Kategori: Politik

  • Khofifah Indar Parawansa Ajak Ribuan Kiai dan Santri Deklarasi Dukung Jokowi-Ma’ruf

    Khofifah Indar Parawansa Ajak Ribuan Kiai dan Santri Deklarasi Dukung Jokowi-Ma’ruf

    Surabaya (SL) – Ketua Muslimat NU yang juga Gubernur Jawa Timur terpilih Khofifah Indar Parawansa bersama Jaringan Kiai Santri Nasional (JKSN) terus bergerak menggalang dukungan untuk pemenangan pasangan capres – cawapres Jokowi-Ma’ruf Amin.

    Hari ini, Kamis (15/11), ribuan kiai, santri dan jaringannya di Provinsi Jawa Barat berkumpul di Bandung melakukan deklarasi bergabung bersama JKSN menyukseskan pasangan capres cawapres nomor urut 1 dalam Pilpres 2019 mendatang.

    Dalam siaran pers yang diterima, Khofifah mengatakan, JKSN ini memang ingin fokus pada konsolidasi terutama dengan jaringan kiai dan santri kultural.

    “Sesungguhnya mereka, jaringan kiai dan santri kultural, mempunyai komunitas yang signifikan. Tapi sering kali tidak terkonfimasi dengan berbagai dinamika kehidupan politik dan ketatanegaraaan,” kata Khofifah

    Untuk itu melalui JKSN ini, Khofifah ingin konfirmasi dan informasi itu ada dan menyambung ke mereka para jaringan kiai dan santri kultural.

    Sehingga bagiamana para jaringan kiai santri ini bisa menyeimbangkan dinamika yang ada dengan toleransi dan bisa membawa konsolidasi untuk bisa bersama-sama menyukseskan pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin.

    “Di Jabar kita sudah koodirnasi di Bandung Barat dan Majalengka. Nanti malam kita juga konsolidasi di Tasikmalaya dan Kerawang, nanti akan juga kita libatkan jaringan kiai santri terdekat di wilayah tersebut,” ucap Khofifah

    Mantan Menteri Sosial kabinet Kerja Jokowi ini bersama JKSN juga akan bergerak ke Sukabumi, Cianjur, dan juga Bogor.

    Menggandeng dan membangun jaringan kiai kultural menjadi tujuan yang ingin dicapai oleh JKSN.

    Lebih lanjut, Khofifah menjelaskan bahwa yang datang dalam deklarasi pagi ini adalah para influencer dan speaker. Mulai kiai, bu nyai, santri, ustadzah, hingga jaringan dari banyak elemen.

    Mereka rata-rata memiliki majelis taklim yang dinilai strategis untuk penguatan pemenangan Jokowi-Ma’ruf Amin.

    Terlebih di momen bulan kelahiran Nabi Muhammad, yang biasanya banyak diisi dengan maulidan, menurut Khofifah hanya butuh ditambah konten kebangsaan saja bagi para influencer dan speaker untuk bisa disampaikan ke jamaahnya.

    “Para ustadzah misalnya. Mereka rata-rata bisa sampai lima majelis yang didatangi kalau bulan Robbiul Awal begini. Jadi tinggal tambah konten saja, bagaimana kehidupan kemasyarakatan, kewargaan, kenegaraan berseiring dengan harmoni perbedaan,” kata Khofifah

    Gubernur Jatim terpilih 2019-2024 bersama Emil Elestianto Dardak ini menyebut bahwa JKSN fokus menggalang suara di 10 provinsi. Selain Jatim, Jabar, juga di Sumsel, Lampung, DKI, Sumut, Kalsel, Sultra dan sejumlah wilayah lain.

    Di manca negara JKSN juga bersiap untuk konsolidasi JKSN di Hongkong, Taiwan, dan Australia.

    Di Jawa Barat, JKSN menargetkan bisa menyumbang suara 60 hingga 70 persen untuk Jokowi-Ma’ruf Amin.

    Meski begitu, Khofifah menegaskan bahwa JKSN dibentuk bukan hanya untuk pilpres. Tapi lebih pada membangun komunikasi antar pemuka agama.

    “JKSN ini tidak hanya untuk Pilpres. Tapi wadah ini juga untuk membangun komunikasi antar religious leader (pemuka agama) . Mereka harus terkonfirmasi tentang apa yang terjadi di luar sana dan bagaimana mereka bisa menjadi perekat umat dari seluruh konsituen yang selama ini mereka bangun. Dengan begitu bangsa kita akan kuat,” pungkas Khofifah. (Wartajatim)

  • Kiai Syukron Siap Sumbang Jutaan Suara untuk Prabowo-Sandiaga

    Kiai Syukron Siap Sumbang Jutaan Suara untuk Prabowo-Sandiaga

    Jakarta (SL) – Setelah sempat berbincang-bincang dengan sejumlah pendukungnya di sebuah warung kopi di kawasan Depok, Jawa Barat, calon Wakil Presiden RI. Sandiaga Salahudin Uno kembali melanjutkan safari politiknya ke salah satu pondok pesantren di wilayah Jalan Cipedak, Jagakarsa, Jakarta Selatan, Jumat 21 September 2018.

    Berlokasi di Ponpes Daarul Rahman, Sandi yang tiba sekira pukul 13:30 WIB itu disambut hangat oleh pimpinan ponpes, KH. Syukron Ma’mun dan sejumlah ustaz yang ada. Selang beberapa jam melakukan pertemuan tertutup,  KH. Syukron pun dengan tegas siap memberikan doa dan dukungannya untuk Sandi dan Prabowo.

    Tak hanya itu, pria yang diketahui sebagai ketua forum ulama dan habib ini, bahkan dengan lantang siap memberikan jutaan suara untuk kemenangan koalisi Indonesia Adil Makmur tersebut.

    “Kalau menghitung orang yang ikut saya, enggak bisa dihitung. Hitung pesantren ini saja ya. Santri saya di sini sudah 4.500 yang ada di asrama, tambah orangtua, besan, belum lagi. Itu baru santri di sini. Saya punya alumni di Jakarta, 45 ponpes sekitar Jakarta. Semua pengasuhnya alumni saya. Itu kalau dihitung, 45 ponpes kalau per ponpes katakan 500 saja, sudah berapa ribu. Belum lagi, kalau saya dakwah ke luar daerah kan, masih banyak orang yang suka saya, bahkan bisa jutaan orang,” katanya disambut riuh sejumlah santri dan tamu yang hadir.

    Pria yang akrab disapa Kiai Syukron ini mengakui, dirinya dan Sandi telah saling mengenal cukup lama. Bahkan, ketika Sandi maju sebagai wakil gubernur, dirinya pun ikut memberikan dukungan.

    “Saya dan dia sudah kenal lama, seperti guru pada muridnya. Alhamdulillah, selama ini dia mendengarkan saya, termasuk mendukung waktu jadi wagub. Sampai sekarang, masih maulah mendengarkan yang saya katakan,” katanya.

    Kiai sepuh ini pun berpesan agar Sandi menjadi pemimpin yang mencintai rakyat kecil.

    “Rakyat kecil yang harus dipikirkan. Kita doakan yang terbaik buat Pak Prabowo dan Sandi. Berdoalah pada Allah, agar Indonesia diberikan pemimpin yang mencintai Allah dan dicintai Allah, berikan pemimpin yang dicintai rakyat kecil dan mencintai rakyat kecil. Ya Allah, berikanlah kami pemimpin yang Kau ridhoi ya Allah, dan membawa bangsa ini lebih baik.”

    Di tempat yang sama, Sandi mengaku dirinya mendapat banyak masukan dari sang kiai.

    “Pak kiai ini adalah guru saya, ketua umum forum ulama dan habaib. Ada dua hal yang saya sampaikan, pertama ekonomi kita belum baik, karena masih banyak masyarakat yang merasakan sembako itu harganya tidak terjangkau, masih banyak masyarakat menegah ke bawah sulit mendapatkan rezeki, mendapatkan lapangan kerja,” katanya. (viva)

  • Bawaslu Temukan Tiga Juta Data Pemilih Ganda

    Bawaslu Temukan Tiga Juta Data Pemilih Ganda

    Jakarta (SL) – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyatakan sampai saat ini mereka menemukan ada hampir tiga juta data pemilih ganda menjelang Pemilihan Umum dan Presiden 2019. Hal itu diketahui dari analisis jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) mencapai sekitar 176 juta dilansir Komisi Pemilihan Umum (KPU).

    “Hingga saat ini analisis Bawaslu sudah mencapai 492 kab/kota. Jumlah pemilih 176.988.126. Data ganda sebanyak 2.905.116,” kata Ketua Bawaslu RI Abhan kepada wartawan dilangsir CNNIndonesia.com, Jumat (14/9).

    Abhan mengatakan hingga hari ini, Jumat (14/9), mereka sudah menganalisis 492 dari 514 Kabupaten/Kota. Menurut Abhan data pemilih ganda ini kemungkinan akan meningkat, lantaran masih ada data pemilih di 22 kabupaten/kota yang belum dianalisis.

    Sebelumnya, awal pekan ini Abhan mengatakan data ganda mencapai sekitar satu juta pemilih. Angka ini merupakan hasil analisis terhadap DPT di sebagian kabupaten/kota yang tersebar di Indonesia.

    Abhan menyatakan DPT ganda itu ditemukan dengan menyaring berdasarkan tiga kategori, yakni Nomor Izin Kependudukan (NIK), nama, dan tanggal lahir. Hasilnya ditemukan sekitar satu juta data pemilih serupa. “Hasil analisis kegandaan mendasarkan pada elemen NIK, Nama dan Tanggal Lahir yang identik,” kata dia.

    Sementara itu kubu bakal calon presiden-wakil presiden, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mengklaim menemukan 6,3 juta pemilih ganda dalam DPT. Temuan itu berdasarkan hasil penyisiran yang dilakukan tim internal. “Kami melakukan validasi, ada kejelasan yaitu masih ada 6,3 juta DPT ganda. Ini masih bergulir terus, kemungkinan bisa berkurang lagi,” kata Sekretaris Jenderal DPP PAN Eddy Soeparno di Rumah Pemenangan PAN, Jalan Daksa I, Jakarta Selatan, Senin (10/9).

    Eddy mengatakan pihaknya telah melakukan validasi dan penyisiran atas DPT yang diberikan KPU dalam masa perpanjangan waktu selama sepuluh hari.

    Terkait itu, KPU menjamin pihaknya akan merekapitulasi DPT hasil perbaikan atau penyempurnaan pada 16 September 2018 mendatang. Selain itu, anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Viryan Azis mengatakan data ganda akan terus menyusut setelah dilakukan verifikasi lebih cermat, misalnya dengan menggunakan lebih dari empat kategori.

    Viryan mengatakan, temuan 6,3 juta data pemilih ganda kali ini dilakukan kubu Prabowo-Sandiaga melalui 185 juta DPT. Selain itu, mereka menggunakan empat kategori untuk memverifikasi data pemilih, yakni nama, NIK, tanggal lahir, dan tempat lahir. (CNNIndonesia)

  • Supriyadi Alfian : Saya Tidak akan Janji, Tapi Siap Kawal Program Gubernur Terpilih

    Supriyadi Alfian : Saya Tidak akan Janji, Tapi Siap Kawal Program Gubernur Terpilih

    Bandar Lampung (SL) – Menyambangi massa pemilih Gubernur Terpilih Arinal Djunaidi, Calon anggota DPRD Lampung Supriyadi Alfian kembali menyosialisasikan program Kartu Tani Berjaya kepada warga Tritunggal Jaya Kecamatan Barjarmargo, Kabupaten Tulangbawang.

    “Saya tidak akan menjanjikan banyak hal, yang pasti program Pak Gubernur Terpilih akan saya kawal hingga dapat terealisasi,” kata Supriyadi Alfian, Caleg Partai Golkar Dapil VI wilayah Kabupaten Tulangbawang, Tulangbawang Barat, dan Mesuji pada Senin 12 November 2018.

    Menurut dia, kartu tani berjaya ini merupakan program yang akan diberikan kepada masyarakat demi mendukung kesejahteraan khususnya petani. “Saya sudah koordinasikan dengan Pak Gubernur terpilih Arinal Djunaidi. Program ini akan berjalan kelak usai pelantikan tahun 2019,” katanya.

    Dia melanjutkan, program ini memiliki banyak keunggulan seperti permodalan serta pemasaran hasil produksi pertanian. “Saya akan kawal, jadi usai dilantik kelak. Program ini harus sampai ke tangan masyarakat sehingga kesejahteraan masyakarat Lampung lebih meningkat,” kata dia.

    Masih kata dia, Pak Arinal juga sudah berpesan agar tetap menyosialisasikan program-program yang dikampanyekan dahulu. “Semua akan kita laksanakan sehingga Provinsi Lampung semakin baik dan warganya lebih sejahtera,” paparnya. Caleg yang akrab disapa Bang Supri itu juga mengaku optimistis dengan pengalaman 32 tahun di media bisa lebih bermanfaat bagi masyarakat.

    “Saya sengaja mencalonkan diri agar dapat lebih bermanfaat bagi masyarakat secara langsung,” katanya. Sarjono, warga Tritunggal Jaya mengaku siap untuk memenangkan Caleg nomor urut 4 Supriyadi Alfian pada Pileg 2019. “Kami berharap dengan Bang Supri di legislatif dapat memberikan harapan bagi warga, sehingga pembangunan di desa lebih baik lagi,” ujarnya. Dia mengatakan, di Kampung Tritunggal Jaya telah sepakat untuk memenangkan Bang Supri seperti pemilihan Gubernur lalu. (rel/nt)

  • Pengamat Asing: Jokowi Berubah Menjadi Otoriter

    Pengamat Asing: Jokowi Berubah Menjadi Otoriter

    Jakarta (SL) – Sejumlah publikasi kajian dan artikel yang ditulis pengamat asing,  menyampaikan sebuah kekhawatiran yang hampir seragam. Jokowi, seorang tokoh populer yang dianggap mewakili wajah politisi baru “di luar elit politik yang pernah terlibat di era Orde Baru”, telah berubah menjadi seorang otoriter.

    Tekanan politik untuk mempertahankan kekuasaan, membuat Jokowi berubah menjadi seorang pemimpin yang   menggunakan berbagai instrumen pemerintahan, untuk memberangus oposisi.

    “Sekarang para kritikus dan para pendukung Jokowi sama-sama bertanya, seberapa aman sebenarnya (demokrasi) Indonesia dari kemunduran menjadi negara otoriter,” tulis Matthew Busch dalam artikelnya berjudul Jokowi’s Panicky Politics yang ditulis di laman Majalah Public Affairs.

    Para pengamat asing menunjuk tindakan Jokowi membubarkan HTI melalui peraturan pemerintah pengganti UU (Perppu), pembubaran berbagai aksi gerakan #2019GantiPresiden, penggunaan instrumen hukum untuk  menekan lawan politik, dan pelibatan kembali militer dalam  politik  sebagai  indikator perubahan arah dan gaya  pemerintahan Jokowi.

    “Jokowi terbukti menjadi pemimpin yang tidak sabar dan reaktif. Dia dengan mudah tersentak oleh ancaman politik, dan seperti banyak politisi Indonesia, tampaknya nyaman menggunakan alat-alat tidak liberal untuk mempertahankan posisi politiknya,” tulis Eve Warburton dan Edward Aspinall dalam artikel berjudul “Indonesian democracy: from stagnation to regression? di laman The Strategist yang diterbitkan Australian Startegic Policy Institut.

    Tim Lindsey dari University of Melbourne  malah menyebut Jokowi sebagai neo Orde Baru. Dalam artikelnya berjudul Jokowi in Indonesia’s ‘Neo-New Order’ di laman EastAsiaForum.org,  Lindsey menyoroti kegagalan pemerintah untuk menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu, meningkatnya penggunaan tuduhan kriminal palsu untuk membungkam kritik terhadap pemerintah dan aktivis antikorupsi dan meningkatnya pembunuhan di luar hukum terhadap tersangka narkoba.

    Mengapa para pengamat asing sangat khawatir kecenderungan perubahan pemerintahan Jokowi meninggalkan prinsip-prinsip demokrasi, dan mengambil jalan otoriter.  Sebuah artikel terbaru yang ditulis oleh Tom Power seorang kandidat PhD dari Australian National University (ANU) mengungkap secara rinci. Berdasarkan hasil diskusinya dengan sejumlah pengamat, termasuk dari Indonesia, Power berkesimpulan ”Jokowi bertindak dengan cara yang tidak liberal atau anti-demokrasi. Ini adalah hasil dari kepekaan politik yang sempit, pemikiran jangka pendek dan pengambilan keputusan secara ad hoc,” tulisnya.

    Berikut beberapa fakta yang disarikan dari artikel berjudul Jokowi’s authoritarian turn, tulisan Tom Power yang dimuat pada laman Newmandala.org edisi 9 Oktober 2018.

    Melanggar Norma Demokrasi

    Upaya Jokowi untuk mengkonsolidasikan posisi politiknya menjelang pemilihan April telah mulai melanggar norma-norma demokrasi fundamental. Memasuki tahun  2018, semakin banyak bukti  pemerintah Jokowi mengambil langkah otoriter yang berkontribusi terhadap percepatan status quo demokrasi Indonesia. Sebagian besar dari proses ini adalah upaya yang konsisten untuk memperoleh manfaat partisan yang sempit dari instrumentalisasi politik lembaga-lembaga utama negara.

    Politisasi Hukum

    Politisasi lembaga hukum dan penegakan hukum bukanlah fenomena baru di Indonesia. Kerumitan peraturan hukum dan kriminalitas di mana-mana ” terutama korupsi ” di dalam negara telah lama memberikan kesempatan bagi para pelindung kuat untuk mengendalikan dan memanipulasi bawahan politik mereka dengan ancaman penuntutan yang implisit maupun eksplisit. Namun, upaya pemerintah untuk menggunakan instrumen hukum dengan cara ini telah menjadi jauh lebih terbuka dan sistematis di bawah Jokowi.

    Tanda-tandanya tampak jelas ketika Jokowi menunjuk politikus Nasdem Muhammad Prasetyo sebagai jaksa agung. Posisi ini  secara tradisional disediakan untuk seorang yang bukan-partisan.

    Kejaksaan Agung di bawah Prasetyo bergerak untuk merusak kubu oposisi yang saat itu menguasai parlemen. Mereka menangkap sejumlah anggota partai oposisi atas tuduhan korupsi.

    Pelemahan kubu  koalisi oposisi berhasil dicapai pada tahun 2015 -2016, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang diduduki kader PDIP Jasonna Laoly menggunakan kontrolnya atas verifikasi legal dewan-dewan partai untuk memanipulasi perpecahan faksi dalam Golkar dan PPP, dan akhirnya memaksa mereka masuk ke dalam koalisi yang berkuasa.

    Kriminalisasi terhadap para penyelenggara dan penyokong gerakan 212, terutama terhadap pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab, yang dipaksa mengasingkan diri ke Arab Saudi setelah dituduh melakukan pelanggaran pornografi. Maestro media, dan Ketua Partai Persatuan Indonesia (Perindo) Hary Tanoesoedibjo tiba-tiba mengubah kesetiaannya kepada Jokowi pada 2017 setelah polisi menuduhnya mencoba mengintimidasi jaksa penuntut umum  melalui SMS. Kasus Hary tidak berlanjut setelah dia bergabung dalam kubu pemerintah.  Hary sebelumnya dikenal sebagai penyokong utama kubu oposisi.

    Di luar penggunaan penuntutan taktis untuk menjinakkan musuh, Jokowi memperkenalkan kekuatan hukum baru untuk menghukum organisasi masyarakat sipil. Keputusan presiden, atau Perppu, pada organisasi-organisasi massa yang dikeluarkan pada pertengahan tahun 2017 berfungsi untuk mencabut “hampir semua perlindungan hukum yang bermakna dari kebebasan berserikat.”

    Menjelang Pilpres 2019, pemerintah telah mengubah strategi represif ini untuk melawan kekuatan oposisi. Dengan mengubah institusi keamanan dan penegakan hukum untuk melawan oposisi, pemerintahan Jokowi telah membuat kabur batas antara kepentingan negara dan kepentingan pemerintah.

    Politik Sandera

    Sejak pertengahan tahun ini, sejumlah pemimpin daerah yang berafiliasi dengan oposisi, mengumumkan dukungan mereka untuk Jokowi. Pandangan yang tersebar luas di kalangan elit adalah bahwa aktor-aktor pemerintah telah mengancam orang-orang ini dengan dakwaan hukum ” khususnya yang berkaitan dengan korupsi ” kecuali mereka bergabung  dengan inkumben.

    Yang paling menonjol dari para “pembelot” ini adalah Tuan Guru Bajang Zainul Majdi, Gubernur Nusa Tenggara Barat dan seorang ulama berpengaruh dan anggota Partai Demokrat. TGB pada tahun 2014  memimpin tim kampanye Prabowo di provinsi NTB, mendukung protes anti-Ahok, dan dinobatkan sebagai salah satu nominasi calon presiden kubu oposisi.

    Pada akhir bulan Mei, KPK mengumumkan akan menyelidiki dugaan keterlibatan TGB menerima gratifikasi dalam penjualan saham di pertambangan raksasa operasi Nusa Tenggara Newmont ke pemerintah Nusa Tenggara Barat. Pada awal Juli, TGB mengumumkan dukungannya kepada Jokowi.

    Penerus TGB sebagai gubernur NTB, politikus PKS Zulkieflimansyah ” yang namanya juga disebut-sebut terkait dengan kasus Newmont ” segera menampilkan foto dirinya bersama Jokowi di profil WhatsApp-nya dan mengisyaratkan kepada rekan-rekannya bahwa ia lebih menyukai Jokowi dibanding Prabowo.

    Di Maluku Utara, gubernur PKS yang berkuasa, Abdul Ghani Kasuba, meninggalkan partainya dan bergabung dengan PDI-P dalam pilkada 2018. Di Papua, juga, Gubernur Lukas Enembe ” yang telah terlibat dalam berbagai skandal korupsi selama masa jabatannya ” juga mengumumkan dukungannya untuk Jokowi setelah memenangkan pemilihan kembali sebagai kader Partai Demokrat.

    Pada bulan Juli, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengklaim bahwa Gubernur Sumatera Barat,Irwan Prayitno, politisi PKS dan anggota tim sukses Prabowo tahun 2014, juga mendukung Jokowi.

    Upaya-upaya yang oleh para kritikus sebut sebagai “kriminalisasi” politisi oposisi, sering dikaitkan dengan Jaksa Agung. “Seorang pejabat PDI-P yang saya ajak bicara menggambarkan kantor Kejaksaan Agung sebagai “senjata politik” yang “sekarang secara rutin digunakan oleh pemerintah untuk mengendalikan politisi oposisi, dan oleh Nasdem untuk memaksa eksekutif di daerah bergabung dengan pemerintah, ” tulis Power.

    Sejumlah besar kepala daerah memang bergabung dengan Nasdem di 2017-2018. Sebagai contoh, selama perjalanan singkat oleh ketua Nasdem Surya Paloh ke Sulawesi Tenggara pada bulan Maret 2018, tiga bupati setempat mengalihkan kesetiaan dari partainya.

    Tim kampanye Jokowi mengklaim mendapat dukungan dari 31 dari 34 gubernur, dan 359 dari 514 walikota dan bupati. Implikasi elektoral beralihnya dukungan para kepala daerah ini  masih harus dilihat.  Tetapi kapasitas para kepala daerah dalam melakukan mobilisasi, dan hasil pemilihan sebelumnya,  menunjukkan tingkat korelasi antara afiliasi gubernur dan walikota, memberi saham suara lokal bagi  calon presiden.

    KPK juga tampak semakin bisa dikompromikan di bawah Jokowi. Ditangkap dan diadilinya Ketua Umum Golkar  Setya Novanto pada kasus e-KTP dipuji sebagai kemenangan bagi agensi. Tetapi KPK mengalah dan mengeluarkan politisi PDIP dari dakwaan. Padahal  dari pengakuan Novanto sejumlah politisi PDIP terlibat dalam kasus tersebut.

    Hingga Oktober 2018, tidak ada politisi PDI-P berprofil tinggi yang ditangkap. Hal ini tidak mungkin terjadi secara kebetulan: Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan, yang diyakini memiliki pengaruh besar di antara para agen KPK yang direkrut dari kepolisian, adalah sekutu dekat ketua PDI-P Megawati Soekarnoputri.

    Melawan Oposisi Akar Rumput

    Penggunaan kasus-kasus korupsi untuk pengaruh politik bukanlah satu-satunya cara dimana aparat negara digunakan oleh pemerintah Jokowi untuk keuntungan partisan menjelang pemilu. Selama tahun 2018, polisi telah meningkatkan upaya untuk menekan gerakan # 2019GantiPresiden.

    Para aktivis #2019GantiPresiden sering menerima laporan bahwa polisi menyita barang dagangan dari penjual dan mengintimidasi orang yang menampilkan hashtag #2019GantiPresiden. Pada bulan Juni hingga September, jadwal acara #2019GantiPresiden di Serang, Bandung, Pekanbaru, Surabaya, Pontianak, Bangka Belitung, Palembang, Aceh dan bagian lain negara dilarang atau dibubarkankan oleh polisi. Seringkali polisi menggunakan bantuan kelompok penentang.

    Setelah pembubaran acara #2019GantiPresiden di Surabaya, Menko Maritim (Power menulisnya sebagai Menko Polhukam.red)  Luhut Pandjaitan berpendapat bahwa kegiatan itu memang harus dilarang. Dengan begitu dapat mencegah perselisihan sosial dan bentrokan antara demonstran pro-pemerintah dan oposisi. Partai Solidaritas Indonesia (PSI), yang berusaha menampilkan diri sebagai kekuatan baru untuk politik progresif dan demokratis, juga mendukung penindasan gerakan dengan alasan “mengarahkan kebencian kepada presiden”.

    Banyak justifikasi hukum untuk mendukung tindakan keras tersebut. Pada bulan Maret, polisi mengumumkan sedang menyelidiki aktivis Neno Warisman dengan kecurigaan bahwa pembuatan grup WhatsApp menggunakan tagar #2019GantiPresiden melanggar Undang-undang Transaksi Elektronik (UU ITE), atau bahkan merupakan pengkhianatan.

    Memobilisasi Militer

    Kekhawatiran telah tumbuh selama masa kepresidenan Jokowi tentang munculnya kembali falsafah “Dwi fungsi” di dalam militer. Termasuk melalui konsolidasi struktur komando teritorialnya dan keterlibatan baru tentara dalam program-program sosial dan ekonomi yang dipimpin pemerintah.

    Pada tahun 2018, setelah memperkuat pengaruh pribadinya di dalam angkatan bersenjata melalui pemasangan sekutu pribadi sebagai Panglima TNI (Marsekal TNI Hadi Tjahjono), Jokowi bahkan melangkah lebih jauh dalam mendorong TNI kembali ke politik (repolitisasi).

    Pada bulan Juni, Jokowi mengumumkan kenaikan tunjangan yang cukup besar  besar untuk Bintara Pembina Desa (Babinsa) TNI. Pada bulan Juli, ia menyampaikan pidato kepada para petugas Babinsa di Makassar dimana ia menginstruksikan para prajurit di tingkat desa untuk menghentikan penyebaran “hoax” yang menghubungkannya dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).

    Pada bulan Agustus, Jokowi berpidato lagi di mana dia menginstruksikan polisi dan perwira militer untuk mempromosikan pencapaian program pemerintahnya kepada masyarakat.

    Tindakan Jokowi ini merupakan langkah mundur, dibandingkan pemerintahan sebelumnya. Salah satu prestasi besar Susilo Bambang Yudhoyono adalah penerimaan oleh elit TNI bahwa “militer adalah alat eksekutif administrasi.” Namun Jokowi tampaknya siap menggunakan alat ini untuk melayani tujuan-tujuan partisan, dalam konteks kampanye pemilihan umum.

    Sejak jatuhnya Orde Baru, militer dan polisi tidak lagi dikerahkan secara sistematis untuk memberikan keuntungan politik kepada pemerintah yang berkuasa. Kecenderungan penggunaan militer dan polisi pada Pilpres 2019, akan menandai langkah lain dalam ketidakseimbangan yang parah dari medan permainan antara pemerintah dan oposisi. Militer dan politisi adalah sebuah fitur yang tidak terkait dengan demokrasi. Itu adalah bentuk otoriterisme pemilihan dan hibriditas sebuah rezim.

    Salah satu alasan penggunaan instrumen penegakan hukum dan lembaga keamanan bagi kemenangan Jokowi,  mungkin  disebabkan kurangnya kepercayaannya pada keandalan dan efektivitas partai politik, organisasi sosial, dan kelompok relawan pendukungnya.

    Interaksi dengan parpol, elit politik dan organisasi masyarakat sipil, tampaknya telah membuat Jokowi belajar bahwa alat-alat negara jauh lebih mudah digunakan dan jauh lebih efektif dalam mengatasi perlawanan politik dari oposisi. (RMOL)

  • Ma’ruf Amin: Jokowi itu Ternyata Santri

    Ma’ruf Amin: Jokowi itu Ternyata Santri

    Jakarta (SL) – Label ‘santri’ rupanya sangat penting bagi capres-cawapres dalam memenangkan Pilpres 2019. Setelah cawapres Sandiaga Uno disebut sebagai santri oleh PKS, kini giliran capres petahana Joko Widodo yang disebut santri oleh pasangannya, Ma’ruf Amin.

    Istilah santri ini bukan kiasan, tapi menurut Ma’ruf Amin, Jokowi benar-benar pernah menjadi santri di pondok pesantren di Situbondo, Jawa Timur. Meski tak dirinci pada jenjang apa dan berapa lama.

    “Jokowi itu ternyata santri dari Situbondo,” kata Ma’ruf Amin di hadapan ribuan ulama, kiai, santri dan masyarakat Kabupaten Lebak, Senin, (12/11) dikutip dari Antara.

    Ma’ruf mengetahui Jokowi itu sebagai santri saat bertemu kiai di Sukorejo. Dalam pertemuan itu, para kiai mengatakan Jokowi ternyata santri di Situbondo dan belajar agama di Ponpes KH As’ad Samsul Ali.

    Karena pernah menimba ilmu di pesantren itu, Jokowi, kata Ma’ruf, mencintai kiai dan santri yang salah satunya dibuktikan dengan memilih calon wakil presiden (cawapres) berasal dari santri, Ma’ruf Amin.

    Padahal, Jokowi bisa saja memilih cawapres dari kalangan politikus, profesional, atau ahli ekonomi. Namun, kecintaan terhadap kiai dan santri membuat Jokowi menunjuk Ma’ruf Amin sebagai cawapres.

    “Kita berdua sama-sama dari santri, jika Jokowi santri di Situbondo dan Ma’ruf Amin dari Tebuireng,” ujar Rais Am PBNU itu.

    Ma’ruf prihatin adanya berita hoaks melalui media sosial yang menyebut Jokowi itu beragama Kristen. Ma’uf menepis keras kabar itu dan menyebutnya sebagai fitnah. Padahal, keluarga dan adik-adiknya Jokowi juga pernah menjadi santri di Ponpes Solo.

    “Kita jangan mempercayai berita hoaks yang menyebar fitnah itu,” katanya.

    Berdasarkan penulusuran, pesantren yang disebut Ma’ruf itu diasuh oleh As’ad Syamsul Arifin atau Kiai Haji Raden, yang berlokasi di Desa Sukorejo, Asembagus, Sitobondo, Jatim.

    Pesantren itu dikunjungi Jokowi pada Februari 2018. Namun kumparan belum mendapat sumber pasti yang menyebut Jokowi pernah menjadi santri di pesantren ini. (Kumparan)

  • Prabowo dan Gus Solah Bertemu, Guna Pastikan Bisa Selamatkan Ekonomi RI

    Prabowo dan Gus Solah Bertemu, Guna Pastikan Bisa Selamatkan Ekonomi RI

    Jakarta (SL) – Sekjen Gerindra, Ahmad Muzani menceritakan pertemuan antara Calon Presiden Prabowo Subianto dengan pengasuh pondok pesantren Tebuireng, KH Salahuddin Wahid atau Gus Solah pada Rabu 7 November 2018. Mereka berdiskusi soal bagaimana menyelamatkan ekonomi yang makin berat.

    Menurutnya, bisa dikatakan Nahdlatul Ulama merupakan mayoritas dari seluruh rakyat Indonesia. Gus Solah memiliki kepentingan menyelamatkan ekonomi negara, rakyat, umat, dan NU.  “Sehingga beliau memiliki concern dan kepentingan yang sama yakni bagaimana menyelamatkan ekonomi negara, rakyat, umat, dan NU,” kata Muzani.(viva)
  • Ingin Perubahan, Komunitas Alumni UI Dukung Prabowo-Sandi

    Ingin Perubahan, Komunitas Alumni UI Dukung Prabowo-Sandi

    Jakarta (SL) – Komunitas Alumni Universitas Indonesia (UI) menilai, Pasangan Calon (Paslon) Prabowo-Sandi lebih bisa membawa perubahan pada bangsa ini. Apalagi di tengah himpitan masalah kehidupan ekonomi dan penurunan kualitas kehidupan berbangsa hampir di semua bidang.

    “Dengan deklarasi ini, sepenuhnya kami siap mendukung pasangan Prabowo – Sandi untuk melakukan perubahan terhadap bangsa ini,” ujar Ketua Komunitas Alumni UI Kamal Heryandri dalam keterangan di Jakarta, Kamis (8/11/2018).
    Ia menyebutkan, ada diskriminasi rezim pada penguasa saat ini. Seperti bidang hukum, sosial, politik dan budaya. “Kami yakin dengan  pergantian rezim dapat memberikan perubahan untuk NKRI ke arah yang lebih baik,” terang dia.
    Menanggapi hal itu, Cawapres Sandiaga Uno mengaku, dukungan Alumni UI sangat diperlukan karena selalu hadir saat kondisi bangsa ini sedang tidak sehat perekonomiannya. “Jujur, kami sangat terharu dukungan ini. Sejak, SMP cita-cita saya bisa kuliah di UI. Tetapi, orang tua saya kuliahkan saya di luar negeri,” kata pria yang akrab disapa Sandi itu..
    Mantan wakil gubernur (wagub) DKI itu menyatakan, rakyat berharap ada perubahan ekonomi satu kebijakan yang memastikan ekonomi bangsa ini lebih baik. Lebih khususnya, menciptakan lapangan kerja dan kebijakan yang berpihak pada rakyat.(2019gantipresiden.org)
  • Bila Terpilih Jadi Wapres, Sandiaga Uno Akan Minta Seluruh Pejabat Pakai Produk Dalam Negeri

    Bila Terpilih Jadi Wapres, Sandiaga Uno Akan Minta Seluruh Pejabat Pakai Produk Dalam Negeri

    Tanggerang (SL) – Calon Wakil Presiden nomor urut 2, Sandiaga Uno berjanji akan memamerkan atau endorse hasil produksi lokal. Apabila terpilih pada Pemilihan Presiden 2019, Sandiaga Uno akan meminta seluruh pejabat menggunakan barang-barang buatan dalam negeri atau hasil UMKM.

    Ucapan itu tercetus saat Sandiaga mengunjungi sebuah UMKM pembuatan dan penjualan sepatu bermerek Suka Buatan Indonesia (SUBI) di Cikupa, Kabupaten Tangerang. “Nanti kalau saya terpilih saya endorse. Lagipula, nggak jauh beda kok bagusnya sama buatan luar negeri. Apalagi sepatu ini. Meski buatan lokal, hasilnya bagus dan kualitasnya juga lumayan dengan harga yang murah,” tutur Sandi di Kabupaten Tangerang, Jumat (9/11/2018).

    Ke depannya, mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta itu akan mengubah pola pikir UMKM untuk tidak meniru produk luar negeri atau memproduksi produk KW. “Nantinya saya akan ubah pola pikir bagaimana mereka harus bangga punya produk sendiri. Nah, ini beruntung punya merk lokal yakni, SUBI. Kita jangan dorong produk asing atau menirunya,” sambung Sandi.
    Ia juga tak pikir panjang untuk memesan satu pasang sepatu canvas berwarna merah yang ia beli seharga Rp 100 ribu bermerk SUBI. “Saya pesen juga, sudah dua kali beli di sini, produknya enak dan nyaman,” terang Sandiaga Uno. Di kesempatan yang sama, pemilik industri SUBI, Ade meminta bila pasangan Prabowo-Sandiaga terpilih dalam pesta demonstrasi tahun depan dapat meningkatkan daya beli masyarakat pada produks lokal.
    “Tadi berharapnya bisa meningkatkan daya beli, karena sekarang lagi menurun tapi, tadi kata pak Sandi itu hal wajar karena memang ekonomi sedang tidak stabil. Kita harap beliau bisa bantu tingkatkan daya beli produk dalam negeri,” harap Ade.(tribunnewsbogor)
  • CAD RI Jebol, Ini Kritik Tajam Prabowo-Sandiaga kepada Jokowi

    CAD RI Jebol, Ini Kritik Tajam Prabowo-Sandiaga kepada Jokowi

    Jakarta (SL) – Badan Pemenangan Nasional (BPN) Calon Presiden Prabowo Subianto dan Calon Wakil Presiden Sandiaga Salahuddin Uno kembali mengkritik kebijakan ekonomi pemerintahan Joko Widodo (Jokowi).

    Kritik tersebut juga muncul usai Bank Indonesia (BI) mengumumkan defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) pada kuartal III-2018 tercatat meningkat, yakni US$ 8,8 miliar atau setara 3,37% dari PDB.

    Ekonom senior yang juga Anggota BPN Prabowo-Sandiaga, Dradjad Wibowo mengatakan hal itu disebabkan oleh sejumlah kebijakan yang tidak tepat. Salah satunya pengetatan impor yang dinilai tidak efektif. “Pengetatan impor juga misalnya seharusnya dilakukan hati-hati karena efeknya sangat, berat justru yang didorong eksportir yang kurang dapat dukungan dari negara,” ujar Dradjad di Prabowo-Sandi Media Center, Jumat (9/11/18).

    Drajad mengatakan kondisi ekonomi global yang muncul akibat perang dagang antara China dan Amerika Serikat (AS) bisa ditepis dengan kebijakan perjanjian internasional dan investasi asing yang adil.

    Ditambah, pemerintah belum memberikan insentif yang maksimal kepada para eksportir. Selain itu praktik yang tidak lazim terutama eksportir komoditas harus ditertibkan sesegera mungkin.

    Drajad menambahkan, ke depan, Indonesia harus mulai mengurangi ketergantungan ekspor pada komoditas-komoditas yang bergantung pada sumber daya yang rawan akan isu lingkungan.

    Kebijakan bisa difokuskan dengan meningkatkan sektor agrikultur, khususnya pertanian dan perkebunan, dengan memberikan insentif pembiayaan seperti Bank Tani atau Bank Nelayan dengan konsep berbasis teknologi atau digital farming untuk meningkatkan industri pangan.

    Hal itu dinilai berpotensi menjadi komoditas ekspor baru diluar komoditas rawan isu lingkungan seperti kelapa sawit. Namun, komoditas seperti migas tetap harus dilakukan bersinergi antara BUMN dan pihak swasta secara adil.

    “Insentif lainnya, yakni di sektor pariwisata, karena seperti kita ketahui Indonesia punya wilayah-wilayah yang menarik agar potensi lokal melalui pariwisata bisa tumbuh dan menjadi wilayah kedatangan bagi wisata yang baru,” kata Dradjad.

    Mantan Menko Kemaritiman Rizal Ramli menambahkan kebijakan di bawah pemerintahan Jokowi dan Jusuf Kalla (JK) untuk negara berkembang dan emerging market seperti Indonesia harus dibumbui dengan berbagai insentif.

    Ia menambahkan, dengan ekonomi global dan dalam negeri yang melambat dengan target hingga 5,4% ke depan bisa lebih melambat dengan pengetatan aturan tersebut.

    “Kebijakan sekarang based pada pengetatan. Budget dipotongin terus, lalu pajak diuber namun tidak canggih. Bisa diterapkan misalnya seperti di Eropa, dia ciptakan stimulus dahulu supaya ekonominya pulih baru dibenarkan masalah pajak,” ujar Rizal.

    “Lalu ekspor yang saat ini menyimpan devisa hasil ekspor (DHE) masa masih ada 20% yang ditukar ke rupiah gitu. Kalau misalnya masuk 80% ya kita tidak akan gonjang ganjing dengan perekonomian kita lagi,” lanjutnya. (cnbcindonesia.com)