Medan (SL)-Kasus penembakan yang berujung dengan tewasnya Pemimpin redaksi (Pemred) media online, Marasalem (Marsal) Harahap diduga dipicu sakit hati pemilik Diskotik Ferrari Bar and Resto di Jalan Sisingamangaraja, Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara. Pengusaha hiburan malam itu bersama managernya dan merencanakan aksinya sejak Mei 2021.
Marsal yang kerap memberitakan maraknya peredaran narkoba di diskotik itu meminta jatah bulanan Rp12 juta, atau dua butir pil ekstasy perhari (@200×30 hari), untuk pengamanan pemberitaan. Namun pemilik merasa sakit hati, dan merencanakan aksi untuk memberi pelajaran kepada sang wartawan.
Pelaku adalah owner Ferrari Kafe Bar and Resto, Sujito (57) alias SU, pengusaha hiburan malam, yang pernah nyalon Wali Kota Pematang Siantar tahun 2015 lalu. Sujito juga melibatkan Humas Diskotiknya Yudi Pangab (31l alias YP, dan oknum TNI inisial H. “H adalah oknum TNI, makanya Pangdam hadir di sini. Perhatikan, saya sudah sampaikan siapapun yang bersalah, kita tindak tegas. Enggak usah dibawa kemana-mana,” kata Kata Kapolda Irjen Panca didampingi Pangdam I/BB, Mayjen TNI Hasanuddin dan Dir Reskrimum Polda Sumut, Kombes Pol Tatan Dirsan Atmaja.
Baca Juga: Kapolda Sumatera Utara Sebut Sudah Ada Pelaku Penembakan Marsal Harahap yang Ditangkap
Dari rasa sakit hati itulah, muncul niat tersangka S untuk menghabisi nyawa korban dengan menggunakan Senjata api (Senpi). “Untuk senjata api yang digunakan buatan pabrikan Amerika yang diduga berasal dari perdagangan ilegal dan bukan berasal dari institusi TNI, “ jelas Kapolda.
Panca menyampaikan, pihaknya telah melakukan pemeriksaan terhadap 57 saksi dan melihat rekaman CCTV di sejumlah tempat korban serta para pelaku, serta hasil uji laboratorium forensik balistik. “Modus operandi yang dilakukan oleh pelaku dan motif adalah tumbuhnya rasa sakit hati SU selaku pemilik pemilik kafe dan resto terhadap korban yang selalu memberitakan peredaran narkotika di tempatnya,” katanya.
Baca Juga: Pimred Media Siber lassarnewstoday.com Tewas Ditembak Orang Tak Dikenal
Sujuto selain pengusaha hiburan malam, juga eks calon Wali Kota Pematang Siantar di tahun 2015 silam, namun tidak pernah menang dalam perhelatan Pemilukada. Korban Marsal, kata Panca, pernah juga meminta sejumlah uang kepada Sujiti sebagai syarat tidak akan membuat berita yang buruk di lokasi usaha tersebut. “Korban meminta uang sejumlah Rp 12 juta per bulan, per harinya meminta dua butir ekstasi? Coba rekan-rekan bayangkan kalau satu butir di pasaran harganya Rp200 ribu. Berarti dua butir, Rp 400 ribu. Sebulan artinya Rp 12 juta,” ujar Panca.
Berdasarkan sikap korban seperti itu, akhirnya Sujito kesal dan merasa perlu memberi pelajaran kepada korban. Kemudian Sujito memanggil Yuda mamajer yang juga humas di tempat usahanya untuk menyusun rencana melancarkan memberi pelajaran kepada korban. “Saudara SU meminta YP memberikan pelajaran kepada korban. Tersangka SU bertemu YP serta bersama saudara H di Jalan Seram Bawah, Siantar. Di mana saudara SU menyampaikan kepada YP dan H, ‘kalau begini orangnya cocoknya ditembak’,” kata tersangka yang ditirukan Kapolda.
Setelah pertemuan itu, YP dan H bertemu kembali untuk menindaklanjuti permintaan SU tersebut. Sebelum korban dieksekusi, kata Kapolda, korban sempat minum tuak di kedai milik boru Ginting di salah satu daerah di Siantar. Korban juga sempat kencan dengan seorang wanita di Siantar Hotel.
Malam itu, YP dan H mendatangi korban Marsal di rumahnya di Huta VII, Nagori Karang Anyar, namun korban tak ada di rumahnya karena belum pulang. “Sekitar pukul 22.30, tersangka YP kembali menuju arah Kota Pematang Siantar. Di perjalanan, mereka berselisih jalan dengan mobil korban. Selanjutnya, tersangka YP dan saudara H ini berbalik arah mengikuti mobil korban,” katanya.
“YP mengemudi sepeda motor dan H melakukan penembakan yang mengenai bagian kaki korban di sebelah kiri paha atas. Tembakan mengenai tulang kaki korban. Pada akhirnya tulang patah dan mengenai pembuluh arteri. Maka mengeluarkan darah yang secara deras,” tandas Kapolda.
Kapolda mengatakan, untuk senjata api yang digunakan oknum TNI itu merupakan buatan pabrikan Amerika. Namun senjata api itu disebut bukan berasal dari institusi TNI. Senjata itu, kata Panca, diduga berasal dari perdagangan ilegal. “Itu senjata pabrikan. Nomor registernya jelas, buatan Amerika. Senjata pabrikan belum tentu masuk dengan benar dan milik kesatuan,” ucapnya.
Para pelaku dijerat Pasal 340 subsidair 338 Jo Pasal 55-56 KUHP tentang pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman pidana mati atau pidana penjara seumur hidup. “Tolong dicatat baik-baik, bisa saja ini masuk dari penggelapan dan perdagangan ilegal. Ini tidak teregister di kesatuan. Nomor registernya ada, dan ini akan kami dalami terus,” kata Panca.
Kapolda Sumut ini juga mengucapkan rasa terimakasihnya atas dukungan semua pihak, sehingga misteri tewasnya Marsal Harahap ini bisa terungkap dan menangkap para tersangkanya.“Saya mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang memberi dukungan kepada Polri untuk mengungkap kasus ini. “lKalau ada hal yang tidak berkenan, saya mohon maaf,” katanya. (Red)