Bandar Lampung (SL)-Rektorat Universitas Bandar Lampung (UBL) melaporkan mahasiswanya yang terlibta unjukrasa penolakan kenaikan SPP. Dua mahasiswa perwakilan mahasiswa UBL Sultan Ali Sabana dan Reyno Pahlevi dipanggil dan diperiksa di Polresta Bandar Lampung, Selasa 23 Februari 2021 berdasarkan LP/B/423/II/2021/LPG/Resta Balam, tanggal 19 Februari 2021. Pelapor, wakil Rektor III Universitas Bandar Lampung Doktor Bambang Hartono.
Keduanya diminta keterangan dengan dugaan tindak pidana melakukan Pelanggaran kekarantinaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 160 KUHP Pidana jo pasal 93 UU 6 tahun 2018. Kordinator lapangan aksi, Rizky Aditia Nugraha membenarkan dua rekannya dipanggil dan diminta keterangan oleh petugas Polresta Bandar Lampung. “Iya hari ini, dua rekan kita yaitu Sultan Ali Sabana Dan Reyno Pahlevi dipanggil dan diminta oleh Polresta Bandar Lampung,” kata Rizky.
Rizky menjelaskan bahwa aksi demo dari yang dilakukan pada saat itu merupakan gabungan dari mahasiswa UBL dan murni tidak ada kepentingan atau ditunggangi dari pihak lain. “Dalam aksi itu, semua peserta aksi merupakan mahasiswa UBL gabungan dari beberapa organisasi mahasiswa yang ada di UBL,tidak ditunggangi sebab pihak UBL menuding aksi kita ditunggangi pihak lain,” ujarnya.
Dalam aksi itu mahasiswa menuntut penurunan SPP seminimalnya 50% dari bayaran, SPP gratis bagi mahasiswa yang keluarganya terdampak Covid-19, minta dibuka sekret ormawa, kepastian dana tiap ormawa, meminta kepastian Kampus UBL untuk tidak Mem PHK dan memotong upah pekerjanya selama masa pandemi.
Rizky Aditia Nugraha, menambahkan riwayat mahasiswa memutuskan untuk melakukan aksi adalah karena pihak rektorat enggan menemui perwakilan mahasiswa. “Kami sempat memasukan surat audensi untuk audensi tanggal 7 Februari untuk audensi tanggal 10 Februari,” katanya.
Namun saat itu tidak bisa audensi karena Rektor sedang di Jakarta. Dan tidak di gubris sampai 15 Februari. “Di 16 Februari kemudian kami memasukan surat pemberitahuan bahwa kami akan melakukan aksi masa. Dan kami lakukan pada tanggal 17 Februari. Namun kami tetap menggunakan protokol kesehatan seperti memakai masker, pakai almamater dan menjaga jarak,” jelas Adit.
Disaat itu, kata Adit, ada yang menghampiri pihaknya yaitu Warek II dan Warek III UBL. Mereka datang menyebut rektor tidak bisa bertemu karena Rektor sedang ada di Jakarta. Mahasiswa, lanjutnya, kemudian menunggu ini untuk mendapatkan kepastian karena batas bayar SPP itu 24 Februari 2021.
“Namun Sultan dan Ryeno itu kemudian dilaporkan, dan kami baru tahu dari surat panggilan yang di antar kerumah kemarin untuk menghadiri panggilan kepolisian hari ini. Atas pelaporan dosen ini artinya tidak ada itikad baik lagi kepada kami mahasiswa. Apalagi Warek III bidang kemahasiswaan yang bisa merangkul mahasiswa nya,” katanya
Namun ini malah ingin mencoba memenjarakan mahasiswa nya sendiri, “Artinya ini mencemarkan nama UBL. Dan pelaporan dengan dalih penghasutan untuk pengumpulan massa ditengah Covid-19, kami tidak pernah menghasut siapa-siapa. Kami demokrasi, siapapun mahasiswa yang ingin ikut aksi dipersilahkan, kami tidak pernah meminta,” tandasnya,
Wakil Rektor Benarkan Laporan Polisi
Kepada sinarlampung.co, wakil Rektor III Universitas Bandar Lampung Doktor Bambang Hartono membenarkan telah melaporkan mahasiswa UBL ke Polresta Bandar Lampung. Bambang mengatakan kejadian awal yang membuatnya melaporkan mahasiswa karena aksi demo keringanan SPP yang digelar belum lama ini.
Bambang menyebut, mahasiswa menggelar aksi tanpa dilatarbelakangi payung hukum yang jelas. Terutama soal organisasi yang mereka bawa dalam aksi. “Pertama sebelum mereka demo itu sudah kami panggil, kita pertemuan diruangan saya. Yang kami panggil penanggungjawab 3, Rizky, Sultan dan Reno,” kata pakar hukum pidana yang kerap menjadi saksi ahli di kepolisian itu.
Menurut Bambang, pertemuan itu dilaksanakan 3 Februari. Kemudian pihaknya bertanya demo mau menuntut apa. Kata mereka mengenai penurunan SPP. “Dari sana saya tanya, kalian bergerak atas nama organisasi apa karena di kampus sudah jelas organisasinya yang sah, Dan mereka mengatasnamakan keluarga besar mahasiswa UBL, saya tanya legalitas nggak ada, programnya apa nggak ada, hanya untuk demo. Ya masa organisasi dibentuk hanya untuk demo, maka tidak bisa,” kata Bambang yang juga pengacara kawakan ini, Selasa malam.
Menurut Bambang, organisasi yang dibawa mahasiswa menggelar aksi tidak legal. Padahal, pihak kampus telah melakukan pertemuan sebelumnya dengan perwakilan organisasi mahasiswa. Yang kemudian, lahirlah surat edaran rektor yang isinya menampung aspirasi perwakilan mahasiswa di UBL.
Bambang, menjelaskan isi edaran rektor ini sudah menampung keringanan SPP, kuota dan seterusnya. “Dan saya juga sudah ingatkan, ini kan masa pandemi kita tidak boleh berkumpul karena akan berdampak ke UBL. Bisa saja UBL kena sanksi, yang membuat akhirnya nanti tidak ada aktivitas. Maka saya ingatkan, janganlah kumpul-kumpul, demo, mengumpulkan massa karena ditakutkan akan banyak penularan covid. Karena UBL sangat-sangat menjaga,” tambahnya.
Bambang juga menyebut, aksi mahasiswa yang mengklaim mewakili seluruh mahasiswa ada tidak dasarnya. Karena harusnya jelas ada surat pernyataan dari mahasiswa. Apalagi, lanjutnya, jumlah mahasiswa di UBL ada sekitar 5 ribu orang. Sementara yang demo hanya beberapa orang.
“Makanya saya tanya legalitasnya. Sementara ada lembaga kemahasiswaan yang resmi ada. Terkait pembahasan pada 27 Januari itu telah diikuti seluruh perwakilan organisasi kemahasiswaan ada, tapi saat itu saya tanya ke mereka ternyata nggak hadir,” katanya.
Bambang sudah mengingatkan, jangan mengumpulkan orang, menghasut orang untuk kumpul-kumpul demo karena melanggar UU Karantina, apalagi kalau dibubarkan satgas Covid-19 maka bisa melanggar pasal 160 KUHP. “Namun mereka tetap menyebut bahwa setiap orang berhak bebas berpendapat, loh kebebasan itu tidak boleh mengorbankan kebebasan orang lain. Menurut saya kebebasan tidak mutlak, karena juga ada kebebasan ornag lain,” lanjutnya.
Bambang menyebutkan bahwa mahasiswa mengiyakan untuk tidak melakukan demo. Para mahasiswa mengatakan hendak bertemu lagi. “Namun ditunggu-tunggu tidak ada konfirmasi. Akhirnya kami hubungi, jawabnya iya. Tapi sampai akhirnya mereka demo itu, mereka juga tak kunjung menenui kami. Namun, mereka akhirnya memilih untuk melakukan demo,” katanya.
Saat demo, kata Bambang, pendemo menyebutkan ajakan, hasutan dan diposting. Hal ini menurutnya, membuat citra yang tidak baik. Saat demo, dirinya memang menanyakan apakah pendemo punya organisasi yang lain. Karena tidak ingin gerakan mahasiswa di tumpangi kepentingan yang lain. Karena kampus untuk pendidikan, menimba ilmu. “Akreditasi kita kan banyak yang A. Kasihan dong jika dosen dan pegawai lainnya sudah membantu menaikan akreditasi,” lanjutnya.
Pada saat demo, menurutnya pendemo membawa tuntutan yang sama dari sebelumnya. “Mereka tidak kami izinkan. Di demo juga kami kasih tahu bahwa organisasi tidak ada di UBL. Di demo sudah kami minta bubarkan namun tidak kunjung bubar. Justru malah teriak-teriak didepan rektorat tanpa izin,” katanya.
Karena tak bisa diingatkan, menurut Bambang pendemo kembali mengancam. Dan Bambang kembali meminta agar mahasiswa jangan berdemo lagi. “Namun dia ngomong ke peserta demo bahwa di intervensi. Maka kalau sudah begitu apa yang harus dilakukan?. Ini kan negara hukum maka satu-satunya saya meminta hukum ini adatidak. Kalau ada coba ditegakkan,” ujarnya.
“Maka laporlah saya berdasarkan hasil rapat. Kita rapatkan, apa tindakan kita. Mengingat organisasi itu tidak sah, karena organisasi yang ada juga tidak mengetahui. Bahkan ada organisasi kampus yang juga tidak setuju, mereka diajak namum tidak ada yang mau. Bahkan mereka tidka mengakui organisasi KBM (keluarga besar mahasiswa) itu,” tambahnya.
Karena jika berlanjut, tambah Bambang bisa muncul konflik horizontal. Maka Bambang mencari bagaimana cara mencegahnya. “Dan juga sebagai upaya melindungi organisasi kampus ya maka satu-satunya jalan saya laporkan kepolisian. Bahwa saya tidak mendukung dan tidak melindungi organisasi mahasiswa yang demo itu. Hanya itu jalan satu-satunya. Padahal sebenarnya yang mereka minta sudah ada SE Rektor yang memutuskan tuntutan masyarakat itu,” lanjutnya. (Red)