Bandar Lampung (SL)-Pasca ditetapkan tersangka dugaan pelanggaran tindak pidana terkait pengelolaan Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera (AJBB) 1912 oleh Penyidik Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Nurhasanah mengajukan praperadilan dan akan menggugat OJK RI.
Baca: Anggota Fraksi PDIP Lampung Nurhasanah Jadi Tersangka Pidana Sektor Jasa Keuangan
“Saya akan menggugat OJK karena Bumiputera begini juga atas salah kebijakan oleh OJK. Dengan menetapkan Pengelola Statuter tahun 2016 sampai dengan 2018 dan gagal total sangat merugikan perusahaan,” kata Nurhasanah, Jumat 19 Maret 2021 malam.
Kepada sinarlampung.co Ketua Badan Perwakilan Anggota (BPA) periode 2018-2020 ini, terjadi gagal bayar di Bumiputera juga akibat diambil alih oleh OJK tahun 2016-2018. “Gagal bayar Bumiputera mulai 2017, tidak bisa membayar klaim sejak OJK mengambil alih perusahaan. Kemudian dikembalikan pada kita, tahun 2018 nah, manajemen dikasih OJK. Gak bener, gagal lagi maka akan kami berhentikan,” ujarnya.
Artinya, lanjut Nurhasanah, OJK juga harus bertanggung jawab. “Kami akan menggugat OJK atas perbuatan melawan Hukum yang sudah merugikan perusahaan atas kebijakan. Atas tuduhan tidak melaksanakan perintah tertulis OJK terkait implementasi Pasal 38, Anggaran Dasar Bumiputera sesuai Surat KE IKNB No.S-13/D.05/2020 tanggal 16 April 2020, tidak benar,” katanya.
Menurut Nurhasanah, surat OJK tersebut tertulis 16 April 2020 batas sampai 30 September. Pihaknya mengirim surat lada 30 April yang menyatakan pasal 38 itu belum dilaksanakan sepanjang perusahaan masih bisa diperbaiki dengan aset yang ada.
Sementara, lanjutnya, Bumiputera masih memiliki aset hingga triliunan dan ia juga perlu mendiskusikan kepada pemenang polis yang akan dibebankan pembayaran kalau menurut pasal 38 tersebut. Lagipula, surat 16 April dari OJK ditujukan kepada Rapat Umum Anggota (RUA), bukan BPA, katanya.
“Sementara RUA itu, sesuai PP 87/2009 yang akan diberlakukan kepada AJB Bumiputera dan itu menurut kami sangat merugikan AJB Bumiputera. Karena mau rapat saja harus izin OJK. Ini kan bukan perusahaan pemerintah, tapi swasta dan murni mutual,” tambahnya.
Mantan Ketua DPRD Lampung ini menyatakan, bahwa pihaknya kemudian mengajukan gugatan uji materil ke Mahkamah Konstitusi (MK). Seharusnya, OJK tidak memberikan kebijakan-kebijakan strategis kepada Bumiputera dan menunggu putusan MK terkait PP 87.
Gugatan BPA Bumiputera kemudian dimenangkan MK pada 14 Januari 2021. Artinya, kata dia, Pemerintah dan DPR RI harus membuat undang-undang mutual dalam waktu 2 tahun. Maka PP 87 otomatis gugur sehingga perintah tulis belum dapat dilakukan saat gugatan. “Maka jangan karena gugatan kalah, justru melakukan hal seperti ini. Saya berjuang sudah menang di MK sebagai mempertahankan bentuk perusahaan mutual,” katanya.
Selanjutnya, 10 Februari dilakukan sidang pelaksanaan pasal 38 tapi direksi harus mengkoordinasikan dengan OJK. “Karena kalau kerugian ditanggung semua oleh pemegang polis apa mereka mau juga ? Kita hanya sebagai wakil pemegang polis jangan sampai dirugikan dan pemegang polis juga. Kecuali saya akan tetap tegar menghadapinya dengan melakukan praperadilan dan akan menggugat OJK,” jelasnya.
Nurhasanah menambahkan OJK memang berkirim surat ke BPA terkait perintah tertulis 16 April 2020 batas sampai 30 September. Nur mengatakan, ditetapkan tersangka dalam kapasitas mengabaikan perintah tertulis itu. “Sebenarnya kami tidak mengabaikan perintah tertulis karena perintah itu kami respon. Di mana kami mengirimkan surat 30 April kepada OJK,” katanya.
Bahwa perintah tertulis untuk pelaksanaan pasal 38 anggaran dasar Bumiputera. Pasal itu intinya kerugian ditanggung oleh semua pemegang polis karena Bumiputera ini perusahaan mutual. “Nah, kita menyampaikan karena Bumiputera ini sesuai pasal 38 ayat 3 AD/ART ini perintah tertulis harus dilakukan dengan sidang luar biasa BPA,” katanya.
“Kita belum bisa melaksanakan sidang luar biasa BPA, artinya kita harus mengkomunikasikan dahulu kepada pemegang polis. Kemudian juga perlu dikaji,” jelasnya.
Pihaknya lantas mengirim surat pada Surat 30 April. Dalam surat itu berisikan bahwa pasal 38 itu belum dilaksanakan sepanjang perusahaan masih bisa diperbaiki dengan aset yang ada. Karena Bumiputera masih punya aset banyak, triliunan, dan juga supaya tidak merugikan pemegang polis.
“Kemudian soal surat 16 April ditujukan pada RUA (Rapat Umum Anggota,red) bukan BPA. Sementara RUA itu, sesuai PP 87/2009 yang akan diberlakukan kepada AJB Bumiputera dan itu menurut kami sangat merugikan AJB Bumiputera. Karena mau rapat saja harus izin OJK,” katanya.
“Ini kan bukan perusahaan pemerintah, tapi swasta dan murni mutual. Jadi intervensi nya akan semakin terhadap Bumiputera kalau dengan PP 87. Sementara kita kan butuhnya ada UU Mutual, sehingga kita mengajukan gugatan uji materiil ke MK (Mahkamah konstitusi),” tegas Nurhasanah.
Sedangkan, gugatan ke MK di tahun 2020 sudah masuk mulai pandemi, dalam kapasitas artinya gugatan, maka seharusnya OJK tidak memberikan kebijakan-kebijakan strategis kepada Bumiputera. Dan harusnya menunggu kepastian PP 87 ini berlaku atau tidak.
“Ternyata 14 Januari 2021 kemarin, MK memenangkan gugatan BPA Bumiputera. Maka jangan karena gugatan kalah, justru melakukan hal seperti ini. Saya berjuang sudah menang di MK sebagai mempertahankan bentuk perusahaan mutual. Artinya dalam putusan MK, dijelsskan Pemerintah dan DPR RI harus buat undang-undang mutual dalam waktu 2 tahun. Maka PP 87 otomatis gugur. Artinya perintah tulis belum dapat dilakukan saat gugatan,” jelasnya.
Setelah selesai menang pada 14 januari, kemudian 10 Februari sidang pelaksanaan pasal 38 tapi direksi harus mengkoordinasikan dengan OJK. “Karena kalau kerugian ditanggung semua oleh pemegang polis apa mereka mau juga ? Kita hanya sebagai wakil pemegang polis jangan sampai dirugikan dan pemegang polis juga. Kecuali saya akan tetap tegar menghadapinya dengan melakukan pra peradilan dan akan menggugat OJK,” jelasnya.
Nurhasanah berpesan jangan ada arogansi kekuasaan dan dia akan terus memperjuangkan Bumiputera. Dan dirinya menyatakan akan terus memperjuangkan Bumiputera. “Jadi menurut saya jangan arogansi kekuasaan lah. Insyaallah Mba nur akan tetap memperjuangkan perusahaan ini punya esistensi dan jati diri, karena perintah tertulis belum bisa dilakukan karena masih proses. Sekarang kami juga sudah mendaftarkan pra peradilan, tinggal tunggu saja,” katanya. (red)