Pringsewu (SL)-Pengaruh dan pergerakan Islam pasca Hindu sangat menarik dikaji dan dipahami oleh pelaku sejarah dan organisasi Islam. Dapat kita pahami bahwa Islam Indonesia berkembang menjadi agama masyarakat secara luas, sekaligus menjadi kekuataran integrasi nasional dalam pembentukan kebudayaan Indonesia (Kontjaraningrat, wawancara kompas).
Penyebaran Islam berlangsun secara damai dengan membawa Pengaruh pada corak keIslaman yang bersifat sosial kultur (Kartodirjo, 1993). Dengan apa yang disampaikan diatas Nahdlatul Ulama (NU) berperan didalamnya memberikan warna keIslaman dan corak budaya yang hal itu dilakukan oleh NU dalam rangaka menjaga kesatuan Bangsa Indoensia dengan jalan dakwah kultural.
Ketika bangsa Indonesia yang berbhineka itu menyatu, menurut para ahli bahwa bersatunya itu melalui perekat yang disepakati secara bersama-sama yaitu Pancasila. Yang mana Pancasila merupakan respersentatif dari komitmen pendiri bangsa Indoensia tahun 1945, melalui proses dan pegumulan panjang yang akhirnya menyatukan tokoh-tokoh Islam salah satunya KH. Wahid Hasyim yang merupaka tokoh Muda NU bersama Ki Bagus Hadi Kusomo, Kasman Singodimejo dan Teuku Muhammad Hasan dalam merubah kata-kata dalam Pancasila. Dalam hal sejarah, bahwa NU telah memberikan sumbangsih penting dalam pendirian bangsa Indonesia dan lebih luas bahwa “Pancasilah merupakah hadiah terbesar umat Islam untuk Indonesia” sebagaimana disampaikan oleh Menteri Agama Alamasjah Ratu Perwira Negara
NU dalam Sejarah Kebangsaan Nahdlatul Ulama (NU) adalah organisasi agama Islam yang terbentuk pada tanggal 31 Januari 1926 yang lahir dari pesantren dan sebagai respersentatif dari ulama tradisional, yang didirkan oleh KH. Hasyim As’ari. Organisasi ini menganut paham Ahlussunnah wal Jama’ah. Menurut NU Alhussunnah wal Jamaah adalah golongan yang dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam menggunakan pendekatan madzhab.
Tidak dapat dipungkiri bahwa kelahiran NU diilhami oleh model dakwah Wali Songo yang menjadi role model dakwa kultural di Indonesia. Wali Songo mampu menyatukan budaya lokal kedalam ajaran Islam. Disinilah jurus NU yang berupaya menebar benih-benih ajaran Islam dengan wajah mudah diterima, difahami dan familiar diseluruh warga masyarakat Indonesia. Wali Songo dengan pendekat budaya dan tradisi mampu menyatukan serta memasukkan nilai-nilai Islam pada tradisi, sehingga wali songo dengan mudah diterima dakwahnya, walaupun ini merupakan metode dakwah saja yang juga mengisyaratkan tidak bisa menyalahkan metode lain yang disampaikan oleh para tokoh Islam terdahulu maupun yang terkini
Dakwah kebangsaan NU itu menghindari perbedabat, sehingga dakwa lebih kondusif. NU melihat bahwa dakwak kebangsaan seperti ini sangat dibutuhkan oleh Indonesia dengan keadaan masyarakat pluralisme. Langkah ini merupakan upaya KH. Hasyim As’ary dan KH. Wahab Hasbullah dengan mendiri NU, dalam upaya menumbuhkan komitmen dalam menjaga Nusantara yang selanjutnya disebut dengan Bangsa Indonesia dengan jalan melibatkan budaya serta kultur nusantara. Lebih dalam lagi dapat tarik benang merah bahwa NU sejak awal beridirnya telah berfikir panjang serta telah menentukan langkah-langkah dalam mendakwakan Islam dalam ranah kebangsaan.
Di hari lahir ke-95 Nahdlatul Ulama, dengan tema “Khidmah NU: Menyebarkan Aswaja dan Meneguhkan Komitmen Kebangsaan”. Tema ini menegaskan bahwa “NU untuk Indonesia dan Indonesia ada dalam NU”. Dengan tema ini setidaknya NU akan tetap ada pada komitmen Islaman menganut faham Alhussunnah wal Jamaah yang dijadikan identitas dan entitas gerakan dakwa NU. Dengan Aswaja ini NU ingin tampil lebih dalam dalam gerakan Islam dan gerakan dakwa kebangsaan.
Tema meneguhkan komitme kebangsaan ini adalah penegasan bahwa NU akan selalu berjuangan, berkorban untuk bangsa ini. Sebenarnya dengan Islam Nusantara, ini sudah terang benderang bahwa NU merupakan organisasi yang tidak akan terpisahkan dengan negera kesatuan Republik Indonesia dan jangan ditanya lagi tentang komitmen kebangsaannya. NU dalam langkah gerakan selalu memberjuangkan nilai-nilai ke Indonesiaan, hal ini terlihat dari komitmennya NU menggunakan pedekatan humanis dalam berdakwah dan dengan memanfaatkan kearifan lokal NU berdakwah dan juga mengenalkan NU secara organsasi.
NU di Tengah Masyarakat Indonesia yang Plural
Di tengah masyarakat Indonesia yang pluralisme, NU harus tetap membangun komitmen kebangsaan. Maka dalam konteks ini NU membutuhkan dua hal seperti yang dikutip dari KH. Hasyim Muzadi dalam melahirkan suasana kondusif dalam kebangsaan ditengah masyarakat yang plural, sehingga kerja-kerja NU secara organisasi tidak ada hambatan terutama dalam menjaga Negara Kesatuan Rebuplik Indonesia.
Pertama, Perekat Identitas Kebangsaan. NU yang lahir dan masuk dari pendekatan budaya dan kultural harus tetap dijaga, sebab dari sinilah eksistensi budaya tidak akan terganggu dengan keberadaan Islam sebagai agama baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam hal ini NU memberikan peluang kepada tradisi dan kebudayaan tersebut untuk dapat dikonfersikan dalam hukum Islam. Islam menyatu dengan kearifan lokal, yang ini akan semakin memudahkan hukum-hukum Islam masuk dalam trasisi dan budaya setempat. Jika melihat kebelakang kerja NU, pada waktu-waktu tertentu kiranya NU melakukan evalusi dan pembenahan. Dengan harapan yang dilakukan oleh warna NU dapat tercatat dan terorganisir, sehingga apa yang dicita-citakan NU akan terwujud dalam konsep Islam Nusantara.
Kedua, pengembangan nilai-nilai kemanusiaan. Peneguhan komitmen kebangsaan NU juga harus disertai dengan kerja-kerja akomodatif, yang mana kerja ini secara tidak langsung berdampak positif. Kerja ini akan membantu NU dalam dalam penegakkan nilai-nilai kemanusia, yang mana dimasyarakat banyak potensi dalam memonopoli kebenaran yang menyudutkan pihak lain. Hal ini dengan mudah akan melahirkan kekerasan dan anarkismen atas nama agama. Denga kerja akomodatif akan muncul pehaman yang totalitas terhadap agama dan bangsa, maka disini agama mampu menghadirkan rahmat untuk semua orang. Dengan akomodatif ini NU akan sangat terbantu dalam pengembangan kemanusiaan secara bersama, mak dakwa kebangsaan NU akan sangat terbantu karena kesopanan dalam berprilaku.
Komitmen kebangsaan NU pun bisa kita lihat dari keseriusana dalam pengelolaan bidang pendidikan. Kontribusi lembaga pendidik NU dalam mengembagkan pendidikan di Indonesia dapat dilihat dengan banyknya jenis lembga pendidikan yang dilahirkan dan dibina oleh NU melalui LP. Ma’arif mulai dari jejang dasar sampai perguruan tinggi. Keseriusan NU dalam mengelola pendidikan dibahas dalam Muktamar ke-30 tahun 1999 di Lirboyo yang menjadi momentum penting dalam sejarah pengembangan pendidikan NU, keputusan Muktamar tersebut “NU menegaskan untuk serius dalam memperkuat tata kelola pendidikannya”.
Akhirnya, selamat hari lahir Nahdlatul Ulama ke-95, usiamu boleh menua tapi kerja-kerjamu telah melahirkan anak-anak muda yang memiliki cara pandang dan cara prilaku dalam komitmen berbangsa yang lebih beragama dan siap menerusakan cita-cita luhur Nahdlatul Ulama. Dan semoga komitmen kebangsaan NU merupakan perjuangan untuk menegakkan kepetingan bersama bukan kelompok, golongan apalagi pribadi.*