Kategori: Opini

  • Komitmen Kebangsaan Nahdlatul Ulama (NU) Refleksi Hari Lahir Ke-95 Nahdlatul Ulama

    Komitmen Kebangsaan Nahdlatul Ulama (NU) Refleksi Hari Lahir Ke-95 Nahdlatul Ulama

    Pringsewu (SL)-Pengaruh dan pergerakan Islam pasca Hindu sangat menarik dikaji dan dipahami oleh pelaku sejarah dan organisasi Islam. Dapat kita pahami bahwa Islam Indonesia berkembang menjadi agama masyarakat secara luas, sekaligus menjadi kekuataran integrasi nasional dalam pembentukan kebudayaan Indonesia (Kontjaraningrat, wawancara kompas).

    Penyebaran Islam berlangsun secara damai dengan membawa Pengaruh pada corak keIslaman yang bersifat sosial kultur (Kartodirjo, 1993). Dengan apa yang disampaikan diatas Nahdlatul Ulama (NU) berperan didalamnya memberikan warna keIslaman dan corak budaya yang hal itu dilakukan oleh NU dalam rangaka menjaga kesatuan Bangsa Indoensia dengan jalan dakwah kultural.

    Ketika bangsa Indonesia yang berbhineka itu menyatu, menurut para ahli bahwa bersatunya itu melalui perekat yang disepakati secara bersama-sama yaitu Pancasila. Yang mana Pancasila merupakan respersentatif dari komitmen pendiri bangsa Indoensia tahun 1945, melalui proses dan pegumulan panjang yang akhirnya menyatukan tokoh-tokoh Islam salah satunya KH. Wahid Hasyim yang merupaka tokoh Muda NU bersama Ki Bagus Hadi Kusomo, Kasman Singodimejo dan Teuku Muhammad Hasan dalam merubah kata-kata dalam Pancasila. Dalam hal sejarah, bahwa NU telah memberikan sumbangsih penting dalam pendirian bangsa Indonesia dan lebih luas bahwa “Pancasilah merupakah hadiah terbesar umat Islam untuk Indonesia” sebagaimana disampaikan oleh Menteri Agama Alamasjah Ratu Perwira Negara

    NU dalam Sejarah Kebangsaan Nahdlatul Ulama (NU) adalah organisasi agama Islam yang terbentuk pada tanggal 31 Januari 1926 yang lahir dari pesantren dan sebagai respersentatif dari ulama tradisional, yang didirkan oleh KH. Hasyim As’ari. Organisasi ini menganut paham Ahlussunnah wal Jama’ah. Menurut NU Alhussunnah wal Jamaah adalah golongan yang dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam menggunakan pendekatan madzhab.

    Tidak dapat dipungkiri bahwa kelahiran NU diilhami oleh model dakwah Wali Songo yang menjadi role model dakwa kultural di Indonesia. Wali Songo mampu menyatukan budaya lokal kedalam ajaran Islam. Disinilah jurus NU yang berupaya menebar benih-benih ajaran Islam dengan wajah mudah diterima, difahami dan familiar diseluruh warga masyarakat Indonesia. Wali Songo dengan pendekat budaya dan tradisi mampu menyatukan serta memasukkan nilai-nilai Islam pada tradisi, sehingga wali songo dengan mudah diterima dakwahnya, walaupun ini merupakan metode dakwah saja yang juga mengisyaratkan tidak bisa menyalahkan metode lain yang disampaikan oleh para tokoh Islam terdahulu maupun yang terkini

    Dakwah kebangsaan NU itu menghindari perbedabat, sehingga dakwa lebih kondusif. NU melihat bahwa dakwak kebangsaan seperti ini sangat dibutuhkan oleh Indonesia dengan keadaan masyarakat pluralisme. Langkah ini merupakan upaya KH. Hasyim As’ary dan KH. Wahab Hasbullah dengan mendiri NU, dalam upaya menumbuhkan komitmen dalam menjaga Nusantara yang selanjutnya disebut dengan Bangsa Indonesia dengan jalan melibatkan budaya serta kultur nusantara. Lebih dalam lagi dapat tarik benang merah bahwa NU sejak awal beridirnya telah berfikir panjang serta telah menentukan langkah-langkah dalam mendakwakan Islam dalam ranah kebangsaan.

    Di hari lahir ke-95 Nahdlatul Ulama, dengan tema “Khidmah NU: Menyebarkan Aswaja dan Meneguhkan Komitmen Kebangsaan”. Tema ini menegaskan bahwa “NU untuk Indonesia dan Indonesia ada dalam NU”. Dengan tema ini setidaknya NU akan tetap ada pada komitmen Islaman menganut faham Alhussunnah wal Jamaah yang dijadikan identitas dan entitas gerakan dakwa NU. Dengan Aswaja ini NU ingin tampil lebih dalam dalam gerakan Islam dan gerakan dakwa kebangsaan.

    Tema meneguhkan komitme kebangsaan ini adalah penegasan bahwa NU akan selalu berjuangan, berkorban untuk bangsa ini. Sebenarnya dengan Islam Nusantara, ini sudah terang benderang bahwa NU merupakan organisasi yang tidak akan terpisahkan dengan negera kesatuan Republik Indonesia dan jangan ditanya lagi tentang komitmen kebangsaannya. NU dalam langkah gerakan selalu memberjuangkan nilai-nilai ke Indonesiaan, hal ini terlihat dari komitmennya NU menggunakan pedekatan humanis dalam berdakwah dan dengan memanfaatkan kearifan lokal NU berdakwah dan juga mengenalkan NU secara organsasi.

    NU di Tengah Masyarakat Indonesia yang Plural
    Di tengah masyarakat Indonesia yang pluralisme, NU harus tetap membangun komitmen kebangsaan. Maka dalam konteks ini NU membutuhkan dua hal seperti yang dikutip dari KH. Hasyim Muzadi dalam melahirkan suasana kondusif dalam kebangsaan ditengah masyarakat yang plural, sehingga kerja-kerja NU secara organisasi tidak ada hambatan terutama dalam menjaga Negara Kesatuan Rebuplik Indonesia.

    Pertama, Perekat Identitas Kebangsaan. NU yang lahir dan masuk dari pendekatan budaya dan kultural harus tetap dijaga, sebab dari sinilah eksistensi budaya tidak akan terganggu dengan keberadaan Islam sebagai agama baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam hal ini NU memberikan peluang kepada tradisi dan kebudayaan tersebut untuk dapat dikonfersikan dalam hukum Islam. Islam menyatu dengan kearifan lokal, yang ini akan semakin memudahkan hukum-hukum Islam masuk dalam trasisi dan budaya setempat. Jika melihat kebelakang kerja NU, pada waktu-waktu tertentu kiranya NU melakukan evalusi dan pembenahan. Dengan harapan yang dilakukan oleh warna NU dapat tercatat dan terorganisir, sehingga apa yang dicita-citakan NU akan terwujud dalam konsep Islam Nusantara.

    Kedua, pengembangan nilai-nilai kemanusiaan. Peneguhan komitmen kebangsaan NU juga harus disertai dengan kerja-kerja akomodatif, yang mana kerja ini secara tidak langsung berdampak positif. Kerja ini akan membantu NU dalam dalam penegakkan nilai-nilai kemanusia, yang mana dimasyarakat banyak potensi dalam memonopoli kebenaran yang menyudutkan pihak lain. Hal ini dengan mudah akan melahirkan kekerasan dan anarkismen atas nama agama. Denga kerja akomodatif akan muncul pehaman yang totalitas terhadap agama dan bangsa, maka disini agama mampu menghadirkan rahmat untuk semua orang. Dengan akomodatif ini NU akan sangat terbantu dalam pengembangan kemanusiaan secara bersama, mak dakwa kebangsaan NU akan sangat terbantu karena kesopanan dalam berprilaku.

    Komitmen kebangsaan NU pun bisa kita lihat dari keseriusana dalam pengelolaan bidang pendidikan. Kontribusi lembaga pendidik NU dalam mengembagkan pendidikan di Indonesia dapat dilihat dengan banyknya jenis lembga pendidikan yang dilahirkan dan dibina oleh NU melalui LP. Ma’arif mulai dari jejang dasar sampai perguruan tinggi. Keseriusan NU dalam mengelola pendidikan dibahas dalam Muktamar ke-30 tahun 1999 di Lirboyo yang menjadi momentum penting dalam sejarah pengembangan pendidikan NU, keputusan Muktamar tersebut “NU menegaskan untuk serius dalam memperkuat tata kelola pendidikannya”.

    Akhirnya, selamat hari lahir Nahdlatul Ulama ke-95, usiamu boleh menua tapi kerja-kerjamu telah melahirkan anak-anak muda yang memiliki cara pandang dan cara prilaku dalam komitmen berbangsa yang lebih beragama dan siap menerusakan cita-cita luhur Nahdlatul Ulama. Dan semoga komitmen kebangsaan NU merupakan perjuangan untuk menegakkan kepetingan bersama bukan kelompok, golongan apalagi pribadi.*

  • IMM dan Kemanusiaan, Nilai Gerakan Berkemanjuan

    IMM dan Kemanusiaan, Nilai Gerakan Berkemanjuan

    Pringsewu (SL) – Sejak awal berdirinya pada tahun 1964 Ikatan Mahasisiwa Muhammadiyah (IMM) sudah memiliki komitmen untuk mengembangkan misi Islam yang berkemajuan.

    Hal itu terlihat dari kelahiran IMM merupakan respon dari keadaan umat Islam yang masih mengikuti ajaran nenek moyang yang tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Sehingga, hal ini akan berdampak pada gerak dan pemikiran mahasiswa yang harusnya berfikir kritis, bergerak massif untuk maju kedepan dengan bingkai kekuatan intelektual dan dealektika keilmuan, bukan menjadi jumud dan mengalami kemuduran dalam pemikiran dan gerakan sehingga dengan mudah akan di antur dan dikendalikan oleh kepentingan-kepetingan yang mengikis nilai-nilai kemahasiswaan.

    Menurut Hasbullah Dosen Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu (UMPRI), kelahiran IMM sebenarnya juga untuk mewujudkan tujuan Muhammadiyah “meneggakkan dan menjunjung tinggi agama Islam, sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”.
    “Masyarakat dalam kontek ini adalah semua lapisan masyarakat yang berada di Indonesia terutama masyarakat kaum bahwah (jelata) sampai rakyat kaum atas (hedonis). Disini memiliki arti bahwa IMM memiliki tanggung jawab besar untuk juga membantu Muhammadiyah dalam aksi-aksi nyata terutama Muhammadiyah sebagia gerakan dakwah terutama di kalangan masyarakat kampus dan masyarakat intelektual,” kata dia.

    Jika dilihat kembali sejarah IMM, dalam Muktamar pertama pada tanggal 1-5 Mei 1965 yang melahirkan deklarasi Solo Barat yang dikenal dengan istilah “enam pengasan IMM” yang di tanda tangani oleh KH. A Badawi yang saat itu merupakan ketua PP Muhammadiyah. Adapun isi deklarasi tersebut.

    Pertama, IMM adalah gerakan Mahasiswa Islam. Kedua, Kepribadian Muhammadiyah adalah landasan perjuangan IMM. Ketiga, Fungsi IMM adalah sebagai eksponen mahasiswa dalam Muhammadiyah. Keempat, Ilmu adalah amaliah dan amal adalah ilmiah IMM. Kelima, IMM adalah organisasi yang sah dengan mengindahkan segala hukum, undang-undang, peraturan dan falsafah Negara yang berlaku. Enam, Amal IMM dilahirkan dan diabadikan untuk kepentingan Agama, Nusa dan Bangsa.

    Menafsir enam penegasan IMM tersebut memperlihat dengan jelas kelahiran IMM merupakan upaya dalam internalisasi nilai-nilai keIsalaman dari berbagai bidang terutama bidang kemanusiaan sebagai perwujudkan keiman kepada Allah SWT dan wujud Ibadah sosial serta menjadi bagian dari Muhammadiyah dalam menjalankan persyarikatan sebagai gerakan Islam, dakwa amar makruf nahi munkar dan juga gerakan tajdid. Selain itu juga IMM lahir untuk juga menghidupakan kesejahteraan dalam ke Indenesiaan dengan mengedepankan nilai-nilai keilmuan dengan terus menjaga resonanasi gerakan organisasi. Sehingga sampai hari ini dan terus menggaungkan Muhammadiyah berkomitmen mengembangkan pandangan Islam yang berkemajuan dengan terus mengedepan Al Qur’an dan As sunah sebagai landasan gerakan.

    “Pandangan Islam yang berkemajuan yang diperkenalkan oleh pendiri Muhammadiyah telah melahirkan ideologi kemajuan, yang dikenal luas sebagai ideologi reformisme dan modernisme Islam, yang muaranya melahirkan pencerahan bagi kehidupan. Pencerahan (tanwir) sebagai wujud dari Islam yang berkemajuan adalah jalan Islam yang membebaskan, memberdayakan, dan memajukan kehidupan dari segala bentuk keterbelakangan, ketertindasan, kejumudan, dan ketidakadilan hidup umat manusia.

    Dengan pandangan Islam yang berkemajuan dan menyebarluaskan pencerahan, maka Muhammadiyah tidak hanya berhasil melakukan peneguhan dan pengayaan makna tentang ajaran akidah, ibadah, dan akhlak kaum muslimin, tetapi sekaligus melakukan pembaruan dalam mu’amalat dunyawiyah yang membawa perkembangan hidup sepanjang kemauan ajaran Islam. Paham Islam yang berkemajuan semakin meneguhkan perspektif tentang tajdid yang mengandung makna pemurnian (purifikasi) dan pengembangan (dinamisasi) dalam gerakan Muhammadiyah, yang seluruhnya berpangkal dari gerakan kembali kepada Al-Quran dan As-Sunnah (al-ruju’ ila al-Quran wa al-Sunnah) untuk menghadapi perkembangan zaman.

    Gerakan Kemanusia IMM

    Jika Muhammadiyah memulai gerakan kemanusian yang dicontohkan oleh seorang Dahlan dengan memberikan santunan makanan kepada orang-orang yang tidak mampu (fakir-miskin), baik dengan makanan secara langsung. Dilanjutkan dengan kajian QS. Al Ma’un yang lebih dikenal dengan teologi Al Ma’un yang menjadikan ciri dari gerakan Muhammadiyah yaitu gerakan sosial.
    Disisi ini Muhammadiyah dibilang sukses, bahkan dapat di katana Muhammadiyah dapat melapaui kerja-kerja pemerintah dalam pengentasan kemiskinan hal ini dapat dibuktikan dengan adanya sekolah-sekolah yang menampung orang-orang miskin, panti jumbo, panti asuhan Muhammadiyah dan bahkan hari ini dengan Lembaga Zakat Infak Sadaqah Muhammadiyah (Lazismu) Muhammadiyah dengan terang benderang menampakkan wajah gerakan sebagai organisasi masyarakatan dan menjadi organisasi filantropi. Yang mampu menggerakan semua orang bertasipasi untuk menghidupan ketidak mampuan menjadi kekuatan menggerakan zaman pada kemajuan yiatu pencerdasan dan pencerahan.

    Berangkat dan berkaca dari sini, IMM sebagai organisasi otonom Muhammadiyah harus menggambil segmentasi berbeda yang berkesinambungan dari induknya. Sehingga IMM mampu menggerakan nalar kirits gerakannya pada nalar untuk mencapain tujuan IMM “mengusahakan terbentuknya akdemis Islam yang Berakhlak Mulia dalam rangka mencapai Tujuan Muhammadiyah”. Gerakan kemanusiaan IMM bukan pada pengetasan kemiskininan dalam perubahan fisik, tetapi IMM harus masuk pada bilik-bilik kemanusiaan lainnya yang ini membutuhkan konseterasi dan kemampuan yang berkelanjutan serta energi pemikiran yang hal ini ada pada mahasiswa dan IMM di dalamnya. Yang mana IMM memiliki jaringan luas di setiap PTN, PTS terutama di PTMA yang tersebar diseluruh Indonesia bahkan dunia.

    Dalam kajian ini, penulis melihat ada tiga bilik kemanusiaan yang IMM bisa berperan didalamnya, bilik kemanusiaan itu: Pertama kemiskinan pengetahuan (kebodohan), ini nilai kemanusiaan yang perlu digerakan dalam aksin nyata nalar kemanusiaan IMM hari ini.

    Kebodohan dalam pemikiran yang mengakibatan semua tidak tanduk masyarakat berjalan beitu saja tidak berdasar landasan jelas, tidak berdasakan literasi dan literature yang dapat dipertanggung jawabkan sehingganya tidak dengan muda masyarakat saling menyalahkan dan saling mengkalim kebenaran.

    Nilai perbedaan pendapat akan menjadi taman-taman dalam setiap situasi dan kondisi di msyarakat sehingga masyarakat dengan sendirinya tersadar bahwa perbedaan merupakan kekayaan dan fitra manusia. Dengan kompetensi IMM yang intelektual humanis sudah pasti mampu melakukan pendekatan dalam menyelesaikan kebodohan dimasyarakat, baik kebodoahan dalam pemikiran, perkataan serta perbuatan. Perlu difahami oleh kita semua bahwa tidak ada manusia yang diciptakan oleh Allah itu dalam keadaan bodoh, yang ada adalah mereka tidak bertemu dengan guru dan orang-orang pada pengetahuan untuk membersamainya.

    Bilik kemanusiaan kedua adalah kemiskinan fitrah hati, nilai kemanusiaan ini juga harus menjadi konsetrasi IMM sebagai gerakan mahasiswa yang memiliki kompetensi intelektual relegius menjadi modal utama untuk merubaha wajah peradaban masyarakat yang hari ini secara nurani berangsur-angsung ditinggalkan bahkan cendrung hilang, mengedepankan nafsu tanpa ada control hati, sering banyak membaca media sosial tapi media agama (Al Qur’an Hadist) di tinggalkan. Sehingga hati menjadi kaku, keras dan sulit menerima keberanan yang ada egoism dibersarkan hal ini terlihat dan sering kita rasakan dalam keputusan-keputusan kebijakan yang sering meninggalkan persoalan serta bergejolak yang berimbas pada nilai-nilia kemanusiaan, multi tafsir dan bahakan mediskriminasikan golongan satu dengan golongan lain, menjatuhkan bahkan merendahkan.

    Nalar gerakan IMM sudah harus juga masuk pada ranah pengkayaan hati agar lebih hidup, pendekatan Qur’ani, pendekatan-pedekatan ilahiyah juga harus dijalankan oleh kader dan para aktivis IMM. Dari sini masyarakat akan segera tersadarkan dan tergerak untuk melakukan pembelaan-pembelaan bukan karena kepentingan serta politik belaka melainkan pembelaan merupan bentuk ibadah dan pertanggung jawaban sebagai khalifah.

    Bilik kemanusiaan ketiga adalah kemisikinan jiwa sosial, jikalah kita melihat hari ini secara sekilas bahwa semua orang memiliki rasa kepedulian sangat tinggi, hal itu benar adanya dan tidak dapat dipungkiri. Hal ini terlihat dengan banyaknya program-program yang diberikan pemerintah misalnya berupa bantuan-bantuan serta subsidi makanan, pendidikan dan lain sebagainya yang ini berdampak pada ketergantungan dan pengharapan lebih yang melunturkan kemandirian serta mematikan jiwa sosial.

    Lebih dalam sadarkah kita bahwa dengan perlakuan ini akhirnya masyarakat menjadi miskin untuk saling memberi dengan kesadaran sendiri karena semua sudah berfikir bahwa pasti akan ada yang membantu.

    Dalam kajian penulis, bahwa yang terjadi hari ini adalalah kita hanya sibuk dan cukup memberikan saja tanpa juga melakukan pendampingan ada kehidupan sosialnya. Maka disinilah IMM harus mengambil peran memberikan pemahaman, bahwa tidak selamanya kita akan menerima pemberian dan akan diberi oleh orang yang sama, bahwa dalam kehidupan ini harus bersama dan saling bahu membahu sebagai wujud asli jiwa rakya Indonesia.

    Kemiskinan jiwa sosial ini akan melahirkan kekerasan-kererasan fisik maupun non fisik yang ini pasti akan menimbulkan masalah baru. Oleh sebab itu IMM harus memiliki laboratorium sosial untuk mengkaji persoalan-persoalan yang terjadi di masyarakat secara massif dan mendalam sehingga persoalan dapat dituntaskan dengan cepat dan tepat.

    Dengan rumah besar persyarikatan Muhammadiyah IMM pasti mampu membuat ruangan kajian, ruang diskusi serta mimbar pengetahuan yang dapat merumuskan langkah-langkah dalam mengeyelesaikan kemiskinan jiwa sosial yang melanda masyarakat saat ini.

    Pada akhirnya, jika IMM sebagai organisasi gerakan mahasiswa hanya berhenti pada tataran diskusi saja, saya kira IMM tidak tidak ubahanya seperti bunyi petir disiang hari tanpa menurunkan hujan, suaranya keras mengagetkan namu tidak mampu menghadirkan kehidupan isi dunia sehingga yang terjadi penyesalan atas gelegarnya suara petir. Ketika IMM dengan kualitas dan kuantitas kadernya berhenti hanya pada nalar-nalar diskusi dan tidak ada nalar praksi gerakan maka IMM tidak ubahnya seperti orang yang bertemu tapi tidak berjumpa, kosong hampa dan omong doing.

    Hari ini IMM harus melakukan usaha dan gerakan-gerakan kecil yang dapat mewarnai serta menyelesaikan persoalan kemanusiaan dengan pendekatan dan gaya mahasiswa sebagai kaum-kaum intelektual idealis yang di bingkai dengan kematangan relegius dan kayanya jiwa humanis. IMM JAYA.

    Penulis: Hasbullah, Dosen Fakultas Kesehatan Universitas Muhammadiyah Pringsewu (UMPRI)

  • Catatan Hukum Dugaan “Genosida Demokrasi” Atas Penghilangan Hak Pilih di Lampung Selatan

    Catatan Hukum Dugaan “Genosida Demokrasi” Atas Penghilangan Hak Pilih di Lampung Selatan

    Dalam demokrasi keikutsertaan masyarakat dalam memilih pemimpin ditentukan diantaranya oleh antusiasme warga untuk memilih pemimpinnya, jika tidak dipenuhi maka melanggar hak asasi manusia dan telah melakukan tindak pidana pemilu.

    Pengaturan mengenai hak pilih diatur dalam Pasal 28D ayat (3) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi “setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan”.

    Sedangkan di dalam produk Undang-undang, dapat dilihat mengenai pengaturan hak
    pilih pada Pasal 25 huruf (b) Undang-undang Nomor 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Convenant on Civil and Political Right (Konvenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil dan Politik) yang berbunyi “Setiap warga negara harus mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam memilih dan dipilih pada pemilihan umum”.

    Di dalam Pemilihan Umum (Pemilu) Pengaturan delik tindak pidana pemilu telah dimuat di dalam Pasal 476 sampai Pasal 554 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan juga terkhusus mengenai perbuatan penghilangan hak pilih diatur secara eksplisit di dalam Pasal 510 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang menjelaskan bahwa“Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah)”.

    Sedangkan di dalam Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah, penghilangan hak pilih masyarakat di atur dalam Pasal 178 Undang-Undang Nomor 1Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang-Undang.

    Dijelakan bahwa “Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan orang lain kehilangan hak pilihnya, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah)”.

    Terkait dengan dugaan penghilangan hak pilih masyarakat, di Kabupaten Lampung Selatan ada 31.964 lembar C Pemberitahuan/Undangan pencoblosan tidak sampai ketangan para pemilih dan hal ini terjadi di tengah Demokrasi langsung sehingga merupakan bentuk kejahatan terhadap hak asasi Manusia.

    KPU Kabupaten Lampung Selatan diduga telah mengabaikan hak-hak rakyat dan diduga telah merampas hak untuk menentukan pemimpin tersebut dilakukan secara sadis dan bengis, mengingat jumlahnya yang begitu banyak yang tidak memilih karena undangannya tidak sampai, sehingga KPU Kabupaten Lampung selatan harus tetap mengakomodir dan memberikan hak para pemilih tersebut dalam menentukan pemimpinnya sendiri dengan cara Pemungutan Suara Ulang (PSU) meskipun harus melalui putusan Mahkamah Konstitusi.

    Puluhan ribu undangan yang tidak sampai kepada pemilih ini adalah diduga bentuk “Genosida Demokrasi” dan KPU Kabupaten Lampung Selatan harus mengambil langkah untuk bagaimana cara memberikan hak terhadap 31.964 pemilih untuk menentukan pemimpinnya di Kabupaten Lampung Selatan.

    Pada kesimpulan akhir, bahwa jika KPU Lampung Selatan tetap bersikukuh dan mempertahankan dengan dalil-dalil pembenarannya bahwa 31.964 pemilih dianggap tidak dapat memberikan haknya meskipun terdaftar di Daftar Pemilih Tetap (DPT) karena lembar C Pemberitahuan/Undangan pencoblosan diduga tidak sampai ke tangan para pemilih, maka nyata bahwa KPU Lampung Selatan telah melakukan Tindak Pidana Pemilu dan telah merampas hak rakyat Lampung Selatan dalam memilih pemimpinnya.

    Idealnya, KPU Lampung Selatan tidak bersikukuh dengan memberikan pembenaran-pembenaran yang dapat menyebabkan hak hukum masyarakat menjadi lebih terpasung, diantaranya dengan cara tidak melawan Akta Pengajuan Permohonan Pemohon Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Tahun 2020 Nomor 62/PAN.MK/AP3/12/2020Tanggal 18 Desember 2020 dari pasangan Tony Eka Candra-Antoni Imam Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Lampung Selatan Nomor Urut 2 di Mahkamah Konstitusi.

    Yang telah diajukan oleh Tim Hukum dari Kantor Hukum Gindha Ansori Wayka – Thamaroni Usman & Rekan atas dugaan “genosida demokrasi” yang menyebabkan 31.964 pemilih diduga diamputasi haknya, tetapi mengamini dan bersama-sama untuk mendukung Mahkamah Konstitusi untuk membuat suatu dasar dalam memutuskan PSU, sehingga KPU dan Bawaslu Lampung Selatan sebagai Penyelenggara Pemilu dapat melakukan PSU menjadi legal dan berdasar hukum yang kuat.

    Penulis Akademisi dan Praktisi Hukum di Bandar Lampung, juga Kuasa Hukum Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Lampung Selatan, Pasangan Tony-Antoni. ***

  • Peran Korban dalam Kejahatan Pencurian Dana Desa Dengan Modus Pecah Kaca Mobil

    Peran Korban dalam Kejahatan Pencurian Dana Desa Dengan Modus Pecah Kaca Mobil

    Tindak pidana pencurian dengan modus pecah kaca mobil yang sedang marak di Lampung yang pelakunya mengincar atau menyasar Dana Desa sebenarnya dapat dicegah dengan cara melakukan hal-hal yang tidak lalai dan tidak abai sebagai faktor pencetus terjadinya Tindak Pidana tersebut.

    Siapapun, baik Kepala Desa atau penanggungjawab pengambilan Dana Desa di bank, dengan pengamanan dari aparat tentunya tidak akan terjadi tindak pidana, sehingga jika butuh pengamanan dalam pengambilan Dana Desa bukan sesuatu yang mahal dan tak terjangkau biayanya, karena Kepala Desa atau penanggungjawab pengambilan Dana Desa dapat saja meminta bantuan jasa dari pihak keamanan, ketertiban masyarakat (Kamtibmas) setempat atau minimal berangkat menuju bank dengan dikawal banyak orang.

    Jika ikhtiar sudah dilakukan, kemudian terjadi tindak pidana pencurian maka itu sudah taqdir, tapi kalau masih memungkinkan ada upaya untuk menyelamatkan Dana Desa tersebut, maka siapapun dapat melakukan upaya penyelamatan dan keselamatan yang sifatnya preventif dengan meminta aparat keamanan untuk mengawal karena kepentingannya jelas demi menyelamatkan dan mengamankan Dana Desa untuk pembangunan masyarakat.

    Pada saat ini yang kebanyakan disasar adalah terkait Dana Desa, seharusnya aparat Desa tidak abai dengan ancaman dan keselamatan. Sebagai akibat dari kelalaian ini, mengharuskan penanggungjawab untuk mengganti Dana Desa yang dicuri agar pembangunan menjadi tidak terhambat.

    Tentunya sebagai akibat dari Dana Desa ini di rampok atau dicuri orang lain, apakah negara atau daerah dapat menerima begitu saja alasan bahwa yang bersangkutan di rampok atau dicuri uang dana desanya, karena dapat saja oknum penanggungjawab atau Kepala Desa membuat skenario sedemikian rupa untuk mengambil dan menguasai Dana Desa secara melawan hukum dengan alibi bahwa Dana Desa telah dicuri atau dirampok oleh orang lain.

    Pada dasarnya peristiwa ini dapat diantisipasi secara preventif karena diduga ada peran yang lalai dalam hal ini dari korban, sehingga terjadilah tindak pidana tersebut dan hal ini terdapat peran dari penanggungjawab termasuk Kepala Desa yang harus didalami oleh Kepolisian, karena tindak pidana ini meskipun dilakukan oleh pelaku, ada peran serta korban yang memantik adanya tindak pidana sebagaimana Teori hukum yakni Conditio Sine Qua Non dari von Buri.

    Menurut teori Conditio Sine Qua Non, suatu tindakan dapat dikatakan menimbulkan akibat tertentu, sepanjang akibat tersebut tidak dapat dilepaskan dari tindakan pertama tersebut.

    Karena itu suatu tindakan harus merupakan conditio sine qua non (syarat mutlak) bagi keberadaan sifat tertentu, sehingga semua syarat (sebab) harus dipandang setara.

    Konsekuensi adanya teori ini adalah kita dapat merunut tiada henti sebab suatu peristiwa hingga ke masa lalu (regressus ad infinitum).

    Oleh karena ada kelalaian dan peran serta korban dalam hal ini, maka setiap yang kehilangan Dana Desa dengan modus demikian harus diganti oleh yang bersangkutan dan peristiwa ini tidak boleh menghambat pembangunan.

    Apabila dibiarkan dan pasrah begitu saja menerima bahwa ini adalah tindak pidana yang penanggung jawab atau Kepala Desa tidak ada daya upaya itu adalah sikap yang salah besar, karena akan banyak modus-modus serupa yang akan terjadi yang akan menyasar Dana Desa yang jumlahnya tidak sedikit.

    Dan meskipun sebagai korban, penanggungjawab atau Kepala Desa yang tidak mengganti kehilangan uang tersebut, maka pantas dijadikan pelaku dan ditahan karena kelalaian telah merugikan Dana Desa yang peruntukannya sudah jelas dalam peraturan perundang-undangan.

    Dengan demikian penanggungjawab Dana Desa atau Kepala Desa tidak latah dengan kelalaian dan seolah tindak pidana pecah kaca itu biasa, padahal peristiwa hukum ini sudah sering disuguhkan dengan fenomena serupa di tengah masyarakat karena penanggungjawab Dana Desa atau Kepala Desa itu juga ada oknumnya yang nakal. ***

    Praktisi/Akademisi Hukum Bandar Lampung Dan Koordinator Presidium Komite Pemantau Kebijakan dan Anggaran Daerah (KPKAD) Lampung.

  • Juvenile Delinquency (Kenakalan Remaja)

    Juvenile Delinquency (Kenakalan Remaja)

    Masalah kenakalan remaja atau yang disebut dengan Juvenile Delinquency akhir-akhir ini dirasa telah mencapai tingkat meresahan masyarakat. Berbagai tindakan ataupun perbuatan dilakukan oleh mereka dengan tujuan dan alasan serta latar belakang yang berbeda. Baik pelanggaran norma-norma sosial, agama hingga perbuatan yang nyata-nyata melanggar hukum.

    Semua itu dilakukan sebagai suatu pengaktualisasian diri dalam masa perkembangan jiwa dan mental mereka. Juvenile Delinquency menurut Drs. Sudarsono, S.H dalam bukunya tentang Kenakalan Remaja, berarti perbuatan dan tingkah laku yang merupakan perbuatan perkosaan terhadap norma hukum pidana dan pelanggaran-pelanggaran terhadap kesusilaan yang dilakukan oleh para juvenile delinquent atau pelaku kejahatan.

    Yang tergolong kanakalan remaja adalah jika perbuatan tersebut bersifat melawan hukum, anti sosial, anti susila dan melanggar norma-norma agama yang dilakukan oleh subjek yang masih berusia remaja yakni 14-21 tahun. Secara yuridis formal, kenakalan remaja berada pada dua alternatif, yakni apabila pelakunya di bawah umur 16 tahun, maka hal tersebut akan tunduk pada Pasal 45,46 dan 47 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

    Sedangkan jika pelakunya berumur 16 tahun ke atas maka berdasarkan Pasal 45, 46 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, anak delinquent tersebut diberlakukan sama dengan para kriminal lain. Meski masalah Juvenile Delinquency atau kenakalan remaja ini timbul karena perbuatan anak remaja yang cukup meresahkan masyarakat, namun hal tersebut adalah merupakan tanggung jawab bersama.

    Anak-anak delinquent tidak harus dibenci ataupun dikucilkan karena sikap maupun perbuatan-perbuatannya, tetapi justru harus diarahkan agar mereka bisa menjadi anak yang lebih baik. Salah satu faktor penyebab anak melakukan kenakalan adalah karena sikap-sikap dari keluarganya yang kurang mendukung dan menghargai mereka.

    Orangtua selalu menyalahkan anak, mengatakan mereka nakal dan urakan. Hingga hukuman kerap dijatuhkan, namun hukuman tidak merubah anak menjadi lebih baik, akan tetapi justru membuat mereka memberontak dan melakukan hal-hal yang justru dilarang.

    Kenakalan hanya merupakan manifestasi kepuberan keremajaan tanpa ada maksud merugikan orang lain, hanya saja kadang mereka kurang bisa mengontrol diri dari pengaruh buruk lingkungan, juga kurang mampu mengatasi gejolak emosi yang mereka rasakan terhadap sesuatu hal.

    Masalah kenakalan remaja juga dapat disebabkan karena ketidakmatangan emosi seseorang, hingga ia tidak mampu mengendalikan diri, emosi dan nafsunya.

    Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi seorang anak melakukan kenakalan atapun perbuatan kejahatan antaranya adalah faktor umur, jenis kelamin, pendidikan, emosi yang tidak stabil atau frustasi, rasa tidak puas, faktor ekomoni atau kemiskinan, tempat tinggal atau lingkungan kumuh, kurangnya pendidikan agama, perceraian orangtua, kepadatan penduduk, kesempatan kerja yang terbatas, konflik, kurang pengawasan orangtua, alkohol, narkotik dan lainnya.

    Peranan orang tua dan keluarga sangat dibutuhkan dalam mengontrol dan menciptakan suasana serta komunikasi yang baik dengan putra-putrinya. Dengan memberikan rasa aman, tidak memaksakan kehendak, memberikan kepercayaan pada mereka, memberikan kebebasan berpikir serta memberikan pengakuan atas dirinya dan kemampuannya, sangatlah diperlukan mereka dalam menghadapi masa remajanya.

    Pembatasan antara kenakalan remaja atau juvenile delinquency dengan kejahatan atau crime adalah apabila perbuatan anti sosial, melanggar kesusilaan, ketertiban dan norma hukum pidana itu dilakukan oleh orang berusia sebelas hingga dua puluh satu tahun, maka disebut dengan kenakalan atau delinquency.

    Dan jika dilakukan oleh orang berusia diatas 21 tahun atau orang dewasa maka disebut dengan kejahatan atau crime. Suatu perbuatan dikatakan sebagai kejahatan, apabila melanggar norma lingkungan dimana anak tersebut tinggal, serta norma-norma umum yang berlaku.

    Dan dalam mencari jalan keluar atau pemecahan untuk masalah kenakalan remaja, maka harus ditinjau atau disesuaikan dengan norma masyarakat yang berlaku. Delinquency berhubungan erat dengan adat-istiadat suatu masyarakat.

    Berdasarkan psikologi perkembangan, anak-anak belum memiliki fungsi kejiwaan yang sempurna, seperti menghayati dan berpikir. Artinya, seorang anak yang melakukan perbuatan melawan hukum tidak dapat dikatakan sebagai “penjahat anak”, tetapi lebih sesuai jika dikatakan anak yang terlibat kepada situasi kejahatan yang karena faktor intern maupun ekstern.

    Hal tersebut juga membedakan anak yang melakukan perbuatan melawan hukum dengan orang dewasa yang melakukan perbuatan melawan hukum atau biasa disebut penjahat. Karenanya, pemasyarakatan untuk anak harus khusus, terpisah dari lembaga pemasyarakatan orang dewasa (UU No. 23/2002 Pasal 17 (1) point a).

    Sayangnya, masih ada anak-anak yang tinggal dalam lembaga pemasyarakatan dewasa meski ada pemisahan ruangan tahanan atau sel. Di pengadilan pun untuk kasus-kasus anak yang melakukan perbuatan melawan hukum berbeda penerapannya dengan pengadilan orang dewasa.

    Mulai dari prosedur pemeriksaan, harus dilakukan dalam situasi kekeluargaan, tidak boleh mengintervensi apalagi melakukan kekerasan terhadap anak tersebut (Pasal 16 ayat (1), UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak). Pasal 64 ayat (2) point a,b UU No. 35/2014 Tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 23/2002 Tentang Perlindungan Anak. Proses persidangan pun harus mengikuti peraturan yang berlaku.

    Hakim dapat memutuskan seorang anak yang melakukan tindak pidana untuk diserahkan kembali ke orangtuanya, walinya atau pemeliharaannya, tanpa pidana apapun, atau memerintahkan yang bersalah diserahkan kepada pemerintah tanpa pidana apapun jika perbuatan merupan kejahatan atau pelanggaran Pasal 489, 490, 492, 496, 497, 503, 514, 517-519, 526,531, 532, 536, dan 540 KUHP.

    Yang harus diingat, bahwa pada prinsipnya pemberian hukuman bagi anak itu tujuannya bukan semata untuk menghukum, tetapi lebih untuk mendidik kembali dan memperbaiki anak dan hanya dilakukan sebagai upaya terakhir. Karena itu, sanksi yang dijatuhkan oleh hakim harus disesuaikan dengan kebutuhan pembinaan anak. Bagi anak-anak yang dirampas kemerdekaannya berhak untuk memperoleh bantuan hukum (Pasal 17 ayat (1) point b UU No.23/2002 tentang Perlindungan Anak). (*)

  • Analisis Faktor Penyebab Kekerasan Pada Anak di Lingkungan Keluarga (Studi Kota Bandar Lampung)

    Analisis Faktor Penyebab Kekerasan Pada Anak di Lingkungan Keluarga (Studi Kota Bandar Lampung)

    Anak usia dini merupakan aset bagi masa depan keluarga, masyarakat dan bangsa karena kualitas suatu bangsa dipengaruhi oleh kualitas anak-anak bangsa secara keseluruhan. Adanya istilah anak bangsa, anak negeri, tunas bangsa, menunjukkan betapa pentingnya anak bagi suatu negara dan suatu bangsa.

    Tanpa adanya anak negeri/anak bangsa, maka suatu negeri/bangsa akan mengalami kepunahan, karena tidak akan ada generasi penerus. Seorang anak seharusnya diberi pendidikan yang tinggi, serta didukung dengan kasih sayang keluarga agar jiwanya tidak terganggu. Sayangnya, kekerasan terhadap aset bangsa tersebut masih banyak terjadi. Kekerasan pada anak banyak terjadi pada level keluarga.

    Dalam Pasal 1 Nomor 2 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979, tentang Kesejahteraan anak disebutkan bahwa “Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahuun dan belum pernah kawin”. Dalam hal ini pengertian anak dibatasi dengan syarat anak dibatasi dengan umur antara 8 (delapan) sampai dengan 18 (delapan belas) tahun dan si anak belum pernah kawin.

    Maksudnya tidak sedang terikat dalam perkawinan ataupun pernah kawin dan kemudian cerai. Pengertian anak menurut UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan anak tercantum dalam Pasal 1 butir 1 UU No. 23/2002 berbunyi “Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas tahun), termasuk anak yang masih dalam kandungan”.

    Kekerasan terhadap anak adalah segalah tindakan baik yang disengaja maupun tidak disengaja yang dapat merusak anak baik berupa serangan fisik, mental sosial, ekonomi maupun seksual yang melanggar hak asasi manusia, bertentangan dengan nilai-nilai dan norma-norma dalam masyarakat. Kekerasan terhadap anak menurut Pasal 13 Undang-undang Perlindungan Anak adalah perlakuan diskriminas, eksploitasi baik ekonomi maupun seksual, penelantaran, kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan, ketidakadilan, dan perlakuan salah lainnya.

    Berdasarkan data Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR Lampung, sepanjang tahun 2018 terdapat 50 kasus kekerasan anak, tahun 2019 meningkat sebanyak 168 kasus, dan sampai Juni 2020 sebanyak 38 kasus. Menurut Tim Kasus Penanganan Lembaga Advokasi Perempuan DAMAR Lampung, faktor utama terjadinya kekerasan anak disebabkan karena adanya ketimpangan kekuasaan, dimana pelaku menganggap korban dapat dikuasai. Sementara, Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Lampung menyebutkan, lemahnya ekonomi masyarakat memungkinkan munculnya kekerasan di rumah tangga dan anak.

    Ada banyak faktor terjadi kekerasan terhadap anak seperti lemahnya pengawasan orang tua terhadap anak; anak mengalami cacat tubuh, gangguan tingkah laku autisme, terlalu lugu, kemiskinan keluarga, keluarga pecah (broken home) akibat perceraian, keluarga yang belum matang secara psikologis, ketidak mampuan mendidik anak, anak yang tidak diinginkan atau anak lahir diluar nikah, pengulangan sejarah kekerasan orang tua yang dulu sering memperlakukan anak-anaknya dengan pola yang sama, kondisi lingkungan yang buruk, kesibukan orang tua sehingga anak menjadi sendirian bisa menjadi pemicu kekerasan terhadap anak, dan kurangnya pendidikan orang tua terhadap anak.

    Jenis atau bentuk kekerasan terhadap anak yaitu kekerasan seksual dan psikis. Kekerasan seksual terhadap anak mencakup beberapa hal seperti memaksa hubungan seksual, memaksa anak untuk melakukan tindakan secara seksual, memperlihatkan bagian tubuh untuk dipertontonkan, prostitusi dan eksploitasi seksual, dan lain-lain.

    Selanjutnya, kekerasan psikis terjadi ketika seseorang menggunakan ancaman dan menakut-nakuti seorang anak termasuk mengisolasi dari keluarga dan teman. Kekerasan yang juga sangat dekat dengan kekerasan psikis adalah kekerasan emosional melalui perkataan atau perbuatan yang membuat anak merasa bodoh atau tak berharga.

    Informasi media massa kekerasan anak juga bisa mempengaruhi berita atau film yang menayangkan tentang kejahatan,kekerasan,pembunuhan dan penganiyaan, perkembangan anak pada hekekatnya memiliki fungsi yang positif namun kadang dapat menjadi negatif. kekerasan anak bisa saja mempengaruhi dari keluaraga salah satunya, orang tua yang pergi bekerja luar negeri bisa mengakibatkan anak mendapatkan kekerasan/pelecehan dari orang tua.

    Lembaga kesejahteraan sosial (LKS) dilakukan oleh lembaga sosial baik yang tumbuh secara alamiah tingkat lokal Agama, rukun lingkungan. Berbagai Lembaga kesejahteraan sosial memerlukan sebagai media agar potensi dan sumber daya memliki disinergikan optimal. Media pertolongan bagi anak dewasa, remaja berpotensi menjadi korban pelaku terjadinya tindak kekerasan.

    Permasalahan hukum bahwa pelaku tindak kekerasan terhadap pada anak memberikan efek jera pelaku maupun orang-orang yang merupakan potensial. Tindak kekerasan anak disebabkan kecendrungan hukuman pidana KHUP undang-undang perlindungan anak, mampu menjadi sumber bagi upaya tindak kekerasan pada anak.

    Upaya prevensi kekerasan pada anak keluarga adalah kasih sayang pengertian dan perhatian. keluarga lingkungan pertama, ini memberikan kebutuhan bagi seseorang emosional, kasih sayang, nasehat dan informasi perhatian. Keluarga perlu memilihkan teman anak yang aman dan nyaman dan mendukung kekerabatan. Pendidikan pada anak sekolah negeri, swasta dan pondok pesantren proses pendidikan baik dalam kaitannya afektif maupun psikomorik. Diperlukan sekolah atau kuliah yang bermuatan moral dan kepribadian hal-hal yang dengan kodisi permasalan dengan kesejateraan sosial anak.

    Penanggulangan yang dilakukan represif adalah upaya yang dilakuka oleh aparat penegak hukum, berupa penjatuhann atau memberikan sanksi pidana kepada pelaku kekerasan terhadap anak, dalam hal ini dilakukan oleh kepolisian, pengadailan dan lembaga masyarakat.

    Kekerasan pada anak akan terus ada, jika salah satunya kurang pemahaman dan kepedulian aparat penegak hukum terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, keperdulian pemerintah, lembaga pendidikan atau sekolah juga yang mendasar di lingkup keluarga. Sudah menjadi kewajiban bersama baik pemerintah, masyarakat maupun lembaga pendidikan/sekolah serta keluarga untuk bersinergi melakukannya pencegahan-pencegahan terjadinya tingkah kekerasan.***

    Penulis Mahasiswa Fakultas Hukum Bandar Lampung

  • Penanganan Tindak Pidana Anak Dalam Sistem Hukum Nasional

    Penanganan Tindak Pidana Anak Dalam Sistem Hukum Nasional

    Strafbaar feit atau tindak pidana adalah suatu tindakan melanggar hukum yang dengan sengaja telah dilakukan oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya yang dinyatakan sebagai dapat dihukum (wederrechttelijk) yang berhubungan dengan kesengajaan atau kesalahan yang dilakukan oleh orang yang dapat dipertanggungjawabkan. Tindak kejahatan atau tindak pidana bisa terjadi kapan saja, di mana saja, dan menimpa siapa saja tanpa mengenal usia.

    Menurut pendapat Satochid Kartanegara pengertian tentang tindak pidana yaitu kata tindak (tindakan) mencakup pengertian melakukan atau berbuat (active handeling) atau pengertian tidak melakukan perbuatan, tidak berbuat, tidak melakukan suatu perbuatan (passieve handeling). Istilah perbuatan berarti melakukan, berbuat (passieve handeling) tidak mencakup pengertian mengakibatkan atau tidak melakon istilah peristiwa tidak menunjukkan kepada hanya tindakan manusia.

    Tindak pidana mempunyai dua sifat yaitu sifat formil dan sifat materiil, sifat formil dalam tindak pidana dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang adalah melakukan perbuatan (dengan selesainya tindak pidana itu, tindak pidana terlaksana), kemudian dalam sifat materiil, dalam jenis tindak pidana yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang adalah timbulnya suatu akibat (dengan timbulnya akibat, maka tindak pidana terlaksana).

    Tindak pidana yang dilakukan oleh anak sering kali terjadi. Seseorang disebut anak adalah mereka yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan seperti yang tercantum dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Jo. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.

    Tindak pidana tersebut bisa saja terjadi, baik si anak melakukan kepada orang yang lebih tua, teman sebayanya, bahkan pada yang lebih muda. Hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor, yaitu orang tua, lingkungan, tontonan, psikologis dan lain sebagainya.

    Salah satu contoh kasusnya adalah yang terjadi pada bulan Juli lalu di Hotel Horison Bandar Lampung, dimana telah terjadi penganiayaan antara anak sebaya yang bermula karena tukar pinjam alat catok antar anak 1 (A Binti J) dan saksi RA (Binti AA). Lantaran catokan yang digunakan Anak 1 kabelnya rusak, ia meminta RA untuk mengembalikan catokannya. Karena tidak terima catokan RA rusak, saksi RM marah kepada Anak 1, sehingga terjadi cekcok mulut dan sampai terjadi perkelahian antara kubu Anak 1 dan RA.

    Penanganan perkara pidana terhadap anak tentunya berbeda dengan penanganan perkara terhadap usia dewasa, penanganan terhadap anak tersebut bersifat khusus karena itu diatur pula dalam peraturan tersendiri.

    Kadang-kadang memunculkan penilaian bermacam-macam, terkadang terjadi salah penilaian bahwa penanganan terhadap anak khususnya anak yang berkonflik hukum mendapatkan perlakuan istimewa dan ada juga yang menganggap anak tidak bisa dihukum padahal tidak sejauh itu, hanya saja proses penanganannya diatur secara khusus.

    Kalau dalam perkara dewasa (usia 18 tahun ke atas) setiap tingkatan pemeriksaan tidak perlu didampingi orang tua/wali namun dalam perkara anak berhadapan hukum perlu didampingi orang tua/wali. Anak yang diajukan sebagai anak yang berkonflik hukum (ABH) pada tingkat penyidikan, penuntutan dan dan pemeriksaan perkara anak di pengadilan wajib diupayakan diversi.

    Diversi merupakan implementasi dari keadilan restoratif, dimana diversi berupaya untuk mengembalikan pemulihan terhadap suatu permasalahan, dengan cara menyelesaikannya diluar peradilan pidana bersama dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak-pihak yang terkait untuk menemukan penyelesaian secara bersama-sama.

    Bukan untuk sebuah pembalasan yang selama ini dikenal dalam hukum pidana. Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak menyebutkan bahwa pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara Anak di pengadilan negeri wajib diupayakan Diversi.

    Dengan kata lain diversi adalah upaya penyelesaian perkara diluar pengadilan yang dilakukan secara musyawarah untuk mendapatkan jalan tengah yang baik bagi kedua belah pihak. Hasil kesepakatan diversi perdamaian dapat berupa: dengan atau ganti kerugian, penyerahan kembali kepada orang tua/wali, keikutsertaan dalam pendidikan/pelatihan di lembaga pendidikan atau Lembaga Penyelenggaraan Kesejehateraan Sosial (LPKS) sebagai pelayanan masyarakat.

    Dalam hal kesepakatan tercapai, maka setiap pejabat yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan diversi untuk diterbitkan penghentian penyidikan, penghentian penuntutan, penghentian pemeriksaan perkara dan bilamana tercapai maka proses pemeriksaan dilanjutkan. Selanjutnya dalam hal tidak terjadi kesepakatan dalam waktu yang ditentukan maka pembimbing kemasyarakatan segera melaporkan kepada pejabat untuk menindaklanjuti proses pemeriksaan.

    Proses diversi ini sangat memperhatikan kepentingan anak dan kesejahteraan anak. Pada setiap tahapan yaitu penyidikan di kepolisian, penuntutan di kejaksaan, dan pemeriksaan perkara di pengadilan wajib mengupayakan diversi berdasarkan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Tetapi sangat disayangkan upaya diversi tidak berlaku untuk hukuman pidana penjara diatas 7 tahun.

    Maka dari itu, permasalahan anak perlu mendapat perhatian ekstra demi terbentuknya anak sebagai generasi penerus yang bebas tindak pidana atau terhindar dari dampak negatif perkembangan teknologi di era globalisasi. Mereka memerlukan pembinaan dan perlindungan yang khusus karena anak merupakan bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa di masa yang akan datang. ***

    Penulis Mahasiswa FH UBL

  • Tuberculosis Dalam Isu Pilkada Lampung Tengah

    Tuberculosis Dalam Isu Pilkada Lampung Tengah

    Tuberkulosis (TBC) atau yang dulu dikenal TBC adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TBC (Mycobacterium tuberculosis). TBC bukan disebebkan oleh guna-guna atau kutukan. TBC juga bukan penyakit keturunan. Sebagian besar kuman TBC menyerang paru, tetepi tepat juga mengenai organ atau bagian tubuh lainnya (misalnya:tulang, kelanjar, kulit, dll), saat ini TBC disebut dengan TB.

    TB dapat menyerang siapa saja, terutama menyerang usia produktif/masih aktif bekerja (15-50) dan anak-ank. TB dapat menyebabkan kematian dan apabila tidak diobati 50% dari pasien akan meninggal setelah 5 tahun. Dan kuman TB dapat bertahan hidup selama beberapa jam dalam ruang yang tidak terkena sinar matahari.

    Penyakit ini memiliki gejala utama yaitu batauk terus dan berdahak selama 2 Minggu atau lebih, walupun hari ini setiap orang batuk dicurigai TB. Dengan gejala tambahan batuk campur darah, sesak nafas dan nyeri dada, nafsu makan berkurang, berat badan turun, lemas, demam/meriang berkepanjangan dan berkeringat di malam hari tanpa melakukan kegiatan.

    Indonesia merupakan salah satu dari 10 negara dengan beban TB yang tinggi. Untuk menurunkan beban TB harus ditemukan kasus TB sedini mungkin dan sebanyak-banyaknya di dalam masyarakat untuk mendapatkan pengobatan sampai sembuh.

    Maka dari sini pemerintah daerah khususnya kabupaten Lampung Tengah harus hadir untuk menyamakan persepsi dalam pola pikir, pola sikap, pola tidak (kebijakan) dalam rangka upaya penanggulan TB. Hal ini sesuai dengan Peraturan menteri kesehatan (Permenkes) No 67 Tahun 2016 Tentang Penanggulan TB pasal 2 yang menyeputkan Penanggulangan TBC melibatkan semua pihak terkait baik pemerintah, swasta maupun masyarakat.

    Target program Penanggulangan TB nasional yaitu eliminasi pada tahun 2035 dan Indonesia bebas TB tahun 2050. Dalam permenkes disebutkan Strategi nasional Penanggulangan TB yaitu dengan penguatan kepemimpinan program TB, peningkatan akses layanan TB yang bermutu, pengendalian faktor risiko TB, peningkatan kemitraan TB, peningkatan kemandirian masyarakat dalam Penanggulangan TB dan penguatan manajemen program.

    Menelaah dari starategi ini pemerintah daerah sudah seharusnya memiliki kewajiban untuk membuat peraturan daerah tenteng tuberculosis sebagai pengejawantahan permenkes tersebut dan menjadi program unggulan dalam bidang kesehatan.

    Dari angka capaian yang didapat dari wakil superveisor (Wasor) TB dinas kesahatan kabupaten Lampung Tengah di tahun 2018, dengan jumlah penduduk 1.271.556 jiwa, 28 kecamatan ,315 desa, 1 RS pemerintah, 9 RS swasta dan 39 puskesmas, 116 pustu, dengan target terduga 48.180 tercapai 16.042 (33,30%), target kasus (orang terkena TB) 4.818 tercapai 2.858 (59%). Dan dari capain kasus tersebut 69,7% berasal dari puskesmas, 25,9% dari RS, 1,5 Klinik, 2,8% DPM (dokter praktik Mandiri). Dan pada tahun 2019 capai terduga 5.793 dan capaian kasus 1.319.

    Terlihat jelas disini ada selisih sangat jauh antara terduga dan capaian, angka kesenjangan ini memperlihatkan bagaimana lemahnya pencatat dan pelaporan yang terjadi di pengelola program yang ini tidak bisa disalahkan secara penuh. Karena pelu diketahui pencatatan dan pelaporan sudah menggunkan jaringan internet dengan program SITB (sistem infomasi tuberculosis) yang ini membutuhkan tenaga khusus.

    Di lain sisi juga masih lemahnya perhatian tenaga kesehatan secara keseluruhan, terlihat adanya kurangan kesadaran bersama antara tenaga kesehatan satu dengan yang lain yang ini. Artinya kepala daerah semaga pemaku kebijakan sudah semestinya menggunakan narasi melahirkan program kesehatan yang bisa menjawab persoalan TB selama ini.

    Lebih dalam jika melihat kesejangan capaian TB di Kabupaten Lampung Tengah kedapan kepala daerah harus memiliki politik gagasan dan politik program sehingga yang lahir kernya nyata bukan inovasi yang tak berarti untuk kemajuan dunia kesehatan yang hari ini selalu membuat sakit hati dan mengerjakan tugas memaksakan diri. Artinya Bupati dan Wakil Bupati mempunyai tanggung jawab besar serta memiliki komitmen dalam pemberatasan penyakit TB guna mewujudkan target nasional 2050 Indonesia bebas TB.

    Perlu kita ketahui bahwa 1 pasien TB jika tidak diobati maka dalam waktu 1 tahun akan menularkan 10-15 orang, maka sebenarnya penyakit ini lebih berbahaya dari covid-19 yang hari sendang melanda. Sebab TB ini menyerang paru dan secara otomatis menurunkan daya tahan tubuh. Jika ada 10 pasien TB dalam waktu 1 tahun tidak di obatin sampai sembuh maka di tahun depan akan ada 100-150 orang tertular.

    Maka kepala daerah kedepan sudah seharusnya tampil untuk bisa menyajikan program-program yang mampu memberikan dukungan terhadap realisasi program pemberatasan TB dipuskes, rumah sakit, klinik dan DPM (dokter praktik mandiri) serta memberikan ruang kepada NGO yang kosen terhadap pemberatasn TB di Kabupaten Lampung Tengah.

    Di lain sisi dalam pemberantasn TB kepala daerah juga harus aktif melibatkan organisasi pofesi seperti IDI, PPNI, IBI dan sejenisnya yang memiliki basis kesehatan sampai tingkat bawah yang ini akan meringankan kerja pemerintah daerah dan juga perlu dipahami juga bahwa pemberatasan TB merupakan tanggung jawab bersama dengan satu komando pemerintah daerah melalui dinas kesehatan.

    Maka dari sini pemerintah daerah kabupaten Lampung Tengah kedepan harus mampu melahirkan peraturan daerah atau sejenisnya yang secara utuh mengatur mekanis pecarian, pemeriksaan, pengobatan dan penyembuhan pasien TB. Sehingga payung hukum pemberatas TB yang menjadi bentuk komitmen riil dari pemerintah daerah dalam pemberatasn TB di Lampung Tengah. ***

    Penulis adalah Koordinator Pelaksana SSR TB Care ‘Aisyiyah Lampung Tengah, Dosen Fakultas Kesehatan UMPRI

  • Lampung Diinjak-Injak Corona

    Lampung Diinjak-Injak Corona

    Sebenarnya saya sudah pernah berjanji kepada diri saya sendiri untuk tidak lagi menulis tentang Corona di Lampung sejak surat terbuka dan tulisan terakhir saya tampaknya justru membuat Gubernur Lampung semakin tidak nyaman dan malah membuat pernyataan kontroversial, “anggap saja tidak ada” dan “kita injak-injak saja”.

    Tetapi setelah 14 dari 42 kerabat saya yg berinisiatif melakukan swab test dinyatakan positif mengidap COVID-19, dengan sangat terpaksa saya kembali harus sekali lagi menulis untuk mengingatkan Gubernur Arinal dan perangkatnya agar lebih berkhidmat berperang melawan pandemi ini.

    Pagi tadi saya sudah melihat data terakhir kondisi pandemi di situs Kementerian Kesehatan. Data sampai kemarin tanggal 25 Oktober, kemudian saya bandingkan dengan data tanggal 2 September, tanggal yang pernah saya ingatkan dalam tulisan sebelumnya sebagai titik awal terjadinya lonjakan penyebaran pandemi baik secara nasional maupun lokal di Provinsi Lampung.

    Dari perbandingan data yang ada, saya menemukan beberapa fakta berikut:

    1) Selama 24 minggu atau 168 hari sejak tanggal 18 Maret sampai tanggal 2 September, jumlah penderita di Lampung sebanyak 410 orang, yang dinyatakan sembuh sebanyak 334 orang dan yang wafat sebanyak 16 orang. Rata-rata bertambah 5 orang penderita setiap dua hari, dengan tingkat kesembuhan sebesar 81,46% dan tingkat kematian sebesar 3,9%.

    2) Sejak tanggal 3 September sampai tgl 25 Oktober, selama 53 hari jumlah penderita bertambah sebanyak 1.191 orang menjadi 1.601 orang, rata-rata bertambah 45 orang setiap dua hari. Pasien yang dinyatakan sembuh bertambah sebanyak 607 orang menjadi 941 orang dan yang wafat bertambah sebanyak 45 orang menjadi 61 orang.

    3) Dibandingkan dengan rata-rata nasional dan regional Sumatera, posisi Lampung cukup memprihatinkan. Secara nasional selama tujuh minggu terakhir terjadi lonjakan kasus positif baru sebesar 215% sementara di Sumatera kasus positif baru meningkat sebesar 305%. Jika secara nasional kenaikkannya sekitar dua kali lipat, dan di Sumatera sekitar tiga kali lipat, maka di Lampung kenaikkannya hampir mendekati empat kali lipat sebesar 390%. Pertambahan kasus positif baru di Lampung meningkat lebih signifikan dibandingkan provinsi lainnya di Sumatera maupun Indonesia.

    4) Jumlah angka kesembuhan secara nasional meningkat sebesar 241%, di Sumatera meningkat sebesar 373%, dan di Lampung meningkat sebesar 282%. Tingkat kesembuhan di Lampung relatif masih lebih baik dibandingkan rata-rata nasional walaupun masih lebih buruk jika dibandingkan dengan rata-rata di Sumatera.

    5) Jumlah angka kematian secara nasional selama tujuh minggu terakhir naik sebesar 174% sementara di regional Sumatera naik sebesar 233%, sementara di Lampung angka kematian itu melonjak tajam sebesar 381%.

    6) Jika dibandingkan di antara dua kurun waktu itu (2 September dan 25 Oktober), secara nasional angka kesembuhan mengalami perbaikan yang cukup menggembirakan dari 71,95% menjadi 80,51% dan angka kematian menurun dari 4,22% menjadi 3,51%. Secara nasional semakin tinggi harapan pasien penderita COVID-19 untuk sembuh dan semakin kecil kemungkinan pasien meninggal dunia.

    7) Di Sumatera kenaikan angka kesembuhan lebih menggembirakan lagi, dari 58,03% di awal September kemudian melompat ke 70,78% di minggu keempat Oktober. Sedangkan angka kematian juga menurun cukup baik dari 4,12% menjadi 3,15%. Secara regional di Sumatera, harapan pasien untuk sembuh juga meningkat tajam dan ancaman kemungkinan kematian juga mengalami penurunan.

    8) Tetapi di Lampung perkembangannya tidak semenggembirakan kondisi regional dan nasional. Angka kesembuhan dari 81,46% terjun bebas menjadi 58,77% sementara tingkat kematian relatif stabil dari 3,9% turun sangat tipis menjadi 3,81%.

    9) Jika dibandingkan di antara 10 provinsi di Sumatera, untuk tingkat kesembuhan posisi Lampung saat ini berada pada posisi ke-8 alias urutan ke-3 terburuk dari bawah. Sementara untuk tingkat kematian berada pada posisi ke-7 atau urutan ke-4 terburuk dari bawah.

    Minggu lalu karena ada anggota keluarga yang merasakan gejala menderita COVID-19, kerabat saya yang sebenarnya juga mengenal baik Gubernur Arinal itu kemudian berinisiatif melakukan swab test untuk 42 orang anggota keluarganya.

    Hasil uji PCR nya kemudian menyatakan sepertiganya (33,33%) sebanyak 14 orang positif mengidap Coronavirus, walaupun ada beberapa yang masih akan dites ulang. Dari pengalaman kerabat saya itu ternyata diperlukan waktu sampai dengan 4 hari untuk melakukan swab test sampai dengan hasilnya diketahui. Kekurangan media test (reagen) dan salah satu mesin uji sedang mengalami kerusakan menjadi alasan yang dikemukakan oleh pihak Dinas Kesehatan Provinsi kepada kerabat saya.

    Saya sudah bertabayyun bertanya kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Lampung tentang kondisi kesiapan PCR-Test saat ini, terkonfirmasi memang benar ada salah satu mesin uji yang sedang mengalami perbaikan sehingga untuk sementara belum bisa digunakan.

    Dari keterangan beliau ternyata Lampung selama enam bulan ini sudah melakukan PCR-Test sebanyak hampir 20 ribu sampel. Informasi yang cukup menggembirakan, tetapi ketika saya tanyakan dari sejumlah tes itu berapa persen yang kemudian dinyatakan positif dan berapa persen yang negatif, beliau belum menyampaikan jawabannya.

    Mencermati angka-angka yang disajikan oleh Kemenkes dan pengalaman langsung kerabat saya itu, saya kira kita semua dapat memahami betapa kondisi penyebaran dan penanganan pandemi Corona di Lampung khususnya selama tujuh minggu terakhir ini terus memburuk.

    Mungkin ini saat yang paling tepat bagi Gubernur Arinal jika ingin bermuhasabah, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap perangkat kerjanya. Mohon hentikan klaim sepihak sebagai yang terbaik dalam penanganan pandemi dan jangan lagi mengeluarkan pernyataan dan sikap yang kontroversial, apalagi yang bernada menyepelekan.

    Kita tidak dapat menganggap Corona tidak ada, kita juga tidak bisa menginjak-injaknya. Data yang kita saksikan justru Corona yang semakin menginjak-injak keselamatan dan mempersulit hidup rakyat, rakyat yang sama yang telah memilih Gubernur Arinal 16 bulan yang lalu. (***)

    Pemerhati Pembangunan Daerah

  • Menyoal Kualitas Pengawasan Bawaslu di Kota Bandar Lampung

    Menyoal Kualitas Pengawasan Bawaslu di Kota Bandar Lampung

    Perhelatan Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) serentak tahun 2020 sudah memasuki tahapan kampanye dari tim Pasangan Calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah untuk mengisi jabatan Walikota Bandar Lampung Periode 2021-2026.

    Tentunya siapapun berharap proses PILKADA serentak ini dapat menemukan pemimpin yang benar-benar merupakan representasi dari kepentingan seluruh masyarakat yakni pemimpin yang adil dan bijaksana serta dapat membawa masyarakat hidup dalam kemakmuran.

    Di Bandar Lampung, Bawaslu terlihat aktif melaksanakan tugas pokok dan fungsinya berdasarkan Undang-Undang No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, diantara tugasnya adalah Menyusun standar tata laksana pengawasan Penyelenggaraan Pemilu untuk pengawas Pemilu di setiap tingkatan.

    Melakukan pencegahan dan penindakan terhadap Pelanggaran Pemilu dan Sengketa proses Pemilu, Mengawasi persiapan Penyelenggaraan Pemilu, Mengawasi pelaksanaan tahapan Penyelenggaraan Pemilu, Mencegah terjadinya praktik politik uang, Mengawasi netralitas aparatur sipil negara, netralitas anggota Tentara Nasional Indonesia, dan netralitas anggota Kepolisian Republik Indonesia.

    Mengawasi pelaksanaan putusan/keputusan, Menyampaikan dugaan pelanggaran kode etik Penyelenggara Pemilu kepada DKPP, Menyampaikan dugaan tindak pidana Pemilu kepada Gakkumdu, Mengelola, memelihara, dan merawat arsip serta melaksanakan penyusutannya berdasarkan jadwal retensi arsip sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,

    Dan mengevaluasi pengawasan Pemilu dan Mengawasi pelaksanaan Peraturan KPU serta Melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    Selain adanya tugas, Bawaslu juga memiliki kewenangan yakni Menerima dan menindaklanjuti laporan yang berkaitan dengan dugaan adanya pelanggaran terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang mengahrr mengenai Pemilu, Memeriksa, mengkaji, dan memutus pelanggaran, administrasi Pemilu.

    Memeriksa, mengkaji, dan memutus pelanggaran politik uang, Menerima, memeriksa, memediasi atau mengajudikasi, dan memutus penyelesaian sengketa proses Pemilu, Merekomendasikan kepada instansi yang bersangkutan mengenai hasil pengawasan terhadap netralitas aparatur sipil-negara, netralitas anggota Tentara Nasional Indonesia, dan netralitas anggota Kepolisian Republik Indonesia.

    Mengambil alih sementara tugas, wewenang, dan kewajiban Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota secara berjenjang jika Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten Kota berhalangan sementara akibat dikenai sanksi atau akibat lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Meminta bahan keterangan yang dibutuhkan kepada pihak terkait dalam rangka pencegahan dan penindakan pelanggaran administrasi, pelanggaran kode etik, dugaan tindak pidana Pemilu, dan sengketa proses Pemilu.

    Mengoreksi putusan dan rekomendasi Bawaslu Provinsi dan Bawaslu Kabupaten/Kota apabila terdapat hal yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Membentuk Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/ Kota, dan Panwaslu LN dan Mengangkat, membina, dan memberhentikan anggota Bawaslu Provinsi, anggota Bawaslu Kabupaten/Kota, dan anggota Panwaslu LN serta Melaksanakan wewenang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    Selain tugas dan kewenangan, Bawaslu juga memiliki kewajiban yakni Bersikap adil dalam menjalankan tugas dan wewenang, Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas Pengawas Pemilu pada semua tingkatan, Menyampaikan laporan hasil pengawasan kepada Presiden dan DPR sesuai dengan tahapan Pemilu secara periodik dan/atau berdasarkan kebutuhan.

    Dan Mengawasi pemutakhiran dan pemeliharaan data pemilih secara berkelanjutan yang dilakukan oleh KPU dengan memperhatikan data kependudukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan serta Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan ketentuan perundangundangan.

    Berdasarkan ketentuan terkait tugas, kewenangan dan kewajiban Bawaslu sebagaimana dijabarkan di atas, lembaga ini ternyata memiliki peran strategis dalam pelaksanaan Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah di Indonesia.

    Sebagai lembaga yang bertugas mengawasi Pemilu, maka Bawaslu harus benar-benar diisi oleh sosok yang mumpuni mulai dari pengalaman maupun latar belakang pendidikan, sehingga hasil pengawasannya berkualitas dan tidak asal bekerja.

    Disamping itu, bekerjanya Bawaslu harus melaksanakan tugas, kewenangan dan kewajiban secara berimbang dan secara profesionalitas serta tidak terkooptasi oleh kelompok kepentingan dan berafiliasi dengan salah satu Calon Pasangan Kepala Daerah karena dapat menghambat kinerja Bawaslu.

    Pada kesempatan ini, berkaitan dengan kinerja Bawaslu di Kota Bandar Lampung pada dasarnya sudah cukup baik, hanya ada beberapa catatan soal pengawasan yakni seharusnya bekerjanya Bawaslu dimulai semenjak tahapan Pilkada itu berlangsung.

    Namun yang dirasakan bahwa Bawaslu, khususnya Bawaslu Kecamatan tidak bekerja secara efektif saat sosialisasi Bakal Calon Pasangan Kepala Daerah, sehingga Bakal Calon dan tim pemenangan harus berhadapan dengan Anggota Linmas, RT, Lurah dan Camat dengan alasan penanggulangan covid-19.

    Meskipun hal ini diduga mengarah dan berpotensi sebagai praktek penyalahgunaan kekuasaan dalam politik karena dianggap Terstruktur, Sistematis dan Massif (TSM) dari salah satu Calon Kepala Daerah, namun Bawaslu, khususnya Bawaslu Kecamatan se-Bandar Lampung tidak hadir dan pasif sehingga dibaratkan bakal calon yang sosialisasi di tengah covid-19 seperti “pemain” kehilangan “wasit” dalam kerangka sosialisasi bakal calon ini.

    Nah, berbeda dengan kondisi saat ini, oleh karena telah ditetapkannya calon pasangan Kepala Daerah di Kota Bandar Lampung, Bawaslu Kecamatan se- Bandar Lampung, ibarat menggantikan peran Anggota Linmas, RT, Lurah dan Camat saat sosialisasi bakal calon pada saat yang lalu, karena memang dimasa kampanye ini aparatur Sipil Negara (ASN).

    Dan siapapun harus netral dan dilarang untuk mengganggu, menghalangi serta menghambat kampanye, sehingga banyak pihak menarik diri termasuk Anggota Linmas, RT, Lurah dan Camat yang sebelumnya berkeliaran dilapangan atas alasan upaya antisipasi covid-19.

    Hal ini sebagaimana implementasi dari ketentuan Pasal 187 Ayat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi Undang-Undang.

    Bawaslu se- Bandar Lampung berdasarkan ketentuan Undang-Undang melaksanakan pengawasan dan pemantauan, akan tetapi pengawasannya harus dilakukan secara professional, bukan pengawasan yang super ketat dengan cara yang membabi buta dan bukan pula pengawasan yang diduga hanya mencari-cari kesalahan Pasangan Calon Kepala Daerah semata.

    Atau bahkan terkadang diduga harus memaksa masyarakat mengaku dengan cara diduga mengintimidasi publik atau diduga menggiring opini bahwa telah terjadi suatu perbuatan Pasangan Calon Kepala Daerah yang di duga “dipaksakan” masuk dalam kategori dugaan pelanggaran, karena hal ini akan menyebabkan runtuhnya image pasangan Calon Kepala Daerah yang belum tentu kebenaran perbuatannya, akan tetapi sudah menjadi konsumsi publik (dihakimi), sehingga peristiwa tersebut “digoreng” oleh lawan politik.

    Anggota Bawaslu juga harus memiliki pengetahuan dan memasang tajam pisau analisa, sehingga anggota Bawaslu sebagai pengawas Pemilu di lapangan tidak mudah “dijengkali” dan “dicurigai” bekerja atas nama hukum untuk kepentingan salah satu pasangan calon, karena diduga saat ini kecenderungan implementasi hukum itu hanya untuk orang lain, padahal hukum itu harus adil untuk semua orang.

    Disamping itu pula, anggota Bawaslu juga harus memasang pisau analisa yang tajam, terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi di lapangan karena jangan sampai terjadi analisa yang tidak masuk akal dan bahkan diduga terkesan dipaksakan seperti kejadian di pasar misalkan, seorang calon Kepala Daerah membeli bahan makanan dan menyerahkan uang kepada pedagang saat meninjau pasar, apakah peristiwa itu masuk dalam politik uang.

    Sementara ada ratusan orang yang ada dilokasi itu yang tidak menerima uang, hanya menerima alat peraga kampanye saja, sehingga menjadikan informasi bahwa seorang calon Kepala Daerah sudah melakukan politik uang di tengah pasar dan mengawasi dengan cara diduga mengintimidasi pedagang di pasar untuk membuktikan kesalahan pasangan calon Kepala Daerah yang bersangkutan adalah suatu langkah yang menciderai mulianya tugas, kewenangan dan kewajiban Bawaslu dalam hal pengawasan.

    Saat ada anggota Bawaslu yang tidak bekerja sebagaimana cerminan marwah demokrasi yang ber-Pancasila, maka perlu juga menjadi evaluasi bahwa kedepan Bawaslu dan KPU harus diisi oleh generasi bangsa yang berlatar belakang pendidikan dari Fakultas Hukum dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

    Karena terkait implementasi aturan hukum, karena saat pelaksanaan Pemilu berlangsung bukan lagi sebagai ajang atau tempatnya para anggota KPU dan Bawaslu baru mau belajar terkait implementasi regulasi, akan tetapi harus berbicara dan memahami hal yang berkaitan dengan implementasi (penerapan) hukum secara langsung dengan penguasaan yang mumpuni atas materi hukum yang ada, sehingga penyelenggaraan pemilu menjadi bermartabat dan menghasilkan pemimpin yang berbudi pekerti dan berhati nurani. ***

    Gindha Ansori Wayka adalah Akademisi di Bandar Lampung dan
    Koordinator Presidium Komite Pemantau Kebijakan dan Anggaran Daerah (KPKAD) Lampung