Bandar Lampung (SL)-Perjuangan dua guru SMP swasta milik Yayasan Badrullah Latif (YBL) Natar, Lampung Selatan, yang mencari keadilan atas pemecatan sepihak membuahkan hasil. Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1A Tanjungkarang mengabulkan sebagian gugatan mereka, Senin, 13 Juni 2022 lalu. Dua guru, SMP bernama Eko Susanto (38) dan Devi Sariana, keduanya warga Natar, menggugat, YBL dengan dengan nomor perkara, 5/Pdt.Sus-PHI/2022/PN Tjk.
Ketua Majelis Hakim Syamsul Arief, menyatakan mengabulkan gugatan keduanya untuk sebagian. Majelis hakim juga menyatakan tergugat (YBL,red) telah melakukan pemutusan hubungan kerja secara sepihak kepada para penggugat.
Tergugat dinyatakan telah melanggar ketentuan Pasal 164 ayat (3) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. “Menghukum tergugat untuk membayar kompensasi pemutusan hubungan kerja kepada para penggugat berupa uang pesangon dan hak-hak lainnya yang menjadi hak para penggugat secara tunai dan sekaligus,” ujar majelis hakim saat membacakan putusan.
Tergugat diperintahkan membayar pesangon para penggugat, yakni Rp79.459.840 untuk Eko Susanto, dan Rp76.554.313 untuk Devi Sariana.
Atas putusan tersebut, penggugat Eko Susanto berterima kasih terhadap putusan yang diajukan oleh majelis hakim. Putusan tersebut terutama membayar pesangon, sesuai dengan UMK dan masa kerja mereka. “Dari pihak penggugat tadi diberikan waktu tujuh hari, mengajukan banding atau tidak,” katanya.
Di-PHK Sepihak
Sebelumnya diduga diberhentikan secara sepihak dan tanpa surat peringatan, dua guru SMP swasta Eko Susanto (38) dan Devi Sariana. Warga Natar, Lampung selatan, itu menggugat Yayasan Badrullah Latif (YBL) Natar, dengan gugatan perselisihan hubungan kerja ke PN Kelas IA Tanjungkarang.
Kuasa hukum penggugat, Romalah Sembiring mengatakan perbuatan tergugat memberhentikan keduanya melalui surat pertanggal 29 November 2021 secara sepihak dinilai bertentangan dengan peraturan pemerintah nomor 35 tahun 2021 tentang PKWT, Alih Daya, Waktu Kerja dan waktu istirahat, dan PHK pasal 40 ayat (1), (2), (3), dan ayat (4) sehingga batal demi hukum.
Dalam gugatan, Romalah Sembiring meminta majelis hakim menghukum tergugat membayarkan kepada penggugat dua kali ketentuan peraturan pemerintah nomor 35 tahun 2021 tentang PKWT, Alih Daya, Waktu Kerja dan waktu istirahat, dan PHK pasal 40 ayat (1), (2), (3), dan ayat (4) dengan besaran pesangon untuk penggugat satu dan dua yakni Rp222,6 juta.
Kemudian, menghukum tergugat membayarkan upah proses penyelesaian perselisihan pemutusan hubungan kerja selama lima bulan gaji pokok terhitung sejak Desember 2021 sampai dengan April 2022 yakni, Rp35.655.000. “Gugatan telah dibacakan,” ujar Romalah Sembiring di persidangan, Selasa, 8 Maret 2022.
Menurut Romalah, sebelum mengajukan gugatan, kliennya sudah berkoordinasi dengan Disnaker Lampung Selatan, namun hasil mediasi tak ada hasil. Pemutusan tersebut pun menurutnya tanpa adanya upaya peringatan pertama atau kedua terlebih dahulu.
Alasan PHK pun dinilai janggal, yakni dengan alasan telah mencampuri urusan keluarga Yayasan dengan mengeluarkan surat Pemutusan Hubungan Kerja dengan nomor 112/YBL/SK/XI/2021 yang ditanda tangani oleh ketua Yayasan Badrullah Latif (YBL) Natar A. Syoffian Caropeboka. “Sudah empat kali mediasi, tapi enggak pernah datang. Makanya anjuran dari Disnaker ajukan gugatan,” katanya.
Belum ada keterangan resmi dari pihak YBL, maupun ketua Yayasan A Syoffian Caroeboka, terkait hasil putusan pengadilan tersebut. Pihak YBK enggan ditemui wartawan sinarlampung.co yang akan mengkonfirmasi masalah tersebut. “Pihak yayasan tidak bisa ditemui, sedang dilura kota,” kata petugas keamanan sekolah, Senin 8 Agustus 2022. (Red)