Kategori: Opini

  • Bisakah Wartawan Dipidana?

    Bisakah Wartawan Dipidana?

    Oleh: Juniardi SIP, MH

    Seorang wartawan bertanya, Apakah wartawan yang melakukan pemberitaan keliru dan mengandung unsur fitnah sehingga menimbulkan opini negatif bisa dipidanakan?. Meski dahi sedikit bergurat, karena yang bertanya adalah juga mengaku sebagai pemilik media. Saya yakin jawabannya tentu beragam versi, tergantung latar belakang dan kepentingannya.

    Lalu saya mencoba telusuri sesuai ketentuan Hukum dan UU Pers, ternyata pertanyaan serupa itupun banyak muncul, seperti di laman hukumonline.com yang juga mengulas hal itu. Dilaman itu disebutkan, pada dasarnya, Wartawan Indonesia harus segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.

    Hak jawab dan hak koreksi merupakan suatu langkah yang dapat diambil oleh pembaca karya Pers Nasional apabila terjadi kekeliruan pemberitaan, utamanya yang menimbulkan kerugian bagi pihak tertentu. Bila hak jawab ini tidak dilayani oleh pers, maka perusahaan pers dapat dipidana.

    Melalui pertanyaan itu, kita asumsikan bahwa penanya merupakan pihak yang difitnah secara langsung melalui tulisan dari seorang wartawan yang merupakan bagian dari Perusahaan Pers Nasional. Sebelum masuk pada unsur pidana, bahwa ada upaya lain yang dapat ditempuh untuk melindungi hak masyarakata yang dirugikan.

    Berita yang Keliru

    Soal pemberitaan yang salah, Pasal 10 Peraturan Dewan Pers Nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008 tentang Pengesahan Surat Keputusan Dewan Pers Nomor 03/SK-DP/III/2006 tentang Kode Etik Jurnalistik sebagai Peraturan Dewan Pers (“Kode Etik Jurnalistik”) menyatakan: “Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.”

    Di dalam dunia pers dikenal 2 (dua) istilah yakni: hak jawab dan hak koreksi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (“UU Pers”).

    1. Hak Jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.

    2. Hak Koreksi adalah hak setiap orang untuk mengoreksi atau membetulkan kekeliruan informasi yang diberikan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.

    Hak jawab dan hak koreksi merupakan suatu langkah yang dapat diambil oleh pembaca karya Pers Nasional apabila terjadi kekeliruan pemberitaan, utamanya yang menimbulkan kerugian bagi pihak tertentu.

    Upaya yang Dapat Ditempuh Akibat Pemberitaan Pers yang Merugikan

    Dalam kasus yang dihadapi itu, dan dengan merujuk pada asumsi ada narasumber sebagai pihak yang dirugikan secara langsung atas pemberitaan wartawan memiliki Hak Jawab untuk memberikan klarifikasi atas pemberitaan tersebut.

    Langkah berikutnya yang dapat dilakukan adalah membuat pengaduan di Dewan Pers. Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers nasional, dibentuk Dewan Pers yang independen. Dewan Pers Indonesia mendefinisikan pengaduan sebagai kegiatan seseorang, sekelompok orang atau lembaga/instansi yang menyampaikan keberatan atas karya dan atau kegiatan jurnalistik kepada Dewan Pers.

    Karena salah satu fungsi Dewan Pers yaitu memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers. Artinya, bahwa yang dirugikan dapat menjadi pengadu di Dewan Pers untuk mengajukan keberatan atas karya jurnalistik dari wartawan tersebut.

    Bila Hak Jawab Tak Membuahkan Hasil

    Apabila Hak Jawab dan Pengaduan ke Dewan Pers tidak juga membuahkan hasil, maka UU Pers juga mengatur ketentuan pidana dalam Pasal 5 jo. Pasal 18 ayat (2) UU Pers, yaitu

    Pasal 5 UU Pers:

    (1) Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan menghormati norma-norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas praduga tak bersalah.

    (2) Pers wajib melayani Hak Jawab.

    (3) Pers wajib melayani Hak Koreksi.

    Pasal 18 ayat (2) UU Pers:

    “Perusahaan pers yang melanggar ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2), serta Pasal 13 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).”

    Dan itu berlaku untuk pers dan media baik konvensional maupun digital, yang tentunya berbeda dengan tulisan ataau karya diluar media pers. Karena diluar media pers tidak berlaku UU Pers, karena dia menjadi konten pribadi seperti bloger, Media Sosial (Facebook, Twiterr, Yutube, Whatshapp), selbearan, dan lainnya.

    Pers Tidak Boleh Sombong

    Pasal 50 KUHP secara jelas menyatakan bahwa “Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undangundang, tidak dipidana”. Yang jika dihubungan dengan wartawan dan media sebagai pelaksana UU 40 Tahun 1999 tak boleh dipidana.

    Itupun, perlindungan yang diberikan kepada wartawan yang bekerja secara profesional. Bukan orang yang kerap mengaku-aku sebagai wartawan, tetapi sering menyalah-gunakan profesi untuk melakukan pemerasan, dengan menyudutkan orang yang ujung-ujung nya mengarah untuk mendapatkan iklan, atau pembuatan berita berdasar kerja sama.

    Bukan pula kepada orang yang mengaku sebagai wartawan, tapi sebetulnya pekerjaannya adalah LSM, atau wartawan yang merangkap jadi pengacara, dan menggunakan statusnya sebagai wartawan untuk menekan lawan klien, atau mendapatkan akses dari panitera.

    Karena jaminan terhadap kebebasan pers memiliki kausalitas dengan perlindungan wartawan. Tak ada gunanya ada kemerdekaan pers, tapi wartawan tidak merdeka dalam melakukan pekerjaan dan kegiatan jurnalistik sesuai tuntutan profesinya.

    Jadi kemerdekaan pers ada dalam rangka agar wartawan dalam menjalankan pekerjaannya untuk memenuhi hak atas informasi (right to information) dan hak untuk tahu (right to know) dari masyarakat yang notabene adalah menjadi kewajiban negara untuk memenuhinya (obligation to fulfil).

    Karena itulah, sebagaimana tercantum dalam Pasal UU 40 Tahun 1999, dinyatakan bahwa dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum. Ada yang mengritik bahwa pasal ini tak jelas karena dalam penjelasannya hanya dikatakan bahwa “perlindungan hukum” yang dimaksud adalah jaminan perlindungan pemerintah dan atau masyarakat kepada wartawan dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    Selain mendapat perlindungan hukum, wartawan juga memiliki hak tolak dalam rangka untuk melindungi narasumber. Tidak semua profesi memiliki hak semacam ini. Kecuali hanya Wartawan. Dan masyarakat wajib memahami mekanisme penyelesaian atas Pemberitaan Pers yang merugikan.

    Pers wajib mempelajari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers; Peraturan Dewan Pers Nomor 3/Peraturan-DP/VII/2013 tentang Prosedur Pengaduan ke Dewan Pers; dan Peraturan Dewan Pers Nomor: 6/Peraturan-DP/V/2008 tentang Pengesahan Surat Keputusan Dewan Pers Nomor 03/SK-DP/III/2006 tentang Kode Etik Jurnalistik sebagai Peraturan Dewan Pers.

    *Penulis Wakil Ketua Bidang Pembelan Wartawan PWI Lampung, Pimred Sinarlampung.com

  • Mencermati Perjalanan Ormas Muhammadiyah

    Mencermati Perjalanan Ormas Muhammadiyah

    Oleh: Wagiman SE

    Selama 107 tahun sejak berdirinya 18 Nopember 1912 M. Bahkan sudah 111 tahun menurut kalender Hijriyah, sejak 8 Dzulhijjah 1330 H. Dan ternyata Muhamadiyah memang sudah S2 (Sampun Sepuh,red). Katanya, KH. Ahmad Dahlan membangun pondasi persyarikatan ini dengan batu keteguhan aqidah yang lurus, pasir purifikasi, semen modernitas berkemajuan dan air kepedulian sosial.

    Rocky Gerung saat memberikan kuliah umum di Universitas Muhamadiyah Surabaya (UMSurabaya) 19 Januari silam, ia mengatakan bahwa Muhammadiyah bukan hanya sekadar merawat akal sehat melalui glorifikasi retorik, tapi Muhammadiyah secara mendasar mendirikan infrastuktur akal sehat dengan pendirian sekolah dan universitas*

    Selama perjalanan kiprahnya, Muhamadiyah senyap dari bersorak lantang menjaga NKRI, absen di penghakiman intoleransi, enggan mengklaim paling menjaga kebhinekaan, tidak turut bersorak pada gegap gempitanya isu radikalisme.

    Jawabannya hanya satu, karena Muhammadiyah sejak dulu sudah mati-matian berkontribusi untuk kemajuan negara bahkan mendorong dan berpartisipasi aktif mendirikan NKRI. Paling jago menghargai perbedaan tidak pernah membubarkan kegiatan. Menyikapi isu radikalisme dengan sangat rasional. Gerakan intoleransi cukup diserahkan polisi.

    Muhamadiyah tidak abai melihat kesewenang-wenangan, jika ada peraturan perundang-undangan yang berpotensi merugikan public, *Judicial review* menjadi pilihan. Alhamdulillah, selalu selamat dari pusaran politik praktis tetapi anggota dan simpatisannya sudah mampu dan cakap menempatkan diri.

    Muhamadiyah sejak dulu khusyuk dan tenang dalam beribadah, tidak perlu berteriak-teriak menggangu kiri dan kanan. KOKAM-nya lurus tidak mengenal ilmu kekebalan dan perilaku aneh lainnya. Tapak Sucinya tidak mengenal tenaga dalam dengan amalan-amalan dan ritual yang menyelisihi sunnahnya.

    Waktunya tidak habis dan sia-sia untuk mengurusi kekurangan ormas lain dan menganggapnya sebagai khazanah perbedaan. Bahkan mampu bersinergi dengan mereka apalagi berbagai elemen ormas Islam. Sehingga fokus pada pembenahan internal berkemajuan. Wajar kalau tumbuh kembangnya amal usaha sangat mengagumkan.

    Presiden Jokowi-pun tercengang dan terheran-heran karena diam-diam Muhammadiyah membangun infra struktur dengan biaya yang relatif besar padahal ‘tidak pernah’ mengemis bantuan pemerintah. Sehingga independen dan tidak mudah ditekan apalagi ‘dimanfaatkan’ untuk kepentingan sesaat. Tidak ragu beramar makruf nahi mungkar.

    Saldo tabungan Perserikatan Muhammadiyah di berbagai bank total 50 Trilyun sementara nilai aset keseluruhan dari puluhan ribu sekolah, amal usaha, ratusan rumah sakit, ratusan perguruan tinggi milik Muhammadiyah ditaksir 300 Trilyun lebih.

    Di Jawa Tengah saja BPJS menunggak hutang tidak kurang dari 300 Milyar pada rumah sakit-rumah sakit milik Muhammadiyah. Belum didaerah lainnya. Muhammadiyah memang sudah jadul. Uwis lawas. Pembawaannya kalem, tetapi kiprahnya untuk kemajuan NKRI sangat tidak diragukan.

    Estafet kepemimpinannya tidak mengenal putera mahkota. Perjuangannya kolegial, mencari amal usaha Muhammadiyah dengan mengatas namakan perorangan laksana berusaha mendapatkan patahan jarum dalam tumpukan jerami.

    Administrasinya jelas, teratur dan rapi. Jangan heran jika banyak sekali orang di luar Muhammadiyah mempercayakan pentasharufan zakat, infaq dan sodaqohnya kepadanya. Kepedulian kepada kaum lemah dan marginal terlembagakan. Jangan tanyakan lagi kiprahnya di lapangan kesehatan dan medan pendidikan.

    Jujur, saya bangga menjadi bagian dari Muhammadiyah. Nasionalisme kental tapi tidak perlu diteriakkan. Kesadaran kebhinekaan-nya pasti tapi tidak dikoarkan. Moderatnya jelas tapi tidak mudah menghakimi radikal dan intoleran. Muhamadiyah adalah kesadaran, ia menjadi penting bagi banyak orang. Karena membuat siapapun merasa nyaman. Merasa memiliki NKRI yang merupakan bagian dari kehidupan anak negeri ini

    Seorang Tokoh Muda NU, Mustofa Djufri , juga Gus Asror dari Pesantren Sidogiri, Jawa Timur pernah menuturkan dalam tulisannya, yang sangat berkesan

    Belajarlah dari Muhammadiyah
    Jadilah seperti Muhammadiyah, mandiri dalam segala bidang.
    Karenanya, sikap-sikap politik dan kenegaraan mereka pun mandiri.

    Mereka memberi beras, Muhammadiyah juga memberi beras, mereka membangun TK, Muhammadiyah juga bangun TK, mereka bagikan permen, Muhammadiyah pun bagikan permen Akhirnya, umat yang lapar itupun lebih memilih ngaji dan sekolah ke TK Muhammadiyah . Sama- sama Islam, sama- sama dapat beras.

    Warga Muhamadiyah tak begitu tertarik menjual agama demi uang. Sebab perut mereka sudah cukup. Mereka mandiri, mereka banyak memberi. Saya yakin, semua keberkahan ini berawal dari kata-kata KH. Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah): “Hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan mencari hidup dari Muhammadiyah”

    Salam hormat untuk saudaraku keluarga besar Muhammadiyah. Mari kita belajar dari Muhamadiyah, tulis Gus Asror. Selamat Milad Muhamadiyah,  Selamat menunaikan karya dengan menebar berkah.Membuat sejarah akan menjadi legenda, membuat cerita hanya menjadi kisah.

    *Disadur dari berbagai sumber

  • Upaya Mengumpulkan 4000 Alumnni Nakasone Yang Berserakan Di Tanah AIr

    Upaya Mengumpulkan 4000 Alumnni Nakasone Yang Berserakan Di Tanah AIr

    Oleh : Ilham Bintang

    “Alhamdulillah, terima kasih banyak yah, sudah diundang masuk WAG Alumni Nakasone Programme,” ujar Wening Esthyprobo Sabtu (23/11) pagi. Diplomat ulung ini baru tahun lalu meninggalkan posnya di Budapest, Hongaria, sebagai Duta Besar RI di negara itu.

    WAG yang dimaksud Wening adalah WhatsApp Group Alumni Nakasone Programme. Adapun Nakasone Programme, adalah Program Persahabatan Indonesia -Jepang Abad 21 yang dulu dirintis oleh PM Jepang, Yasuhiro Nakasone.

    Dimulai tahun 1984, saat Nakasone menjabat PM Jepang, hingga sekarang program itu masih berlangsung dengan berbagai penyempurnaan. Setiap tahun Nakasone mengundang ratusan pemuda dari kawasan Asean untuk melihat persiapan Jepang menyongsong Abad 21.

    Wening, salah satu alumni program itu. Dia tercatat sebagai Angkatan III tahun 1986, mewakili Departemen Luar Negeri ( Sekarang Kemenlu). Pada Angkatan I/1984 tercatat nama mahasiswa UGM, Tjahjo Kumolo yang kelak menjadi menteri dalam kabinet pemerintahan Jokowi.

    Priode pertama, menjabat Mendagri. Priode kedua yang baru dilantik, Menteri PAN RB. Setahun berikutnya, ikut program itu tahun 1985, mahasiswa dari UGM Airlangga Hartarto, yang juga kelak menjadi menteri Jokowi. Priode pertama: Menteri Perindustrian.

    Priode kedua yang baru dilantik, Menko Perekonomian. Airlangga juga memimpin parpol besar, yaitu Partai Golkar. Saya satu kelompok dengan Airlangga pada Angkatan II tahun 1985. Kelompok Youth Leader. Saya mewakili wartawan yang saat itu bekerja di Harian Angkatan Bersenjata.

    Pemulihan hubungan

    Dalam reportase saya waktu itu, saya menulis, melalui program iNakasone, Jepang sebenarnya berkeinginan memulihkan hubungan dengan bangsa-bangsa di kawasan Asean. Di masa Perang Dunia bangsa di kawasan Asean yang paling merasakan kesengsaraan pendudukan tentara bala tentara Dai Nippon itu.

    Nakasone adalah PM Jepang pertama yang merintis hubungan baik dengan bangsa-bangsa di Kawasan Asean. Tidak hanya itu Nakasone juga mengunjungi Rusia dan China untuk memperbaiki hubungan. Sebagai negara raksasa industri, semua negara di dunia ini adalah captive market bagi Jepang, pasar besar yang bakak menopang industrinya.

    Asean tentu mendapat perhatian lebih khusus. Bangsa-bangsa di kawasan Asean masih menyimpan luka. Nakasone tak mau kejadian terulang pada masa PM Tanaka yang menghadapi resistensi di mana- mana. Kita catat di Indonesia, khususnya di Jakarta pernah meledak demonstrasi besar anti Jepang menyambut kunjungan PM Tanaka di Jakarta. Demonstrasi yang dipimpin tokoh mahasiswa Herman Siregar sungguh menjadi catatan perih bagi Jepang.

    Sejalan dengan itu, Jepang juga ingin memamerkan kemajuan industri mereka di berbagai sektor kehidupan. Tahun 1985 mereka menyelenggarakan pameran besar industri, yaitu Expo Tsukuba. Angkatan kami beruntung. Berangkat ke Jepang tahun 1985, sehingga bisa mengunjungi Expo di Tsukuba itu.

    Fasilitas mewah

    Para peserta Program Nakasone ini diundang berkunjung ke Jepang selama sebulan. Dipilih melalui seleksi ketat oleh tim yang dibentuk Kantor Menteri Negara Pemuda & Olahraga ( nama kementeriannya waktu itu). Gratis. Mulai dari transportasi, akomodasi, dan konsumsi selama mengikuti program. Fasilitasnya termasuk mewah, maklum tamu negara. Selama sebulan peserta mendapatkan kuliah sesuai bidang masing-masing dengan para dosen dari perguruan tinggi ternama, seperti Universita Waseda.

    Home stay

    Program ini menyediakan juga kesempatan peserta mengenal kultur Jepang dengan home stay di rumah-rumah warga Jepang selama tiga-empat hari. Home stay umumnya di daerah-daerah. Tapi biarpun daerah, tetap saja sudah standar kemajuannya.

    Hingga sekarang, jumlah alumni sudah melebihi 4000 orang. Di tahun – tahun awal, dibentuk organisasi alumni, namanya Kappija 21 ( Keluarga Alumni Program Persahabatan Indonesia – Jepang Abad 21). Abu Hanifah dan Darul Sisca, Angkatan I/1984 yang tercatat sebagai inisiatornya. Darul Sisca saat ini anggota parlemen.

    Belakangan Kappija 21, seperti kedodoran. Manejemen organisasinya kurang mengantisipasi kebutuhan alumni yang semakin lama semakin melonjak jumlahnya. Alhasil, jangankan komunikasi, sesama alumni saja, bisa tidak saling mengenal.

    Dubes Wening baru tahu alumni Nakasone tanpa sengaja. Dua tahun lalu kami dijamu dinner oleh di Budapest. Saat berbincang tanpa sengaja kita sama -sama terkenang program Nakasone.

    Pertengahsn tahun ini, saya diundang masuk WAG Alumni Nakasone Programme. Ini yang membuat saya tahu ada beberapa teman masih aktif berkomunikasi. Ternyata Kappija itu masih ada. Namun, tidak berkembang baik sebagaimana lazimnya organisasi yang diurus serius.

    Aneh juga. Saya masih tetap beranggapan alumni Nakasone ini potensi bangsa. Maklum, direkrut amat ketat. Kategori agen pembangunan dan pembaharuan. Justru potensi itulah menurut saya yang menjadi selling point yang dilirik PM Nakasone.

    Bayangkan kini para pemuda terpelajar, calon pemimpin, yang di dalam dua puluh lima tahun akan menjadi pemimpin bangsanya. Dan itu, kini terbukti. Terbukti pula sejak itu tidak ada riak yang berarti mewarnai hubungan kebudayaan dan perdangangan Indonesia – Jepang.

    Cukup beruntung ada alumni yang bernama Mulyono Lodji. Dia menjadi Ketua Kappija sejak 15 tahun. Sendirian. Tanpa perangkat organisasi, jelas hanya dia amat terbatas. Hanya menangani hal-hal rutin, program sporadis, tanpa support tenaga dan pikiran alumni lain.

    Memenuhi aspirasi beberapa teman, saya pernah mengundang Mulyono ke kantor. Berbincang dan berdiskusi dengan sejumlah alumni. Kesimpulannya disepakati untuk menata kembali organisasi Kappija. Diawali mencari kontak alumni yang berserakan di seluruh wilayah Tanah Air. Ini bukan pekerjaan mudah. Jumlahnya 4 ribu orang. Databasenya hanya berada di kantor JICA, agen pemetintah Jepang yang dulu mengatur kunjungan ke Jepang sejak tahun pertama.

    Langkah kedua, menyelenggarakan pertemuan besar : Munas Kappija. Afdal Marda, Angkatan 96 dari Kelompok Bisnis terpilih menjadi Ketua Munas. Dibantu secara keroyokan oleh beberapa alumni lain: Harry Kaligis, Birma, Santany, Joko Wismoko, Finni, Andre, Testiana, Santany, Imma Hakimah, Luly Agiel, Jean Aslinda, Mut Hasibuan, Seni Inez,dan beberapa lagi.

    Munas Kappija direncanakan berlangsung Sabtu 14 Desember di Jakarta. Waktunya memang mepet. Itu sebabnya panitia siang malam histeria bekerja untuk mewujudkan terlaksananya Munas itu. “Mumpung lagi semangat, Bang. Ibarat besi, ditempa selagi panas. Jangan lagi tunggu waktu hingga menjadi dingin lagi,” kata Burma, Alumni asal Sumatera Utara. Demi Munas itu ia perpanjang tinggalnya di Jakarta.

    Seperti disebut di awal, secara individu semua alumni Nakasone ini adalah potensi bangsa. Mereka terpilih ikut program melalui seleksi ketat berdasar kompetensi masing-masing. Marging error paling 2 persen. Yang oleh pihak pemerintah sendiri diharapkan setelah mengikuti program ini bisa mengandikan diri memberdayakan seluruh masyarakat Indonesia. Alumni memang berasal dari seluruh pelosok Indonesia. Sungguh potensi yang amat dahsyat untuk berkontribusi pada pembangunan bangsa dan negara.

    Munas menjadi entry point untuk mengumpulkan alumni yang berserakan itu. Setelah itu mereka akan menyusun program kerja untuk membantu pemberdayaan masyarakat sesuai kompetensinya masing- masing. Menurut data, alumni ini terdiri dari ahli pertanian, ahli IT, ahli pemerintahan, ahli komunikasi, dan diplomat ulung. Terkenang – kenang Nakasone sambil membayangkan Indonesia ke depan. ***

    *Ketua Dewan Kehormatan PWI Pusat

  • Pemilu Berintegritas, Negara Kuat? (Perilaku Kotor Oknum Komisioner, Pewaris Kutukan Mpu Gandring)

    Pemilu Berintegritas, Negara Kuat? (Perilaku Kotor Oknum Komisioner, Pewaris Kutukan Mpu Gandring)

    Oleh: Dr. Hardi Santosa, M.Pd.

    Impoten Integritas

    Salah satu prinsip penyelenggaran pemilu adalah adanya jaminan pemilu berintegritas (Peraruran DKPP No 2 Tahun 2017 Pasal 3 dan 6). Pemilu berintegritas hanya dapat terwujud manakala para penyelenggaranya dipastikan tidak impoten integritas. Berita yang dimuat dalam portal online (harianmomentum.com dan lamppost.co, 8 November 2019) menjadi tamparan keras wajah Komisioner KPU Lampung. Kuatnya indikasi praktik jual-beli kursi komisioner KPU Kabupaten/Kota yang diindikasikan melibatkan Komisioner KPU Provinsi dalam rekrutmen calan komisioner KPU seolah meruntuhkan harapan publik akan hadirnya cita-cita Negara yang kuat.

    KPU RI sendiri memilih slogan Pemilih Berdaulat, Negara Kuat. Prasyarat utama untuk mengajak pemilih yang berdaulat, maka para komisioner penyelenggaranya *wajib* berdaulat. Sulit di nalar dengan alur logis akan terbangun pemilih berdaulat jika para penyelenggaranya sendiri justru penyandang tuna kedaulatan.

    Bagaimana dengan mimpi Negara yang kuat? Lupakan saja, selama instrument penyelenggara pemilu impoten integritas dan tuna kedaulatan, mimpi itu hanya akan sebatas fiksi.

    Pewaris Kutukan Mpu Gandring

    Legenda yang tertulis dalam Kitab Pararaton tentang keahlian dan kesaktian seorang pandai besi dari Kerajaan Tumapel, sebelum lahirnya kerajaan Singosari cukup relevan untuk menganalogikan perilku kotor oknum komisioner KPU Provinsi Lampung. Dialah Mpu Gandring, seorang pandai besi yang tidak hanya terkenal kepandaiannya dalam membuat keris, tetapi juga terkenal karena kesaktianya. Keris Mpu Gandring yang di pesan oleh seorang tokoh penyamun, Ken Arok menjadi legendaris karena kutukannya yang memakan korban dari kalangan elit Kerajaan Singosari, termasuk pendiri dan pemaikainya, Ken Arok.

    Ken Arok memesan keris ini kepada Mpu Gandring dengan waktu satu malam saja, yang merupakan pekerjaan hampir mustahil dilakukan oleh para “mpu” (gelar bagi seorang pandai logam yang sangat sakti) pada masa itu. Namun Mpu Gandring menyanggupinya dengan kekuatan gaib yang dimilikinya. Bahkan kekuatannya ikut “ditransfer” kedalam keris buatannya itu untuk menambah kemampuan dan kesaktian keris tersebut. Konon, keris itu memiliki kekuatan supranatural melebihi keris pusaka manapun dimasa itu.

    Mpu Gandring menyelesaikan pekerjaannya dan membuat sarung keris tersebut. Namun belum lagi sarung tersebut selesai dibuat, Ken Arok datang mengambil keris tersebut yang menurutnya sudah satu hari dan harus diambil. Untuk menguji kesaktian keris tersebut, Ken Arok menusukannya kepada si Mpu, pembuat keris tersebut. Menurut Ken Arok, Mpu Gandring tidak menepati janji, karena sarung keris itu belum selesai dibuat.

    Dalam keadaan sekarat, Mpu Gandring mengeluarkan kutukan bahwa keris tersebut akan meminta korban nyawa tujuh turunan Ken Arok. Benar saja, dialah Mpu Gandring yang dibunuh oleh Ken Arok, Tunggul Ametung yang dibunuh oleh Buto Ijo atas perintah Ken Arok.

    Lantas Buto Ijo dibunuh oleh Ken Arok untuk menghilangkan jejak, Ken Arok di unuh oleh Ki Pengalasan atas perintah Anusopati, dan untuk pengilangan jejak Anusopati membunuh Ki Pengalasan dan akhirnya Anusopati dibunuh oleh Tohjaya yang merupakan anak Ken Arok dari Istri Ken Umang. Yang menarik, kesemuanya korban tersebut mati dibunuh dengan senjata Keris buatan Mpu Gandring.

    Akankah Kutukan Mpu Gandring Diwariskan Pada Komisioner KPU Lampung?

    Praktik kotor dalam tubuh lembaga yang mestinya mengedepankan moral-etik harus di tindak tegas. Jika tidak, maka yakinlah lembaga ini akan menjadi pewaris kutukan Mpu Gandring. Ketika praktik jual-beli jabatan justru di mulai dari hulu, maka sampai level bawah akan terus berlanjut mengikuti pola yang sudah dimulai dari kepalanya.

    Maka, ikan busuk itu akan dimulai dari kepalanya. Apakah kita rela akan terjadi “pembusukan” demokrasi di bumi Ruwai Jurai ini? Sulit dibayangkan, apabila sampai pada proses rekruktmen petugas di TPS terjadi praktik “Wani Piro” atau setoran sebagai “upeti” akan mampu mewujudkan pemilu yang berintegritas, hasil pemilu yang legitimate, terbangun pemilih yang berdaulat, sehingga Negara ini kuat.

    Semoga masih ada lembaga kehormatan yang juga sebagai penyelenggara pemilu sebagaimana amanah dalam UU No 7 Tahun 2017 (Bab I Pasal 7, 24) yang dapat menjaga marwah dan kehormatan sendiri sebagai penyelenggara, sehingga wajah demokrasi Lampung masih dapat diselamatkan. ***

    Dr. Hardi Santosa, M.Pd., adalah Anggota Timsel KPU Provinsi Lampung (Penambahan, 2014-2019) dan Timsel KPU Kab/Kota Periode 2019-2024.

  • Strategi Politik Busuk di Balik Narasi Radikalisme

    Strategi Politik Busuk di Balik Narasi Radikalisme

    Oleh: Ahmad Sastra (Dosen Filsafat)

    Mengapa jualan kata radikalisme tidak lagi begitu laku di pasaran? Karena umat Islam mulai tercerahkan bahwa semua narasi ini hanyalah sinetron Barat untuk menipu umat Islam. Meski demikian, ternyata masih ada segelintir umat Islam yang masih gagal paham dan mau dibodohi.

    Secara ontologis, kata radikal sesungguhnya netral. Radical atau radix yang berarti “sama sekali” atau sampai ke akar-akarnya.

    Pohon, jika tanpa akar, maka tidak akan tumbuh subur, bahkan akan mati. Ilmu jika tak dipahami sampai ke akarnya, maka tidak akan mendapatkan pemahaman yang mendalam. Dalam perspektif ontologis, istilah radikal tak ada masalah, karena bebas nilai.

    Dalam kamus Inggris Indonesia susunan Surawan Martinus kata radical disamaartikan (synonym) dengan kata “fundamentalis” dan “extreme”. ‘Radikalisme’ berasal dari bahasa Latin “radix, radicis”, artinya akar; (radicula, radiculae: akar kecil). Berbagai makna radikalisme, kemudian mengacu pada kata “akar” atau mengakar.

    Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI V), secara terminologi kata radikal artinya (1) secara mendasar, sampai hal yang prinsip; (2) amat keras menuntut perubahan; (3) maju dalam berpikir atau bertindak. Dengan demikian secara epistemologi, kata radikal mulai diarahkan kepada interpretasi kepada sebuah pikiran atau tindakan untuk sebuah perubahan.

    Sementara secara aksiologis, Barat mengambil alih definisi kepada interpretasi politis di mana kata radikal ditambahkan akhiran -isme menjadi radikalisme.

    Oleh Barat kata radikalisme dimaknai (1) sebuah paham atau aliran radikal dalam politik; (2) paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis; (3) sebuah sikap ekstrem dalam aliran politik.

    Barat tidak puas sampai di sini, pendekatan politis terus dilakukan untuk membangun narasi dan interpretasi dengan maksud dan tujuan ideologis. Barat lantas melakukan strategi politik busuk dengan menyematkan kata radikal kepada Islam dan kaum muslimin yang berseberangan dengan ideologi demokrasi sekuler.

    Sekularisme oleh Barat dimaksudkan untuk memisahkan agama dari kehidupan. Maka, siapa saja yang menjadikan agama sebagai dasar berpikir untuk kehidupan, akan dicap sebagai kaum radikal yang wajib dimusuhi. Sebaliknya, siapa saja yang berpikiran sekuler, maka akan dijadikan sebagai temannya. Kaum sekuler oleh Barat lantas disebut sebagai kaum moderat.

    Karena itu, secara epistemologis Islam sesungguhnya tidak radikal dan juga tidak moderat dalam timbangan interpretasi Barat. Tentu tidak relevan, nilai-nilai Barat digunakan untuk menimbang Islam. Islam sebagai agama wahyu harus ditimbang berdasarkan sumber hukumnya yakni Alquran, Hadis, Ijmak, dan Qiyas.

    Menimbang Islam dengan epistemologi Barat, dalam filsafat disebut aliran neomodernisme. Sementara postmodernisme adalah upaya untuk menghilangkan Islam sama sekali. Pluralisme adalah produk filsafat postmodernisme.

    Barat masih tidak puas sampai di sini. Barat menginginkan Islam hancur lebur dan umatnya terpecah belah. Barat sangat paham, bahwa dahulu Khilafahlah yang telah menyatukan umat Islam sedunia dan mampu menjadi negara adidaya yang sangat maju. Barat sangat paham bahwa jika Khilafah kembali tegak, maka Barat dalam waktu tidak lama akan hancur lebur.

    Dari sinilah, skenario demi skenario direkayasa Barat untuk melumpuhkan kebangkitan umat Islam yang kian kuat. Barat melihat kebangkitan umat untuk kembali menegakkan Khilafah kian menguat dan menjadi ancaman paling menakutkan bagi mereka.

    Dimulai dari ‘sinetron’ hancurnya gedung kembar WTC, maka dibuatlah narasi radikalisme ini. Untuk memperkuat narasi, maka Barat membuat ‘hantu’ yang diberi nama ISIS.

    Barat mencoba berkonspirasi kepada negara-negara yang mau membebek kepada mereka. Dengan mengucurkan dana yang banyak, rupanya banyak juga negeri-negeri muslim yang mau dibodohi dan menerima proyek deradikalisasi Islam. Deradikalisasi Islam, oleh Barat dimaknai sebagai upaya menjauhkan umat Islam dari agamanya.

    Sebagaimana Fir’aun, Barat juga menjual ketakutan kepada masyarakat dunia akan bahaya radikalisme Islam ini. Dari sinilah muncul istilah islamofobia, yakni kelainan psikologi masyarakat dunia terhadap Islam. Mereka mengalami halusinasi, ketakutan yang berlebihan kepada Islam yang justru agama paling damai di dunia. Psikoabnormal Islamofobia adalah kebodohan akut masyarakat modern yang katanya rasional.

    Intinya ada strategi busuk di balik narasi radikalisme.

    Pertama, sebagai upaya pecah belah umat Islam dengan mengadu domba dengan kaum moderat yang notabene telah dikasih dana dan proyek.

    Kedua, sebagai upaya pendangkalan ajaran Islam, maka jika ada muslim yang yakin 100 persen akan kebenaran Islam, akan disebut sebagai kaum radikal.

    Ketiga, narasi radikalisme sebagai upaya untuk menghadang kebangkitan Islam, maka muslim yang menyerukan kebangkitan Islam dengan menerapkan syariah dan khilafah akan disebut sebagai kaum radikal.

    Keempat, narasi radikalisme adalah cara buruk politik Barat agar tetap bisa bercokol dan menjajah negeri-negeri muslim. Bahkan bukan hanya Barat yang menjajah negeri muslim, kini Timur pun ikut menjajah.

    Maka mudah sekali diidentifikasi, jika ada sebuah peristiwa, baik besar maupun kecil, lantas setelah kejadian muncul kata radikalisme, maka itu adalah sinetron, dagelan, dan sandiwara politik busuk Barat untuk memojokkan Islam. Jika ada orang yang langsung berkoar tentang radikalisme pascasinetron, maka merekalah antek penjajah itu, meski alasannya demi keutuhan negara sekalipun.

    Jika masih ada muslim yang percaya kepada narasi radikalisme, maka dia sesungguhnya telah gagal paham dan telah dibodohi oleh kaum kafir Barat. Apalagi jika ada orang yang menerima dana Barat untuk proyek deradikalisasi, maka selain dungu, orang itu adalah seorang pengkhianat agama. Jika dia muslim, maka dia adalah pengkhianat Islam.

    Maka, sebagai muslim, saya menyerukan kepada siapa pun yang beragama Islam, berhentilah membebek kepada narasi kafir penjajah tentang radikalisme. Bertobatlah menjadi antek penjajah dan pengkhianat Islam. Sekuat apapun kaum kafir menghalangi tegaknya Islam, tak akan mampu melawan janji Allah.

    Jangan sampai seorang muslim dengan kebodohannya, ikut menghalangi perjuangan Islam, semisal membubarkan pengajian di rumah-rumah Allah atau menolak diadakan pengajian di masjid. Hakikat masjid adalah milik Allah tempat hamba-Nya bersujud dan ibadah. Menghalangi muslim ibadah, berarti telah menentang Allah.

    Tidak takutkah akan ancaman Allah?

    {وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ مَنَعَ مَسَاجِدَ اللَّهِ أَنْ يُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ وَسَعَى فِي خَرَابِهَا أُولَئِكَ مَا كَانَ لَهُمْ أَنْ يَدْخُلُوهَا إِلَّا خَائِفِينَ لَهُمْ فِي الدُّنْيَا خِزْيٌ وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ} [البقرة: 114]

    “Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalang-halangi menyebut nama Allah dalam masjid-masjid-Nya, dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (masjid Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka di dunia mendapat kehinaan dan di akhirat mendapat siksa yang berat.” (QS Al-Baqarah : 114)

    Barat sangat paham bahwa dalam Islam ada kalangan munafik yang dalam sejarah telah menjadi duri dalam perjuangan Rasulullah. Maka, Barat memanfaatkan kaum munafik ini untuk melancarkan agenda busuknya untuk menghancurkan Islam dari dalam.

    Kaum munafik adalah kaum yang otaknya hanya memburu seonggok duniawi, meski dari orang kafir sekalipun. Orang munafik rela menjadi budak kafir asalkan perutnya kenyang.

    { وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَإِلَى الرَّسُولِ رَأَيْتَ الْمُنَافِقِينَ يَصُدُّونَ عَنْكَ صُدُودًا} [النساء: 61]

    Apabila dikatakan kepada mereka, “Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul,” niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu. (QS An Nisaa’ : 61).

    Makin panik musuh-musuh Allah, itu petanda mereka semakin putus asa. Makin putus asa mereka, maka sesungguhnya kemenangan Islam makin dekat. Maka, teruslah berjuang untuk tegaknya Islam, jangan pernah takut, meskipun kaum kafir dan munafik akan terus memusuhi para pejuang agama Allah. Allah selalu bersama para pejuang agama-Nya.***

  • Belanda Selalu Sebut yang Melawan Penjajah Kelompok Radikal

    Belanda Selalu Sebut yang Melawan Penjajah Kelompok Radikal

    Oleh : Alwi Shahab

    Mr Hamid Algadri yang banyak menulis tentang keturunan Arab di Indonesia menyebutkan tidak sedikit keturunan Arab yang terlibat dalam perjuangan melawan Belanda di berbagai daerah. Bahkan, Raden Saleh (dari keluarga Bin Yahya), yang merupakan anak didik Belanda, pada akhir hayatnya pernah ditangkap dan dituduh membela kelompok Muslim radikal yang memberontak di Bekasi.

    Belanda selalu menyebut kelompok yang melakukan perlawanan terhadap penjajah sebagai radikal dan Islam fundamentalis. Seperti yang dilakukan sekarang ini oleh AS dan sekutu-sekutunya terhadapat para pejuang Islam yang tidak mau tunduk padanya.

    Raden Saleh telah menyediakan kediamannya (kini Taman Ismail Marzuki/ TIM) sebagai kebun binatang sebelum dipindah ke Ragunan. Pelukis yang namanya dikenal di dunia internasional ini juga membangun sebuah masjid di Jl Raden Saleh yang hingga kini masih berdiri.

    Sebelum Boedi Oetomo berdiri (1908), pada 1901 berdiri organisasi Islam modern pertama di Indonesia, Jamiat Kheir. Pendirinya antara lain Sayed Ali bin Ahmad Shahab, kelahiran Pekojan, tempat sekolah itu pertama kali didirikan. Kelahiran Jamiat Kheir mendapat simpati dari tokoh-tokoh nasional seperti HOS Tjokroaminoto (Syarikat Islam) dan KH Ahmad Dahlan (Muhammadiyah).

    Sayed Ali, bersama sejumlah pemuka keturunan Arab, pernah mengirimkan para pemuda ke Turki, termasuk putranya, Abdul Muthalib Chehab. Di Turki mereka mendapatkan pendidikan militer dengan harapan sekembalinya ke Indonesia dapat turut memimpin perjuangan melawan Belanda.

    Sayang, pada 1923 Kerajaan Ottoman jatuh dan Turki menjadi negara sekuler pimpinan Mustafa Kemal Attaturk. Sekarang ini, kelompok Islam di Turki memiliki seorang Presiden yang dekat dengan Islam dan istrinya memakai jilbab, sesuatu yang sebelumnya sangat diharamkan.

    Beberapa orang Arab telah mengumpulkan dana sebagai modal pada Tirtoadisuryo untuk mendirikan majalah dagang Medan Prijai di Bandung yang akhirnya mendirikan Sarikat Dagang Islam (SDI) di Jakarta dan Bogor (1911), sebelum yang bersangkutan diundang Samanhudi agar bergabung dengan SDI di Solo (1912).

    Tampilnya Partai Arab Indonesia (PAI) pimpinan AR Baswedan dalam arena pergerakan perjuangan kemerdekaan cukup mengejutkan, karena PAI mencita-citakan Indonesia sebagai tanah air keturunan Arab. Sumpah Pemuda Indonesia keturunan Arab ini diikrarkan secara luas pada 1934.

    Ikrar tersebut sekaligus menjadi jembatan yang menyatukan kembali kelompok Arabithah dengan Al-Irsyad yang sebelumnya saling cakar-cakaran. Kini masyarakat Indonesia keturunan Arab tidak mau lagi dipecah belah seperti yang pernah terjadi pada masa kolonial Belanda.

    *Wartawan senior Republika, Alwi Shahab (Abah Alwi)*.

  • Melawan Aroma KKN di Boemi Tuah Bepadan

    Melawan Aroma KKN di Boemi Tuah Bepadan

    Oleh:  Wahyudi 

    Kabar gembira bagi sebagian kalangan melinial untuk penerus abdi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Tanggal 17 Oktober lalu, Pemerintah Lampung Timur (Lamtim) mengeluarkan surat edaran akan segera membuka penerimaan tenaga kontrak anggota Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) untuk mengantisipasi kurangnya jumlah personil dalam penegak peraturan daerah di wilayah tersebut.

    Ada penerimaan pegawai Pol PP tapi kantornya selalu sepi

    Penerimaan tersebut menjadi salah satu perbincangan hangat baik dari kalangan atas sampai kalangan bawah, untuk mengisi format kuota 155 anggota, yang akan mendapatkan predikat sebagai tenaga kontrak Satpol-PP Lamtim tahun ini. Dalam situasi seperti ini, bukan rahasia umum lagi, pemangku kekuasaan menggunakan kepiawaiannya dalam pengretrutment calon tenaga kontrak Satpol-PP ini.

    Tentu jadwal sudah disusun sedemikian rupa mulai dalam perencanaan dan mekanisme yang akan di terapkan pada 28 sampai 30 Oktober 2019. Mulai dari syarat memiliki ijazah SMA/SLTA sederajat, Usia 18-35 tahun, tinggi badan minimal laki-laki 163 cm sedangkan bagi perempuan 155 cm, dengan berat badan seimbang sesuai ketentuan berlaku ditambah lagi adanya adu kekuatan dari kalangan elit berdasi.

    Sudah barang tentu, dari kalangan masyarakat mempunyai perspektif yang berbeda tergantung ada ganjalan dan berat timbangan maap warna coklat di kolong meja. Akan tetapi, paradigma masyarakat seperti ini bukan rahasia umum lagi, dalam benak orang tua, yang sebagian mengandalkan menghidupi keluarga dari lahan pertanian, sudah menyiapkan bunga merah dan bunga biru untuk memuluskan mendapatkan seragam dan predikat sebagai seorang tenaga kontrak.

    Sudah semestinya, warga negara menginginkan penyelenggaraan negara yang good governance, yaitu pemerintahan yang efektif, efisien, transparan, akuntabel, dan bertanggung jawab. Dibuktikan baru-baru ini, Kepala Satpol PP Lampung Timur Ahmad Badrullah sudah gamblang mengungumkan pembukaan pendaftaran penerimaan tenaga kontrak Satpol-PP dalam siaran pers nya di media online dan cetak.

    Kebutuhan ini sudah tertuang dengan surat keputusan Bupati Lampung Timur nomor B.431/05-SK/2019 tanggal 26 September 2019 tentang Penetapan Penambahan Tenaga Kontrak Satpol-PP LamTim tahun 2019, kata Kadis, dilangsir pemberitaan beberapa media lokal di Lampung.

    Dalam keterangannya, Ahmad Badrullah menyampaikan bahwa dalam upaya mengawasi ketaatan masyarakat terhadap pelakasanaan peraturan daerah maka dibutuhkan sumberdaya manusia yang memadai yang mana dalam hal ini dimaksudkan kepada Satuan Polisi Pamong Praja.

    Penerimaan tenaga kontrak Satpol PP Kabupaten Lampung Timur tahun 2019 ini adalah suatu kebutuhan dimana Satpol PP mempunyai tugas pokok dan fungsi mengawasi ketaatan masyarakat terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah dan Keputusan Kepala Daerah, maka dari itu untuk mewujudkan tugas-tugas dimaksud maka sangat dibutuhkan SDM yang memadai dan jumlah personil yang cukup, ujar pria yang akrab di sapa Bob itu.

    Bukan hanya itu, Ia menambahkan bahwa jumlah Satpol-PP Kabupaten Lampung Timur saat ini berjumlah 349 personil yang terdiri dari 64 orang PNS, pegawai harian lepas (PHL) sebanyak 51 orang dan Tenaga kontrak 234 orang. Dari jumlah tersebut Ahmad Badrullah mengatakan bahwa masih mengalami kekurangan personil.

    Dengan bebagai pertimbangan, seperti kondisi luas wilayah yang sangat luas, jumlah penduduk yang lebih dari 1 juta orang, jarak antara kecamatan sangat jauh dan banyaknya jumlah kecamatan yakni sebanyak 24 kecamatan perkecamatan hanya ada 1 orang personil saja yang ditugaskan.

    Disampaing itu juga, saat ini di Boemi Tuah Bepadan akan terjadi penggantian kekuasaan Bupati dan Wakil Bupati, dibuktikan terciumnya harum semerbak di setiap Sekretariat atau Kantor Partai Politik (Parpol) membuka Penjaringan Pemilihan Bakal Calon Kepala Dan Wakil Kepala Daerah Tahun 2020 – 2025.

    Jadi wajar saja, kalau sebagian masyarakat memiliki kecurigaan atas pergantian kursi singgasana dan pergulatan politik tahun depan, akan mewarnai muncul dalam benak pemikiran kalangan masyarakat yang berpotensi adanya kecurangan, Favoritisme, Kolusi dan Nepotisme pada saat penerimaan calon anggota Satpol-PP, karena di nilai itu adalah asupan nutrisi di peruntukan tahun depan.

    Dugaan-dugaan seperti itu dapat di khawatirkan, mengingat akan mudah terjadi pemberian uang pelicin atau fasilitas (gratifikasi) tertentu kepada pejabat pemerintah agar kepentingan pihak-pihak tertentu tercapai. Bukan kah hak-hak asasi manusia itu sama-sama dalam mata hukum dan negara, untuk mendapatkan kehidupan yang layak.

    Kalaupun ini menjadi ajang mencari asupan gizi, hal seperti ini sangat menodai proses mewujudkan Good Governance dalam sistem pemerintahan republik Indonesia. Berdasarkan definisi yang berikan World Bank, Good Governance adalah suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi, pencegahan korupsi baik secara politik maupun secara administratif, menjalankan disiplin anggaran, serta penciptaan legal and political framework bagi tumbuhnya aktifitas usaha.

    Konsep Good Governance merupakan sebuah terobosan yang mutakhir bagi pemerintah dalam menciptakan kredibilitas publik dan sistem manajerial yang handal.  Menurut Bappenas Republik Indonesia, terdapat 14 prinsip yang menunjukkan tata kelola pemerintahan yang baik atau good governance, yaitu :

    Wawasan ke depan (visionary), keterbukaan dan transparansi (openness and transparancy), partisipasi masyarakat (participation), akuntabilitas (accountability), supremasi hukum (rule of law), demokrasi (democracy), profesionalisme dan kompetensi (profesionalism and competency), daya tanggap (responsiveness), efisien dan efektif (efficiency and effectiveness), desentralisasi (decentralization), kemitraan dengan dunia usaha swasta.

    Dan masyarakat (private sector and civil society partnership), komitmen pada pengurangan kesenjangan (commitment to reduce inequality), komitmen pada lingkungan hidup (commitment to environmental protection), komitmen pada pasar yang fair, yaitu tidak ada monopoli, berkembangnya masyarakat, dan kompetisi yang sehat (commitment to fair market).

    Era reformasi menuntut adanya perbaikan tata kelola penyelenggaraan negara, termasuk birokrasi pemerintahannya. Pada kenyataannya, setelah era reformasi berjalan kurang lebih 15 tahun, penerapan Good Governance di Indonesia belum dapat dikatakan berhasil sepenuhnya sesuai dengan cita-cita reformasi.

    Sampai saat ini, selain masih banyak ditemukan kecurangan dan kebocoran dalam pengelolaan keuangan negara, permasalahan utama yang terlihat dalam pengelolaan negara adalah ketidakmampuan pemerintah dalam memberikan pelayanan yang baik dan komprehensif kepada publik.

    Hal ini tentunya menciptakan kekecewaan publik terhadap kinerja pemerintah.  Buruknya kinerja pemerintah, diduga disebabkan oleh masih banyaknya kelemahan yang ada pada internal organisasi pemerintah. Secara umum, dapat dikatakan bahwa tata kelola pemerintahan saat ini belum pada kondisi yang ideal bila mengacu pada prinsip-prinsip Good Governance. Untuk dapat mewujudkan Good Governance, hal yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah “Optimalisasi Penerapan Prinsip-Prinsip Good Governance” yang bertujuan meningkatkan kinerja (Performance) pemerintah.

    Saat ini, sebagai salah satu upaya mewujudkan Good Governance, pemerintah Indonesia telah berupaya melaksanakan reformasi birokrasi di lingkungan organisasi publik. Pemerintah Indonesia telah membuat Grand Design Reformasi Birokrasi Nasional Tahun 2010-2025 melalui Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010.  Kebijakan ini kemudian ditindaklanjuti dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 20 Tahun 2010.

    Kekhawatiran saya, adalah sangat mudah dan rapih dalam penerimaan calon anggota Satpol-PP, terjadinya seperti Kolusi dan Nepotisme.

    Mengingat Dampak Kolusi,

    Kolusi yang terjadi secara terus menerus akan menimbulkan dampak buruk bagi banyak pihak. Adapun beberapa dampak perilaku kolusi adalah terjadi kesenjangan sosial di masyarakat dan ketidakadilan di berbagai bidang kehidupan. Proses pertumbuhan ekonomi dan investasi menjadi terhambat sehingga pengentasan kemiskinan menjadi terhambat.

    Terjadi pemborosan terhadap sumber daya, baik itu sumber daya manusia maupun sumber daya ekonomi. Terjadi ketidakselarasan antara fungsi, tujuan, dan mekanisme proses (sesuai prosedur dan hukum) dengan praktiknya.

    Nah, begitulah kira-kira kolusi terjadi, sama-sama jahat bukan? Sekarang terakhir adalah nepotisme. Salah satu singkatan dari KKN ini juga sama bahayanya lho. Kenapa sih bahaya? Mari kita bahas lebih lanjut serba-serbi dari nepotisme.

    Kalau praktek Nepotisme

    Nah, pengertian nepotisme secara umum adalah suatu tindakan seseorang yang memanfaatkan jabatan atau posisi untuk mengutamakan kepentingan keluarga atau kerabat di atas kepentingan umum dengan memilih orang bukan atas dasar kemampuannya tetapi atas dasar hubungan keluarga atau kedekatan.

    Biasanya hal ini dilakukan di sebuah kelembagaan negara dengan mengangkat kerabatnya ke jabatan yang lebih tinggi. Mungkin mereka mempunyai hubungan darah atau pernah satu almamater. Atau bisa juga untuk membalas budi kejadian masalalu.

    Secara etimologis, istilah nepotisme berasal dari bahasa Latin, yaitu nepos yang artinya keponakan atau cucu. Sehingga kata nepotisme dapat didefinisikan sebagai tindakan pemilihan orang bukan berdasarkan kemampuannya, tetapi atas dasar hubungan kekeluargaan atau kedekatan semata.

    Ciri-Ciri Nepotisme

    Praktik nepotisme dapat dikenali dengan memperhatikan beberapa ciri-cirinya, misalnya Penempatan atau pemberian posisi tertentu tidak berdasarkan kemampuan atau keahlian, tetapi karena ada hubungan keluarga atau kedekatan. Kurang atau tidak ada kejujuran seseorang dalam menjalankan amanat yang diberikan kepadanya. Misalnya menutup kesempatan bagi seseorang yang memiliki hak dan kemampuan.

    Biasanya di tambah Ikatan Keluarga

    Nepotisme ikatan kekeluargaan merupakan bentuk nepotisme yang paling sederhana dan mudah dikenali. Misalnya, posisi tertentu di jajaran pegawai negeri banyak yang berasal dari keluarga yang sama. Hal ini bisa diketahui dari kemiripan wajah dan nama belakang yang sama.

    Sebaiknya jika pembukaan calon anggota Satpol-PP resmi dibuka, pemengku kewenangan harus mengedepankan kualitas dari pada kualitas untuk mencapai penerimaan yang bersih dan adil tidak memanfaatkan momentum yang ada. Karena di khawatirkan yang notabene adalah abdi negara akan tidak maksimal dalam menjalankan tupoksi sebagai penegak peraturan daerah. ***

    Penulis wartawan sinarlampung.com, Mahasiswa Stisipol Dharmawacana Kota Metro, Kader HMI

  • Sehat Murah, Atasi Kangker Dengan Daun Kelor

    Sehat Murah, Atasi Kangker Dengan Daun Kelor

    Oleh : Cahya Fitri Ananda (FKM UNSRI)

    Kata ”kanker” mungkin sudah tidak asing lagi bagi kita. Tapi bukan kantung kering ya hehee. Ya, kanker yang dimaksud merupakan penyakit tidak menular yang dapat menyebabkan pertumbahan sel tidak normal yang tak terkendali pada jaringan tubuh.

    Penyakit ini disebabkan oleh beberapa faktor pola makan dan perilaku seperti (1) Kebiasaan merokok, (2) Kurang mengonsumsi buah dan sayur (3) Mengonsusmsi alkohol secara berlebihan (4) Indeks massa tubuh yang tinggi dan (5) Kurang aktivitas fisik.

    Penyakit kanker akan berbeda dengan tumor karena “ibarat rumput yang menjalar walaupun sudah dibakar dan dipotong ia akan tetap tumbuh, sedangkan tumor ibarat pohon kelapa yang sekali dicabut sampai akar dia tidak akan tumbuh lagi” ujar Bu Dinar selaku guru biologi SMA-ku.

    1 Hal inilah yang membuat kanker menjadi berbahaya, bahkan untuk saat ini pun masih belum ada obat pasti untuk mengobati penyakit kanker.

    Tahu gak sih? Menurut Riskesdas pada tahun 2018, terjadi peningkatan prevalensi tumor/kanker di Indonesia dari 1.4 per 1000 penduduk di tahun 2013 menjadi 1,79 per 1000 penduduk. Angka prevalensi kanker di Indonesia yang tinggi membuat Indonesia berada pada urutan 8  di Asia Tenggara dengan angka kejadian 136.2/100.000 penduduk.

    Data globocan pada tahun 2018, menyatakan 1 dari 8 laki-laki dan 1 dari 11 perempuan, meninggal karena kanker. Kemudian data ini menyebutkan terdapat 18,1 juta kasus baru dengan angka kematian sebesar 9,6 juta kematian, dimana 1 dari 6 perempuan  dan 1 dari 5 laki-laki di dunia mengalami kejadian kanker.

    Bagaimana Cara Mengobatinya?

    Telah banyak upaya yang dilakukan untuk mengobati kanker seperti, imunoterapi (terapi imun), kemoterapi, terapi radiasi dan terapi hormon yang akan memberikan efek samping berbeda kepada penderita kanker seperti rambut rontok, hilangnya napsu makan, kelelahan serta lemahnya memori dan konsentrasi penderita.

    Bukan rahasia umum lagi jika beberapa upaya tersebut akan menghabiskan biaya yang relatif besar terutama bagi masyarakat menengah kebawah. Menurut dr. Jeffry B ”biaya pengobatan penyakit kanker yang relatif tinggi disebabkan oleh obat kanker yang mahal, bukan karena fasilitas dan metode dari pengobatan kanker itu”. Hal ini tentunya tidak bisa dinegoisiasi oleh masyarakat menengah kebawah yang mengalami penyakit kanker .

    Daun Kelor sebagai “Miracle tree” Antikanker diketahui terdapat alternatif pengobatan tradisional yang relatif murah karena menggunakan obat herbal, yaitu dengan mengonsumsi daun kelor. Moringa oliefera atau yang dikenal dengan daun kelor merupakan tanaman yang berupa semak dan mudah ditemui di asia khususnya Indonesia.

    Menurut Mansurah Abdulazeez seorang ahli biologi molekuler dari nigeria, tanaman kelor merupakan salah satu obat antikanker, dari dulu daun ini dipercaya sebagai obat dari semua penyakit karena manfaatnya yang beragam, bahkan dari daun hingga batangnya pun memiliki khasiat tersendiri untuk kesehatan.

    Daun kelor merupakan sumber yang kaya akan zat besi, protein, lemak, karotenoid, vitamin ,dan nutrisi penting lainnya. Menurut hasil studi pada  jurnal Oncology letters bahwa ekstrak daun kelor yang larut dalam air dapat mengobati berbagai jenis kanker, seperti paru-paru, payudara dan kulit yang dapat mencegah serta membunuh kanker. Kandungan zat niazimin pada daun kelor juga sangat berpengaruh terhadap pencegahan perkembangan sel kanker dalam tubuh. Selain itu, daun ini juga memiliki kandungan antioksidan sebagai antiinflamasi dan dapat menangkal radikal bebas yang bisa meredakan peradangan pada kanker.

    Cara Mengolah Daun Kelor

    Terdapat beberapa cara untuk mengolah daun kelor sebagai obat kanker yaitu:
    1) Daun kelor yang dijemur  dan dikeringkan, sehingga dapat dijadikan teh dan disedu dengan air panas. “Daun kelor kering yang diolah menjadi bubuk setelah proses pemanasan dan pengeringan memiliki efek pengobatan yang tinggi” (agriculture and agricultural science procedia 2014).
    2) Merebus daun kelor bersama rimpang jahe
    3) Mengolah daun kelor menjadi olahan makanan seperti sayur bening.

    *Cahya Fitri Ananda adalah FKM UNSRI*

  • Bang Roni

    Bang Roni

    Oleh: Wirahadikusumah

    Fotografer media massa di Lampung, pasti mengenal orang di sebelah saya ini. Jika tidak kenal, fotografer itu berarti “mainnya kurang jauh”. Atau “pulangnya kurang malam”. Atau juga, fotografer itu “orang baru” yang terjun di dunia fotografi jurnalistik di Lampung.

    Sebab, orang di sebelah saya itu sudah cukup lama mendedikasikan diri di dunia fotografi. Jauh sebelum saya menjadi jurnalis. Sejak zaman kamera masih menggunakan film, ia sudah malang-melintang di dunia fotografi. Saya pun menjadi salah satu pengagum karya fotonya. Terutama yang berjenis foto spot.

    Sebab, tak perlu lagi sepertinya menambahkan caption. Di foto spot yang dipotretnya. Karena fotonya sudah “berbicara”. Orang yang melihat fotonya bisa langsung mengerti. Menceritakan tentang apa. Karena, unsur 5W +1H sudah terpenuhi. Di foto spot yang dipotretnya.

    Saya pernah mendengar dari beberapa orang, ia adalah fotografer yang rela menunggu berjam-jam lamanya, demi mendapatkan momentum menarik untuk dipotret. Karenanya, tak heran jika karya fotonya dahulu pernah meraih juara pertama se-Jawa Pos Group.

    Saya pun banyak belajar mengenai fotografi dengannya. Tapi sebatas menambah wawasan saja. Tidak sampai praktek memotret. Lalu, siapa nama orang ini? Bagi yang belum mengenalnya saya beritahu. Namanya Syahroni Yusuf. Saya biasa memanggilnya dengan sebutan Bang Roni.

    Banyak kesan yang saya dapat selama mengenalnya. Tak hanya soal fotografi. Tapi juga soal kepedulian terhadap kawan. Saya ingat beberapa tahun lalu. Bagaimana pedulinya ia dengan saya. Ketika ada berita yang saya buat dahulu sempat membuat geger. Sehingga kala itu banyak oknum yang mencari-cari saya.

    Selain Helena -wartawan Harian Kompas yang dulu bertugas di Lampung-, Bang Roni juga menunjukkan kepeduliannya kepada saya. Kala itu, keduanya menelepon saya. Memperingati agar berhati-hati. Karena mendengar informasi yang membahayakan saya. Akibat berita yang saya buat.

    Bahkan kala itu, Bang Roni melalui telepon meminta saya menemuinya. Di restaurant Begadang II. Selain memeringati untuk berhati-hati, ia juga menyarankan saya untuk “menghilang” beberapa saat. Hingga situasi saat itu kondusif. “Hati-hati Wir. Apalagi lu hunting bawa motor, bisa aja ada yang sengaja menabrak lu dari belakang,” pesannya kala itu.

    Banyak kesan lainnya yang saya dapat dari Bang Roni. Akan panjang sekali tulisan ini jika saya tulis semuanya. Pastinya, ada pesan yang saya selalu ingat mengenai fotografi darinya. Begini pesannya: Dalam memotret itu hanya tiga saja intinya. Yakni, melihat, berpikir, melakukan. Itu saja. Jadi, tidak boleh asal jepret!

    Melalui tulisan ini, saya pun berterima kasih kepadanya. Atas semua kesan baik dan ilmu yang diberikan kepada saya. Semoga keselamatan, kesehatan, dan kesuksesan, selalu menyertainya. Terima kasih Bang Roni!(Wirahadikusumah)

  • Menkopolkam Aja Ditusuk Apalagi Wartawan?

    Menkopolkam Aja Ditusuk Apalagi Wartawan?

    Oleh: Juniardi SIP, MH

    KABAR Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan HAM Jenderal TNI (Pur) Wiranto mengalami penyerangan menggunakan senjata tajam, di wilayah Menes, Pandeglang, Banten, Kamis (10/10/2019) siang yang vidio perstiwa itu dengan cepat beredar luas. Berbagai pandangan simpati hingga Nyinyir pun bergayung sambut.

    Mantan Panglima TNI itu diserang oleh 2 orang pelaku masing-masing berinisial SA dan FA disebut menggunakan senjata tajam yang terkonfirmasi sebagai kunai, sejenis pisau kecil dengan ujung lancip dan tajam di kedua sisinya. Konon akibat serangan itu, sang jenderal itu mengalami luka tusuk yang cukup serius hingga membuatnya harus dirujuk ke RS Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Jakarta, setelah mendapatkan perawatan darurat di RS Berkah, Pandeglang.

    Kabar penyerangan terhadap pejabat negara yang sudah eksis sejak jaman kepemimpinan Presiden Soeharto ini, masyarakat banyak yang tidak bersimpati, bahkan menyebutnya sebagai kejadian yang direkayasa (kompas.com). Salah satunya disampaikan oleh akun @Nazar81019243 di Twitter. “Enggak percaya. Di situ ada TNI dan orang-orang dekat Pak Wiranto, kok kayak tidak ada reaksi terhadap pelaku,” tulisnya.

    Komentar lain juga menyoroti soal Wiranto yang dikabarkan kehilangan darah sebanyak 3,5 liter. “Mungkin Pak Wiranto termasuk manusia super. Enggak kebayang kehilangan 3,5 liter darah masih hidup. Sungguh manusia super, super ngibul,” kata @FahmiFaqih_ID.

    Psikolog Sosial Hening Widyastuti, menyebutkan kesinisan masyarakat akan musibah yang dialami oleh Wiranto disebabkan oleh jabatan politiknya sebagai Menko Polhukam yang banyak dikaitkan dengan banyaknya kekacauan di tanah air. Mulai dari demo mahasiswa, kericuhan di Wamena, dan lain sebagainya.

    Sementara menurut Guru Besar Psikologi Universitas Gadjah Mada Koentjoro kesinisan ini disebut sebagai agresivitas yang terpendam. Jadi begitu ada kabar, itu meledak sebagai suatu kegembiraan. Ini semuanya adalah dampak dari yang kemarin-kemarin, pemilu kemarin. Ini hubungan dari, kalau istilah saya, terjadi echo chambering yang kemudian membuat bias kognitif.

    Kepolisian mengeluarkan sanggahan dan menolak jika peristiwa yang dikabarkan melukai 3 orang itu disebut sebagai rekayasa. Tidak mungkin, tidak mungkin ya ada pihak-pihak yang rekayasa. Jaringannya (kelompok terorisme) cukup banyak, kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo, Yang kemudian Pihak keamanan Negara (Polri) menutup dengan berburu teroris.

    Presiden Joko Widodo bersama kabinenya, langsung menyerukan masyarakat untuk bersama-sama memerangi radikalisme dan terorisme menyusul insiden penusukan yang menimpa Menkopolhukam Wiranto di Pandeglang, Banten, Kamis (10/10). Presiden mengajak bersama-sama untuk memerangi radikalisme dan terorisme di tanah air.

    Jokowi juga meminta aparat membongkar jaringan yang terkait dengan peristiwa tersebut.Jokowi telah memerintahkan Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Kepala BIN Budi Gunawan dengan dukungan TNI untuk mengusut tuntas dan menindak tegas para pelaku.

    Penyerangan Menkopolkam diserang di tempat umum, ini tidak lazim. Pemerintah dan Kabinet Presiden Jokowi kompak menyebut serangan kelompok radikal. Bahkan kini terkait pelakupun simpang siur statusnya, dai jaringan JAD hingga orang stress. Luka Pak Wiranto-pun berbagai ragam, dari hingga operasi usus yang di potong, hingga hanya luka jari kelingking.

    Terlepas dari hal itu semua, saya hanya menyoroti soal jaminan keamanan. Padahal, setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi, begitulah bunyi pasal 28 G ayat 1 UUD 1945 kita.

    Didalam pasal itu terdapat penjaminan bahwa seluruh warga negara akan mendapatkan perlindungan dan kebebasan atas rasa aman dan seluruh kepemilikan atas dirinya. Namun jika ditinjau dari segi realita, semua ini masih jauh dari kenyataan. Masih banyak penyimpangan-penyimpangan yang menjauh dari bunyi pasal tersebut dan belum tercipta kamanan di dalam kehidupan berbangsa bernegara.

    Terlebih lagi jika dipandang dari segi kepemilikan, masih banyak kejadian-kejadian yang belum menunjukkan adanya penjaminan kepemilikan seseorang. Masih banyak perampokan, penodongan, penjambretan, pemerkosaan, dan lain-lainnya. Itulah diantaranya yang terjadi di dalam kenyataan masyarakat kita.

    Diperlukan petinggi negara yang lebih tegas dalam menjalankan konstitusi dan menegakkan semuanya agar tercipta keamanan bagi seluruh rakyat. Karena Negara harus hadir dalam memberikan jaminan pada setiap orang, jaminan keamanan, kenyamanan, dan kebebasan hingga seterusnya agar kehidupan dapat berjalan dengan normal, perekonomian lancar, sehingga semua berjalan baik-baik saja.

    Negara juga harus bertanggung jawab atas rasa keamanan dan kenyamanan seluruh masyarakatnya, meski untuk mencapai itu dibutuhkan kerja sama dari berbagai pihak. Membayangkan sekelas Menkopolkam diserang di tempat umum. Tetanggaku bilang “Sekelah Menkopolkam aja diserang, apalagi cuma kamu Wartawan, dan kami rakyat biasa??. ***