Kategori: Opini

  • Ramadhan Menjaga Kesehatan Hati

    Ramadhan Menjaga Kesehatan Hati

    Islam dengan berbagai kewajibannya salah satunya puasa merupakan ajaran Illahi yang sangat penting dan mendasar untuk menggerakan diri dan hati kepada kebaikan dalam menjalan nilai kebenaran hidup. Islam sebagai sumber nilai yang fundamental menjadikan kekuatan transendental yang menjadi manusia hidup mulia dan memliki budi pekerti yang luhur (akhlakul karimah).

    Ibadah puasa itu sendiri menghadirkan nilai intriksi keIslaman untuk senantiasa menjalan berbagai macam ibadah yang tidak pernah kita lakukan di luar puasa. Kewajiban ibadah puasa sebagimana dijelasakan dalam Qs. Al Baqarah 183, sudah angat jelas adanya tidak ada pertentangan dan perdebatan lagi dalam konteks kewajiban puasa Ramadahan.

    Dalam Ayat tersebut menggambarkan urgensi ibadah puasa di bulan Ramadhan. Kata kutiba menunjukkan makna bahwa ibadah puasa di bulan Ramadhan adalah wajib. Wajib karena itu kebutuhan fitrah manusia. Allah swt. yang meciptakan manusia , Dialah yang lebih tahu hakikat fitrah ini. Dan Dialah yang lebih tahu rahasia diwajibkannya puasa. Karena itu tidak ada pilihan lain bagi manusia kecuali harus berpuasa. Karena itu pula Allah berfirman: kamaa kutiba ‘alalladziina min qablikum. Artinya bahwa manusia terdahulu juga diwajibkan berpuasa.

    Allah SWT memberi tahu kita bahwa tujuan berpuasa agar kita menja hamba yang bertakwa. Makna tinggi dari takwa itu adalah penghyatan bahwa Allah SWT hadir dalam kehidupan kita sehari-hari. Itu sebabnya pada saat berpuasa, kita sangat dianjurkan melakukan amalan-amalan yang akan mendekatkan diri kita kepada-Nya.

    Amalan-amalan itu seperti membaca Al-Qur’an, melafadzkan dzikir, meneggakan sholat malam (tarawih) dan amalan-malan praktis lainnya yang membawa kepada ketenraman hati. Sebab dengan amalan-amalan tersebut kita menjadi sadar bahwa kita harus menghadirkan Allah SWT disetiap langkah kehidupan kita di dunia.  Ini menjadikan sebab mengapa puasa ditujukan kepada mereka yang beriman, dan tidak seluruh kepada manusia.

    Karena dengan adanya iman ada lompatan pengalaman dalam mengadirkan Allah SWT sehingga merasakan kenikmatan dimanapun dan dalam situasi apapun. Sehingga dengan kehadiran iman tidak akan mejadikan berat dalam menjalan rangkaian ibadah puasa, sebab Allah SWT hadir dalam Ibadah puasa orang beriman.

    Pengalaman kehadiran Allah itu sendiri dapat dilakukan ketika mampu melakukan loncatan iman. Artinya Iman itu puasa bukan saja dilakukan dalam proses ritual keagamaan saja tapi sudah menghadirkan semua nilai qolbu (hati), filosofis dan psikologis dari puasa itu sendiri.

    Dari situlah bahwa pengalaman akan membuka diri kita kepada keajaiban iman yang menggerakan serta mengarahkan manusia untuk dapat menikmati hidup dengan sebaik-baiknya. Kita harus menyadari bahwa Allah SWT menciptakan manusia sebagai mahluk yang terbaik (ahsani taqwim) dengan berbagai macam karakteristinya.

    Karakteristik ini akan di pengaruhi oleh kebiasaan dalam menjalankan nili-nilai keislaman yang terimplemtasikan dalam keimanan dalam bentuk prilaku salah satunya puasa. Sehingga puasa akan melahirkan karakteristik hati yang baik, sehingga puasa menjadi salah satu komponen menjadikan hati manusia sehat menuju mahluk yang terbaik.

    Jika kita melihat secara keseluran nilai-nilai pada ibadah puasa, maka terlihat bahwa puasa adalah ibadah untuk saran intropeksi diri orang beriman pada hati (qolbu). Intropeksi itu melihat kualitas kualitas keimanan yang di gambarakan pada hati, lisan dan perbuatan dan puasa menjadi sarana penguat keiman dari tiga gambaran tersebut.

    Puasa menguatkan keimanan yang membawa batin manusia menuju pada kebenaran (haq). Iman adalah komitmen total kepada kenyataan paling agung, memberikan kebaranian untuk membuka pengalaman baru untuk menguak makna dari kehidupan itu sendiri.

    Dengan keimanan membuat hati manusia untuk tidak takut mengadari relaitas kehidupan, yang mana realitas kehidupan tidak tetap pada realitas kebahagiaan tapi kadang juga pada realitas yang menyedihkan.

    Bulan Ramadhan yang dengannya menghadirkan Ibadah puasa, melatih kita untuk hidup akan kesadarahan hati untuk menjadi sehat, kesadaran akan nilai-nilai ketuhanan yang tergambar dari makna keimanan. Bulan Ramadhan melatih hati dan diri untuk berani menerima kecemasan kelaparan, kecemasan kematian, hukum dosa dan pahala, kecemasan ibadah serta kecemasan akan kecukupan dalam kebutuhan kehidupan.

    Hidup manusia termasuk mereka yang beriman, sering dihadapkan dengan ketikpastian. Ketidakpastian ini berangkat dari kegalauan hati dalam menghadapi hidup yang tidak disandarkan dengan sepenuhnya kepada Allah SWT. Dan puasa akan mengarahkan dan menuntut hati agar hidup di sandarkan kepada sang Khaliq semata.

    Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin Rahimahullah berkata dalam Syarah Bulughul Mahram, bertkata sifat hati jika sibuk dengan kebatilan maka dalamnya tidak tersisa lagi tempat bagi kebenaran, sebagimana jika dia sibuk dengan kebenaran maka di dalamnya tidak akan tersa lagi tempat kebatilan.

    Hati menjadi sumber dari perbuatan manusia. Hati itu sendiri akan mendorong manusia untuk berbuat baik dan berbuat jahat. Manusia bisa menjadi ornag baik atau buruk perbuatannya tergantung dari kondisi yang dimilikinya terhasuk hatinya. Maka hati menjadi penentu dari apa yang akan di perbuatnya, sehingga hati kita sebagai orang beriman harus dalam keadaan sehat dan kesehatan hati ini dalam Islam tetap terjaga dengan melakukan puasa.

    Imam Al Ghazali membagi tiga kategori manusia. Pertama, hati yang sehat. Kondisi hati yang sehat menyebabkan keselamatan. Dimana hati yang sehat memiliki tanda-tanda di antaranya Iman yang kokoh, ahli bersyukur, tidak serakah, khusyuk dalam beribadah, suka berdzikir, penuh keberkahan hidupnya, siap menerima kelebihan orang lain dan mengakui kekurang diri sendiri.

    Hati yang sehat akan merasakan hidupnya tentram dan damai dalam keadaan serta situasi apapun. Kedua, hati yang sakit. Hati sakit adalah hati yang masih memiliki keimanan dan masih mau melakukan ibadah, namun hatinya dikotori oleh maksiat dan dosa. Hatinya selalu gelisah, jauh dari ketenangan, selalu berburuk sangka, menganggap orang lain tidak mampu, merasa dirinya paling mampu, tidak pernah merasa puasa dengan apa yang dimiliki, susah menghargai orang lain dan selalu mengurai kekurangan orang lain tanpa pernah melihat kekurangan diri sendiri. Ketiga, hati yang mati.

    Hati yang terlah tetutupi dan terkotori dengan maksiat dan dosa. Hati ini tidak bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Hati yang mati tidak lagi mau menerima kebenaran dari Allah SWT baik tentang dunia maupun berita tentang akhirat. (***)

    Hasbullah, M.Pd.I adalah Dosen Al Islam Kemuhammadiyah (AIK) Fakultas Kesehatan UMPRI

  • INI COVID19, BUKAN KULIAH EKONOMI

    INI COVID19, BUKAN KULIAH EKONOMI

    Salah satu terminologi dalam kelas ekonomi politik atau kelas kebijakan publik untuk pemula dalam situasi normal adalah insentif dan disinsentif. Khusus untuk Indonesia, ketika transaksi global tak bisa diharapkan dan terjadi krisis maka lagu wajib adalah selamatkan konsumsi domestik.

    Dengan alasan itu pula sebagian orang menganggap pemerintah tak perlu melarang mudik. Akan lebih baik mempersulit orang untuk mudik, agar: (1) dampak penyebaran Covid19 tetap bisa ditekan; (2) kegiatan ekonomi tetap berputar sehingga penurunan agregat demand dapat direm; (3) Pemerintah tak punya kewajiban mengalokasikan anggaran cukup besar untuk menahan anjloknya permintaan agregat, khususnya konsumsi..

    Segala macam ide naif muncul: mulai naikkan tarif tol, mau minta daerah terapkan karantina bagi pemudik, berikan subsidi lebih bagi yang memilih tinggal dan tidak mudik, dorong desa sewa rumah warga yg kosong untuk pemudik yg harus dikarantina, hingga moral suasion oleh tokoh agama dan segala hayalan para pemula itu. Mereka lupa ada gelombang besar pemudik yg sudah bergerak sejak ekonomi di perkotaan lesu dan masih banyak lagi, termasuk pekerja migran indonesia yang pulang dari luar negeri.

    Sejak awal menghadapi Covid19 pembuat kebijakan berperilaku dan berpikir dengan cara yang lebih cocok untuk situasi normal. Di ruang publik mereka yang seolah peduli kepada rakyat berpenghasilan rendah dengan analisis kelas amatiran sibuk berwacana sambil sedikit dibumbui bisik-bisik tentang praduga politik.

    Hari ini para tenaga medis profesional dan warga yang kebingungan jatuh bergelimpangan. Para pembuat kebijakan yang terbiasa duduk nyaman dalam situasi normal kembali mengulang kuliah awal di kelas-kelas kebijakan publik: insentif, disinsentif dan save agregat demand. Jika itu yang diterapkan, kita sedang mencari titik pareto optimal antara jumlah nyawa yang pantas dikorbankan dengan pertumbuhan ekonomi yang harus diselamatkan.

    Sementara di luar sana, negara yang relatif kuat bertahan, mengambil fokus pada pengendalian sosial yang ketat dan berprinsip pada keselamatan jiwa manusia, bukan pembatasan sosial bernuansa ekonomi. Krisis akibat Covid-19 ini adalah situasi luar biasa, diperlukan cara-cara yang tidak normal untuk mengatasinya. Semoga kita semua diselamatkan dan segera pulih.***

    Alamsyah Saragih, Komisioner ORI

     

  • Pemkab Lampura Belum Serius Tangani Covid-19

    Pemkab Lampura Belum Serius Tangani Covid-19

    Oleh : Ade

    Sejak corona virus disease (Covid-19) ditetapkan sebagai pandemi global yang mengancam tatanan dunia oleh WHO, kepanikan mulai muncul di Indonesia mulai dari Mendikbud Nadiem Makarim meliburkan sekolah sampai dengan ditiadakannya ujian nasional untuk semua siswa, sampai dengan dunia pendidikan tinggi pun diliburkan dan belajar online di rumah juga instansi-instansi lain di negara ini.

    Efek Covid-19 ini juga sangat berdampak pada tatanan kehidupan yang ada di Kabupaten Lampung Utara, sejak pertengahan Maret lalu, Pemkab. Lampura mulai sibuk menyiapkan upaya-upaya pencegahan dengan berbagai cara mulai dari berkordinasi dengan tim gugus tugas Provinsi Lampung melalui vidioconfrence dan rapat-rapat dengan semua OPD yang ada di Kabupaten Lampung Utara terlihat nampak ramai setiap harinya rumah jabatan wakil bupati.

    Dan beberapa hari terakhir muncul rillis di media oline bahwa Plt. Bupati Lampura melalui Dinas Kesehatan telah menganggarkan dana sebesar Rp.8,8 miliar untuk pencegahan dan penanganan COVID-19, yang kemudian tentu harapan besar masyarakat pemerintah mampu memaksimalkan anggaran yang telah di tetapkan untuk menangani pandemi yang sedang mengancam stabilitas daerah di tengah carut marutnya keuangan kabupaten tertua ini.

    Berbeda dengan beberapa kabupaten dan kota lain di Provinsi Lampung seperti Lampung Tengah dan Metro yang masing-masing menganggarkan dana sebesar Rp.80,8 miliar dan Rp.27,23 miliar untuk menyelamatkan semua lapisan masyarakat dan menjaga stabilitas daerah, tentu perbedaan dana yang dianggarkan ini akan berdampak pada penanganan terhadap wabah Covid-19 ini.

    Saat ini, Plt. Bupati Lampura harus bisa lebih serius dalam penangan virus Corona, mengingat dana yang dianggarkan tidak terlalu besar jika digunakan untuk kabupaten dengan cakupan 23 kecamatan, 232 desa, serta 15 kelurahan.

    Dana penanganan Covid-19 di Lampura dirasa sangat kurang jika dibandingkan dengan karna kota metro yang hanya memiliki 5 kecamatan dan 22 kelurahan saja menganggarkan 27,23 milyar, ini salah satu indikator pemerintah hadir dan serius menangani virus yang sedang mengancam keselamatan warganya”

    Di tambah lagi saya tidak melihat keseriusan semua pejabat daerah yang seharusnya mereka sadar bahwa pendemi ini bukan hanya tanggung jawab Plt bupati dan dinas kesehatan saja tapi juga semua instansi karna jika tidak serius menangani nya bukan tidak mungkin banyak warga Lampura yang akan terjangkin virus ini, karna hari ini banyak warga Lampura yang pulang dari daerah-daerah yang di nyatakan red zone oleh pemerintah pusat, harapan kita Plt bupati beserta jajaran lebih intensif mengawasi pemudik yang pulang ke kampung halaman dan melakukan langkah-langkah preventif, tidak melulu isolasi mandiri karna itu bulan solusi untuk menangani pendemi ini.

    Dan HMI dengan memaksimalkan Kader-kader mulai dari pengurus di tingkatan cabang sampai dengan pengurus Komisariat siap ambil bagian dan hadir di tengah-tengah masyarakat untuk memberantas virus ini,
    Saya sebagai ketua umum sudah intruksikan seluruh kader HMI untuk membantu pemerintah mensosialisasikan kepada masyarakat untuk selalu jaga kesehatan dengan cara hidup sehat dan pola hidup bersih serta menghindari kontak fisik dengan orang-orang yang sering bepergian dan berkumpul di tengah keramaiyan supaya terhindar dari virus yang sedang mewabah di kabupaten tercinta ini,

    #Dirumahaja
    #Stayathome
    #Sosialdistensing
    #yakinusahasampai

    Catatan redaksi : * penulis adalah Ketua HMI Lampung Utara

  • Membayangkan Ekonomi Dunia Setelah Korona atau Cerita tentang Dua Virus

    Membayangkan Ekonomi Dunia Setelah Korona atau Cerita tentang Dua Virus

    “Modal bukanlah benda, melainkan proses yang hanya ada dalam gerak. Ketika sirkulasi berhenti, nilai lenyap dan keseluruhan sistem menjadi runtuh. Tidak ada kapitalisme tanpa gerak.” (David Harvey, A Companion to Marx’s Capital, 2010, 12)

    Perubahan besar sedang terjadi di seluruh dunia. Kekayaan dari sebuah dunia di mana modal produksi kapital-finansial mendominasi tampil dalam wujud unggunan surat-surat: kontrak dagang, kontrak kerja, kontrak kerjasama finansial.

    Seluruh surat-surat itu ditutup dengan sebuah pasal tentang keadaan kahar (force majeure): “apabila terjadi hal-hal yang berada di luar kendali para pihak, maka perjanjian ini dinyatakan tidak berlaku selama hal-hal itu terjadi.

    Seorang pekerja tidak bisa dituntut untuk terus bekerja seturut kontrak apabila, misalnya, gempa bumi menelan habis pabriknya. Perekonomian dunia saat ini sedang dihadapkan pada keadaan kahar itu: COVID-19. Berbeda dengan keadaan kahar biasanya, kali ini kita menghadapi sebuah keadaan kahar universal, suatu universal state of exception.

    Virus korona atau COVID-19 merebak pertama kali di Wuhan, tepatnya Pasar Ikan Huanan, pada 31 Desember 2019. Sejak saat itu hingga saat tulisan ini dibuat, 722.435 orang di seluruh dunia terjangkit dan 33.997 orang meninggal seperti tercatat dalam situs CSSE John Hopkins University.[1]

    Angka ini memang belum dinyatakan sangat tinggi. Sebagai perbandingan, di Cina angka kematian akibat stroke (180.000 orang per tahun), serangan jantung (150.000), kanker paru-paru (60.000), jauh di atas angka kematian akibat korona (3.308).[2]Pembanding lain adalah benchmark kita untuk segala macam pandemi, yakni Wabah Hitam (Black Plague) yang merebak di Asia Tengah dan menjalar ke Eropa. Wabah yang bermula dari 1338 hingga 1351 ini dikenal dalam sejarah penyakit menular sebagai wabah paling mematikan: diperkirakan 75 – 200 juta orang mati akibatnya atau sekitar 30% populasi di tempat-tempat wabah itu berjangkit.

    Adapun demikian, kemudahan transmisi virus korona dan kecepatan mutasinya dalam menghasilkan ratusan strain dalam hitungan tiga bulan (yang mempersulit vaksinasi) telah menghasilkan sebuah disrupsi pada Era Disrupsi ini. Jika kita menjalankan stock opname atas berbagai efek disruptif COVID-19 terhadap perekonomian dunia, kita akan menemukan empat kecenderungan ekonomi yang bisa dibaca gejalanya hari ini: (1) de-industrialisasi, (2) de-finansialisasi, (3) diskoneksi fisik, dan (4) pelokalan global. Keempat kecenderungan ini akan berjalan beriringan dengan suatu tata ekonomi baru dunia di mana sektor swasta akan remuk dan satu-satunya kekuatan ekonomi yang signifikan adalah negara. Dengan begitu, sosialisme akan kembali menjadi pilihan bagi bangsa-bangsa yang hendak selamat secara ekonomi.

    Dalam tulisan ini saya akan mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan ekonomi sebagai dampak dari pandemi korona. Semua ini hanya kemungkinan dan saya tidak berpretensi mengklaim bahwa hal-hal itu niscaya terjadi. Tujuan saya adalah membayangkan keadaan dunia yang mungkin ada setelah korona. Dengan demikian, tulisan ini adalah suatu exercise in modality.

    Empat Penunggang Kuda Hari Kiamat

    Ada empat penunggang kuda hari kiamat. Yang pertama adalah de-industrialisasi. Penjarakan fisik yang muncul sebagai konsekuensi COVID-19 akan menghancurkan seluruh industri manufaktur yang padat karya. Tidak ada lagi orang boleh berkumpul rapat di suatu tempat tertutup. Sementara pekerja kantoran dapat dengan nyaman #kerjadarirumah, tidak demikian halnya dengan pekerja fisik yang harus datang ke lokasi untuk bekerja. Dengan mudah kita dapat membaca sifat ketidakberlanjutan dari situasi ekonomi semacam ini. Barang-barang kebutuhan sehari-hari tetaplah pada hitungan terakhir datang dari kerja fisik yang tidak bisa dilakukan lewat #kerjadarirumah. Kita tidak bisa membayangkan padi-padi tumbuh dan terpanen dengan sendirinya karena para petani #kerjadarirumah. Kita tidak bisa membayangkan mie instan terproduksi, terkemasi dan terantar ke toserba dengan sendirinya karena para buruh #kerjadarirumah. Para pekerja fisik itu akan mengalami proses degenerasi massif ke dalam lumpenproletariat. Dengan demikian, pukulan bagi industri manufaktur cepat atau lambat akan jadi pukulan bagi semua industri.[3]

    Pukulan juga akan kena ke industri hiburan non-daring, mulai dari kafe, restoran, bioskop, mall, festival seni-budaya hingga tempat pijit. Seluruh bisnis itu bertumpu pada interaksi fisik yang bertentangan dengan kaidah penjarakan fisik. Bebarengan dengan itu kolaps juga industri agama yang mensyaratkan pertemuan fisik antarmanusia. Semuanya akan berbalih ke hiburan jarak jauh melalui sarana radio, televisi dan internet. Model bisnis dari setiap industri hiburan itupun dipaksa berubah: produksi rumahan, skala diperkecil, distribusi on demand. Segala hiburan akan menjadi kecil-kecilan.

    Yang kedua adalah de-finansialisasi. COVID-19 telah menghasilkan krisis finansial 2020 yang parah. Hingga Maret 2020, tercatat saham dunia rata-rata jatuh hingga 25%. Goldman Sachs memperkirakan PDB Amerika Serikat akan menciut sekitar 24% pada kuartal mendatang.[4] Perdana Menteri Australia, Scott Morrison, bahkan menyatakan bahwa situasi finansial kita menyerupai keadaan pada masa Depresi Besar (1929-1939).[5] Dalam situasi seperti itu tidak akan ada orang yang berani investasi, membuka usaha baru, sehingga pemotongan suku bunga sekalipun tidak akan membesarkan keberaniannya. Pukulan pada dunia perbankan global ini akan lebih parah lagi apabila orang melakukan penarikan dana besar-besaran untuk berjaga-jaga dalam situasi tak menentu yang berkepanjangan.

    Soal apakah kecenderungan ini akan terus berkembang menjadi de-moneterisasi masih merupakan pertanyaan terbuka sampai hari ini. Kita bisa membayangkan kejatuhan nilai mata uang di dunia dan orang-orang berbondong-bondong kembali ke transaksiin natura seperti dalam konteks ekonomi perang. Dalam kondisi seperti itu, butiran pil vitamin C atau kantung gula pasir mungkin akan menjadi sarana pertukaran dan satuan pengukur nilai barang dagangan. Tidak ada lagi institusi finansial, tidak ada lagi uang, semua aktivitas ekonomi dilakukan di alam liar.

    Yang ketiga adalah diskoneksi fisik. Bersama dengan penjarakan fisik yang tercipta akibat COVID-19, industri travel, transportasi dan perhotelan pun ikut hancur.[6] Karena setiap sarana transportasi manusia adalah juga sarana transportasi virus dan semua hotel akan dipandang sebagai inkubator virus. Di Indonesia, beberapa hotel mulai menutup usahanya, biro travel mengencangkan ikat pinggang dan maskapai-maskapai sulit bernafas. Apabila kondisi seperti ini berlanjut beberapa bulan lagi, industri-industri itu akan lenyap ditelan bumi. Manusia akan sepenuhnya terdiskoneksi secara fisik dari lingkungan di luar kelurahannya. Provinsi lain akan menjadi negara lain dan negara lain akan menjadi dunia lain, alam semesta lain.

    Penunggang kuda hari kiamat keempat adalah pelokalan global. Dengan hancurnya industri manufaktur dan transportasi, akan terjadi pemingitan ekonomi. Setiap aktivitas ekonomi akan ditangani secara lokal dalam lingkup teritorial yang sangat kecil. Perekonomian akan menjadi perekonomian warga, tersekat-sekat dalam kelurahan atau lingkup teritorial semacamnya. Setiap negara akan dengan susah-payah mengelola perekonomiannya masing-masing. Perekonomian negara akan hadir di jalan raya, mengatur distribusi sumber daya, sebelum akhirnya lenyap ditelan gang-gang kecil tempat terselenggaranya ekonomi Pak Lurah. Tidak ada lagi perusahaan multinasional dan trans-nasional. Tidak ada lagi “ekonomi dunia”. Dunia akan kembali menjadi sebuah kemungkinan teoretis.

    Kiamat Kapitalisme

    Sampai di sini kita bisa saja mendapat kesan bahwa perekonomian dunia berjalan menuju titik nadirnya, menuju kiamat besarnya. Akan tetapi, di sini kita perlu memilah ekonomi dari kapitalisme. Yang akan tumbang bukanlah segala macam sistem ekonomi, melainkan satu varian saja (yang kebetulan paling dominan dewasa ini), yakni kapitalisme. Mengapa keempat kondisi di muka akan menghasilkan suatu kiamat bagi kapitalisme?

    Pasca-peristiwa terorisme 9/11 yang menimpa Amerika Serikat, geografer David Harvey menarik sebuah pelajaran penting tentang perekonomian kapitalis. Dalam bukunya, A Companion to Marx’s Capital yang terbit 2010 ia mencatat:

    “Modal bukanlah benda, melainkan proses yang hanya ada dalam gerak. Ketika sirkulasi berhenti, nilai lenyap dan keseluruhan sistem menjadi runtuh. Coba periksa apa yang terjadi setelah peristiwa 11 September 2001 di Kota New York: segala sesuatunya mandek.

    Pesawat-pesawat berhenti terbang, jembatan dan jalanan ditutup. Setelah sekitar tiga hari, orang-orang sadar bahwa kapitalisme akan runtuh jika situasi tidak bergerak lagi. Maka tiba-tiba, Walikota Giuliani dan Presiden Bush memohon kepada publik untuk mengeluarkan kartu kredit mereka dan pergi belanja, kembali menonton Broadway, mendatangi lagi restoran-restoran.

    Bush bahkan muncul di sebuah iklan televisi dari industri penerbangan dan menyemangati orang-orang Amerika untuk terbang lagi. Tidak ada kapitalisme tanpa gerak.”[7]

    Tiga hari—hanya cukup tiga hari kemandekan untuk membuat kapitalisme panik menyelamatkan diri. Sekarang bayangkan bila hal itu terjadi selama berminggu-minggu, berbulan-bulan, di seluruh dunia pada saat yang bersamaan.

    Kita mesti membayangkan kapitalisme sebagai semacam korona. Kalau ia mandek (mati) di New York selama tiga hari, maka ia mengandalkan aktivitasnya di tempat-tempat lain sebagai sandaran untuk kembali menginvasi New York setelah intervensi inangnya (Bush dan kawan-kawan).

    Akan tetapi, bagaimana jika saat itu di seluruh tempat di dunia juga mengalami kemandekan yang sama? Bagaimana jika kemandekan itu memanjang hingga tiga bulan atau bahkan lebih? Modal yang diam selama berbulan-bulan akan mulai meranggas, kehilangan lapisan pelindungnya, membuat inti genetiknya terpapar pada cuaca dan punah kena sengatan terik matahari. Tidak ada lagi RNA kapitalisme yang dapat mereplikasi-diri dan mengakumulasi-diri.

    Merepihnya modal akibat de-industrialisasi, de-finansialisasi, diskoneksi fisik dan pelokalan global inilah yang barangkali akan kita saksikan di bulan-bulan mendatang. Sementara kapitalisme dapat mengubah surat-surat menjadi barang berharga, korona dapat mengubah surat-surat berharga menjadi kertas. Di hadapan korona, pemilik modal tidak lebih dari pemilik tumpukan kertas.

    Seluruh aset fisiknya (tanah, pabrik dan sarana produksi lainnya) kembali menjadi potensi murni: potensi yang tak bisa diaktualkan menjadi kekayaan selama korona memastikan penjarakan fisik antarorang. Akhirnya, apa yang ia punya secara nyata adalah sertifikat-sertifikat, dengan kata lain, kertas-kertas.

    Inilah revolusi diam yang sedang terjadi saat ini, sebuah revolusi yang terjadi di tiap helaan nafas kita. Di masa korona ini, perbedaan antara takut dan malas menjadi begitu tipis: takut kena korona dan malas bekerja bisa jadi merupakan dua sisi dari koin yang sama.

    Dengan begitu,#kerjadarirumah lama kelamaan akan beringsut jadi #tidurtidurandirumah. Dengan tidur di rumah sendiri secara berjamaah selama berbulan-bulan itulah kapitalisme memasuki masa sekaratnya. Selama ini anak anarkis selalu bermimpi tentang Pemogokan Umum. Mereka tidak menyadari bahwa Pemogokan Umum itu sedang perlahan terjadi.

    Tidak ada aksi massa di jalanan, tidak ada lemparan molotov dan topeng-topeng Guy Fawkes, tidak ada manifesta-manifesto. Semua terjadi karena orang perlahan bosan dan mengantuk. Selama ini anak Kiri selalu berpidato tentang pentingnya mobilisasi massa dan menjaga-diri dari demoralisasi yang menakutkan itu. Tidak ada yang mengira bahwa revolusi hari ini bisa terjadi justru karena dismobilisasi massa, justru karena demoralisasi fundamental—suatu Disorientasi Umum yang panjang dan lama.

    Negara-Negara Akan Menjadi Sosialis Karena Terpaksa

    COVID-19 sungguh merupakan game changer. Seluruh asumsi ekonomi kita sebelum COVID-19 harus kita periksa lagi pasca-kedatangannya. Banyak dari antaranya yang sudah tidak berlaku sekarang. Pasar bebas terbukti jadi alasan untuk menimbun bahan-bahan kebutuhan pokok.

    Kebebasan bergerak dan berkumpul terbukti menjadi sarana penyebarluasan pandemi. Kebebasan berpendapat semau-maunya terbukti membuat usaha penanganan COVID-19 menjadi seperti mencari jarum kebenaran di tumpukan jerami hoax.

    Di atas segala-galanya, COVID-19 mengajari kita bagaimana cara menjadi sosialis. Di banyak negara hari ini kita kita jumpai usaha untuk menasionalisasi sektor-sektor yang terkait langsung dalam perang melawan korona. Spanyol dan Irlandia menasionalisasi semua rumah sakit swasta.[8] Inggris menasionalisasi industri perkereta-apian dan mempertimbangkan untuk menasionalisasi juga seluruh sektor trasnportasi.[9]

    Amerika Serikat hendak menasionalisasi Boeing dan memulai pembicaraan tentang nasionalisasi seluruh lini produksi farmasi.[10] Prancis hendak menasionalisasi perusahaan-perusahaan strategis yang terdampak.[11] Di mana-mana di dunia saat ini kita menjumpai trend nasionalisasi aset swasta dalam skala yang tak pernah kita bayangkan sejak wabah neoliberalisme Reagan dan Tatcher di dekade 1980-an.

    Situasi ini dapat meluas, tentu saja, ke sektor-sektor yang terdampak oleh pandemi korona. Ketika sektor swasta semakin ringkih akibat keempat penunggang kuda hari kiamat itu, maka mereka tak punya daya tawar apa-apa di hadapan negara.

    Negara menjadi satu-satunya institusi perekonomian yang masih punya harga. Semua sektor swasta terdampak akan berbondong-bondong memohon bail out dari negara dan negara akan menjawabnya dengan nasionalisasi sebagian besar sektor industri manufaktur, pertanian, perkebunan, transportasi, kesehatan dan hiburan.

    Alhasil, tergenapilah amanat Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.” Berkat korona, kita akan bersungguh-sungguh mewujudkan sosialisme Indonesia yang terkandung dalam UUD 1945.

    Di negara-negara lain pun kurang-lebih akan sama. Mereka yang pernah mengalami sosialisme akan kembali menimba dari pengalaman. Mereka yang belum pernah mengalami sosialisme akan belajar.

    Gerak ke arah sosialisme bukan mimpi di siang bolong. Dalam situasi korona seperti ini, kita menjumpai ramainya kembali pembicaraan publik dunia tentang “Pendapatan Asasi Universal” (Universal Basic Income). Pendapatan Asasi Universal, atau singkat saja PAU, merupakan sejumlah pendapatan yang diterima oleh warga negara, sesuai haknya sebagai warga negara, dengan jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok agar bisa hidup dan berkecukupan.

    PAU bersifat tanpa syarat (artinya setiap warga negara berhak mendapatnya), sama jumlahnya untuk setiap warga negara dan dibayarkan untuk setiap individu warga negara. Kemungkinan bagi PAU mulai ramai diperdebatkan di dunia sejak 2010, khususnya dari kalangan ekonom dan ilmuwan sosial Kiri seperti Erik Olin Wright dan Philippe van Parijs. Pasca-merebaknya COVID-19, dengan begitu banyak orang kehilangan lapangan pekerjaan, pembicaraan tentang perlunya menegakkan sistem PAU menjadi semakin mendesak.[12]

    Jika sebelumnya PAU tampak seperti mimpi di siang bolong, hari ini hal itu menjadi sebuah kemungkinan yang dekat. Selama ini orang kebingungan bagaimana negara bisa membiayai sistem PAU. Sekarang, dengan (akan) hancurnya sektor swasta dan nasionalisasi besar-besaran atas seluruh sarana produksi strategis, kebingungan penerapan PAU itu terjawab.

    Kalau semua sarana produksi penting dimiliki oleh negara, maka penggunaan “untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat” itu diwujudkan lewat PAU. Hal ini terlepas dari apakah pendapatan yang dimaksud dalam PAU itu berbentuk uang atau in natura.

    Kalau berbentuk uang, maka negara perlu menciptakan mekanisme sirkulasi yang mensimulasikan keberadaan pasar (seperti pengalaman sosialisme di Eropa Timur yang diteorikan Oskar Lange). Kalau berbentuk in natura, maka negara perlu menciptakan mekanisme sentralisasi dan distribusi seluruh barang dagangan.

    Apabila dulu kendala sosialisme seperti ini adalah kekuatan komputasional yang terbatas, kini kita memiliki ribuan kali kekuatan komputasional dari era itu berkat perkembangan algoritma digital dan dataraya (big data). Dulu, upaya semacam itu dianggap takmungkin diwujudkan karena mensyaratkan suatu badan perencana sentral yang mengelola seluruh informasi pasar yang tak mungkin sanggup dipilah oleh manusia.

    Sekarang, di era dataraya, sistem pakar dan pembelajaran mesin , segala kendala itu menjadi perkara teknis yang remeh. Yang kurang selama ini hanyalah kehendak politik (political will) untuk mewujudkannya. Dengan adanya COVID-19, kehendak politik itu tidak bisa tidak ada—kalau umat manusia mau selamat.

    Sosialisme, dengan demikian, bukanlah satu ideologi ekonomi di antara berbagai pilihan ideologi lainnya. Justru sebaliknya, sosialisme hari ini adalah cara agar spesies manusia tidak punah. Tanpa itu, kita akan runtuh ke dalam kekacauan dunia pasca-apokaliptik seperti di film Mad Max atau game Fallout. Dihadapkan pada COVID-19, pilihan kita adalah sosialisme atau barbarisme.

    Jakarta, 30 Maret 2020

    Referensi : [1]arcgis.com/apps/opsdashboard/index.html#/bda7594740fd40299423467b48e9ecf6.

    [2] https://www.brookings.edu/blog/future-development/2020/03/23/a-mortality-perspective-on-covid-19-time-location-and-age/.

    [3] Bagaimana dengan industri manufaktur yang sepenuhnya terotomatisasi atau, dengan kata lain, industri manufaktur yang padat modal alih-alih padat karya? Kendati dampaknya mungkin tidak separah industri padat karya, tetapi pada akhirnya akan terdampak pula oleh situasi. Bahan baku bagi industri manufaktur itu tetaplah pada hitungan terakhir datang dari kerja fisik, misalnya dari sektor pertanian. Transportasi komoditas manufaktur pun sampai saat ini masih mengandalkan mobilisasi manusia.

    [4]https://markets.businessinsider.com/news/stocks/us-gdp-drop-record-2q-amid-coronavirus-recession-goldman-sachs-2020-3-1029018308.

    [5]https://www.straitstimes.com/business/economy/echoes-of-great-depression-as-australian-jobless-queue-for-help.

    [6]https://www.nytimes.com/2020/03/15/business/economy/coronavirus-economy-impact.html.

    [7] David Harvey, A Companion to Marx’s Capital, Verso, 2010, 12.

    [8]https://www.businessinsider.sg/coronavirus-spain-nationalises-private-hospitals-emergency-covid-19-lockdown-2020-3?r=US&IR=T dan https://www.democracynow.org/2020/3/27/headlines/british_pm_boris_johnson_sickened_with_covid_19_ireland_to_nationalize_hospitals.

    [9]https://www.theguardian.com/world/2020/mar/23/covid-19-government-suspends-rail-franchise-agreements dan https://www.independent.co.uk/news/uk/politics/coronavirus-airline-railways-bus-nationalised-uk-grant-shapps-covid-19-a9407276.html.

     [10]https://www.thejakartapost.com/news/2020/03/21/will-the-us-government-nationalize-boeing-.html dan https://qz.com/1822996/covid-19-crisis-fighters-say-us-must-nationalize-healthcare-equipment-production/.

    [11]https://www.dailysabah.com/business/france-italy-spain-in-bid-to-nationalize-businesses-hospitals-as-virus-hits/news.

    [12]https://www.forbes.com/sites/victoriacollins/2020/03/19/covid-19-and-universal-basic-income-lessons-for-governments-from-the-tech-world/#60d8082057ec

    Catatan redaksi : tulisan ini dilansir dari www.martinsuryajaya.com.

  • Menanti Corona Berlalu

    Menanti Corona Berlalu

    Hampir tiga bulan Covid-19 menghiasi perwajahan pers, media sosial, pasar hingga rumah, semua bicara Corona, yang mulanya kengerian di Wuhan, lalu bergeser ke penjuru dunia, Itali, Amerika, Ingris, Spanyol, tetangga singapura, Malaysi, dan kini ada didepan mata.

    Sepulang dari mengikuti konfrensi Pers Tim Gugus Tugas Penanggulangan Covid-19 di Pimpin Gubernur Lampung dan Timnya, bersama para Pimpinan Redaksi, banyak hal yang belum terjawab di otak. Pikiran ini selalu berkecamuk melihat penanganan virus yang bersanding dengan birokrasi, sementara pers harus bertanggung jawab menyampaikan informasi kepada publik.

    “Jangan buat berita panik, buat berita sejuk, edukasi, dan bla bla,” kalimat itu keluar dari para pejabat. Sampai sampai proses pemakaman covid-19 yang tertunda hingga pindah pindah lokasi pun pers tumpang tindih. Ada yang kompak menulis sudah di kubur, padahal mobil jenazah masih keliling keliling cari lokasi.

    Saat mencoba memeriksa upate group whatshapp, saya tertarik kiriman seorang teman yang menulis soal “berita positif tentang Corona,” sambil minta di share ke teman teman. Saat saya baca, ternyata cerita percakapan dia dengan seorang dokter hewan yang ahli virus, dan selama 20 tahun berkutat soal virus.

    Menurut dia, saaat ini dokter itu mondar mandir di kantor pemerintah, di minta pendapaat soal virus Covid-19. Lalu terjadi tanya jawab antar mereka, yang kemudian Dokter itu mengatakan berbagai pandangannya yang unik tentang virus corona.

    Begini kira kira tanya jawab mereka.

    Apa sebenarnya virus corona ini dan bagaimana asal mulanya?

    Ini virus lama. 200 tahun sebelum masehi udah ada corona. Virus corona ini jumlahnya banyak. Setiap virus corona itu spesifik ke spesies tertentu. Ada yang buat kelelalawar, ya menjangkiti kelelawar aja. Ada yang buat manusia, ya manusia aja. Ada yang buat anjing, ya anjing aja.

    Bagaimana spefifikasinya, bagaimana membedakannya?

    Pernah lihat gambar virusnya. Virusnya bulat, ujungnya beda-beda. Duri-durinya itu (yang berbeda). Ada yang buat manusia, ya buat manusia doang. Ada yang buat kelelawar ya, kelelawar doang.

    Jadi gak mungkin kalau dibilang makan kelelawar jadi dijangkiti virus corona?

    Gak. Tapi kalau saya ditanya, apakah corona sama dengan covid 19 ya mirip bentuknya. Tapi kalau dari kelelawar bisa nempel ke manusia, ya jawabannya gak.

    Berarti bukan dari kelelawar?

    Bukan. Murni dari manusia, WHO aja bilang itu murni dari manusia.

    Kalau dari manusia, pasti ada penyebar pertamanya?. 

    Ya, penyebar pertamanya dari Wuhan sana, kenapa dia bisa muncul dari sana dan nyebar banyak, ya kita gak ngerti. Spekulasinya banyak. Cuma kalau saya ditanya sebagai orang yang sudah lama maen sama virus, apakah itu bisa dibikin supaya bisa nyebar cepat dan bisa nempel ke manusia, ya saya bilang bisa dibikin.

    Lewat intervensi para ilmuwan?

    Bisa. Gak akan sulit. Kalau orang yang biasa maenan virus, itu bisa. Cuma sekarang gak ada gunanya lagi kita membahas itu, wong virusnya sudah nyebar.

    Lalu bagaimana cara menangani penyebaran virus corona yang sangat cepat ini?

    Virusnya pake sabun hancur, pake bayclean hancur. Pake sunlight cuci piring hancur. Pakai deterjen untuk cuci baju hancur. Pakai yang buat ngepel lantai hancur.

    Pakai cairan disinfektan yang biasa disemprot itu? Cairan itu untuk membersihkan virus atau mencegahnya?

    Itu sama kayak kita ngepel lantai. Lantai kita pel, udah bersih kan? Nah terus ada yang datang, ya kotor lagi. Jadi kalau ada orang yang gejala flu, ya baiknya di rumah aja. Supaya gak ngotorin yang lain. Ntar, seminggu dua minggu dia sembuh sendiri kok dengan antibodi tubuh manusia. Setelah sembuh baru keluar.

    Kalau keluar, apakah sudah kebal dari corona?

    Gak. tetap bisa kena lagi. Kalau sudah kena pertama, sakit dulu seminggu. Kebal dalam waktu dua minggu. Nah kalau keluar rumah setelah itu,  bisa kena lagi cuma anti bodinya sudah cepat. Bukan tujuh hari lagi, langsung sehari antibodi keluar, virusnya hilang. Karena kita udah pernah kena.

    Sama kayak vaksin cacar. Gak tiap bulan divaksin kan? sekali seumur hidup aja. Tujuan vaksinasi kan untuk ngenalin virus, pas sewaktu-waktu ada, langsung ngeluarin antibodi. Cara paling tepat untuk ngeluarin anti bodi ya makan vitamin E.

    Kalau demikian mudahnya virus ini hancur, kenapa banyak yang meninggal, contohnya di Italia?

    Kasusnya berbeda, di Italia yang meninggal itu banyak orang tua. Mereka biasanya sudah punya penyakit bawaan. Di Wuhan sekarang kan semua sembuh, bagaimana sembuhnya? ya pakai vitamin E, emang mau pakai apaan. Wong vaksin dan obatnya belum ada.

    Sebenarnya sejak kapan virus ini masuk Indonesia?

    Saya mengira virus ini bukan masuk pada bulan Maret.  ke Indonesia, Februari dia udah ada. Cuma gak kedetect. Yang kedetect baru di depok. Yang pasien 1, 2 3 itu. Akhirnya sembuh.  Kalau menurut saya di populasi yang banyak kayak ini, bulan Februari udah masuk.

    Coba ingat-ingat lagi, apakah di bulan Februari kita pernah demam. Tanya aja sama teman-teman, ada yang kena flu biasa, biasa ada yang agak parah. Tapi kan sembuh sendiri, lima hari. Dugaan saya, ya itu covid.

    Bagaimana dengan Wuhan yang sukses meratakan kurva penderita covid 19 dengan melakukan lockdown?

    Yang di Wuhan beda kasusnya. Sistem deteksi lebih bagus dari kita. Cuma lockdown di wuhan doang sumbernya. Kalau mau lockdown harus tahu sumbernya, dilockdown benar kalau tahu sumbernya. Nah sekarang kalo dibalikin ke indonesia. Coba mana yang mau dilockdown. Di Jakarta ada, di Surabaya ada, di Banjarmasin ada, Solo ada.  Mau lockdown mananya?

    Terus apa yang harus dilakukan?
    Gak usah panik, karena kalau panik malah gak bisa apa-apa. Cukup jaga kebersihan dan banyak minum vitamin E.

    Terakhir, prediksi Anda sebagai orang yang sudah lama berkecimpung di dunia virus, akan berapa lama situasi covid -19 ini berhenti?

    Gak lama. Dalam dua minggu setelah ini, sudah menurun, lalu selesai. Semoga semua ini cepat berlalu dan kita bisa menjalankan ibadah puasa dengan tenang dan nyaman.

    Hati saya terbawa menjawab Amin, karena itu harapaan semua warga Indonesia. Entah benar atau tidak percakapan itu, sebagian buat saya masuk akal. Tapi jika sesederhana itu, kenapa sampai menjadi darurat bencana nasional, bahkan sampai sampai Pusat hingga RT bergerak. Anggaran pun harus disiapkan Pusat hingga dana desa, bahkan harus ada rekening bantuan.

    Kebijakan pusat menolak lockdown karena pertimbangan ekonomi, tapi malah ada wacana darurat sipil yang bertolak belakang dengan bencana kesehatan. Tentu ceritanya menjadi lain, karena Darurat sipil mendekati Darurat militer. Apa mungkin mau mulai duluan sebelum perang dunia ke III. Entahlah, kita ingin Corona Cepat Berlalu. ***

  • AC Menguntungkan Transmisi Virus COVID-19

    AC Menguntungkan Transmisi Virus COVID-19

    Surat terbuka untuk Profesor Agus

    Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

    Prof. Agus, saya Prof. Madarina dari (MMR) Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada (UGM), istrinya Dr. Sugeng Yuwana.

    Saya ingin men-share suatu paper yang saya temukan. Meskipun belum peer-reviewed, isinya sangat menarik. Paper tersebut mengatakan bahwa berdasarkan penelitian di China dan pengamatan di seluruh dunia, high temperature and high relative humidity reduce the transmission of COVID-19.

    Paper tersebut ditambah dengan kenyataan bahwa angka kematian di negara kita jauh lebih rendah daripada di negara-negara Eropa dalam kurun waktu yang sama. Hal ini menunjukkan bahwa kita mungkin diuntungkan dengan suhu dan kelembaban yang tinggi.

    Meskipun saya tidak punya data detil siapa saja korban meninggal akibat COVID-19 ini, tapi melihat sekilas data yang muncul di berbagai WhatApps group, sebagian besar korban adalah orang Jakarta dengan status sosial menengah ke atas.

    Saya menduga, mereka adalah orang yang terbiasa hidup di lingkungan yang menggunakan AC (rumah ber-AC, mobil ber-AC) disertai jendela yang tertutup rapat.

    AC dapat menurunkan suhu ruangan dan mengurangi kelembaban. Dua hal yang sangat menguntungkan transmisi virus COVID 19, apalagi disertai dengan sirkulasi yang tertutup. Virus akan terkonsentrasi tinggi.

    Saya mempunyai usul. Social dan physical distancing mungkin tetap perlu, tetapi mungkin perlu ditambah dengan larangan penggunaan AC di tempat umum dan himbauan untuk meminimalkan penggunaan AC di rumah.

    Saya juga melihat bahwa saat ini banyak arus mudik dari Jakarta. Itu fenomena yang saya rasa sulit dihambat karena mungkin dengan situasi seperti ini, kehidupan mereka di Jakarta tidak mudah.

    Saya usul, mereka tetap boleh mudik, tetapi dengan kendaraan umum (bis dan kereta api) yang jendelanya terbuka sehingga sirkulasi baik, tanpa AC. Perjalanan siang.

    Saya berharap sesampai yang bersangkutan di kampung halaman, banyak virus yang akan mati akibat suhu dan kelembaban yang tinggi. Mohon maaf saya tidak punya usul untuk penerbangan, tapi konsepnya adalah suhu tinggi dan lembab.

    Demikian usulan saya. Ini usulan pribadi dan tidak mengatas-namakan organisasi apapun Prof. Hanya sebagai pertimbangan. Wassalam, Madarina.

    Catatan redaksi : Prof. dr. Madarina Julia, Sp.A(K), MPH., Ph.D, adalah akademisi Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) Universitas Gadjah Mada.

    Judul disunting redaksi untuk kepentingan publik

  • Positif Covid-19 Tanpa Isolasi

    Positif Covid-19 Tanpa Isolasi

    Sungguh.

    Saya heran sekali. Bisa jadi Anda juga. Ketika mengetahui kebijakan Dinas Kesehatan (Diskes) Lampung itu. Yang tidak melakukan langkah isolasi. Kepada empat orang terbaru positif virus corona (covid-19) di Lampung.

    Seperti kita ketahui, hari ini (30/3/2020), diumumkan ada penambahan empat kasus baru positif corona di Lampung. Sehingga total ada 8 orang. Satu di antaranya telah meninggal dunia.

    Dari tujuh orang positif corona di Lampung, tiga orang masih menjalani isolasi di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Hi. Abdul Moeloek (RSUDAM). Sementara, empat lainnya hanya diminta mengkarantina diri. Di rumah masing-masing.

    Kebijakan itu saya ketahui dari pemberitaan di media online. Kadiskes Lampung Reihana meminta empat orang positif corona itu melakukan karantina mandiri. Di rumahnya masing-masing.

    Reihana mengatakan, empat orang positif corona itu tidak menunjukan gejala apapun. Sehingga, tidak diisolasi di rumah sakit. Menurut dia, antibodi tubuh mereka telah terbentuk.

    Kemungkinan besar, langkah Diskes itu mengikuti kebijakan pemerintah pusat. Yang telah disampaikan juru bicara pemerintah RI untuk Covid-19 Achmad Yurianto.

    Achmad Yurianto mengatakan: pemerintah telah memutuskan, untuk kasus positif tidak semua harus diisolasi di rumah sakit. Isolasi bisa dilakukan di rumahnya secara mandiri.

    Namun, kebijakan inilah yang membuat saya heran -meski tidak sampai geleng-geleng kepala-.

    Saya memang bukan dokter. Ataupun tenaga medis. Tapi sebagai orang awam, wajar sepertinya kebijakan itu saya pertanyakan.

    Sebab, meski keempat orang positif corona itu tidak menunjukkan keluhan, saya yakin mereka tetap berpotensi menulari orang lain.

    Tidak mungkin empat orang itu hanya tinggal sendirian di rumahnya. Selain itu, sekuat apa mereka tahan mengisolasi diri di rumah?

    Lalu, bagaimana dengan keluarga mereka? Tetangga mereka?

    Apakah Diskes menjamin mereka tidak akan berkontakan langsung?

    Terlebih, tak banyak yang tahu siapa empat orang positif corona itu. Termasuk keluarga dan tetangga mereka.

    Bukankah sampai dengan sekarang, Diskes menutup rapat-rapat siapa saja empat orang positif corona tersebut?

    Karenanya, saya sangat menyesalkan sekali. Dengan kebijakan itu. Mengapa sampai empat orang positif corona itu tidak diisolasi di rumah sakit?

    Mengutip perkataan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan: bukan soal penyakitnya, tapi ancaman corona ini adalah penyebarannya!

    Pastinya, dengan kebijakan itu, saya menduga, ruang isolasi untuk pasien positif Corona di Lampung jangan-jangan terbatas. Sampai-sampai, empat orang itu hanya diminta mengkarantina diri di rumah.

    Jika iya, lalu bagaimana dengan gembar-gembor sebelum Corona ”sampai” di Lampung. Yang kata Gubernur Lampung Arinal Djunaidi kala itu, provinsi ini sudah siaga menghadapi Corona?

    Oh iya. Melalui tulisan ini, saya pun ingin mengungkapkan rasa kangen saya. Kepada Bapak Gubernur Lampung Arinal Djunaidi. Yang sudah cukup lama tak muncul di media massa.

    ”Apa kabar Pak Gub? Baik-baik saja kan!”.

    (Wirahadikusumah)

  • Berpacu Dengan Covid-19

    Berpacu Dengan Covid-19

    Corona atau Covid-19, adalah jenis virus menyebabkan penyakit pernapasan menyebar melalui kontak manusia ke manusia, di mana kuman dan percikan melalui bersin serta batuk bisa tertinggal pada benda sekitar.

    Covid-19 pertama kali muncul Wuhan, ibu kota Provinsi Hubei, Tiongkok, pada Desember 2019. Virus ini menyebabkan batuk, flu, demam dan gangguan pernapasan akut parah (SARS-Cov-2) yang menyebabkan kematian. Peneliti WHO Kerkhove, menyebutkan, Virus corona dapat bergerak di udara, tetap menggantung di udara tergantung pada faktor-faktor seperti panas dan kelembaban.

    Kondisi lingkungan yang berbeda dapat dipertahankan oleh Covid-19. Secara khusus mereka melihat bagaimana kelembaban, suhu dan pencahayaan ultraviolet mempengaruhi penyakit serta berapa lama dia hidup di permukaan yang berbeda, termasuk baja. Para peneliti menyimpulkan SARS-CoV-2, virus yang menyebabkan penyakit baru Covid-19, dapat terdeteksi di udara hingga 3-4 jam pada tembaga, hingga 24 jam pada karton, dan hingga 2-3 hari di plastik dan stainless steel.

    Beberapa gejala awal orang yang terinfeksi virus corona Covid-19, yaitu demam, kelelahan, dan batuk kering. Beberapa pasien juga mengalami sakit dan nyeri, hidung tersumbat, pilek, sakit tenggorokan atau diare. Gejala-gejala ini biasanya ringan dan mulai secara bertahap.

    Beberapa orang bisa terinfeksi tetapi tidak menunjukkan gejala apa pun dan merasa tidak enak badan. Kebanyakan orang (sekitar 80%) pulih dari penyakit tanpa perlu perawatan khusus. Sekitar 1 dari setiap 6 orang yang terinfeksi Covid-19 sakit parah dan mengalami kesulitan bernapas.

    Orang yang lebih tua, dan mereka yang memiliki masalah medis penyerta seperti tekanan darah tinggi, masalah jantung atau diabetes, lebih mungkin untuk berkembang menjadi penyakit serius. Orang dengan demam, batuk dan kesulitan bernapas harus mencari perhatian medis.

    Wuhan China, adalah yang pertama terjangkit, dan menimbulkan banyak korban. Dunia menyaksikan keganasan penyebaran Covid-19. Kemudian menyebar ke ratusan Nagara, bahkan Dunia. Uniknya, Rusia Negara yang berbatasan dengna China, justru lolos dari penyebaran virus.

    Dari beragai refrensi salah satu alasan mengapa virus Corona tidak menyebar di Rusia, meskipun ada di perbatasan China, ternyata dokter-dokter di bandara Moskow, menunggu setiap pesawat dan memeriksa penumpang yang datang. Karena mereka paham Virus Corona bukan untuk lelucon.

    Agak berbeda dengan Italy, yang kini hanya dalam waktu sebulan sejak kematian pertama akibat virus corona terjadi di Italia, potret kehidupan di Negeri “Pizza” langsung berubah drastis. Ketika kasus kematian itu terjadi, situasi di Italia masih normal seperti biasanya. Kafe-kafe dan bar penuh sesak, tempat-tempat wisata ramai pengunjung, dan kehidupan politik masih sedramatis biasanya.

    Namun sekarang situasinya berbeda jauh. Jalanan di Italia sepi, dan para politisi sangat sibuk, dalam perjuangan negara menahan pandemi global terburuk selama hampir seabad ini. Jumlah kematian akibat Covid-19 di Italia sekarang yang tertinggi di dunia, menyalip China tempat wabah ini pertama kali muncul akhir tahun lalu.

    Kematian pertama, seorang pensiunan pekerja bangunan di dekat Padua, diiringi peningkatan yang stabil dalam penambahan kasus. Pemerintah kemudian melakukan isolasi di beberapa kota di wilayah tersebut. “Semuanya terkendali,” kata Perdana Menteri Giuseppe Conte, setelah penutupan pertama dilakukan.

    Dia berharap bisa membendung kekhawatiran atas penyebaran virus corona di Italia, tapi terbukti keyakinannya masih prematur. Sekarang, lebih dari 4.800 orang telah meninggal karena virus corona di negara Mediterania itu, dan lebih dari 53.000 orang terinfeksi. Hal ini memicu krisis kesehatan masyarakat, dan membuat sistem perawatan kesehatan di Italia sangat kewalahan.

    Di Indonesia, justru diawali dengan banyak tokoh politik hingga pejabat negara lebih dulu sibuk dengan eyel eyelan, adu argumen, dan itu di pertontotankan kepada Publik. Dunia bahkan menggunjing Indonesia dengan berbagai anekdot, atas sikap main main menangani Covid-19.

    Tiba-tiba Negara Arab menutup Umroh, Bandara Bandara Negara negara lain menolak pesasawat Indonesia, termasuk warning WHO, satu warga tewas positif Covid-19, dan terus bertambah, baru seolah olah sudah mengantisipasi. Dengan berbagai cara, dan kini hanya daalam hitungan hari kini korban terus bertambah yang dalam persentase jumlah kita tertinggi di Asean.

    Hari ini, Jubir Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto dalam pernyataannya di Graha BNPB, Jakarta, Minggu Sabtu 22 Maret 2020 menyebutkan jumlah warga yang meninggal total menjadi 48 orang, dengan positif Covid 19 514 orang. Penambahan kasus meninggal dari perjalanan penyakit ini sebanyak 10 orang. Total meninggal sekarang pada posisi sekarang adalah 48 orang.

    Hingga per 22 Maret, Kasus Positif Corona di Indonesia Jadi 514, Sementara itu, pasien yang sembuh bertambah 9 orang. Total pasien yang sembuh saat ini 29 orang. dengan dua kali pemeriksaan negatif dan dinyatakan sembuh dan dibolehkan pulang sebanyak 9 orang sehingga totalnya menjadi 29 orang.

    Jika melihat persentase Jumlah Hingga hari ini, Ahad, sudah 514, ada potensi sebulan ke depan mencapai ribuan orang. Seorang teman, menghubungi saya, dia cerita kekagetanya saat dia melakukan perjalanan ke Hong Kong-Kuala Lumpur-Jakarta-Lampung. Saat di Hongkong, Bandara Internasional Hong Kong memberlakukan pengawasan ketat terhadap warga negara asing karena wabah virus Covid-19 menyebar ke berbagai negara.

    Di Hong Kong, pendatang wajib melewati thermal scanner dan thermo gun serta memakai masker dan diberi buku kecil alur penanganan Covid-19 oleh petugas bandara. Pihak bandara juga melakukan pencegahan dengan menyemprotkan disinfektan selama dua jam sekali di sudut ruangan. Mereka membersihkan lebih sering tombol lift dan pegangan eskalator.

    Di Bandara Internasional Kuala Lumpur, pengawasan ketat hampir serupa. Bedanya, penumpang masih ada yang tidak menggunakan masker. Bagaimana dengan Bandara Internasional Raden Intan, Soekarno Hatta??

    Presiden Joko Widodo mengumumkan pasien 01 dan pasien 02 positif Corona di Indonesia, teman itu tidak melihat petugas bandara yang memeriksa suhu tubuh secara manual dengan thermo gun. Lalu, pengisian data tidak diperiksa seperti nomor telepon penumpang. Padahal bersama rombongan pesawat itu baru saja dari Hong Kong dan Malaysia, dua negara yang terpapar Covid-19.

    Brosur Malaysia, kalau datang dari negara terpapar Covid-19, disuruh pakai masker selama 14 hari di publik. Di Indonesia, brosurnya ngomongin lain. “Ini kebijakan pemerintah kita gimanaya, Malah lebih ketat urusan bagasi dan cukai dibandingkan soal Corona,”

    Saat dunia heboh dengan wabah Corona, tapi data Badan Pusat Statistik Nasional per Januari 2020 menyebut 796.934 wisatawan mancanegara masuk ke Indonesia melalui 32 bandara internasional. Bandara Internasional Ngurah Rai di Denpasar menjadi pintu masuk tertinggi (526.823 orang), berikutnya Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Tangerang (173.453 orang), Bandara Internasional Juanda, Surabaya (17.047 orang), dan Bandara Internasional Kualanamu, Medan (19.327 orang).

    Dua warga Indonesia dinyatakan positif Covid-19 pada 2 Maret lalu oleh Presiden Joko Widodo. Panularan terhadap pasien 01 dan 02 terkait kasus ke-24 Malaysia yang dinyatakan positif Corona pada 27 Februari lalu setelah pulang dari Indonesia. Bahkan media menulis kasus warga negara asing positif Corona setelah pulang dari Indonesia bukan kali pertama terjadi. Ada delapan kasus lain.

    Warga negara Tiongkok asal Wuhan positif Covid-19 setelah berkunjung ke Bali selama seminggu. Ia dinyatakan positif pada 4 Februari. Lalu warga Jepang berusia 60 tahun positif Corona pada 22 Februari setelah berkunjung ke Bali selama tiga hari.

    Tiga kasus lain, yakni warga negara Singapura dan Myanmar positif Corona, setelah tiga hari berkunjung ke Batam. Pasien 101 Singapura dinyatakan positif pada 25 Februari; pasien 103 dan 104 dinyatakan positif pada 1 Maret lalu. Kasus warga Singapura lain atau disebut pasien 107 positif Corona setelah berkunjung ke Jakarta selama empat hari.

    Perempuan 68 tahun dinyatakan positif pada 2 Maret oleh Kementerian Kesehatan Singapura. Selandia Baru mengonfirmasi kasus pertama virus Corona pada 28 Februari. Riwayat perjalanan pasien 01 itu dari Iran, yang transit di Bandara Ngurah Rai. Ada sekitar dua jam pasien itu transit sebelum terbang ke Auckland, kota Metropolitan terbesar di Selandia Baru.

    Begitu pula warga Australia, perempuan 30 tahun yang positif Corona setelah kembali dari Iran melalui Denpasar. Pemerintah Negara Bagian Victoria sedang mencari data seluruh penumpang pesawat Malindo Air nomor penerbangan OD 177 rute Denpasar-Melbourne pada 28 Februari 2020. Kepala otoritas kesehatan Victoria Dr Brett Sutton mengatakan perempuan itu sudah merasakan gejala-gejala sakit ketika akan menaiki pesawat dari Denpasar.

    Lalu, bagaimana dengan di Lampung, yang sudah menyatakan 1 orang postif Covid-19, dengan riwayat kontak dengan rekannya yang meninggal di Solo dan Jakarta, usai mengikuti kegaiaatan di Bogor, yang juga positif Covid 19. Terhitung tanggal 29 Maret 2020 kembali ke Lampung, tentunya telah melakukan intraksi, di rumah, tetangga, bahkan mungkin kelompok.

    Apalagi pasien Corona-01 Lampung ini, adaalah tokoh di salah satu kelompok masyarakat, Dinas kesehatan menyebut telah mentraking 65 orang, diantaranya ada 7 petugas medias Puskesmas, dan Rumah Sakit. Dan tentunya ke tujuh petugas medis itu juga punya keluarga, kerabat, teman dan lain lain. Yang saat ini baru di karantina di rumahkan.

    Pertanyaannya, kenapa tidak langsung di karantina di Rumah Sakit? Kenapa menunggu Positif dulu baru rawat isolasi di Rumah Sakit. Harus jika ingin memutus penyebaraan, siapa siapa yang masuk daftar tracking langsung di karantina di rumah sakit, dan dilakukan sterilisasi wilayah dan rumah, serta kantor.

    Melihat karakter masyarakat, yang cenderung bandel, harusnya, daerah yang terinfeksi positif, dapat segera melakukan lockdown atau isolasi terbatas, agar mudah bagi pemerintah dan tidak menyebar ke daerah lainnya. Tinggal minta restu ke pusat.

    lockdown secara minor di areal yang positif. Sehingga tidak menunggu jatuh banyak korban. Dan orang orang yang terkait dengan pasien (contact tracing) melapor ke rumah sakit, ada baiknya jangan biarkan pemerintah sendiri berpacu dengan Corona. Semoga Lampung dijauhkan dari penyebaran covid-19.***

  • Refleksi Fatwa Corona

    Refleksi Fatwa Corona

    “SAYA TAK TAKUT CORONA, HANYA TAKUT ALLAH”. Kalimat ini kelihatannya benar dan menggambarkan keimanan mereka yang tinggi, tapi sebenarnya “sarat akan paham Jabariyyah” dalam kajian Aqidah.

    Lalu bagaimana dengan keimanan Baginda Nabi yang mengatakan “larilah engkau dari lepra sebagaimana larinya engkau dari singa” (HR. Bukhari). Apakah mereka lebih tinggi keimanannya dari keimanan Baginda Nabi?.

    “TAK MUNGKIN ALLAH TURUNKAN WABAH KEPADA ORANG-ORANG SHALIH”. Kalimat ini tampak seperti benar, tapi ada kerancuan. Kalau diyakini bahwa wabah hanya akan mengenai orang kafir/ahli maksiat, lalu bagaimana dengan Sahabat mulia Muadz bin Jabal yang wafat karena wabah penyakit saat itu?. Apakah keimanan beliau lbh rendah dari keimanan mereka yang mengatakan kalimat di atas?.

    “TAPI MASJID INI ADALAH RUMAH ALLAH, TAK MUNGKIN ALLAH TURUNKAN WABAH DI RUMAH-NYA, MAKA FATWA PARA ULAMA ITU KELIRU”. Ini pun tampak manis didengar, tapi bagaimana dengan sabda Baginda: “Janganlah kalian mencampurkan antara yang sakit dengan yang sehat.” (HR. al-Bukhari). Hadits ini bersifat umum, di semua tempat.

    “TAPI TAMPAKNYA DI WILAYAH KITA AMAN-AMAN SAJA”, semoga kalimat ini benar sesuai fakta. Tapi ahli virus mengatakan bahwa Corona adalah wabah dengan sifatnya yang mudah tersebar dengan inkubasi yg cukup panjang, sehingga orang yang terpapar baru akan ketahuan setelah 14 hari-an.

    Fenomena kalimat- kalimat di atas merupakan bentuk bagaimana otoritas keilmuan tak lagi dihargai, baik ilmu agama maupun sains, dan ironisnya hal itu dilakukan dengan “bungkusan agama”. Padahal Allah berfirman: “Tanyakanlah kepada ahli ilmu apabila engkau tak mengetahui

    Tak mungkin para ulama berfatwa tanpa pemahaman agama yang kuat. Mesir, Saudi Arabia, Kuwait, diantara negara-negara yang lebih dahulu mengeluarkan fatwa berkaitan dengan ibadah jumat selama wabah corona berlangsung. Mereka berfatwa dengan ilmu, ratusan hadits mereka hafal.

    Tak perlu ditanya mengenai hafalan Quran mereka, jangankan ulama, disana orang “biasa” hafal Quran bukan hal “luar biasa”. Para ulama sangat paham bagaimana “himayatun nafs” yang merupakan salah satu “maqashid” syariah. Malu kita kalo bandingkan ilmu kita dengan mereka. Jangankan 30 juz, juz 30 saja mungkin kita tak hafal. Jangankan hafal ratusan hadits, hadit “innamal a’malu binniyyat … ” saja mungkin kita tak hafal. Begitu juga dengan para ulama di MUI yang tak diragukan keilmuannya

    Atau masih ada yang mengatakan “KITA TIDAK MENGIKUTI ULAMA, TAPI KITA MENGIKUTI QUR’AN DAN SUNNAH”. Kalimat ini pun sangat manis, tapi apakah para ulama itu tidak mengikuti Quran dan Sunnah?. Siapa yang lebih paham dengan Quran dan Sunnah? kita ataukah para ulama itu yang jelas sanad keilmuannya? ..

    Para ulama berfatwa berlandaskan pada pengetahuan mendalam mereka terhadap agama setelah mendengarkan ahli virus corona. Maka merendahkan fatwa mereka dapat dimaknai penegasian terhadap otoritas keilmuan agama dan sains sekaligus.

    Perlu diingat, Baginda Nabi pernah bertutur:
    إذا وسد الأمر الی غیر اهله فانتظر الساعة
    Jika suatu perkara diserahkan kepada bukan ahlinya, nantikanlah kebinasaan yang akan datang.

    عصمنا الله و إیاکم بطاعته ..

    Sumber :
    Diposting oleh Moh Shohib Latief 

  • Pageblug Covid-19

    Pageblug Covid-19

    Dalam bahasa Jawa Kuna, Pageblug merupakan wabah penyakit berbahaya yang disebabkan oleh kekuatan spiritual. Banyak yang berkonotasi negatif jika itu merupakan ulah liar mahluk kasat mata yang menyerang dunia manusia.

    Dalam menghadapi wabah Pageblug, masyarakat Jawa Kuno mengatasinya dengan melakukan ritual memohon pada Sang Hyang Widi Washa untuk menghalau Pageblug.

    Dalam satu mitologi, Pageblug memberikan dampak negatif yang sangat mengerikan bagi makhluk hidup, khususnya manusia, dan menyerang kehidupan tanpa ampun, tanpa tedeng aling-aling, dan tanpa mengenal strata sosial masyarakat.

    Tua muda, lelaki perempuan, anak-anak maupun orang dewasa, hingga hewan ternak dan juga pertanian dan hasil kebun tak luput dari serangan berupa kenyataan yang sangat tragis dari Pageblug.

    Di era revolusi industri 4.0, bugdata menguasai tren otomatisasi dan pertukaran data terkini yang mencakup sistem siber-fisik. Sementara, industri society 5.0 merupakan sebuah perubahan pola hidup masyarakat yang berpusat dengan menyeimbangkan kemajuan ekonomi dengan memanfaatkan ruang maya dan ruang fisik.

    Kembali pada persoalan yang menjadi esensi dari tulisan ini, saat ini, WHO telah mengeluarkan maklumat pada seluruh negara terkait pandemi virus corona yang terdeteksi disebabkan dari adanya penyebaran corona virus disease (Covid-19) yang secara sporadis menyebar ke seluruh dunia.

    Lantas, apa korelasi antara Pageblug dengan virus corona?

    Saya hanya mengumpamakan secara sederhana, penyakit Corona merupakan Pageblug Covid-19. Namun, di eradigitalisasi ini, informasi terkait pencegahan dan hal-hal terkait Virus Corona Novel Covid-19 juga begitu cepat menyebar.

    Artinya, sebagai manusia yang hidup dalam era teknologi informasi super canggih, tak perlu terlalu cemas secara berlebihan. Khawatir boleh-boleh saja. Tapi, tidak secara serampangan dan disikapi dengan berlebihan. Yang ideal dilakukan saat ini, yakni kembali pada pola hidup sehat dan dibarengi dengan meningkatkan ketakwaan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, Sang Hyang Widi Washa.

    Terus gali informasi sebanyak-banyaknya untuk mencegah diri kita tersambar Pageblug Covid-19. Fungsikan nalar kita untuk mengatasinya dengan bijak dan senantiasa istiqomah. Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, Sang Hyang Widhi Wasa senantiasa memancarkan cahaya dan menghapus ketidaktahuan manusia. ***