi perkebunan PTPN VII. Sebanyak 350 ha lahan akan diperuntukkan lokasi bangunan gedung pemerintahan, seperti Kantor Pemprov Lampung, markas kepolisian daerah, kejaksaan tinggi, dan berbagai kantor instansi pemerintah lainnya.

    Sementara itu, sisanya, 1.319 ha, untuk keperluan umum dan komersial, seperti perkantoran swasta dan perumahan. Pencanangan pembangunan kota baru ini telah dilakukan akhir Juni 2009 lalu. Pemprov Lampung mulai melakukan pembebasan lahan seluas 350 ha, dan pengerjaan badan jalan menuju kawasan ini dengan total anggaran Rp18,9 miliar.

    Dengan adanya Kota Baru, Gubernur Sjachroedin saat itu optimistis bisa mengurangi beban kepadatan Kota Bandar Lampung. Namun hingga hut ke 58 tahun 2022, atau hampir 12 tahun, pekerjaan itu tak ada yang melanjutkan. Wacana pemindahan pusat pemerintahan Provinsi Lampung dari Kota Bandar Lampung ke Kota Baru Bandar Negara sesekali muncul, tetapi ditandai dengan belum adanya pandangan yang sama dari kalangan akademisi mengenai kelanjutannya.

    Staf pengajar Universitas Bandar Lampung Ilham Malik sempat berpendapat rencana pembangunan Kota Bandar Negara hendaknya ditutup saja, sedangkan dosen FISIP Universitas Lampung (Unila) Syafarudin Rahman menilai rencana pembangunan pusat pemerintahan baru yang termasuk wilayah Kabupaten Lampung Selatan itu sebaiknya diteruskan. “Saya berpendapat case closed. Kasus ini kita tutup sajalah,” ungkap Ilham dalam perbincangan dengan Bisnis pada Rabu 1 April 2020 lalu.

    Dalam konteks membangun pusat pemerintahan Provinsi Lampung, Ilham menyatakan biaya membenahi Kota Bandar Lampung jauh lebih murah dibandingkan dengan memindahkan pusat pemerintahan dan membangun Kota Baru Bandar Negara.

    Kalau pun jika ada suara-suara yang menyayangkan jika pembangunan Bandar Negara sebagai pusat pemerintahan dihentikan, dia menggarisbawahi diskursusnya bukan harus membangun sesuatu di Bandar Negara, melainkan bahas tuntas dahulu kebijakan politik dan anggarannya sampai tiba pada kesimpulan apakah kota baru itu perlu diteruskan atau tidak.

    Ilham berpandangan untuk memastikan perlu atau tidaknya pemindahan pusat pemerintahan Provinsi Lampung, diperlukan diskursus awal mengenai tujuannya dan anggarannya. “Tentukan masa depan Lampung mau seperti apa dengan 15 kota dan kabupaten. Harus ada kejelasan, sehingga energi dan semua sumber daya mengarah ke sana. Untuk mencapai kesepakatan bersama itu perlu di-breakdown apa saja yang diperlukan. Rancang sesuatu yang kontekstual dengan masa depan Lampung dan itu belum tentu Bandar Negara,” katanya.

    Ilham menyayangkan pembahasan yang langsung masuk ke fase mengarahkan Bandar Negara harus dibangun sebagai pusat pemerintahan baru Provinsi Lampung dengan melompati dua tahap awal yakni penetapan kebijakan politik dan anggarannya. “Jadi, diskusi yang berkembang langsung masuk ke tahap ketiga sehingga seolah-olah kita harus membangun Bandar Negara sebagai pusat pemerintahan baru,” ucapnya.

    Dia menegaskan dua tahap awal itu harus dilakukan lebih dahulu, baru masuk ke tahap ketiga dengan memastikan perencanaan pembangunan kotanya seperti apa dan di sinilah peran city planner dan arsitek. “Namun, kalau saya lebih melihat benahi saja Kota Bandar Lampung-nya, bukan memindahkan pusat pemerintahan. Dengan membenahi kota lama, biayanya jauh lebih murah. Selain itu, membangun pusat pemerintahan baru berpotensi mengabaikan Kota Bandar Lampung-nya sendiri,” paparnya.

    Khusus mengenai gedung-gedung yang sekarang digunakan sebagai pusat pemerintahan Provinsi Lampung, dia menilai memang banyak yang perlu dibenahi. “Kita lihat sekarang gedung-gedung Kantor Gubernur kurang layak, tidak bisa dinikmati, banyak semak, saluran drainasenya tidak bagus. toilet dan sanitasinya buruk.” katanya.

    Pembenahan berupa revitalisasi dan mempercantik kembali itu, menurut Ilham bisa dilakukan sambil menunggu diskursus mengenai kebijakan politik apakah memang pusat pemerintahan Provinsi Lampung perlu dipindahkan. Satu hal lagi yang diingatkan Ilham yakni membangun sebuah kota jangan dimaknai secara sederhana sebagai membangun jalan, gedung, fasilitas-fasiltas fisik semata.

    Melainkan membangun sebuah sistem dan kehidupan dalam jangka panjang. Dia juga memandang pendapat yang menyatakan bahwa jika Bandar Negara dibangun sebagai pusat pemerintahan baru, maka Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) akan meningkat, sebagai tujuan yang terlalu sederhana.

    Sementara itu, Syafarudin Rahman justru berada di sisi berseberangan dengan Ilham. Menurut peneliti Labpolotda dan dosen Ilmu Pemerintahan FISIP Unila itu, keberlanjutan pembangunan Bandar Negara sangatlah penting dengan sedikitnya 10 alasan. Pertama, program ini telah dikaji secara matang di era Gubernur Sjachroedin ZP dan sudah ditetapkan peraturan daerahnya yakni Perda No. 2/2013 tentang Pembangunan Kotabaru Lampung.

    Kedua, pembangunan Kotabaru Lampung merupakan prioritas yang harus diselesaikan pemda dan DPRD Lampung sesuai dengan tahapan pembangunan yang ditetapkan sesuai dengan Pasal 11 dan 12 Perda No. 2/2013. Ketiga, dana yang tertanam di pembangunan Kotabaru itu sejak 2010 sudah mencapai miliaran rupiah.

    Keempat, perkembangan Bandar Lampung sudah padat akibat tingginya pertumbuhan penduduk sehingga bebannya perlu dikurangi. Kelima, pembangunan Lampung City Superblock di kawasan Telukbetung akan menambah beban Kota Bandar Lampung termasuk meningkatkan kemacetan lalu lintas.

    Lalu, Keenam, pembangunan tahap awal Kota Baru berupa gedung kantor gubernur, DPRD, masjid, kantor polisi, juga kampus Institut Teknologi Sumatera (Itera), ditambah kehadiran jalan tol yang dibangun pemerintah pusat, mendorong pengembangan wilayah sekitarnya sebagai kawasan penyangga.

    Lima kecamatan yang menjadi kawasan penyangga sekaligus mitra Kota Bandar Lampung itu meliputi Natar, Jati Agung, Tanjungbintang, Merbau Mataram, dan Tanjungsari. Warga lima kecamatan tersebut kini ingin mengajukan proposal persiapan Kabupaten Bandar Lampung dengan pusat pemerintahan di kecamatan Jati Agung. Mereka pun meminta pencadangan lahan kantor pemerintahan di dalam 1.400 ha kawasan Bandar Negara yang berada dalam kuasa Pemprov Lampung.

    Ketujuh, kampus perguruan tinggi negeri dan swasta yang mendapatkan jatah lahan untuk perluasannya siap diimplementasikan secara bertahap begitu pembangunan kompleks perkantoran pemda, Forkopimda, dan instansi lainnya kembali berjalan. Kedelapan, semua lembaga yang telah mendapatkan lahan di Bandar Negara perlu duduk bersama untuk pengimplementasiannya secara bertahap.

    Kesembilan, pembangunannya perlu public private partnership sebagaimana pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur. Dan Kesepuluh, Rumah Sakit Bandar Negara Husada telah ditetapkan sebagai pusat penanganan COVID-19 di Lampung. Artinya, berbagai sumber daya di Bandar Negara yang selama ini “tertidur”, mulai diaktifkan.

    Teranyar tahun 2019, Pemerintah Provinsi Lampung dibawah kepemimpinan Gubernur Arinal Djunaidi dan Wakil Gubernur Chusnunia Chalim akan melanjutkan pembangunan Kotabaru, Apalagi dengan percepatan pembangunan di sekitar Kotabaru mulai pesat, diantaranya dampak Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) Gerbang Kotabaru Itera yang merupakan akses keluar-masuk Pelabuhan Bakauheni-Kayu Agung.

    Dalam rapat paripurna Laporan Badan Anggaran, Penandatanganan MoU Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Lampung Tahun Anggaran 2020 di Ruang Sidang DPRD Provinsi Lampung, Jumat 15 November 2019 lalu.

    Dinas Perumahan, Kawasan Pemukiman dan Ciptakarya Provinsi Lampung mendapatkan tambahan anggaran sebesar Rp11,5 miliar dengan rincian Rp2 miliar untuk dukungan pembangunan Mapolda Lampung, Rp9 miliar untuk dukungan tambahan dan Rp500 juta untuk tinjauan ulang masterplan Kotabaru untuk diaktifkan kembali.

    Sekretaris Daerah Provinsi Lampung, Fahrizal Darminto mengatakan bahwa cepat atau lambat pembangunan Kotabaru akan diteruskan. Pihaknya akan melakukan penataan ulang dan melakukan pembangunan supaya cita-cita masyarakat Lampung Berjaya bisa terwujud. Sekda menyebut akan menata perencanaannya supaya itu sesuai dengan kebutuhannya dan sesuai dengan perencanaan awal.

    Setelah ditata, lanjut dia, maka bisa dikomunikasikan dengan investor yang ingin terlibat dan ambil bagian dalam pembangunan tersebut. Fahrizal menjelaskan Kotabaru tidak hanya diisi dengan gedung perkantoran saja. Untuk menghidupkannya harus ada tempat sebagai fungsi pendidikan, perumahan, komersial, perekonomian, dan sebagainya.

    Fahrizal menyatakan Peprov merencanakan ulang, kemudian studinya dimatangkan kembali. JUga melihat amdal termasuk meyakinkan Insvestornya. Masterplan yang lama sudah ada, tapi perlu diupdate karena masterplan yang sebelumnya belum ada jalan tol, sekarang sudah ada jalan tol.

    Ketua DPRD Provinsi Lampung, Minggrum Gumay sebelumnya juga mengatakan bahwa pihaknya akan mendorong Kotabaru dilanjutkan kembali karena sudah tertuang pada peraturan daerah. Ia mengatakan Kotabaru merupakan aset negara yang tidak boleh ditelantarkan dan harus dipertanggungjawabkan.

    Akankah Kota Baru Pemerintah Provinsi Lampung terwujud dibawah Komando Gubernur Arinal Djunaidi?.

    Pada Paripurna jawaban Gubernur atas pandangan umum fraksi-fraksi terhadap Raperda APBD Provinsi Lampung anggaran 2022, Gubernur Lampung Arinal Djunaidi, juga sempat mengunjungi Kota Baru. Arinal melihat lokasi yang nantinya akan digunakan oleh perangkat daerah pemerintah provinsi Lampung maupun instansi vertikal.

    Arinal menyebut pihaknya sedang menata desain masterplan Kota Baru yang dilakukan oleh dinas perumahan berencana dan menciptakan karya, untuk menata kembali peruntukan penggunaan Kota Baru.

    Masterpalnnya sudah disusun sejak tahun 2020, dan hingga kini belum juga rampung.  Wakil Rakyat juga sempat mempertanyakan dan mendesak Pemprov Lampung untuk menyelesaikan Masterplan Kota Baru itu tahun 2021. Tapi sudah 2022 juga belum ada kabar. Semoga perwujudan kembali Kota Baru bukan janji palsu berjaya, kita tunggu endingnya Kota Baru. ***

  • Tujuh Peradaban Yang Harus Dibangun IMM Lampung, Refleksi Pemikiran Menuju Musyawarah Daerah IMM Lampung ke XII

    Tujuh Peradaban Yang Harus Dibangun IMM Lampung, Refleksi Pemikiran Menuju Musyawarah Daerah IMM Lampung ke XII

    Secara harfiah, peradaban itu berasal dari katan “adab” yang memiliki arti akhlak, kesopanan akan budi perkerti. Istilah dari peradaban digunakan untuk memberitahu tentang pendapat terhadap perkembangan kebudayaan disuatu tempat.

    Sehingga dengan peradaban, kebudyaan pada waktunya menjadi suatu nilai yang memiliki unsur keindahan yang tinggi, keutamanaan kesopanan dan keluhuran sehingga secara prilaku memiliki nilai-nilai keanggunan dan keungglan. Sehingga dapat dijelaskan juga, bahwa kemajuan suatu tempat atau daerah bisa dilihat dari tingginya peradaban ditempat tersebut.

    Sebagai organisasi gerakan, tentunya banyak hal yang harus dikaji untuk melahirkan perubahan nilai dan perubahan prilaku untuk lebih baik dan berguna. Menurut Arnold Toynbe beliau menuliskan bahwa peradaban adalah kebudayaan yang telah mencapai taraf perkembangan teknoligi yang sudah lebih tinggi.

    Maka wujud peradaban itu menurut Koentjaraningrat adalah moral, norma, etika dan estetik. Dari sinilah sebenarnya IMM layak menjadi satu komunitas kecerdasan dan pecerahan mampu untuk membangun peradaban sehingga lahir kebudayaan yang berperadaban. Oleh karenanya berikut ini adalah pemikiran tentang “tujuh peradaban yang harus dibangun IMM Lampung” kedepan.

    Satu, peradaban ke-Islaman. Peradaban ini menjadi agenda utama bagi IMM yang secara organisasimerupakan gerakan yang menumbuh kembangkan, bahkan mengutamakan nilai-nilai keIslaman. Maka Islam ditengah kaum intelektual, dalam hal ini adalah mahasiswa yang tergabung dalam IMM sudah semestinya ajaran Islam menjadi nilai dasar, landasan kesusilan dan pijakan hubungan pada mansyarakat.

    Maka nilai keIslaman secara peradaban bukan dihentikan pada tataran konsep dan retorika saja, melain sudah di ejawantahkan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu juga Islam bukan saja menjadi tolak ukur benar atau salah, baik dan buruk, namun peradaban Islam menjadi satu keilmuan untuk membentuk kesopanan dan kesantunan prilaku. Maka peradaban Islam menjadi nilai dasar dari pola fikir, pola tulisan dan pola tindak kader IMM.

    Kedua, perabdaan keilmuan. Harus diakui, bahwa di tengah modernisasi, digitalisasi dan arus informasi yang tak mampu dibendung dengan banyaknya kader. Oleh karenanya, IMM sudah semestinya memiliki langkah untuk melahirkan peradaban keilmuan berbasis modernisasi. Kekurang IMM Lampung belum mampu memaksimalkan media sosial sebagai media keilmuan.

    Kanal-kanal diskusi keilmuan baik itu yang secara live maupun dalam bentuk tulisan baik artikel maupun jurnal masih sangat lemah. Minimnya ruang diskusi, minat membaca dan menulis masih rendah sehingga peradaban keilmuan kader belum bisa mengimbangi kemajuan keilmuan yang ada. Belum lagi argumentasi tanpa dasar, diskusi tanpa rujukan sering dipertontonkan di tengah pendapat di antara kader baik itu tentang persoalan kehidupan maupun ikatan. Sehingga jejak-jejak keilmuan hampir susah ditemukan pada kader IMM Lampung khususnya.

    Ketiga, peradaban Ikatan. Berjuangan dalam ikatan itu merupakan amal saleh yang telah menjadi budaya organisasi. Di awal berdirinya IMM bukan saja untuk memberikan wadah keilmuan, melainkan juga menampilkan keteladanan dalam berjuang dan beramal untuk kemajuan umat berdasarkan nilai-nilai ke-Islaman.

    Peradaban ikatan, tentunya harus diarahkan, digiring dan dituju pada nilai-nilai keikhlasan yang dapat dijadikan kekuatan untuk menggerakan pimpinan, kader bahkan seluruh mahasiswa yang ada di perguruan tinggi Muhammadiyah. Maka ikatan, ada bukan saja sebagai organisasi untuk berkumpul, melepas keheningan, tempat mencari kawan dan jaringan melainkan juga melahirkan peradaban perjuangan dan amal shaleh.

    Keempat, peradaban lingkungan Kampus. IMM yang tentu saja bukan terdiri dari satu suku, kebiasaan dan satu latar belakang namun ia disatukan dengan visi, misi, tujuan dan gerakan dalam bingkai keIslaman dan ke-Muhammadiyahan. Keberadaan IMM tentunya bergerak mulai dari kampus-kampus terutama kampus Muhammadiyah.

    Dari sini, kader IMM harus juga mampu melahirkan peradaban lingkungan kampus yang berbudaya Muhammadiyah. Lingkungan kampus Muhammadiyah yang hari cendrung hedonis, kapatilis, jauh dari literisasi dan urakan dalam argumentasi. Sehingga lingkungan akedemisi muda belum dapat tercipta, lingkungan dengan bingkai akhlak mulia belum dapat dilahirkan.

    Seharusnya kader IMM dengan semua sistem perkaderan dan legetimasi organisasi di kampus Muhammadiyah, selayaknya mampu membangun dan menghidupakan peradaban lingkungan kampus yang Islami dan berkemajuan.

    Kelima, peradaban perkaderan. Eksistensi kader menjadi tolak ukur dari keberadaan ikatan disetiap level pimpinan, mulai dari komisariat sampai tingkat pusat. Kader itu bukan hanya terbentuk dari proses peradaban perkaderan formal darul arqom dasar, madya maupun purna.

    Namun perkaderan tentunya dibangun, dibudayakan disetiap momentum kegiatan yang dilaksanakan oleh ikatan. Sehingga semua kader mengalami perkaderan dalam proses bekelanjutan, perkaderan bukan saja pada institusi formal saja.

    Perkaderan hari ini harus ada disetiap ruang, sudut dan kibaran merah marun setiap waktu. Maka ketika IMM mendaulat sebagai organisasi pencipta kader ikatan, persyarikatan, bangsa dan umat, tentu dari sini peradaban perkaderan harus disesuakan dengan kebutuhan ikatan, persyarikatan, bangsa dan umat. Oleh sebab itu kader diberijalan dan dimotivasi untuk masuk dalam peradaban kehidupan manusia senyatanya.

    Keenam, peradaban sosial kemanusiaan. Nilai kepedulian tentunya menjadi nilai titisan dari Muhammadiyah. Namun harus diakui bahwa IMM merupakan organisasi yang fakir akan ketetapan secara dana. Dari sinilah bahwa hari ini IMM harus bisa melahirkan agen-agen filantrofi untuk kemandirian kader dan ikatan. serta juga melahirkan agen pencari fakta dan data tentang keadaan sosial kemanusiaan, dari sini IMM dapat menawarkan gagasan untuk membangun peradaban sosial kemanusiaan dalam kaca mata dan pemikiran mahasiswa Muhammadiyah.

    Kader IMM tidak bisa berpangku tangan, atas segala persoalan kemanusiaan yang ada. Maka sistemnya harus dibangum, hal ini dilakukan sebagai bentuk alat tolak ukur sejauhmana IMM mampu menggerakan segala potensi untuk kemajuan dan peradaban sosial kemanusiaan.

    Ketujuh, peradaban Gerakan Politik. Peradaban ini menjadi penting, setiap masa ke masa kepemimpinan, gerakan politik IMM belum terlihat dan terasa elegan selayaknya kaum intelektual dan mengindetitaskan kaum idealis. Terkesan selama ini politik IMM banci dan mengkor senior dan hanya pengembira di dalam organisasi otonom Muhammadiyah.

    Sudah saatnya IMM sebagai kumpulan kaum intelektual dan kaum terpelajar, mandiri dalam politik sebagai langkah ijtihat dalam meraih kekuasaan. Peradaban gerakan politik IMM adalah politik yang memiliki nilai tawar dan nilai jual tersendiri, karena IMM memiliki basis jelas untuk mengkaji dan bermanuver dalam politik baik lokal, nasional bahkan internasional. Maka IMM Lampung dalam hal ini harus mampu melahirkan peradaban politik yang berilmu dan beridentitas, politik yang maju dan unggul.

    Tentunya ini semua adalah ide dan pemikiran yang masih berpeluang untuk didiskusikan dan dikembangkan. Namun setidaknya dari tulisan ini dapat membantu seluruh kader IMM terutama kader IMM Lampung dalam menggerakan ikatan untuk jauh lebih beradab.

    Ikatan ini tidak bisa berjalan begitu saja, melainkan harus ada konsep-konsep tertulis sehingga IMM tampil berdasarkan kebutuhan, kemajuan dan keunggulan ilmu, jaringan, keIslaman dan keumatan. Karena kader IMM harus berkiprah disetiap lini kehidupan, sebab semua kader bertanggung jawab atas keadilan, kesejahteraan dan kebijksanaan kehidupan berbangsa, bernegaran dan bermanusia.***

    Hasbullah, Dosen Universitas Muhammadiyah Pringsewu
    Mahasiswa Program Doktor UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu

  • Moderasi di Tangan Kader IMM Refleksi Pemikiran Menuju Musyawara Daerah IMM Lampung ke XII

    Moderasi di Tangan Kader IMM Refleksi Pemikiran Menuju Musyawara Daerah IMM Lampung ke XII

    Pringsewu(SL)- Tantangan yang dihadapi mahasiwa dewasa ini begitu berat dan komplek, jelasnya berbeda dangan masa lalu. Bukan lagi kekerasa dalam retorika, acaman intelektual, kilernya dosen dalam proses kuliah, dan sulitnya meraih nilai. Namun jauh dari itu, mahasiswa hari ini juga harus bertanggung jawab atas keadaan negeri hari ini yang dalam keadaan sakit baik secara fisik maupun nurani. Begitu banyak persoalan negeri ini, mulai dari persoalan imoralitas para pemimpin negeri dengan masih marak dan terangnya kasus korupsi, kolusi, nepotisme dan pelanggaran sosial kemanusiaan lainnya. Belum lagi kebijakan-kebijkan pemerintah, tidak lagi berpihak pada kesejahteraan, keadalina rakyatnya bahkan cendrung merusak nilai tolerasi dan saling menghargai perbedaan.

    Jelasnya, bahwa persoalan di negeri ini betumpuk terus menurus silih beganti, bagaikan tempat pembuangan sampah. Belumlah sampah terurai dan menyatu dengan tanah namun sampah baru datang dengan jenis sampah yang beraneka ragam. Begitupun bangsa ini, masalah silih berganti mengalir dengan derasnya mulai dari masalah ekonomi, politik, pendidikan, sosial dan agama. semua itu terlihat jelas masalahnya, namun yang tejadi itu semua dipelihara sehingga bau busuknya hilang ditelah masalah baru.

    Rendahnya komitmen terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara sangat rendah, dimana dengan mudahnya setiap warga masyarakat mempropokasi dan terpropokasi dengan isu-isu suku, etnis, budaya, dan agama. Di mana isu dan persoalan persoalan tesbut itu menjadi perdagangan dalam dunia politik bangsa ini, hal ini tentunya sangat menjijikkan dan mengerikan.

    Seharusnya sebagai warga negara, sudah semestinya berusaha untuk menjaga kebersamaan, saling gotoroyong, tenggang rasa dan juga saling mengingatkan. Pada hakekatnya semua yang ada merupakan warisan dari leluhur bangsa ini. Dimana leluhur dulu dalam perbedaan mereka tetap saling mendengarkan, memahami dan juga ikut serta merasakan segala bentuk kesakitan dan kesengsaraan.

    Mahasiswa, dalam hal ini Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), adalah satu elemen masyarakata yang memiliki kekuatan untuk mengimplemtasikan, mensosialisasikan bahkan melembagakan nilai-nilai moderasi. Maka dengan modal kader yang memiliki keberagamanbaik itu secara keilmuan, sosial, kultur yang cukup mengakar dibalut dengan pemahaman trilogi dan trikompetensi ikatan ini mejadi bekal yang besar untuk mejalankan misi dari moderasi tersebut, terlebih moderasi Islam dalam pemahaman perysarikatan Muhammadiyah.

    Maka sudah seyogyanya IMM menjadi simbol dari kekuatan dalam rangka menggerakan nilai tenggang rasa, toleransi, saling menghormati, mengharagai pendapat, menikmati keberagaman, mengedepan nilai-nilai persaudaraan, tegakkan keadilan, lahirnya kesejahteraan dan mengutamakan kersamaan di tengah-tengah kehidupan berbangsa dan bernegara. Maka moderasi bagi IMM adalah jendela untuk pembuktian bahwa kader IMM adalah seorang akademisi Islam yang berakhlak mulia dan akan senantiasa menjadi pena dan busur untuk terwujudnya tujuan Muhammadiyah.

    Tentunya bukan hal yang mudah untuk menjalankan moderasi. Di tengah bangsa yang warga masyarakatnya majemuk, maka sudah dipastikan akan menemui persoalan dan masalah dalam menjalankan titah dalam moderasi tersebut. Oleh karenanya IMM harus segera bergerak dalam rangka memperkuatan eksistensi sebagai organisasi yang menjadi tempat berkumpulnya kaum intelektual. Kaum yang akan senantiasa menjaga dan merawat perbedaan dalam siraman keilmuan, sehingga setiap narasi baik kata dan tulisan mengadung nilai kemaslahatann untuk umat manusia.

    Untuk moderasi, maka pemikiran-pemikiran kader IMM harus segera dikumpulkan, ditulis dan dibangun dengan sistematis berkemajuan sehingga mampu diejawantahkan dalam kehidupan di masyarakat bahkan menjadi solusi untuk menguatkan persatuan dan kesatuan bangsa. Pemikiran seluruh kader, tidak boleh berhenti hanya untuk menggerakan dan membesarkan ikatan, namun pemikiran diperuntukkan untuk menggerakan kehidupan lebih luas dan dalam. Sehingga bukan saja lingkungan IMM, persyarikatan namun masyarakat luas merasakan buah dari pemikiran kader IMM. Oleh karenanya, pemikiran kader IMM harus dilewatkan dalam mulianya lingkaran diskusi, sucinya goresan pena, dan eloknya mimbar-mimba akademis, semua itu diproses dalam rangka menyuarakan kehidupan yang lebih baik dan mewujudkan nilai kemanusiaan secara utuh dan menyeluruh.

    Selain itu, kader IMM dengan kompetensi humanisnya tidak lagi tersulut dengan perbedaan warna kebiasaan dan adat istiadat. Hari ini, gerak ikatan yang dijalankan oleh seluruh kader harus diarahakan pada terwujudnya pergaulan hidup yang lebih baik dan memerdekakan. Pergaulan yang dibangun adalah pergaulan mencerdasakan, mencerahkan dan menghidupkan nalar fikir maupun nalar prilaku.

    Sehingga kader IMM akan dengan bangga dan senang untuk menyampaikan dan mengeksprasikan pemikiran serta gerakan dalam rangka memajukan ikatan, persyarikatan dan umat. Moderasi dalam kompetensi humanasi tergambar dalam keramahan dalam keragaman budaya dan tradisi kehidupan, namun tetap menjaga eksistensi manusia dan keIslaman.

    Moderasi dalam persfektif humanis, menjadikan kader tidak melahirkan kekerasan ketika tejadi perbedaan dalam menentukan pemimpin, tidak ada lagi faksi senioritas ataupun ligitimasi jalur perkaderan. Nilai humanis dalam moderasi menolak segala bentuk kekerasa baik itu fisik maupun kekerasan pemikiran. Dengan humanisnya IMM sudah harus mewujudkan keadaban kader dan peradaban ikatan yang mengutamakan nilai-nilai dasar kehidupan, kemanusiaan serta menjadi diri kader siap mengabdi untuk umat dan bangsa.

    Moderasi ditangan IMM akan dilembagakan dengan cara terus menjaga dan merawat nilai-nilai religus kader. Di tengah berkembangnya cara berfikir, cara pandang, sikap dan praktik dalam beragama khususnya berIslam yang ini kadang menyebabkan jatuhkan martabat kemanusiaan bahkan Islam. Dari ajaran agama menjadi saling menyalahkan, memfitnah dan menghardik baik diri maupun keilmuan sehingga ajaran Islam terasa menyelisih ketenangan dan ketentraman hidup. Padahal berIslam pasti mengajarkan keselamatam, keamanan dan mewujudkan ketentraman.

    Dari sinilah, sudah sepatutnya kader IMM mendapatkan pemahaman ajaran Islam secara menyeluruh dan mendasar pada al Qur’an dan As Sunah. Islam bagi kader IMM bukan dipadangan sebagai rangkaian perintah, larangan, padahala dan dosa. Ajaran Islam harus dibawa pada kehidupan di masyarakat dan menjadikan nilai untuk menjaga kebersamaan, tolerasi, mewujudkan keadilan dan peradaban hidup berbangsa dan bernegara.

    Moderasi ditangan-tangan kader IMM akan menjelaskan dan membuka tabir keterpurukan kehidupan warga masyarakat bangsa dalam kemajemukan suku, ras dan agama. Kader IMM memandang moderasi bukan saja suatu program, namun ini juga jalan dakwah yang sebagaimana disampaikan dalam Al Qur’an. Moderasi akan terus disosialisasikan sehingga menjadi satu lembaga besar di IMM untuk mewujudkan kebaikan di masyarakat dalam kehidupan berbangasa, bernegara sehingga terwujud kehidupan yang toleran, harmonis, damai, maju dan berkeadilan. Pada watuktnya terwujud negara yang adil, makmur yang di Ridhai Allah SWT.

    Penulis : Hasbullah
    Dosen Universitas Muhammadiyah Pringsewu

  • Ada Apa Dibalik Polemik Isu Toleransi?

    Ada Apa Dibalik Polemik Isu Toleransi?

    Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman suku, etnis, ras, budaya, dan agama. Di tengah keanekaragaman tersebut, rasa toleransi telah menjadi budaya bangsa Indonesia, serta menjadi salah satu kekuatan pertahanan menyatukan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang kuat.

    Namun, disisi lain harus diakui keanekaragaman Indonesia apabila tidak dijaga dengan rasa toleransi dapat menjadi salah satu celah pihak asing untuk merusak pertahanan dan kesatuan bangsa Indonesia.

    Sikap rasa toleransi yang menjadi budaya Indonesia dipahami oleh asing sebagai salah satu kekuatan kita, sebagaimana pengakuan akan sikap toleransi tersebut dari Jerman yang diungkapkan para peserta seminar “Tolerance of Islam in Pluricultural Societies, yang berlangsung pada 29 Mei 2019 di Villa Borsig, Berlin, Jerman.

    Kepala Departemen Bidang Urusan Agama, Kementerian Luar Negeri Jerman, Dubes Volker Berresheim saat membuka Seminar menyebutkan bahwa konsep Islam yang berkembang di Indonesia menjadi inspirasi bagi Jerman.

    “Anda bayangkan, 260 juta penduduk terpencar di ribuan pulau di Indonesia, dengan ratusan budaya dan bahasa, serta agama dan kepercayaan yang beragam, mampu hidup secara damai. Dan sekitar 87 persen penduduk Indonesia beragama Islam,”ujar Dubes Berresheim.

    Sikap toleransi antar umat beragama juga dapat mudah kita lihat di Ibukota negara kita DKI Jakarta, salah satunya masjid terbesar di Indonesia yang bersebelahan dengan Gereja Katedral.

    Jalinan toleransi Katedral-Istiqlal membentang puluhan tahun sejak keduanya berdiri, bahkan sengaja dirancang terpancang di tanah berdampingan. Presiden Soekarno sang proklamator pun mencetuskan gagasan membangun masjid terbesar di Indonesia berdampingan dengan Gereja Katedral yang telah dibangun lebih dulu sejak 1901.

    Pada akhirnya, pembangunan Masjid Istiqlal yang berdekatan dengan Gereja Katedral memang syarat nilai toleransi, keberagaman, dan kebersamaan.

    Keharmonisan, saling menghargai dan rasa nyaman berdampingan tanpa ada rasanya terganggu atas aktivitas keagamaan umat muslim dan Nasrani pun dibenarkan oleh humas Gereja Katedral Jakarta pada tahun 2018 silam.

    Susyana Suwadie selaku humas menyampaikan rasa nyaman berdampingan dalam menjalankan aktivitas keagamaan tanpa ada rasa terganggu. Hal tersebut dapat dilihat dari sikap saling membantu dalam menjalankan aktivitas keagamaan.

    Contohnya, pihak Gereja menyediakan lahan parkir untuk menampung kendaraan umat muslim yang melaksanakan salat Ied di Masjid Istiqlal. Sebaliknya, Masjid Istiqlal juga menyediakan halaman parkir bagi para jemaat yang akan menjalankan misa natal di Gereja Katedral.

    Wujud toleransi yang telah menjadi budaya juga tampak saat unjuk rasa besar 212 berlangsung di pusat ibu kota. Misalnya, para demonstran yang sedang berjaga di area Masjid Istiqlal membantu membuka jalan bagi sepasang pengantin yang akan melangsungkan pernikahan di Gereja Katedral, secara bersama-sama, para demonstran yang mayoritas adalah umat muslim mengawal pasangan pengantin non muslim tersebut hingga keduanya aman masuk ke dalam gereja.

    Rasa toleransi di Indonesia juga saya rasakan sendiri saat saya mendapat pengalaman bertugas di Nusa Tenggara Timur tepatnya di pulau Sumba.

    Pada hari Jumat, umat muslim yang minoritas di pulau tersebut melaksanakan kegiatan sholat Jum’at, maka yang membantu mengatur arus lalu lintas dan parkiran kendaraan di seputar masjid adalah pemuda-pemudi dari non muslim. Sebaliknya, pada hari Minggu, waktu kegiatan agama Nasrani yang membantu mengatur arus lalu lintas dan parkiran kendaraan di seputar Gereja adalah pemuda-pemudi muslim.

    Banyak testimoni dari rekan saya non muslim yang menyampaikan tidak pernah merasa terganggu dengan kegiatan keagamaan dari pihak muslim. Bahkan rekan saya menyampaikan apabila suara adzan tidak terdengar, seperti terasa ada yang hilang, karena dengan adanya suara adzan menurutnya sangat membantu mengingatkan waktu.

    Kontroversi terkait temuan media asing

    Saat ini hangat kontroversi pro kontra pernyataan dari Menteri Agama. Namun inti tulisan saya bukanlah terkait pernyataan Menteri tersebut. Bukankah kah kita sering mendengar perkataan bijak “kami telah memaafkan sebelum dirinya meminta maaf”.

    Dari pada kita harus berdebat memaksa seseorang untuk meminta maaf, namun tidak ada salahnya dengan seseorang meminta maaf, karena dengan itu tidak serta merta dapat diartikan telah melakukan kesalahan atau mengakui kesalahan.

    Terkait dengan isi konteks pernyataan-pernyataan yang menjadi perdebatan saat ini biarlah menjadi ranah penafsiran ahli bahasa dan aparat penegak hukum, jika harus dibawa secara jalur hukum tanpa harus menjadikan persatuan dan kesatuan kita terpecah, apalagi sampai terbentuk opini adanya intoleransi umat beragama di negara kita tercinta.

    Dalam artikel ini, saya tertarik melihat mengapa sampai ada kejadian isu ketidaknyamanan alat pengeras suara ibadah, apakah murni ada permasalahan dengan sikap toleransi kita atau ada pihak-pihak yang mencoba merusak dengan memunculkan framing ada permasalahan toleransi sehingga kita terjebak untuk melakukan tindakan yang dapat memecah toleransi yang telah menjadi budaya saat ini.

    Apakah kita akan terjebak ke dalam posisi terjadi perpecahan dari persatuan yang telah ada?

    Bila ditelusuri dari jejak digital, ternyata isu intoleransi terkait dengan ketidaknyamanan akan aktivitas salah satu umat beragama diangkat oleh temuan sebuah media asing pada awal Oktober 2021, selanjutnya Menteri Agama terpancing untuk untuk menanggapi hasil temuan media asing tersebut.

    Lalu apa kepentingan media asing membuat pemberitaan di Indonesia terkait dengan temuan ada ketidaknyamanan dari pengeras suara kegiatan ibadah merupakan kegiatan jurnalistik atau ada agenda lain?

    Yang selanjutnya apakah di negara media asing tersebut kondisi toleransinya telah cukup baik ?

    Silahkan teman-teman melakukan riset terkait dengan media asing yang menuliskan temuan terkait adanya aktivitas keagamaan, selanjutnya silahkan teman-teman melihat jejak digital sikap Presiden dari negara dimana media asing itu terasa, pada saat ada polemik kecaman soalnya karikatur Nabi Muhammad SAW.

    Sama-sama harus perenungan dan kewaspadaan kita terkait dengan pesan dari Bapak Budi Gunawan pada tahun 2017 saat acara Halaqah Nasional Alim Ulama se-Indonesia di Jakarta. Bapak Budi Gunawan selaku selaku Kepala Badan Intelijen Negara menyampaikan akan ada ancaman operasi intelijen dari negara asing.

    “Ancaman di depan mata kita, terutama ada operasi intelijen negara asing di negara kita. Ada dua operasi yang harus diwaspadai, pertama black ops intelligence, kedua psycho ops intelligence,” ujar Budi.

    Psycho ops intelligence adalah operasi intelijen menyebarkan informasi-informasi dengan indikator-indikator tertentu melakukan brainwash, bisa melalui berita yang menyesatkan atau hoax terhadap target atau kelompok tertentu.

    Informasi-informasi bohong itu biasanya digunakan untuk mempengaruhi emosi, motif, dan cara berpikir orang-orang. Dengan maksud mengubah perilaku perorangan, kelompok, kemudian pemerintah.

    Lalu apa apakah kita akan jadi emosi kemudian merubah cara pikir kita terkait dengan toleransi umat beragama yang sudah sangat rukun saat ini,sehingga menjadikan kita terpecah belah. Kita Berharap polemik ini segera berakhir jangan sampai ada kepentingan pihak tertentu untuk memecah belah persatuan dan kesatuan.

    Mari bersama-sama kita akhiri polemik ini, dengan menunjukkan sikap toleransi, sikap saling menghargai dan kita tunjukkan budaya luhur bangsa kita merupakan bangsa yang bersatu bukan bangsa yang mudah terprovokasi dan terpecah-belah. Mari kita sama sama belajar dari sejarah, bukankah bangsa kita dulu pernah terjajah karena kita termakan politik penjajah Devide Et Impera. ***

    Alfa Dera, Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum, Universitas Jayabaya.