Kategori: Politik

  • Kasus Idrus Marham, Romahurmuziy, dan Cak Imin Pertanda Buruk Bagi Jokowi

    Kasus Idrus Marham, Romahurmuziy, dan Cak Imin Pertanda Buruk Bagi Jokowi

    Jakarta (SL) – Idrus Marham resmi mengundurkan diri sebagai Menteri Sosial di kabinet Joko Widodo-Jusuf Kalla. Bukan hanya dari jabatan Mensos, Idrus juga mundur dari Partai Golkar. Menurut pengakuannya, ia mundur lantaran ingin menjaga marwah partai yang membesarkannya itu. Terlebih, Golkar punya komitmen menjadi partai yang bersih.

    “Agar tidak menjadi beban partai Golkar yang sedang berjuang menghadapi pemilu baik Pileg maupun Pilpres,” kata Idrus, di Istana Negara, Jumat (24/8/18).

    Idrus mengaku menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan dari KPK. Hal itu terkait kasus suap PLTU Riau-1. Sebelumnya, Idrus juga beberapa kali memenuhi panggilan KPK. Dengan mundur dari Golkar dan Kabinet, Idrus berharap bisa fokus menghadapi proses hukum yang akan dijalaninya.

    “Kemarin sudah pemberitahuan penyidikan, yang namanya penyidikan itu kan statusnya pasti tersangka. Tadi pagi saya lapor presiden langsung diberi waktu saya sampaikan sekaligus pengunduran diri sebagai bentuk pertanggungjawaban moral saya,” ucap Idrus.

    Tentu saja, langkah gantleman politisi asal Sulawesi Selatan yang mengawali kariernya dari nol ini patut dihargai. Lepas dari segala cela yang menyertai dirinya, mantan Ketua Umum KNPI yang pernah menjadi penggembala sapi dan marbot masjid ini, menyisakan pembelajaran: tentang etika politik dan perjuangan hidup seorang miskin yang melesat hingga menduduki jabatan menteri.

    Ia lebih memilih mundur dan mengakui kesalahannya sebelum ditangkap. Mantan Sekjen Golkar ini merasa tidak layak tetap berada di kementerian dan partai beringin karena akan menjadi beban. Sikap ini amat berkebalikan dengan mantan Ketua DPR yang juga Ketua Umum Golkar terdahulu, Setya Novanto, yang justru berkelit dan merintangi KPK. Anggota DPR periode 1999-2004, 2004-2009 dan 2009-2014 ini pun berbeda dengan politisi lainnya yang kerap meminta perlindungan istana saat terjerat kasus hukum.

    Selain Idrus Marham, politisi istana lainnya yang tengah berurusan dengan KPK adalah Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) M Romahurmuziy. Di hari pengunduran Idrus, politisi yang akrab disapa Romy ini pun menjalani pemeriksaan di lembaga antirasuah. Ia diperiksa dalam kasus dugaan suap terkait usulan dana perimbangan keuangan daerah pada Rancangan APBN-Perubahan Tahun Anggaran 2018.

    KPK juga sebelumnya pernah memanggil Romy pada tahun 2014 lalu. Politisi muda kelahiran Sleman ini diduga terlibat dalam kasus alih fungsi hutan Riau seluas 1.6 juta hektar. Romy pada waktu itu menjabat sebagai Ketua Komisi IV DPR RI yang memiliki lingkup tugas di bidang pertanian, pangan, maritim, dan kehutanan.

    Sementara itu disisi lain KPK telah menetapkan Gubernur Riau Annas Maamun dan Gulat Manurung sebagai tersangka kasus tersebut. Keduanya ditangkap Tim Satuan Tugas (Satgas) gabungan penyelidik dan penyidik KPK bersama tujuh pihak lain pada 25 September 2014. Dalam sebuah pemeriksaan KPK, Annas Maamun mengaku telah menjalin kominikasi dengan Komisi IV terkait alih fungsi hutan itu.

    KPK juga tengah mempelajari kasus dugaan suap pengucuran Dana Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (DPPID) Kementerian Tenaga Kerja dan Tramigrasi pada 2011 atau yang dikenal dengan kasus ‘kardus durian’. Dalam kasus itu mantan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar alias Cak Imin juga disebut ikut kecipratan duit ‘kardus durian’.

    Kasus ‘kardus durian’ ini berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK, pada 25 Agustus 2011 silam. Tim KPK, kala itu menangkap dua anak buah Cak Imin, yakni  Sekretaris Direktorat Jenderal Pembinaan Pengembangan Kawasan Transmigrasi, I Nyoman Suisnaya dan Kepala Bagian Perencanaan dan Evaluasi Program Kemenakertrans, Dadong Irbarelawan. Penyidik KPK juga menciduk Kuasa Direksi PT Alam Jaya Papua, Dharnawati yang baru saja mengantarkan uang Rp1,5 miliar ke kantor Kemenakertrans. Uang itu dibungkus menggunakan kardus durian.

    Tak bisa dipungkiri, kasus hukum yang menyeret para petinggi partai pendukung pemerintah ini akan mengganggu citra dan elektabilitas Jokowi-Ma’ruf Amin di Pilpres 2019 mendatang. Dan tentu saja penyebutan nama Idrus Marham, Muhaimin, dan Romahurmuziy, memperburuk imej partai dan “men-downgrade“ mereka sebagai politisi. Romy memang sempat membantah keterlibatannnya, namun Cak Imin belum sekalipun memberikan klarifikasi ke publik.

    Pun begitu, meski mereka yang disebut namanya belum tentu bersalah secara hukum, namun pengadilan politik punya dunia yang berbeda dengan pengadilan hukum. Walau belum tentu bersalah, ini bencana bagi mereka, terlebih karena kasus ini mengemuka di tahun politik. Hal ini akan menjadi ‘sasaran empuk’ pihak oposisi, sekaligus pertanda buruk bagi pasangan Jokowi-Ma’ruf karena ketiga nama tersebut berada dalam koalisi petahana.

    Karena itu, jalan paling lurus, KPK perlu segera memproses Idrus, Muhaimin, dan Romahurmuziy untuk membuktikan apakah mereka terlibat atau tidak. Hal ini penting supaya tak ada sak wasangka publik dan pembunuhan karakter bagi mereka yang disebut. Jangan sampai mereka “dihakimi” opini yang efeknya sangat berat bagi nama baik dan karier politiknya, juga bagi koalisi Jokowi sendiri. Sebaliknya, jika ada bukti-bukti kuat keterlibatan mereka, KPK tak perlu ragu apalagi tebang pilih untuk menjeratnya dengan sanksi hukum. Sekalipun itu menjerat orang-orang di lingkaran istana.

    Mumpung gelaran Pilpres belum terlalu dekat, ada baiknya KPK mengusut sejak jauh hari. Sebab jika pengusutan mereka dilakukan di tengah rangkaian Pilpres sebagaimana OTT para calon kepala daerah pada Pilkada serentak yang baru lalu, sebagian orang akan menuding KPK berpolitik.

    (nusantaranews)

  • Dewan Pertimbangan MUI Minta Ma’ruf Amin Mundur Jika Terpilih Jadi Wapres

    Dewan Pertimbangan MUI Minta Ma’ruf Amin Mundur Jika Terpilih Jadi Wapres

    Jakarta (SL) – Rapat pleno Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) akhirnya memutuskan agar Ketua Umum MUI Ma’ruf Amin melepas jabatannya jika terpilih di Pilpres 2019. Ketua Dewan Pertimbangan MUI Din Syamsuddin mengatakan, sesuai aturan organisasi, jabatan ketum dan sekretaris umum tidak boleh dirangkap dengan jabatan di eksekutif dan legislatif.
    Aturan mundur itu tertuang dalam pedoman Rumah Tangga Pasal 1 Ayat 6 butir (f) tentang posisi rangkap jabatan. Dengan demikian, jika terpilih menjadi wakil presiden, Ma’ruf Amin harus mundur dari posisi Ketum MUI. “Jabatan ketua umum dan sekretatis umum tidak boleh dirangkap dengan jabatan eksekutif dan eksekutif. Inilah peraturan MUI dalam pedoman rumah tangga MUI,” kata Din di Kantor MUI, Jakarta Pusat, Rabu (29/8).
    Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI Didit Wahyudi menambahkan keputusan penting lainnya adalah meminta Ma’ruf tidak menggunakan MUI sebagai kendaraan atau sarana politik di pilpres nanti, demi menjaga marwah kelembagaan MUI. “Untuk menjaga marwah dan jati diri MUI sebagai pelayan umat dan mitra dari pemerintah, harus berada di atas dan untuk semua golongan umat Islam dan bangsa Indonesia,” ungkapnya.
    Ia berharap, di pilpres nanti, semua pihak termasuk elite politik bisa menahan diri dan menunjukkan etika peradaban sesuai karakter bangsa Indonesia. “Kepada pelaku dan elite politik untuk menunjukan etika peradaban dengan tidak menunjukan kebencian,” pungkasnya.
    Sebelumnya, Ma’ruf Amin sudah mengajukan nonaktif dalam jabatannya sebagai ketua umum MUI karena berlaga di Pilpres. Kekosongan itu sementara diisi oleh pelaksana tugas. (kumparan)
  • Rocky Gerung: Yang Bilang #2019GantiPresiden Makar Itu “Ngaco”

    Rocky Gerung: Yang Bilang #2019GantiPresiden Makar Itu “Ngaco”

    Jakarta (SL) – Akademisi Rocky Gerung mengkritisi pihak-pihak yang melarang digelarnya deklarasi gerakan #2019GantiPresiden di sejumlah daerah. Apalagi muncul tudingan yang menyatakan gerakan tersebut merupakan usaha makar. Rocky menilai, istilah makar tersebut tak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Sebab baginya tak ada kaitannya deklarasi yang digelar di beberapa daerah itu dengan sistem pemerintahan yang dipusatkan di Istana Kepresidenan.

    “Bukan kurang tepat, ngaco. Istilah itu yang paling enggak dikenal sama milenial. Itu kan dibuat Belanda pada zaman penjajahan untuk mempertahankan kekuasaan. Istilah makar saja enggak tepat kan sekarang. Kalau orang pasang hashtag di Riau terus apa hubungannya dengan stabilitas politik di depan istana,” kata Rocky di Hotel Sofyan, Jakarta Pusat, Rabu (29/8).
    Rocky yakin ke depannya deklarasi #2019GantiPresiden akan terus berlanjut. Apalagi, menurutnya, gerakan ini merupakan kehendak dari masyarakat. “Hashtag itu akan makin ada setelah negara membuat larangan. Misal di Riau kemarin apa terjadi deklarasi? Enggak kan, (tidak deklarasi) karena dihalau. Tidak terjadi di Riau, tapi terjadi di WA oleh ibu-ibu,” jelasnya.
    Ia juga mengimbau kepada pemerintah untuk menerima maraknya gerakan #2019GantiPresiden sebagai bentuk kritik. “Ya udah terima saja sebagai kritik melalui fasilitas dalam bentuk hashtag. Itu enggak usah dipanjang lebar itu dengan adalah upaya untuk ganti dasar negara, upaya untuk menjadikan Suriah sebagai model. Itu adalah otak dungu itu yang bikin kalkulasi model itu dari hashtag, ” pungkasnya. (kumparan)
  • Jadi Jubir Jokowi, Deddy Mizwar Diminta PD Mundur dari Partai

    Jadi Jubir Jokowi, Deddy Mizwar Diminta PD Mundur dari Partai

    Jakarta (SL) – Partai Demokrat (PD) segera membahas nasib Deddy Mizwar di partai yang kini menjadi juru bicara pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin. Apa sanksi untuk Deddy Mizwar yang mbalelo?
    “Itu bidangnya Dewan Kehormatan,” ujar Wakil Ketua Umum PD Syarief Hasan saat dihubungi, Rabu (29/8/2018).

    Sementara itu, Ketua DPP PD Jansen Sitindaon menyebut Deddy Mizwar punya jabatan strategis di DPD PD Jawa Barat. Soal sanksi ke Deddy, Jansen menyebut internal partai belum membicarakannya.

    “Kalau ditanya apa posisi Kang Deddy Mizwar hari ini di Partai Demokrat, beliau saat ini adalah Ketua Majelis Pertimbangan Daerah (MPD) Partai Demokrat di provinsi Jabar,” ujar Jansen Sitindaon.

    “Terkait sanksi kepada beliau, karena kejadian ini baru ya, setahu saya di internal belum dibahas,” imbuh Jansen.

    Jansen menyebut sikap politik Demiz yang mendukung Jokowi-Ma’ruf nyata keluar dari garis keputusan partai. Sesuai mekanisme AD/ART, Dewan Kehormatan dan Komisi Pengawas Partai Demokrat segera menyikapi manuver Deddy.

    Soal saran agar Deddy mundur dari partai, Jansen mengungkit sikap politik TGH Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB). TGB yang terang-terangan ini Jokowi dua periode sebagai presiden, memilih keluar dari partai. Langkah TGB menurut Jansen bisa diikuti Deddy Mizwar.

    “Belajar dari preseden sebelumnya di kasus TGB yang juga mendukung Jokowi, agar tidak riuh dan berpolemik di ruang publik, rasanya langkah sama, yaitu mengajukan surat pengunduran diri dari Demokrat juga bisa ditempuh oleh Demiz atas sikap politiknya yang berbeda dengan sikap resmi partai yang dia juga secara nyata telah mengetahuinya di Pilpres 2019 ini mendukung Prabowo Sandi,” urai Jansen.

    “Ini jugalah wujud kedewasaan berpolitik. Jika sikap kita berbeda dengan sikap resmi partai politik yang kita naungi, baiknya mundur,” tegas dia.

    Secara mengejutkan, politikus Partai Demokrat (PD) Deddy Mizwar jadi jubir Jokowi-Ma’ruf Amin. Deddy menunggu penetapan resmi.

    “Insyaallah,” kata Deddy saat ditanya soal kepastian dirinya jadi jubir Jokowi-Ma’ruf Amin.

  • Ini Hasil Klarfikasi KPU Lampung Terhadap Laporan Masyarakat

    Ini Hasil Klarfikasi KPU Lampung Terhadap Laporan Masyarakat

    Bandar Lampung (SL) – Sekretaris DPD I Golkar Lampung Supriyadi Hamzah, Wakil Ketua Korbid Kepartaian I Made Bagiasa, Achmad Junaidi Sunardi bacaleg dari Dapil VII (Lampung Tengah) dan jajaran pengurus partai, melakukan klarifikasi ke KPU Lampung, terkait laporan masyarakat tentang pencalekannya..

    Komisioner KPU Lampung Divisi Hukum M Tio Aliansyah mengatakan, hasil klarifikasi ternyata Achmad Junaidi Sunardi pernah terlibat kasus penggelapan. “DPD I Partai Golkar Lampung hadir untuk klarifikasi dan konsultasi terkait status bacaleg atas nama AJS. Tadi AJS juga hadir, hasilnya ternyata yang bersangkutan terkena pidana dengan pasal 374 KUHP. Bukan pasal korupsi,” terang Tio saat ditemui di ruang kerjanya.

    Dia menyebutkan, diluar dari mantan terpidana korupsi, bandar narkoba dan asusila terhadap anak, masih dapat mencalonkan diri.

    Namun begitu, menurut Tio, yang bersangkutan harus melengkapi empat syarat: surat keterangan dari kejaksaan, diumumkan di media massa bahwa pernah terlibat tindak pidana, surat pernyataan dari pemimpin redaksi tempat mengumumkan dan putusan pengadilan. “Itu kalau yang pernah divonis bersalah dengan masa hukuman percobaan tidak dipenjara. Kalau yang pernah dipenjara harus ada surat dari lapas (lembaga pemasyarakatan), selain itu sama semua,” tuturnya.

    Dia menyebutkan, persyaratan tersebut harusnya dilengkapi tertanggal 31 Juli 2018 pukul 24.00 WIB. Akan tetapi, informasi tersebut didapat dari laporan masyarakat. “Terkait hal itu kita sarankan untuk melengkapi persyaratan yang disebutkan tadi,” ujarnya.

    Kendati demikian, KPU Lampung akan melakukan rapat pleno untuk menentukan apakah memenuhi syarat atau tidak pada 1 September mendatang. “Kalau ternyata kita putuskan tidak memenuhi syarat, maka partai politik bisa mengajukan permohonan ke Bawaslu Provinsi Lampung,” tutupnya. (mmt/nt/jun)

  • KPU dan Bawaslu Anggap #2019GantiPresiden Bukan Pelanggaran

    KPU dan Bawaslu Anggap #2019GantiPresiden Bukan Pelanggaran

    Jakarta (SL) – Kaus bertuliskan tagar #2019GantiPresiden jadi salah satu topik bahasan dalam rapat dengar pendapat antara Komisi II DPR dengan KPU dan Bawaslu. Bermula saat anggota Komisi II Fraksi PDIP Komarudin Watubun menilai kaus itu masuk dalam kategori kampanye dan pihak KPU belum bisa memberi jawaban yang pasti.

    “Tugas pertama kita adalah mendefinisikan apakah kegiatan itu masuk dalam kategori kampanye atau tidak. Kalau masuk kategori kampanye, maka jelas dilarang. Kalau tidak masuk, maka belum diatur PKPU,” ujar Ketua KPU Arief Budiman dalam rapat di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (9/4).

    Arief melanjutkan, definisi kampanye pemilu adalah kampanye yang dilakukan oleh peserta, yakni capres dan cawapres. Kaus bertagar tersebut belum bisa didefinisikan sebagai kampanye, sebab peserta pemilu untuk presiden sampai saat ini juga belum ditetapkan.

    “Jadi kalau untuk pileg pesertanya sudah ada (parpol -red), sebab kan sudah ditetapkan oleh KPU. Sementara untuk pilpres peserta belum ada sebab belum ada penetapan,” papar mantan ketua KPU Jatim itu.

    Ketua Bawaslu Abhan menambahkan, sejauh ini kaus #2019GantiPresiden belum bisa disebut pelanggaran karena belum diatur dalam PKPU. “Maka saya kira belum ada aturan larangan,” ucap Abhan.

    Namun, Staf Ahli Bidang Pemerintahan Kemendagri Suhajar Diantoro mengatakan, jika kaus itu dimaksudkan untuk berkampanye, maka hal itu sebaiknya tidak dilakukan. “Jadi kalau itu dimaksudkan buat kampanye, ya tidak boleh. Itu secara etika tidak boleh,” ucap Suhajar.

    Terkait kaus dengan tagar 2019GantiPresiden, Joko Widodo sudah merespons tak ambil pusing dan menganggap urusan mengganti presiden adalah kehendak rakyat dan Tuhan. (nt/jun)

     

  • Tiga Bacaleg DPRD Provinsi Lampung Terancam Dicoret?

    Tiga Bacaleg DPRD Provinsi Lampung Terancam Dicoret?

    Bandar Lampung (SL) – Ketiganya: Daroni Mangku Alam dari Partai Demokrat, Achmad Junaidi Sunardi (Partai Golkar) dan Bonza Kesuma dari PAN. 

    Menurut Komisioner KPU Lampung M.Tio Aliansyah, berdasarkan pengaduan dari masyarakat, ketiga bacaleg tersebut pernah terlibat dalam tindak pidana korupsi. “Jika terbukti, ketiganya akan dicoret dari daftar caleg,” katanya kepada harianmomentum.com, Minggu (26/8/18).

    Dia menjelaskan, untuk Achmad Junaidi Sunardi, KPU Lampung telah melakukan klarifikasi kepada Pengadilan Negeri (PN) Gunungsugih, Lampung Tengah (Lamteng). “Sudah dikonfirmasi ternyata benar dan AJS pernah dihukum percobaan selama 9 bulan atas kasus penggelapan,” terang Tio.

    Selain itu, menurut Tio, PN Gunungsugih juga menyebut Bonza Kesuma (PAN) terlibat dalam kasus serupa. Akan tetapi, KPU masih memperdalam kasus Bonza Kesuma.

    Sedangkan, untuk kasus Daroni Mangku Alam, Tio menjelaskan yang bersangkutan pernah menjalani hukuman dua tahun penjara, karena terlibat korupsi proyek stadion Pringsewu tahun 2013/2014. Untuk itu, KPU Lampung akan menyurati partai demokrat dan juga PN Kotaagung Kabupaten Tanggamus.

    Sementara, Wakil Ketua DPD I Golkar Lampung Bidang Hukum Ansyori Bangsaradin mengatakan akan memanggil Achmad Junaidi Sunardi untuk klarifikasi. “Sekarang kami belum klarifikasi dengan yang bersangkutan. Tapi surat dari KPU sudah masuk ke kami. Ya awal kami mau panggil dulu yang bersangkutan,” ujar Ansyori, Sabtu (25/8/18).

    Dia menerangkan, Golkar akan meminta kepada Achmad Junaidi Sunardi untuk memberikan salinan amar putusan terkait kasus yang pernah menimpanya. Jika terbukti pernah terlibat korupsi, maka DPD I Golkar Lampung akan mengambil sikap tegas dengan mengganti Achmad Junaidi Sunardi. “Setelah itu baru kita kaji secara internal partai. Apa benar pernah dihukum atau tidak. Kalau benar maka ketentuannya diganti,” tegasnya.

    Karena itu, untuk membuktikan jika pernah terlibat perkara korupsi, maka dibutuhkan amar putusan dari pengadilan. Terpisah, Sekretaris DPW PAN Lampung Iswan Handi Caya mengatakan sedang melakukan hal serupa terhadap Bonza Kesuma. “Iya sedang kami klarifikasikan itu pada calegnya. Maka itu sedang kami dalami. Sementara dia juga pernah sebagai anggota legislatif,” jelas Iswan.

    Namun begitu, dia menegaskan, DPW PAN akan mengganti Bonza Kesuma jika terbukti pernah terlibat kasus korupsi. “Selain eks koruptor, caleg yang pernah bermasalah dengan asusila pada anak serta bandar narkotika juga bisa membatalkan,” tegasnya.

    Sementara, Wakil Ketua DPD Partai Demokrat Lampung Bidang Pembinaan Organisasi, Kaderisasi, dan Keanggotaan (BPOKK) Levi Tuzaidi mengatakan masih mendalami terkait kasus Daroni Mangku Alam.

    Akan tetapi, dia menegaskan, jika terlibat korupsi maka akan diganti dari daftar caleg. Sesuai dengan aturan berlaku. “Iya karena dari KPU saya sendiri belum terima soal aduan masyarakat itu. Tapi kalau memang betul pernah terlibat korupsi akan kita ganti lah,” beber Levi.

    Menurut dia, banyak bacaleg yang tidak terdeteksi oleh DPD Demokrat Lampung. Terlebih lagi, Daroni Mangku Alam merupakan bacaleg eksternal. “Dia memang eksternal, nah kami memang sekarang belum melalukan klarifikasi pada caleg karena kami belum mendapatkan informasi sah dari KPU,” sebutnya.

    Dia meminta KPU Lampung dapat membuktikan latar belakang bacaleg yang diindikasi mantan terpidana korupsi. “Sebab, bisa saja masyarakat melaporkan ke KPU bagai surat kaleng. Sementara Levi baru mengetahui dari media,” tutupnya. 

    Diketahui, Daroni Mangku Alam merupakan bacaleg dari Partai Demokrat untuk daerah pemilihan (Dapil) V (Lampung Utara, Waykanan). Sementara Achmad Junaidi Sunardi (Partai Golkar) dan Bonza Kesuma dari PAN sama- sama dari Dapil VII (Lampung Tengah).

  • Polisi Bubarkan Aksi Deklarasi #2019 Ganti Presiden Di Surabaya

    Polisi Bubarkan Aksi Deklarasi #2019 Ganti Presiden Di Surabaya

    Surabaya (SL) – Pada hari Minggu 26/8/2018 sekitar pukul 08.00 wib Kabid Humas Polda Jatim, Kombespol Fran Barung Mangera, menjelaskan pihaknya terpaksa membubarkan massa aksi #2019GantiPresiden lantaran demi menjaga keamanan sekaligus mengantisipasi chaos.

    Sejumlah massa telah berkumpul di depan pintu masuk Monumen Nasional Tugu Pahlawan Jalan Tembaan, Surabaya, Minggu (26/8/2018).Mereka datang untuk menghadiri kegiatan Deklarasi #2019GantiPresiden.Suasana sempat memanas lantaran polisi dengan massa #2019GantiPresiden sempat terjadi adu mulut. Segelintir massa yang mayoritas adalah wanita itu berjalan menuju ke depan Tugu Pahlawan.

    Setelah adu mulut dengan pihak polisi karena massa menuduh telah memukul salah satu peserta Deklarasi dan pihak polisi meminta untuk membuktikan kalau memang benar benar terjadi dan pihak massa tidak bisa membuktikan itu, langsung pihak polisi dengan santun meminta massa Deklarasi untuk meninggalkan tempat. Massa aksi #2019GantiPresiden akhirnya meninggalkan tempat Deklarasi dengan jalan kaki tapi massa tidak langsung membubarkan diri seperti yang diminta oleh pihak polisi melainkan jalan kaki mengelilingi Monumen Nasional Tugu Pahlawan dengan berdahlil orang jalan jalan juga tidak diperkenangkan.

    Dengan pengawalan dari pihak polisi massa aksi #2019GantiPresiden mengelilingi Monumen Tugu Pahlawan.
    Dalam perjalanan mengelilingi Monumen Nasional Tugu Pahlawan massa aksi #2019GantiPresiden terhenti oleh massa yang menentang deklerasi #2019GantiPresiden , berputar kearah Mesjid Al Huda Kemayoran di jalan Indra Pura Surabaya depan DPRD Provensi Jatim. (nt/yan)

  • KPU Lampung Raih Penghargaan KPU RI

    KPU Lampung Raih Penghargaan KPU RI

    Bandar lampung (SL)-KPU Provinsi Lampung, Sabtu, (25/8/2018) menerima penghargaan dari KPU RI sebagai Provinsi tepat waktu dalam melakukan penyusunan Daftar Pemilih Tetap (DPT) dan Berita Acara (BA) sesuai dengan Sistem Informasi Data Pemih (Sidalih) Pemilu Tahun 2019.

    Penghargaan tersebut di serahkan langsung oleh ketua KPU RI bapak Arief Budiman kepada Ketua KPU Provinsi Lampung bapak DR. Nanang Trenggono di sela acara Rapat Pimpinan se-Indonesia yang diselenggarakan di Kota Makasar Sulawesi Selatan, 24-26 Agustus 2018.

    Capaian ini tentu tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, dibutuhkan kerjasama, kesabaran, ketekunan, ketelitian, semangat, kerja keras dan keikhlasan semua penyelenggara pemilu. Apresiasi kami kepada para Operator Sidalih, PPS, PPK, para staff dan KPU Kabupaten/Kota se- Lampung yang telah bekerja siang malam dengan segala keterbatasan teknis namun mampu menghasilkan data pemilih yang akurat/valid dan berkelanjutan.

    Akurasi data sangatlah penting guna menghasilkan pemilu yang berkualitas selain menjamin hak setiap warga negara untuk bisa menggunakan hak pilihnya, Bravo KPU Lampung.
    .
    Handy Mulyaningsih M Tio Aliansyah Coing Sholihin Erwan Boestami Handi Ning Pramono U. Tanthowi Hayesta F. Imanda Fatikhatul Khoiriyah Tamri Suhaimi Herman. (rls/wagiman/jun)

  • Riza Mirhadi : Yang Tidak Cerdas Itu Siapa?

    Riza Mirhadi : Yang Tidak Cerdas Itu Siapa?

    Lampung (SL) – Anggota Komisi I DPRD Provinsi Lampung H. Riza Mirhadi menyayangkan adanya statemen oknum anggota Pansus yang mengatakan permintaan Pansus Money Politik dihentikan merupakan sikap yang kurang cerdas dan dinilai tidak memahami masalah.

    Riza berharap anggota DPRD Provinsi Lampung yang saat ini ada didalam jajaran Pansus Money Politik untuk tidak dijadikan alat melakukan intervensi politik terhadap Penyelenggara Pemilu, karna seluruh proses telah selesai hingga tingkat Bawaslu RI dan Mahkamah Konstitusi, dan KPU Provinsi Lampung telah menetapkan Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih, Bapak Ir. H. Arinal Djunaidi dan Ibu Hj. Chusnunia, M.Kn, Ph.D.

    “Selama 6 (Enam) Periode menjadi anggota DPRD Lampung saya memahami betul wewenang dan tugas DPRD Provinsi Lampung, dan tidak ditemui satu pasal pun terkait tugas, wewenang, hak dan kewajiban anggota DPRD untuk melakukan evaluasi terhadap wewenang dan tugas dari lembaga lain dalam hal ini adalah tugas dan wewenang Penyelenggara Pemilu,” ujar Riza Mirhadi saat diwawancarai, Senin (20/8/2018).

    Mantan Ketua KNPI Provinsi Lampung ini menjabarkan, berdasarkan Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014, Kepala Daerah dan DPRD sebagai penyelenggara Pemerintahan Daerah, wajib melaksanakan ‘Kepastian Hukum’ dan ‘Tertib Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah’.

    Sedangkan kewenangan dan kewajiban DPRD sendiri berdasarkan peraturan Perundangan-Undangan yaitu melaksanakan fungsi Legislasi, Budgeting (Anggaran), dan Controlling (Pengawasan), diantaranya membentuk Peraturan Daerah (Perda) Provinsi bersama Gubernur, membahas dan memberikan persetujuan Rancangan Peraturan Daerah mengenai Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi, melaksanakan fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah (Perda) dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi.

    “Jadi kalau ada yang bilang anggota DPRD itu tidak cerdas, sesungguhnya yang tidak cerdas itu siapa ? Ikutilah aturan yang ada, jangan mencari-cari yang tidak ada, lebih baik terimalah kenyataan dan berdamailah dengan kenyataan,” imbuh Dewan Penasehat PD VIII FKPPI Lampung ini.

    Tidak hanya itu, Politisi senior Partai Golkar Lampung ini menegaskan, Undang-Undang memberikan Kepastian Hukum dan Tertib Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, sehingga pelaksanaan fungsi dan kewenangan DPRD tidak melampaui kewenangan yang diatur berdasarkan sistem hukum sebagaimana UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Kepala Daerah dan DPRD. Red).

    “Penyelenggaran Pilkada merupakan rezim hukum yang berada diluar kewenangan DPRD, apabila ini diteruskan maka akan melampaui kewenangan dan bertentangan dengan aturan hukum yang berlaku serta mengingkari kedaulatan rakyat dan prinsip-prinsip pokok negara hukum. Jangan sampai DPRD dijadikan alat untuk melakukan intervensi politik terhadap Penyelenggara Pemilu (KPU, Bawaslu) yang sudah diatur oleh perturan Perundang-Undangan tersendiri yaitu UUD 1945 Pasal 22 E ayat (5) dan UU Nomor 10 tahun 2016. Jadi ikutilah aturan yang ada, dan jangan mengada-ada, terimalah kenyataan dan berdamailah dengan kenyataan yang ada”, tegas Riza.(rls)