Kategori: Pilihan Redaksi

  • Oknum Kasi Kesbangpol Tanggamus Putri Ditangkap Narkoba di Perumahan Pemda

    Oknum Kasi Kesbangpol Tanggamus Putri Ditangkap Narkoba di Perumahan Pemda

    Tanggamus (SL)-Oknum aparatur sipil negara (ANS), Kasi Kantor Kesbang Pol Pemerintah Kabupaten Tanggamus Putri Ms (38) diamankan Satres Narkoba Polres Tanggamus, di Perumahan Griya Abdi Negara, komplek Perumahan Pemda Tanggamus, karena kasus Narkoba, Selasa 13 Oktober 2020 Malam. Dari rumah PM, polisi mengamankan sisa pakai sabu dan alat hisap alias bong, dan hasil pemeriksaan urine dengan hasil positif narkoba.

    Kasat Narkoba Polres Tanggamus AKP I Made Wayan

    Putri Ms yang diketahui anak mantan pejabat Tanggamus itu kini menjalani pemeriksaan dan ditahan di Polres Tanggamus. Ayahnya mantan Kadisdukcapil Tanggamus sempat menyambangi Polres Tanggamus dan membenarkan anaknya diamankan polisi atas dugaan kasus narkoba.

    Kasatres Narkoba Polres Tanggamus AKP I Made Indra Wijaya, membenarkan penangkapan tersebut. Penangkapan oknum kasi itu berdasarkan laporan masyarakat, bahwa Putri Ms kerap menyalahgunakan narkoba jenis sabu di rumahnya, komplek Perumahan Pemda Tanggamus.

    “Kita baru melakukan pengamanan. berdasarkan informasi masyarakat bahwa tempat atau rumah terduga digunakan sebagai tempat menyalahgunakan Sabu. Anggota bergerak melakukan penyelidikan berdasarkan laporan informasi tersebut dan kita baru amankan seorang berinisial PM,” kata Made Indra Wijaya dalam keterangannya mewakili Kapolres Tanggamus AKBP Oni Prasetya, Rabu 14 Oktober 2020.

    Kasat menegaskan bahwa pihaknya hanya mengamankan 1 orang, tidak seperti informasi beredar yang menyebut bahwa ada penangkapan 3 orang. “Yang kami amankan hanya 1 orang, tidak seperti beredar yang menyebut 3 orang,” tegasnya.

    Menurut Kasat, dari rumah terduga PM pihaknya mengamankan barang bukti sisa pakai sabu dan alat hisap, juga langsung melakukan pemeriksaan urine kepada PM dan hasilnya positif. “Tersangka juga mengakui jika terakhir mengkonsumsi sabu pada hari Senin 12 Oktober 2020 di rumahnya. Dari pengakuan PM bahwa dia kerap mengkonsumsi sabu itu sejak satu tahun terakhir. “Untuk kepentingan penyelidikan saat ini PM ditahan di sel tahanan Polres Tanggamus,” pungkasnya.

    Kasubab TU Kesbangpol Tanggamus Amir Husen membenarkan seorang oknum ASN dengan jabatan kasi Bina Ideologi Kesbangpol Tanggamus diamankan polisi. Sementara Asisten Bidang Administrasi Jonsen Vanesa mengaku belum tahu persis penangkapan salah satu oknum ASN. Kabar tersebut masih menunggu konfirmasi kepolisian.

    “Jika PM ditetapkan sebagai tersangka kasus narkoba maka pemerintah memberlakukan sanksi berdasarkan PP Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen PNS. Oknum ASN diberhentikan sementara dan gajinya hanya diberikan 50 persen,” katanya. (Hardi/red)

  • Pulang Ngerumput Saman Celurit Temannya Yang Kepergok Asik Nggarap Rumput Istrinya

    Pulang Ngerumput Saman Celurit Temannya Yang Kepergok Asik Nggarap Rumput Istrinya

    Lumajang (SL)-Saman (38), Warga Dusun Kedungmoro, Desa Kabuaran, Kecamatan Kunir, Kabupaten Lumajang, tiba kalap dan langsung mengayunkan celuritnya temannya Sudiyanto (48), Warga Desa Tukum, Kecamatan Tekung, Kabupaten Lumajang, Jawa timur, yang kepergok sedang indehoi dengan istrinya, Selasa, 13 Oktober 2020 siang.

    Akibatnya Sudiyanto menderita luka bacok serius dibagian leher, sementara Saman di amankan Tim Sat Reskrim Polres Lumajang, dengan barang bukti sebuat golok. Siang itu, Saman baru saja pulang mencari rumput. Saat tiba dirumah awalnya dia berharap sudah ada suguhan air minum pelepas dahaga, makan siang dan kopi panas.

    Namun, saat masuk rumah Saman mendengar suara-suara aneh yang mungkin kerap dia dengar tiap malam hari, dari arah kamar tidurnya. Tanpa pikir panjang, Saman mendobrak pintu kamar, dan melihat istrinya sudah tanpa busana bersama pria lain bernama Sudiyanto alias Sudi, yang teman dekatnya.

    Saman spontan naik pitam, dan langsung menyerang Sudi dengan celurit yang masih ditangannya. “Saat itu saya baru pulang ngerumput, tiba-tiba saya kok mendengarkan suara orang di dalam kamar. Pintu langsung saya dobrak, ternyata istri saya lagi telanjang bersama Sudi,” kata Saman, di Polres Lumajang.

    Warga yang mengaksikan kejaadain itu hanya melihat dari jauh karena takut jadi sasaran. Saman kemudian diamankan aparat desa ke Balai Desa, dan kemudian dijemput Petugas Polres Lumajang. Saman mengaku kaget dan tak menyangka haarus menyaksikan kejadiaan itu, karena Saman mengaku mengenal Sudi dengan baik. “Tega sekali, saya itu berteman baik dengan Sudi. Kok tega mereka selingkuh,” katanya, dihadapan Polisi.

    Sudiyanto, sang pacar gelap istri Saman dilarikan kerumah sakit dengan beberapa luka bacokan yang serius, pada bagian kepala. “Saman sudah diamankan di kantor Balai Desa Kabuaran, sementara korban, langsung dibawa ke rumah sakit untuk di lakukan perawatan,” kata Kasat Reskrim Polres Lumajang, AKP. Masykur. (Red)

  • Proyek Bangunan RPS SMK Negeri 12 Mesuji Rp1,56 Miliar Asal Jadi?

    Proyek Bangunan RPS SMK Negeri 12 Mesuji Rp1,56 Miliar Asal Jadi?

    Mesuji (SL)-Proyek pembangunan Ruang Praktik Siswa (RPS) teknik audio vidio dan RPS Multimedia, anggaran dana alokasi khusus (DAK) tahun anggaran 2020 di Sekolah Menengah Kejuruan (SMKN XII), Kecamatan Pancajaya Mesuji, dengan anggaran Rp1,56 miliar diduga dikerjakan asal jadi dan tidak mengutamakan mutu serta kualitas bangunan.

    Pantauan media ini  di lokasi pembangunan Senin 12 Oktober 2020, terlihat para pekerja sedang melakukan finising pekerjaan. Namun anehnya tidak satupun pihak sekolah baik pihak pengawas pekerjaan maupun kepala sekolah tidak terlihat di lokasi pembangunan. Terlihat pengerjaan menggunakan matrerial asal-asalan, dan kondisi RPS  itu sudah rusak dan mengalami  keretakan di beberapa titik. Bahkan lantai kramix dan atap plapon juga terlihat asal pasang.

    Kepada sinarlampung para pekerja ataau tukang mengaku bahwa mereka bekerja di bayar secara harian dan sudah hampir tiga bulan bekerja sampai saat ini. Mereka mengakui selama melakukan pekerjan proyek itu, tidak pernah ada datang pengawaas dari pihak sekolah, baik itu kepala sekolah atau yang lain.

    “Hampir tiga bulan kerja harian. memang tidak pernah aadaa datang untuk melihat dan mengawasi pekerjaan ini. Untuk penggunaan material seperti semen, besi, keramik, batu bata itu memang sudah ada dari awal mereka tingal bekerja dan mengikuti arahan dan petunjuk dari awal,” katanya.

    “Ya kami cuma kuli mas yang di bayar secara harian oleh pihak sekolah, upah pembayaran diberikan langsung oleh bendahara persepuluh hari sekali. Itupun kami yang datang ke rumah bendahara nya. Kepala sekolahnya kami tidak tau karna saya tidak kenal saya bukan orang sini,” kataanya.

    Dia membenaarkan jika Kepala Sekolah yidak pernah daatang. “Dan memang jarang kepala sekolahnya datang bisa di katakan tidak pernah kesini. Kami bekerja dasarnya perintah awal dan disini ada nya material henis itu ya kami pakai yang itu. Kalo kualitasnya mau bagus dan baik ya matrial nya juga harus baik,” kataanya.

    Sampai berita ini di terbitkan kepala sekolah dan bendahara  SMK Neger XII tidak bisa di hubungi wartawan. Beberapa nomor hanphone yang coba dikonfirmasi dalam kondisi tidak ada yang aktif. Saat coba ditemui dikediamannya juga penghuni rumah menyebut kepala sekolah tidak ada di rumah, meskipun semua kendaraan baik roda empat dan roda dua nya ada dan terparparkir rapi. (AAN.S)

  • Usai Beberkan Laporan ke Mabes Polri dan KPK Terkait Aset Satono dan Alay Pengacara Amrullah Diguyur Empat Laporan Polisi

    Usai Beberkan Laporan ke Mabes Polri dan KPK Terkait Aset Satono dan Alay Pengacara Amrullah Diguyur Empat Laporan Polisi

    Bandar Lampung (SL)-Sedihnya mencari keadilan, hal itu di ungkapkan David Sihombing, pengacara yang mendampingi Amrullah, yang juga pengacara saat menjalani pemeriksaan di Polda Lampung, dengan menghadapi empat laporan sekaligus, pasca dia melaporkan dugaan kasus korupsi dengan objek perkara melibatkan terpidana Satono dan Sugiarto Wiharjo alias Alay Tripanca, ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

    “Kita sedih menegakkan keadilan ini. Amrullah melapor ke KPK atas dugaan penyelewengan asset yang terkait Terpidana Satono dan Alay. Dia belum mendapat dukungan atas pengaduannya ke KPK. Dan hal terbalik, setelah itu Amrullah diguyur dengan 4 Laporan Polisi dari berbagai unsur,” kata David Sihombing, kepada sinarlampung.co, Sabtu 10 Oktober 2020, malam.

    Bahkan kata David, termasuk wartawan juga ada yang dilaporkan ke Polisi. “Pelapor itu justru orang orang yang diadukan ke KPK, termasuk dari pihak ketiga sebagai pembeli atas asset yang sedang diadukan bermasalah dan diduga diselewengkan, dan wartawan yang memberitakan kasus itu,” katanya.

    Menurut David, dia juga ikut prihatin dan sedih melihat fenomena penegakan hukum yang terjadi menimpa kliennya. “Saya sedih, saya selama ini berfikir kalau mengadukan dugaan tindak korupsi ke KPK akan dapat konvensasi atau imbalan dari negara,” katanya.

    “Tapi namun setelah Klien kami melapor atau mengadu ke KPK, serasa dihadiahi dengan 4 laporan Polisi, tiga laporan polisi dipanggil dengan hari dan waktu bersamaan. Sakit rasanya, saya tahu tujuan klien kami ke KPK demi kesalamatan keuangan negara, benar ga KPK itu?,” kata David dengan mata berkaca kaca.

    Karena itu, David meminta agar KPK segera menangani kasus aduan Amrullah, “KPK harus segera proses laporan klien kami. Karena semua sudah terlalu sakit, Kami mohon KPK agar memberikan perhatian khusus segera memeriksa, mohon perlindungan presiden, klien kami bisa menderi berkelanjutan,” ujar David Sihombing.

    David menjelaskan, Amrulah, yang melaporkan kasus dugaan korupsi aset aset terpidana korupsi ke KPK itu, sekarang dilaporkan dengan 4 pengaduan ke Polda Lampung. Mereka yang melaporkan Amrullah diantaranya Sopian Sitepu Pengacara Kondang, atas laporan UU ITE dengan Laporan Polisi Nomor: LP/-1402/IX/2020/LPG/SPKT tertanggal 14 September 2020.  Lalu kemudian pelapor kedua Sumarsih yang juga pengacara melaporkan UU ITE dengan Laporan Polisi Nomor: LP/B-1417/IX/2020/LPG/SPKT tertanggal 16 September 2020.

    Laporan ke tiga atas nama Donny Leimena, yaitu pembeli asset yang diduga masuk dalam pengaduan ke KPK melaporkan dua Laporan Polisi yakni UU ITE dengan Laporan Polisi Nomor: LP/B-1410/IX/2020/2020/LPG/SPKT tertanggal 15 September 2020 dan laporan dugaan pemalsuan dan keterangan Palsu terkait data sita yang diduga masuk asset Alay dan Satono para terpidana korupsi dan Laporan Polisi Nomor: LP/B-1409/IX/2020/Lpg/SPKT tertanggal 15 September 2020. Amrullah dilaporkan atas dugaan pasal 263 KUHP dan atau Pasal 264 KUHP dan atau pasal 266 KUHP.

    David Sihombing menjelaskan dari laporan tersebut, setelah diteliti, yang dipersoalkan dalam semua kasus Laporan itu ialah berpatokan pada dua Penetapan dengan nomor yang sama dan tahun yang sama.  Pokok masalahnya ialah terdapat perbedaan jumlah objek tanah yang masuk sita dalam kedua penetapan, yang notabene sebagai produk Pengadilan Negeri Kelas IA Tanjungkarang.

    “Tapi kami masih heran kenapa dirinya dimasalahkan. Pengakuan terlapor dalam pemeriksaan bahwa data itu diterima dari kuasa pokok, dan kuasa pokok memperolehnya dari Pengadilan atau Satono waktu itu. Dan yang mengeluarkan diakui Pengadilan, jadi salahnya dimana,” katanya.

    “Kecuali ada putusan kembali atas kasus itu. Dan secara hukum belum ada kami temukan dasar bahwa Ketua Pengadilan bisa menyebutkan salah satu penetapan itu tidak benar,” tambahnya.

    David Sihombing merinci bahwa pada saat pemeriksaan terlapor beberapa hari lalu di Polda Lampung telah dijelaskan kepada penyidik sebagai dasar pengajuan blokir atas objek tanah ialah untuk menghindari ada korban berkelanjutan.

    “Dari arah pemeriksaan, tergambar bahwa ada pihak lain yang merasa dirugikan atas pengajuan permohonan sita, bisa saja pelapor itu karena telah membeli objek tanah bermasalah yang masuk dalam daftar sita sesuai penetapan pengadilan yang double itu. Namun sebaiknya jika Pelapor merasa korban, sepatutnya menuntut Penjual karena diduga menjual tanah bermasalah,” jelas David.

    Bahwa, lanjut David, ada beberapa langkah langkah yang cermat menurut logika mengungkap kasus ini. Yaitu diantaranya pertama memeriksa prinsipal atau pihak terkait yang mengajukan permohonan sita dari dua penetapan yang dianggap berbeda dalam jumlah objek sita. Karena yang satu penetapan ada 100 objek sita, dan yang satu lagi 283 objek sita. Jumlah 283 objek sita adalah anggapan pihak Amrullah sebagai penetapan yang benar

    Kedua melakukan pendataan jumlah mana yang benar atas rencana sita yang masuk asset kedua terpidana (Alay dan Satono) apakah 100 objek sita 283 objek sita. “Jika memang yang benar adalah 283 objek sita ? Apa resiko hukumnya dan sebaliknya,” katanya.

    Kemudian ketiga harusnya meminta data kepada pihak yang berwenang atas pengumpulan data kedua terpidana termasuk lokasinya ada dimana. Memerikas korelasi waktu tahun penetapan sita dalam hubungannya sejak tahun itu lah bahwa objek tanah itu sedang dalam sengketa atau masalah.

    Kelima Melakukan verifikasi status objek sita sesuai kewenangan hukum.  Lalu memeriksa apakah 283 sebagai jumlah yang benar terpidana Korupsi Alay. Jika benar mengapa jadi 100 jumlah asset terpidana koruptor itu. Dengan kata lain kata David, pihak ketiga calon pembeli sebaiknya diberitahukan lebih awal agar tidak merasa jadi korban kemudian.

    “Alangkah kasihannya apabila pihak ketiga membeli tanah yang masih berkategori masalah, dengan nilai yang lumayan, dan siapa yang akan bertanggungkawab. Kalau tidak salah Rp14 Miliar dan setahu saya biasanya dalam setiap peralihan hak atas tanah ada klausula bahwa penjual menjamin tanah yang dijualnya tidak dalam sengketa, tidak ada kaitan dengan pihak lain,” katanya.

    Terkait latar belakang kasus atau munculnya penetapan atas asset-asset rencana sita itu, David Sihombing menjelaskan berawal pada tahun 2009, bahwa terdapat gugatan antar pihak yakni Satono atau Pemkab Lampung Timur (sebagai Penggugat) melawan Direksi PT. BPR Tripanca Setiadana atau tergugat Sugiarto Wiharjo alias Alay sebagai Komisaris Utama.

    Pokok gugatan saat itu terkait kas daerah Pemkap Lampung Timur yang tidak bisa dikembalikan oleh BPR Tripanca kepada Pemda Lampung Timur. Lalu dalam perjalan gugatan di antara mereka tercapai kesepakatan dalam proses mediasi sebelum dibuktikan pokok perkara.

    Alhasil dibuat akta damai yang dituangkan dalam akta damai yang disebut Akta Van Dading dengan sifat eksekutorial/dapat dieksekusi jika salah satu pihak wanprestasi dalam pelaksanaan perdamaian, dan akta van dading itu berlaku seperti putusan Pengadilan.

    Setelah ada perdamaian antara Satono dan Alay, lanjut David, ternyata pelaksanaan perdamaian itu tidak dipatuhi salah satu pihak,  kemudian keluar penetapan pelaksaan secara paksa perdamaian itu yang dengan cara permohonan sita eksekusi diajukan pengacara yang mewakili pihak dalam akta van dading atas nama Pribadi Satono tanggal 30 Maret 2009 untuk melaksanakan akta Van Dading kedua belah pihak.

    Namun dalam perjalanannya muncul dua penetapan yang dianggap beda versi dalam hal jumlah isi objek sita. Hasil dari Pengajuan sita tersebut pengadilan Negeri Tanjungkarang mengeluarkan penetapan eksekusi nomor: 9/Eks/2009/PN.TK tertanggal 26 Mei 2009.

    “Penetapan inilah yang diperdebatkan isinya oleh khalayak ramai karena isinya berbeda jumlah bidang tanah objek sita eksekusi. Yang diakui diperoleh terlapor Amrullah dari data penetepan jumlah bahwa objek sita berjumlah 283 objek. Sementara menurut versi pihak rivalnya hanya 100 objek bidang tanah. Yang mana yang benar sebagai dasar masalah,” kata David.

    Lalu, jelas David, berlanjut tahun 2012, dengan keluarnya putusan pengadilan yang menghukum kedua belah pihak (Terpidana) membayar kerugian Negara. Dapat mengacu pada asset yang ada dalam akta van dading diantara kedua belah pihak.

    Kerugian negara akibat perbuatan Satono sejumlah Rp10-an M, sedangkan kerugian negara akibat perbuatan Alay Rp106 M, sehingga kedua belah Pihak mempunyai kewajiban pembayaran kepada Negara yang direncanakan dibayar dari asset yang terdaftar dalam akta van dading.

    Bergulir, kedua Pihak itu (Alay dan Satono) memiliki Pengacara untuk mewakili kepentingan masing-masing karena menyangkut keperdataan, termasuk melaksanakan permohonan eksekusi atas penetapan sita yang dianggap dualisme itu.

    “Yang menjadi pertanyaan ialah, siapa Kuasa Hukum Alay dan siapa Kuasa Hukum Satono?. Karena dalam pemeriksaan Polisi dengan terlapor Amrullah adalah bagian dari kuasa Satono diungkap adanya keberatan dari pihak ketiga yang sudah merasa membeli. Keberatan itu bukan dari kedua belah pihak dalam akta van dading,” katanya.

    Keberatan pihak ketiga itu terkait kedudukan hukum Amrullah atas kuasa substitusi melakukan permohonan eksekusi termasuk tindakan lain, pada hal tujuan terlapor melakukan eksekusi salah satunya untuk mengembalikan kerugian negara. Malah setelah pengaduan ke KPK beruntun 4 Laporan Polisi.  “Pada hal anggapan Amrullah hubungan hukum langsung pelapor itu bukan kepada terlapor, melainkan kepada penjual,” jelas David.

    “Saya kasih logika terbalik, seandainyapun dianggap sebagai korban, pelapor yang membeli tanah itu, sementara muncul nantinya secara pasti masuk objek sitaan Negara dalam hal asset Terpidana  korupsi, apakah akan tetap dilanjutkan penjualannya secara pribadi?,” katanya

    “Dari sisi saya, seandainya saya pembeli yang merasa tanah saya terblokir akibat permohonan terlapor Amrullah, saya berterimakasih kepada Amrullah, agar jangan telalu lama saya ketahui tanah itu bermasalah. Mereka sesama orang kaya juga, yang menurut saya ukuran puluhan miliar adalah hal mudah buat mereka, sekalipun ada pengembalian dana penjualan yang sempat terlanjur,” katanya. (Red)

  • PWI Lampung Minta Kapolda Lampung Usut Aksi Kekerasan Terhadap Wartawan Saat Liputan Aksi Tolak UU Omnibus Law

    PWI Lampung Minta Kapolda Lampung Usut Aksi Kekerasan Terhadap Wartawan Saat Liputan Aksi Tolak UU Omnibus Law

    Bandar Lampung (SL)-Persatuan Wartawan Indonesi (PWI) Lampung mengecam aksi kekerasan aparat terhadap empat wartawan saat kericuhan aksi ribuan mahasiswa yang menolak UU Omnibus Law di depan Gedung DPRD Lampung.  PWI minta Kapolda Lampung menindak oknum oknum yang bersikap tidak sesuai SOP dan melanggara Peraturan Kapolri dalam hal menangani aksi unjuk rasa.

    “Kita prihatin dengan kekerasan fisik dan verbal yang dialami kawan kawan waratawan,  termasuk adik adik mahasiswa korban kericuhan itu. Sebab, jurnalis dalam melakukan tugas-tugas jurnalistik selalu dilindungi oleh perundang-undangan. Kami mendesak Kapolda Lampung mengusut tuntas hal ini.” kata Wakil Ketua Bidang Pembelaan Wartawan PWI Lampung Juniardi SIP, MH,  di Bandar Lampung,  10 Oktober 2020.

    Menurut Juniardi, aksi kekerasan terhadap wartawan yang meliput unjuk rasa kerap terjadi. Padahal UU Pers berlaku secara nasional untuk seluruh warga negara Indonesia, bukan hanya untuk pers itu sendiri. Dengan begitu, semua pihak, termasuk petugas kepolisian juga harus menghormati ketentuan-ketentuan dalam UU Pers.

    “Kerja pers berpedoman pada kode etik jurnalistik, baik kode etik jurnalistik masing-masing organisasi maupun kode etik jurnalistik yang ditetapkan Dewan Pers. Di mana, pers bekerja menurut peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh Dewan Pers,” kata Juniardi, mengutif ucapan ketua PWI Pusat.

    Karenanya, lanjut Juniardi, pihak manapun yang menghambat dan menghalang-halangi fungsi dan kerja pers dianggap sebagai perbuatan kriminal dan diancam hukuman pidana dua tahun penjara. “Dalam Peraturan Dewan Pers diatur terhadap wartawan yang sedang melaksanakan tugasnya, alat-alat kerja tidak boleh dirusak, dirampas, dan kepada wartawan yang bersangkutan tidak boleh dianiaya dan apalagi sampai dibunuh,” jelas Juniardi.

    Juniardi mengatakan, jika wartawan yang meliput aksi protes UU Cipta Kerja sudah menunjukkan identitas dirinya dan melakukan tugas sesuai kode etik jurnalistik maka seharusnya mereka dijamin dan dilindungi secara hukum. Maka tindakan oknum polisi yang merusak dan merampas alat kerja wartawan termasuk penganiayaan dan intimidasi merupakan suatu pelanggaran berat terhadap kemerdekaan pers. “Perbuatan para oknum polisi itu bukan saja mengancam kelangsungan kemerdekaan pers tapi juga merupakan tindakan yang merusak sendi-sendi demokrasi. Tegasnya, ini merupakan pelanggaran sangat serius,” ujarnya.

    Juniardi menjelaskan selain pers di lindungan UU, dalam hal mengemukakan pendapat di muka umum, ada dasar hukum yang menjamin, yaitu Undang-Undang Dasar 1945; Undang-Undang No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.

    Terkain pengamanan ada Peraturan Kapolri No. 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa; Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 9 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penyelenggaraan, Pelayanan, Pengamanan dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum, kemudian Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 8 Tahun 2010 tentang Tata Cara Lintas Ganti dan Cara Bertindak Dalam Penanggulangan Huru Hara

    Menurut Juniardi aksi unjuk rasa atau menyampaikan pendapat di muka umum memang diperbolehkan dengan landasan UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum (UU 9/1998).
    Dalam pelaksanaannya, kerap sekali penyampaian pendapat di muka umum menimbulkan kericuhan.

    Maka dari itu, pemerintah memberikan amanat kepada Polri dalam Pasal 13 ayat (3) UU 9/1998 yakni dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum, Polri bertanggung jawab menyelenggarakan pengamanan untuk menjamin keamanan dan ketertiban umum sesuai dengan prosedur yang berlaku.

    Polri, kata Juniardi ada standar operasional prosedur (SOP) kepolisian dalam menangani demonstrasi. “Hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum memang dilindungi oleh konstitusi, yakni dalam Pasal 28E UUD 1945. Lebih jauh mengenai mekanisme pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum diatur dalam UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum (UU 9/1998),” katanya.

    Lalu ada Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 9 Tahun 2008 tentang Tata Cara Penyelenggaraan, Pelayanan, Pengamanan dan Penanganan Perkara Penyampaian Pendapat di Muka Umum (Perkapolri 9/2008) sebagai pedoman dalam rangka pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum dan pedoman dalam rangka pemberian standar pelayanan, pengamanan kegiatan dan penanganan perkara (dalam penyampaian pendapat di muka umum, agar proses kemerdekaan penyampaian pendapat dapat berjalan dengan baik dan tertib (Pasal 2 Perkapolri 9/2008).

    Maka dengan adanya pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum oleh warga negara sudah menjadi kewajiban dan tanggung jawab bagi Polri yang termaktub dalam Pasal 13 Perkapolri 9/2008, melindungi hak asasi manusia, menghargai asas legalitas, menghargai prinsip praduga tidak bersalah, dan menyelenggarakan pengamanan.

    “Dalam menangani perkara penyampaian pendapat di muka umum Polri harus memperhatikan tindakannya untuk membedakan antara pelaku yang anarkis dan peserta penyampaian pendapat di muka umum lainnya yang tidak terlibat pelanggaran hukum Pasal 23 ayat [1] Perkapolri 9/2008.

    “Terhadap peserta yang taat hukum harus tetap di berikan perlindungan hukum. Terhadap pelaku pelanggar hukum harus dilakukan tindakan tegas dan proporsional. Terhadap pelaku yang anarkis dilakukan tindakan tegas dan diupayakan menangkap pelaku dan berupaya menghentikan tindakan anarkis dimaksud,” katanya.

    “Kendati demikian, pelaku pelanggaran yang telah ditangkap harus diperlakukan secara manusiawi, tidak boleh dianiaya, diseret, dilecehkan, dan sebagainya. Namun dalam keadaan darurat, dalam arti perlunya tindakan adanya upaya paksa dari Polri,” kata Juniardi.

    Namun, lanjut Juniardi ditentukan dalam Pasal 24 Perkapolri 9/2008 bahwa dalam menerapkan upaya paksa harus dihindari terjadinya hal-hal yang kontra produktif, misalnya tindakan aparat yang spontanitas dan emosional, misalnya mengejar pelaku, membalas melempar pelaku, menangkap dengan kasar dengan menganiaya atau memukul.

    Menghindari keluar dari ikatan satuan/formasi dan melakukan pengejaran massa secara perorangan, tidak patuh dan taat kepada perintah kepala satuan lapangan yang bertanggung jawab sesuai tingkatannya, tindakan aparat yang melampaui kewenangannya, tindakan aparat yang melakukan kekerasan, penganiayaan, pelecehan, melanggar HAM, melakukan perbuatan lainnya yang melanggar peraturan perundang-undangan;

    Kemudian Peraturan lain yang terkait dengan pengamanan demonstrasi ini yaitu Peraturan Kapolri No 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa (“Protap Dalmas”). Protap itu tidak mengenal ada kondisi khusus yang bisa dijadikan dasar aparat polisi melakukan tindakan represif.

    Dalam kondisi apapun, Protap justru menegaskan bahwa anggota satuan dalmas dilarang bersikap arogan dan terpancing perilaku massa. Protap juga jelas-jelas melarang anggota satuan dalmas melakukan tindakan kekerasan yang tidak sesuai dengan prosedur. Bahkan hal rinci, seperti mengucapkan kata-kata kotor, pelecehan seksual, atau memaki-maki pengunjuk rasa pun dilarang.

    Juniardi menyebutkan, Pasal 7 ayat (1) Protap Dalmas menyebutkan Hal-hal yang dilarang dilakukan satuan dalmas yaitu adalah bersikap arogan dan terpancing oleh perilaku massa, melakukan tindakan kekerasan yang tidak sesuai dengan prosedur. Membawa peralatan di luar peralatan dalmas.

    Kemudian dilarang membawa senjata tajam dan peluru tajam. Keluar dari ikatan satuan/formasi dan melakukan pengejaran massa secara perseorangan. Mundur membelakangi massa pengunjuk rasa. Dilarang mengucapkan kata-kata kotor, pelecehan seksual/perbuatan asusila, memaki-maki pengunjuk rasa. Melakukan perbuatan lainnya yang melanggar peraturan perundang-undangan.

    Dalam protap tersebut juga memuat kewajiban menghormati HAM setiap pengunjuk rasa. Tidak hanya itu, satuan dalmas juga diwajibkan untuk melayani dan mengamankan pengunjuk rasa sesuai ketentuan, melindungi jiwa dan harta, tetap menjaga dan mempertahankan situasi hingga unjuk rasa selesai, dan patuh pada atasan. Dan dengan alasan apapun, aparat yang bertugas mengamankan jalannya demonstrasi tidak memiliki kewenangan untuk memukul demonstran.

    Pemukulan yang dilakukan oleh aparat adalah bentuk pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku terkait dengan hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum.  “Jika hal tersebut dilanggar oleh Polri, dapat dilaporkan ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) untuk ditelusuri apakah ada pelanggaran dalam pelaksanaan prosedur pengamanan demonstrasi,”

    Mengenai tongkat yang dibawa oleh aparat, kata Juniardi, bahwa berdasarkan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. 8 Tahun 2010 tentang Tata Cara Lintas Ganti dan Cara Bertindak Dalam Penanggulangan Huru Hara (“Perkapolri 8/2010”), aparat diperlengkapi antara lain dengan tameng sekat, tameng pelindung, tongkat lecut, tongkat sodok, kedok gas, gas air mata, dan pelontar granat gas air mata.

    Tongkat Lecut adalah tongkat rotan berwarna hitam dengan garis tengah 2 (dua) cm dengan panjang 90 (sembilan puluh) cm yang dilengkapi dengan tali pengaman pada bagian belakang tongkat, aman digunakan untuk melecut/memukul bagian tubuh dengan ayunan satu tangan kecepatan sedang.

    Sedangkan tongkat sodok adalah tongkat rotan berwarna hitam dengan garis tengah 3 (tiga) cm dengan panjang 200 (dua ratus) cm, aman digunakan untuk mendorong massa yang akan melawan petugas (lihat Pasal 1 angka 14 dan 15 Perkapolri 8/2010). “Jadi, memang aparat yang bertugas mengamankan jalannya demonstrasi diperlengkapi dengan dua macam tongkat sebagaimana tersebut di atas yang digunakan selama pengamanan jalannya demonstrasi namun tidak membahayakan bagi demonstran,” katanya. (red)

  • Viral Istri Simpanan Ancam Ungkap Ke Istri Sah Jika Dewan Tak Mau Tolak UU Cipta Kerja?

    Viral Istri Simpanan Ancam Ungkap Ke Istri Sah Jika Dewan Tak Mau Tolak UU Cipta Kerja?

    Bandar Lampung (SL)-Reaksi penolakan publik terhadap UU Cipta Kerja sangat beragam. Tidak hanya melalui aksi demonstrasi turun ke jalan seperti yang terjadi dalam tiga hari belakangan ini. Berbagai unggahan video seperti di platform TikTok, juga marak dilakukan.

    Seperti dalam sebuah akun yang mengunggah video berdurasi 10 detik. “bantu tolak RUU Omnibus law atau bini lu tau???” tulis akun itu dalam video tersebut.

    Dilangsir viva.co, dalam video itu terlihat foto seorang perempuan berwajah putih dan rambut pirang. Tak lama kemudian, video tersebut menampilkan tangkapan layar chatting. Siapa yang chatting tidak diperlihatkan, karena disamarkan. Namun diduga adalah perempuan yang mengaku diri sebagai simpanan.

    Dalam percakapan itu, wanita itu tampak meminta untuk di-follback. Pemilik akun tersebut kemudian membalas bahwa sudah dilakukan. Hingga percakapan berlanjut dengan menanyakan sedang berada di mana. “Mampir dong ke kantor,” isi salah satu chat. Pemilik akun itu tampak malu-malu ketika diminta untuk mampir.

    Chat kemudian berlanjut lagi dengan bertanya kabar dan lokasi keberadaannya. Pemilik akun bertanya apakah pria itu di Bandung, dan dibenarkan. Pemilik akun itu bertanya, sedang apa di Kota Kembang tersebut. “Kunker,” katanya.

    Kunker adalah kunjungan kerja. Bahkan lawan chat si pemilik akun tersebut mengajaknya untuk ke tempat dia.  Bahkan disiapkan tiket untuk ke kota tersebut jika dia bersedia. Konten yang viral ini belum bisa dipastikan kebenarannya. (viva.co)

  • Lupa Matikan Camera Mahasiswi Terekam Mesum Saat Kuliah Virtual Aplikasi Zoom

    Lupa Matikan Camera Mahasiswi Terekam Mesum Saat Kuliah Virtual Aplikasi Zoom

    Kupang (SL)-Sebuah video kuliah online berdurasi 21 detik viral dan membuat heboh masyarakat Kupang, Nusa Tenggara Timur. Video itu diupload hari ini, Kamis 8 Oktober 2020 sekitar pukul 16.00 Wita. Kini vidio itu telah dihapus dari youtube oleh uploader dengan nama akun flobamorasta musik.

    Video itu menunjukan proses perkuliahan yang dilakukan secara online menggunakan aplikasi zoom. Tiba-tiba para mahasiswa yang mengikuti perkuliahan online dibuat heboh, karena salah satu peserta diduga tengah berbuat mesum dengan pacarnya, namun lupa mematikan aplikasi zoom.

    Video ini kemudian beredar luas di media sosial. Walau telah dihapus dari youtube, namun di grup-grup facebook tengah viral dan jadi gunjingan masyarakat. Banyak netizen yang meminta aparat kepolisian untuk mengusut dalang dari peredaran dugaan video mesum itu. “Mohon pak polisi usut kasus ini, tangkap penyebar video semuanya, trimsss,” tulis akun bernama Natalia Shop.

    Kepolisian Resor Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur turun tangan menyelidiki sebuah video yang diduga memperlihatkan aksi mesum mahasiswa, ketika sedang mengikuti perkuliahan daring atau online. “Iya kami lidik video yang diduga aksi mesum ini,” kata Kapolres Kota Kupang, AKBP Satrya Perdana Binti kepada wartawan di Kupang, Jumat 9 Oktober 2020. (red)

  • Dinas Pendidikan Pesawaran Diduga Sunat 20% Anggaran DAK 2020 Tiap Sekolah?

    Dinas Pendidikan Pesawaran Diduga Sunat 20% Anggaran DAK 2020 Tiap Sekolah?

    Bandar Lampung (SL)-Dana alokasi khusus (Dak) Fisik untuk pembangunan dan rehab Gedung sekolah di Kabupaten Pesawaran disinyalir ada permainan campur tangan dinas Pendidikan. Modusnya oknum pejabat Dinas melalui perpanjangan tangan memotong anggaran bantuan DAK sebanyak 20 persen dari nilai bantuan.

    “Bukan hanya sekolahan saya saja mas yang ada potongan dari dinas sebesar 20%. Tapi semua sekolah, kawan kawan Kepala Sekolah yang dapat bantau DAK juga cerita kalo ada potongan dari dinas untuk dana kebersamaan 20%,” kata sumber wartawan, di Kecamataan Way Khilau,

    Menurutnya, sekolahan tempatnya mendapatkan program dari anggaran dana alokasi khusus (DAK) fisik untuk rehab beberapa ruang kelas. “Namun oleh Dinas terkait dana tersebut sudah di potong sebesar 20% dari pagu anggaran. Biasa bang itu untuk kebersamaan. Pasti abang-abang juga sudah pada tau. Untuk lebih jelas nya silahkan mas konfirmasi langsung ke dinas aja,” sarannya.

    Namun, Dinas Pendidikan Pesawaran tertutup terkait data DAK Dinas Pendidikan di Kabupaten Pesawaran. Saat media melakukan konfirmasi ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pesawaran, pegawai dinas menyebutkan Kepala dinas, Sekretaris dan Kabid sedang tidak di kantor, “Kadis, Sekertaris, dan Kabidnya sudah pulang mas,” kata Staf diruang terima kantor tersebut.

    Beberapa kali didatangani, Dinas pendidikan selalu tidak bertemu. TIdak juga pejabaat lain yang bersedia menemui wartaawan untuk meminta konfirmasi hal tersebut. Namun saat wartawan coba menghubungi Sekertaris Dinas Pendidikan, dia menyatakan dirinya tidak tahu dan tidak paham terkait adanya potongan 20%,tersebut. “Kami tidak paham soal itu mas, coba hubungi Pak Anjas selaku Kabid,” katanya.

    Data sinarlampung.co menyebutkan ada 575 Sekolah Negeri dan Swasta, terdiri dari 397 SD, 121 SMP, SMA 43, 14 SMK. Juknis DAK Fisik Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Petunjuk Operasional Dana Alokasi Khusus Fisik Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2020.

    Juknis DAK Fisik Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Petunjuk Operasional Dana Alokasi Khusus Fisik Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2020 pasal 2 disebutkan bahwa Petunjuk Operasional/Juknis DAK Fisik Bidang Pendidikan tahun 2020 merupakan pedoman bagi pemerintah daerah dan satuan pendidikan dalam penggunaan dan pertanggungjawaban kegiatan DAK Fisik Bidang Pendidikan.

    Selanjutnya Pasal pada 3 menyebutkan DAK Fisik Bidang Pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 terdiri atas DAK Fisik Reguler Subbidang Pendidikan PAUD, SD, SMP, SMA, SKB, SLB, SMK, Termasuk DAK Fisik Afirmasi Subbidang Pendidikan SD, SMP, SMA.

    Dana Alokasi Khusus Bidang Pendidikan yang selanjutnya disebut DAK Fisik Bidang Pendidikan adalah dana yang dialokasikan dalam anggaran pendapatan belanja negara kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk mendanai kebutuhan sarana dan/atau prasarana bidang pendidikan yang merupakan urusan daerah.

    Tidak semua mendapatkan Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2020. Karena yang mendapatkan meliputi tujuh sub bidang, dengan jumlah Usulan Rencana Kegiatan (URK) yang disusun 1.783 dokumen.

    Alokasi DAK Fisik Bidang Pendidikan Tahun 2020 yang dialokasikan melalui Kemendikbud sebanyak Rp18.334,6 miliar. Dana ini dialokasikan pada 536 daerah, yaitu 33 provinsi dan 503 kabupaten/kota, termasuk Kabupaten Pesawaran.

    Kepala Bagian Perencanaan Program Anggaran (Kabag PPA) Biro PKLN Kemendikbud, Fahturahman menyatakan, Kemendikbud menggunakan Data Pokok Pendidikan dan Kebudayaan (Dapodik) sebagai sumber untuk verifikasi data. Oleh sebab itu, Dapodik yang dimiliki daerah harus benar-benar rapi. “Ada yang protes kenapa dapat DAK yang tidak besar. Hal ini karena berdasarkan data Dapodik yang mereka miliki memang demikian,” katanya.

    Menurutnya data di Dapodik memang diisi sekolah tetapi untuk verifikasi merupakan kewenangan dinas pendidikan. Di pusat hanya mengkompilasi data tersebut. Itulah yang menjadi patokan, atas dasar penilaian. “Ke depan kami akan menyempurnakan mekanisme pelaksanaan DAK dan penyelesaian masalah-masalah kondisi di Dikdasmen, terutama. DAK ini sudah ada sejak tahun 2003 sudah lebih dari 10 tahun, tapi masih saja ada masalah-masalah. Kita akan selesaikan agar kita bisa beralih ke isu yang lain,” terang Fahturahman.

    Direktur Dana Perimbangan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Putut Hari Satyaka menyampaikan, ada koordinasi antarinstansi dalam mengelola DAK. Antara lain Kemenkeu, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Kemen PPN/Bappenas), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), dan kementerian teknis, salah satunya adalah Kemendikbud. “Kami selalu berkomunikasi dan menyelesaikan masalah bersama-sama,” katanya.

    Untuk perencanan tahun 2020, lanjutnya, sudah dimulai sejak Januari 2019. Prosesnya sudah cukup panjang. Setelah dialokasikan pada bulan September-Oktober, memang kemudian ada agenda untuk menyusun rencana kerja (RK).

    Menurut Putut, RK menjadi sangat krusial, karena tanpa adanya RK tidak mungkin ada kontrak. Oleh karena itu, kata dia, RK ini merupakan finalisasi dari apa yang sudah dialokasikan. “Detil kegiatan sampai lokasinya di mana dan lain sebagainya, meskipun itu semua sudah tidak boleh berubah lagi karena sudah ada usulan, sudah dibahas di sinkronisasi harmonisasi, dan kemudian RK,” ujarnya.

    Kemendikbud melalui Biro Perencanaan dan Kerja Sama Luar Negeri (Biro PKLN) menyelenggarakan Rapat Koordinasi (Rakor) Penyusunan URK DAK Fisik Bidang Pendidikan Tahun Anggaran 2020. Rakor tersebut merupakan forum pertemuan antara pusat dan daerah untuk mempersiapkan, menyusun, dan menyetujui URK DAK Fisik Tahun Anggaran 2020 yang dilakukan secara bertahap dalam empat gelombang.

    Pelaksanaan gelombang kedua pada tanggal 27 sampai 29 November 2019 di Jakarta, mengangkat agenda utama yakni pembahasan URK pusat dan daerah, serta persetujuan URK setiap Daerah/ Subbidang DAK Fisik Tahun Anggaran 2020. (Udin/red)

  • Dua Tahun Syaroni dan Hermansyah Kumpulkan Fee Proyek PUPR Lampung Selatan Rp49 Miliar Ke Bupati Lewat Agus BN

    Dua Tahun Syaroni dan Hermansyah Kumpulkan Fee Proyek PUPR Lampung Selatan Rp49 Miliar Ke Bupati Lewat Agus BN

    Lampung Selatan (SL)-Dua mantan dan Kepala Dinas PUPR Lampung Selatan Syahroni dan Hermansyah Hamidi ditetapkan jadi tersangka ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), hasil pengembangan kasus suap fee proyek yang melibatkan mantan Bupati Lamsel Zainudin Hasan. Selama tahun 2016-2018 total fee proyek yang berhasil dikumpulkan keduanya mencapai Rp49 miliar lebih.

    Syahroni ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi hanya berselang 13 hari setelah Hermansyah jadi tahanan KPK pada 24 September lalu. “Tersangka SY dan HH mengumpulkan setoran uang fee proyek untuk diserahkan kepada Bupati Lampung Selatan saat itu Zainudin Hasan melalui ABN (Agus Bhakti Nugroho), anggota DPRD Provinsi Lampung,” kata Deputi Penindakan KPK Karyoto dalam konferensi pers, Selasa 6 Oktober 2020.

    Menurut Karyoto, bahwa sejak kurun 2016 sampai dengan tahun 2018, dana yang sudah diterima oleh ZH melalui ABN yang sumbernya berasal dari proyek-proyek pada Dinas PUPR Kabupaten Lampung Selatan yang dikelola oleh Syahroni dan Hermansyah Hamidi adalah Rp26.073.771.210 pada tahun 2016 dan sebesar Rp23.669.020.935 pada tahun 2017.

    Keduanya disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana. (red)

  • Hujan Batu Tolak Omnibus Law Lampung Pecahkan Kaca Gedung DPRD Lampung Polisi Bubarkan Aksi Dengan Gas Air Mata

    Hujan Batu Tolak Omnibus Law Lampung Pecahkan Kaca Gedung DPRD Lampung Polisi Bubarkan Aksi Dengan Gas Air Mata

    Bandar Lampung (SL)-Unjukrasa ribuan mahasiswa, pelajar, buruh dan petani menolak Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja, di Gedung DPRD Lampung, Rabu 10 Oktober 2020. Massa kesal sebab tuntunannya bertemu semua anggota DPRD Lampung atau Ketua DPRD hingga sore ini belum bisa dipenuhi.

    Massa petugas berlarian dari depan geding DPRD Lampung ke jalan menghindari gas air mata.

    Massa tidak puas hanya Ketua Komisi II DPRD Provinsi Fauzi Silalahi telah menemui mereka. Massa ingin menemui Ketua DPRD dan semua anggota DPRD hadir menemui massa. Massa yang telah melakukan berbagai orasi awalnya melempar bekas botol minuman plastik dan batu kecil. Namun, lama-kelamaan pelemparan tersebut menjadi banyak bahkan batu-batu besar berterbangan ke arah Gedung DPRD.

    Melihat situasi itu, kepolisian Polda Lampung yang bertugas di lokasi unjukras bergerak membubarkan aksi masa tersebut dengan menggunakan mobil water canon dan menembakkan gas air mata. Sejumlah anggota polisi dan pengunjuk rasa mengalami luka, dan kaca depan gedung DPRD pecah terkena lemparan batu.

    Hingga berita ini, diturunkan pihak kepolisan telah membubarkan aksi massa dari halaman kantor DPRD, dan pengunjuk rasa berhamburan ke sejumlah arah serta masih belum dapat dipastikan berapa korban luka-luka akibat ricuh tersebut.

    Sebelumnya massa aksi berkumpul terlebih dahulu di bundaran Tugu Adipura, Bandar Lampung. Setelah itu, massa long march ke DPRD Lampung sekitar pukul 10.00 WIB. Massa aksi melintas jalan protokol Kota Bandar Lampung. Massa yang membludak membuat sejumlah ruas jalan, seperti Jalan A Yani, Jalan Sudirman, Jalan Pangeran Diponegoro dan Jalan Wolter Monginsidi lumpuh.

    Kendaraan roda dua dan empat tak bisa melintas di ruas jalan tersebut. Massa terus bergerak sampai akhirnya tiba di DPRD Lampung. Sementara di sisi lainnya, ratusan personel gabungan dari Polda Lampung, Polresta Bandar Lampung dan Sat Pol PP mengawal jalannya aksi. Aksi tolak Omnibus Law juga terjadi di beberapa kota lain, seperti Bandung dan Semarang. Massa aksi di Bandung melanjutkan aksi yang kemarin mereka lakukan.

    Sementara kelompok buruh akan melakukan aksi besar di depan Istana Negara, Jakarta, Kamis 8 Oktober 2020. Mahasiswa pun berencana menggelar aksi bergabung dengan kaum pekerja esok hari. (Red)