Kategori: Uncategorized

  • Jejak Famtrip HPN 2018 Kilas Balik Kejayaan Wisata Sumatera Barat

    Jejak Famtrip HPN 2018 Kilas Balik Kejayaan Wisata Sumatera Barat

    Jembatan kelok sembilan

    FAMTRIP wartawan Indonesia. HPN 2018, Sumatera Barat. Berakhir di rumah makan sate khas Padang, Mak Sukur. Daerah Padang Panjang. Dikabarkan Presiden dan Ibu Negara, beserta rombongan juga akan mampir di rumah makan tersebut.

    Selama di Bukit Tinggi. Para wartawan mengunjungi Lobang Jepang, goa buatan Jepang, menuruni 132 anak tangga, lalu ke Taman Kota Jam Gadang, yang dibangun sejak jaman penjajahan Inggris. Kemudian dilanjutkan kerumah Tokoh Nasional Moch Hatta yang kini dijadikan cagar budaya nasional. Disana wartawan sempat disambut Kabid Dinas Pariwisata Pemda Kota Bukit Tinggi.

    Dari kediaman Moch Hatta, rombongan Famtrip, isoma di RM Eni, makanan khas Padang. Lalu melanjutkan ke puncak tertinggi ada Sumatera Barat. Lawang Part, dengan panorama Danau Meninjau, dikenal dengan Negri diatas awan, dan didampingi Asisten II Pemda Kabupaten Agam, Isman Agam.

    Dari Lawang Part peserta Famtrip juga megunjungi lokasi perkampungan home industri gula merah bahan baku tebu, yang diperas dengan turbin, dan menggunakan tenaga Kerbau. Hari sebelumnya, Rombongan Famtrip mengelilingi Kota Padang, kemudian menyusuri jalan wisata Ke Bukit Tinggi, melintasi di kelok 9, Desa Terindah Dunia, Istana Pagaruyung, dan Lembah Harau.

    Meski tanpa didampingi Panitia HPN, dan Dinas Pariwisata Provinsi Sumatera Barat, peserta Famtrip menikmati perjalanan Famtrip, yang dipandu tim agen tour, yang ramah dan harus sabar berhadapan dengan wartawan Se Indonesia. Rombongan Famtrip tiba kembali di Padang sekitar pukul 21,00, dan ditempatkan di Posko Keberangkatan.

    rombongan Famtrip HPN 2018 di Istana Pagaruyung

    Sejarah Istana Pagaruyung

    Dari papan petunjuk di gerbang Istana menyebutkan, Istana Basa Pagaruyung berlokasi di Nagari Pagaruyung, Kecamatan Tanjung Emas, Kabupaten Tanah Datar Istana Basa Pagaruyung adalah bangunan rumah udat Minangkabau berbentuk rumah gadang seperti Istana yang pernah ada sebelumnya.

    Komplek Istana Basa Pagaruyung mulai dibangun pada Desember 1976, yang merupakan menjadi tempat tinggal Keluarga Kerajaan Minangkabau dan menjadi Pusat Kerajaan Minangkabau pada masanya. Konstruksi bangunannya berbeda dengan rumah tempat tinggal rakyat,

    Dimasa Kerajaan Minangkabau Istana Basa Pagaruyung memainkan peran ganda, sebagai rumah tempat tinggal keluarga kerajaan dan Pomerintahan. Kerajaan Minangkabau yang dipimpin seorang raja yang dikenal atau Diraja Kerajaan Minangkabau “Kepimpinan Ralo Alam dikenal dengan Tali Tigo Sapllin dan Pemerintahannya dikenal dengan “Tungku Tigo Sajarangan”.

    Rumah Gadang Minangkabau dibangun berdasarkan mufakat semua anggota kaum dan atas usulan Panghulu Nagal dan dibiayai oleh suku Gadang berfungsi sebagai tempat pelaksanaan adat dalam kehidupan masyarakat dan Rumah Gadang merupakan bukti nyata kemampuan adat dalam mempersatukan kopenlingan, Inspirasi dan kututuhan anggota kaum untuk menciptakan iklim dan kehidupuriyang damai, adil dan harmunis dibawah penghulu kaum Istana Basa Pagaruyung yang besar atau agung, yang kemudian pindah ke Ranah Tanjung Bungo Pagaruyung dan terakhir di Gudam.

    Istana Basa Pagaruyung sekarang merupakan duplikat dari istana yang dibakar oleh Belanda tahun 1804 bortoinpul Gudam. Pada tahun 1976 istana Basa Pagaruyung dibangun kembali yang lahir dari pemikiran Pemerintah dan rakyat untuk melestarikan nilai nila adat, dan budaya serta sejarah Minangkabau bertempat di Balai Junggo Pagaruyung. Istana terbakar kembali tahun 2007 akibat disambar petir dan atas prakarsa semua pihak maka dibangun kembali, yang diresmikan tahun 2012. Istana Basa Pagaruyung terdiri dari 3 (tiga) lantai, 72 tonggak serta 11 gonjong.

    Dilihat dari segi arsitekturnya bangunan Istana Basa Pagaruyung memperlihatkan ciri khas dibandingkan dengan bangunan Rumah Gudang yang terdapat di Minangkabau. khasan yang dimiliki bangunan ini terlihat dari bentuk fisik bangunan yang dilengkapi ukiran afah dan budaya Minangkabau. yang dilengkapi dengan surau, Tabuah Larangan, Istana Base Rangkiang Patah sambilan, Tanjung Mamut uih dan Pincu.

    Bajamba, makan khas ala kerajaan

    Makan Bajamba

    Sebelum menelusuri Istana Basa Pagaruyung, para peserta famtrip mendapat jamuan makan bersama yang disebut makan Bajamba di Balairung Bodi Chaniago. Menurut Mohd. Syarkasi guide dari Degta Tour, makan Bajamba merupakan tradisi makan masyarakat Minangkabau. “Makan bajamba ini selain menjaga kebersamaan juga memiliki nilai-nilai Islam,” terangnya.

    Menilik sejarah tradisi Makan Bajamba berasal dari Koto Gadang, Agam, Sumatera Barat sejak abad ke-7, tepatnya ketika awal masuknya Islam ke Minangkabau. Karena itulah, tradisi ini juga berkaitan dengan ajaran Islam. Sebelum makan bersama dilakukan, akan ada prosesi balas pantun antara si ale (tuan rumah) dan si tamu dan melakukan kesepakatan. Makan Bajamba bisa diikuti puluhan hingga ribuan orang sekaligus. Mereka nantinya dibagi dalam beberapa kelompok.

    Aturan dalam prosesi makan Bajamba yaitu seseorang hanya boleh mengambil apa yang ada di hadapannya, duduk bersila untuk pria dan duduk bersimpuh untuk wanita. Saat makan, ketika tangan kanan menyuap nasi tangan kiri harus sudah ada dibawahnya guna menghindari tercecernya nasi ke dalam piring.

    jembatan kelok Sembilan

    Jembatan Kelok Sembilan

     Rombongan Famtrip HPN mengunjungi Jembatan Kelok 9, yang menjadi salah satu ikon wisata di Sumatera Barat. Kemegahan jembatan dengan jalan berkelok dan lokasinya di perbukitan bisa membuat kita kagum akan arsitektur teristimewa dari jembatan ini. Jembatan Kelok 9 adalah jalan yang menghubungkan Provinsi Sumatera Barat dengan Riau, tepatnya terletak di Payakumbuh Kabupaten Limapuluh Koto.

    Pemadu Famtrip mengatakan, dahulunya, Jembatan Kelok 9 jadi salah satu jalan yang cukup menyeramkan bagi para pengendara karena bentuk jalan yang curam dan berbatasan langsung dengan jurang, namun sekarang justru banyak orang yang ingin melewati Jembatan Kelok 9 ini untuk menikmati keindahan dan kemegahan arsitektur jalan lintas ini.

    Jalur ini merupakan jalur yang paling dekat untuk menghubungkan kota Padang dan Pekanbaru yang jaraknya 350 km. Kelok Sembilan sendiri berada pada jarak 180 km dari arah Pekanbaru, dan dari Payakumbuh berjarak 25 km. Jembatan Kelok 9 diresmikan tahun 2013. Ternyata Kelok 9 memiliki usia yang lebih tua dibanding Negara ini. Kelok 9 dibangun pada masa Kolonial Belanda tahun 1910 dan kurang lebih 104 tahun jauh lebih tua dibanding dengan negara Republik tercinta yaitu tahun 1945.

    Usia memang sudah tua, namun bukan berarti konstruksi bangunannya juga tua, terlihat bahwa pembangunan ulang Kelok 9 semakin memperkokoh keberadaan Kelok 9. Jembatan Kelok 9 dibangun dengan panjang sekitar 2,5 km, tinggi tiang beton mencapai 58 m. Untuk lebar ruas jalannya sekitar 13,5 m. Untuk bangun jembatan yang menghubungkan Sumatera Barat dan Riau ini ternyata menghabiskan dana Rp600 Miliar Rupiah. Jembatan Kelok diklaim dapat menampung 14.000 kendaraan setiap harinya. Jembatan ini memang membentang meliuk-liuk, namun hal inilah yang menjadi ciri khas jembatan Kelok 9 tersendiri.

    Jembatan Kelok 9 ini memang tak hanya berfungsi sebagai jalur penghubung antar dua provinsi saja, tapi juga menjadi lokasi wisata. Selepas melewati jembatan Kelok Sembilan ini ada spot menara pandang yang ramai dikunjungi turis. Dari atas menara, pengunjung bisa melihat jelas seperti apa bentuk Jembatan Kelok 9 dari ketinggian. Kelokan-kelokannya yang rumit pun terpampang dan tentunya bikin kagum.

    Di sepanjang menara pandang, berjejer pedagang asongan yang menjual minuman dan makanan kecil. Jadi selagi melihat keindahan Jembatan Kelok 9 kamu bisa melepas lelah sejenak di sekitar menara sambil menikmati minuman hangat dan makanan seperti jagung bakar.

    Lembah Harau

    Lembah Harau

    Famtrip HPN 2018 melanjutkan perjalanan menuju Bukit Tinggi, dan berhenti di Lembah Harau, yang menyuguhkan suasana alam pegunungan dihiasi jejeran air terjun setinggi sekitar 100 meter, sayangnya karena musim kemarau, air terjun menetes rintik, tak deras seperti hari pada biasanya. Kami lagi empat sungai bebatuan degan air yang jernih.

    Lembah Harau merupakan lembah yang subur terletak di Kecamatan Harau, Kabupaten Lima Puluh Kota, Provinsi Sumatera Barat. Berada sekitar 138 km dari Padang dan sekitar 47 km dari Bukittinggi atau sekitar 18 km dari Kota Payakumbuh dan 2 km dari pusat pemerintahan Kabupaten Lima Puluh Kota. Tempat ini dikelilingi batu granit terjal berwarna-warni dengan ketinggian 100 sampai 500 meter. “Lembah ini juga menjadi salah satu lembah terindah di Indonesia,” kata pemandu Famtrip.

    Harau diyakini berasal dari kata ‘parau’, istilah lokal yang artinya suara serak. Dulu, penduduk yang tinggal di atas Bukit Jambu sering menghadapi banjir dan longsor sehingga menimbulkan kegaduhan dan kepanikan. Penduduknya sering berteriak histeris dan akhirnya menimbulkan suara parau. Dengan ciri suara penduduknya banyak yang parau didengar maka daerah tersebut dinamakan ‘orau’ dan kemudian berubah nama menjadi ‘Arau’ hingga akhirnya penyebutan lebih sering menjadi ‘harau’.

    Lembah Harau memiliki iklim tropis dan tanah yang subur, juga keindahan pemandangan alam yang menawan. Lembah Harau dijuluki Lembah Yosemite di Indonesia karena memiliki keindahan seperti Taman Nasional Yosemite yang terletak di Sierra Nevada California dan telah terkenal ke seluruh dunia.

    Di Lembah Harau ini terdapat air terjun bernama Bunta Waterfall atau secara lokal disebut Sarasah Bunta. Air terjun ini mengalirkan air tawar segar dari dataran tinggi dengan tiga air terjun lainnya di lembah ini. Sarasah Bunta ini mempunyai air terjun yang berunta-unta indah apabila terpancar sinar matahari seperti bidadari yang sedang mandi sehingga dinamakan Sarasah Bunta.

    Air terjun Sarasah Bunta pertama kali dibuka tanggal 14 Agustus 1926 oleh Asisten Residen Lima Puluh Kota, F. Rinner bersama Tuanku Laras Datuk Kuning Nan Hitam dan Asisten Demang Datuk Kodoh Nan Hitam. Prasasti penanda ini mengisyaratkan keindahan air terjun Sarasah Bunta.

    Di Sarasah Aie Luluih, airnya mengalir melewati dinding batu dan dibawahnya mempunyai kolam tempat mandi alami yang asri. Ada kepercayaan konon mandi atau membasuh muka di sini dapat mengobati jerawat dan muka akan terlihat cantik dan awet muda. Di Sarasah Murai, sering pada siangnya burung murai mandi sambil memadu kasih sehingga masyarakat menamakan ‘Sarasah Murai ‘. Ada kepercayaan di tempat ini untuk berdoa dan mandi agar lekas mendapat jodoh.

    Lembah Harau sebenarnya merupakan cagar alam seluas 669 hektar. Hasil survei tim geologi asal Jerman tahun 1980 menemukan jenis batuan yang ditemukan di daerah ini identik dengan yang ditemukan di dasar laut berupa batuan breksi dan konglomerat. Legenda masyarakat Sarasah Aka Barayunjuga menceritakan bahwa di sekitar Cagar Alam Lembah Harau dulunya adalah laut.

    Lembah Harau ini terdiri dari tiga kawasan yaitu Resort Aka Barayu, Resort Sarasah Bunta, dan Resort Rimbo Piobang. Resort Aka Barayun memiliki keindahan air terjun dan kolam renang ditambah nuansa alam yang asri. Selain itu juga berpotensi untuk pengembangan olah raga panjat tebing karena memiliki bukit batu yang terjal dan mampu memantulkan suara (echo).

    Di sini juga terdapat fasiltas penginapan berupa homestay lengkap dengan fasilitasnya. Penggemar olah raga panjat tebing banyak berunjung ke lembah ini dimana terdapat 300 lokasi panjat tebing. Di sisi lain, pagar tebing cadas yang curam telah menciptakan relief sekaligus menantang. Kecuraman tebing di tempat ini mencapai 90 derajat dengan ketinggian yang mencapai 150 hingga 200 meter. Para climbing menyebut Lembah Harau menjadi surga bagi pecinta panjat tebing dan menjuluki lembah ini sebagai Yosemite-nya Indonesia.

    view Kota Bukit Tinggi

    Kota Bukit Tinggi

    Kota Bukittinggi adalah kota dengan perekonomian terbesar kedua di Provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Kota ini pernah menjadi ibu kota Indonesia pada masa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia. Kota ini juga menjadi Kota Wisata yang juga terkenal di Manca Negara.

    Dari buku sejarah dan berbagai sumber menyebutkan Kota Bukittinggi semula merupakan pasar (pekan) bagi masyarakat Agam Tuo. Kemudian setelah kedatangan Belanda, kota ini menjadi kubu pertahanan mereka untuk melawan Kaum Padri, Pada tahun 1825, Belanda mendirikan benteng di salah satu bukit yang terdapat di dalam kota ini. Tempat ini dikenal sebagai benteng For The Kok, sekaligus menjadi tempat peristirahatan opsir-opsir Belanda yang berada di wilayah jajahannya.

    Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, kawasan ini selalu ditingkatkan perannya dalam ketatanegaraan yang kemudian berkembang menjadi sebuah stadsgemeente (kota), dan juga berfungsi sebagai ibu kota Afdeeling Padangsche Bovenlanden dan Onderafdeeling Oud Agam.

    Pada masa pendudukan Jepang, Bukittinggi dijadikan sebagai pusat pengendalian pemerintahan militernya untuk kawasan Sumatera, bahkan sampai ke Singapura dan Thailand. Kota ini menjadi tempat kedudukan komandan militer ke-25 Kempetai, di bawah pimpinan Mayor Jenderal Hirano Toyoji. Kemudian kota ini berganti nama dari Stadsgemeente Fort de Kock menjadi Bukittinggi Si Yaku Sho yang daerahnya diperluas dengan memasukkan nagari-nagari sekitarnya seperti Sianok Anam Suku, Gadut, Kapau, Ampang Gadang, Batu Taba, dan Bukit Batabuh, . Sekarang nagari-nagari tersebut masuk ke dalam wilayah Kabupaten Agam.

    Setelah Kemerdekaan Indonesia, Bukittinggi ditetapkan sebagai Ibu Kota Provinsi Sumatera, dengan Gubernurnya Mr Teuku Muhammad Hasan. Kemudian Bukittinggi juga ditetapkan sebagai wilayah pemerintahan kota berdasarkan Ketetapan Gubernur Provinsi Sumatera Nomor 391 tanggal 9 Juni 1947. Pada masa mempertahankan kemerdekaan Indonesia, Kota Bukitinggi berperan sebagai kota perjuangan, ketika pada tanggal 19 Desember 1948 kota ini ditunjuk sebagai Ibu Kota Negara Indonesia setelah Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda atau dikenal dengan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI).

    Di kemudian hari, peristiwa ini ditetapkan sebagai Hari Bela Negara, berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia tanggal 18 Desember 2006. Selanjutnya Kota Bukittinggi menjadi kota besar berdasarkan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1956 tentang pembentukan daerah otonom kota besar dalam lingkungan daerah Provinsi Sumatera Tengah masa itu, yang meliputi wilayah Provinsi Sumatera Barat, Jambi, Riau, dan Kepulauan Riau sekarang.

    Lobang Jepang

    Lobang Jepang

     Pukul 9.00, usai sarapan bermalam di Hotel Rocky Bukit Tinggi, Famtrip melanjutkan perjalanan. Pagi itu rombongan dibawa ke lokasi wisata panorama dan Lobang Jepang yang juga menjadi adalah salah satu obyek yang wajib dikunjungi bila bertandang ke Bukittinggi. Ini adalah gua bawah tanah yang dibangun oleh tentara Jepang saat menduduki Bukittinggi. Pengunjung umum, dikenakan biaya tiket masuk Rp5000, untuk bisa menyusuri gua sepanjang 1.470 meter ini.

    Membawa pemandu lebih disarankan, agar kita tidak tersesat di lorong-lorong yang semuanya terlihat sama persis itu. “Rasanya saya terharu melihat lorong-lorong yang seperti labirin di dalamnya. Indonesia, kita ini yang kaya luar biasa,” ujar wartawati asal Jogja, dengan mata berkaca kaca, saat menyusuri Lobang Jepang.

    Dari pintu masuk, pengunjung harus menuruni 132 anak tangga menuju gua datar yang berada 40 meter di bawah permukaan tanah dan 40 meter di atas dasar Ngarai Sianok. Jalan masuk ini dulunya hanya seukuran ban mobil, karena dulunya merupakan lubang pengintaian, bukan pintu masuk. Tapi uniknya, udara di dalam gua terasa sejuk dan tidak pengap.

    Kalau diperhatikan, dinding-dinding gua tersebut bentuknya tidak rata, melainkan bergelombang. Memang sengaja dibuat demikian untuk meredam gema. Pada masa lalu di cekungan-cekungan dinding itu banyak dihuni oleh kelelawar dan burung wallet, tapi sekarang tampaknya tidak ada lagi.

    Tepat di dasar anak tangga, terdapat jalur utama yang memiliki 6 lorong di sisi kanan. Jalur ini masih sama dengan bentuk aslinya, hanya sudah dilapisi semprotan semen. Pemandu mengatakan, lapisan semen itu justru berbahaya, karena tidak menyatu dengan tanah di sekitarnya. Ketika terjadi gempa bumi, misalnya, yang rontok adalah lapisan semen tersebut, sementara struktur asli gua tetap utuh.

    Konon, di jalur utama ini dulunya terdapat lubang panjang yang berfungsi sebagai jebakan jika ada musuh yang berhasil menyusup masuk. Disebut jebakan, karena di dalam lubang panjang tersebut tentara Jepang menanam banyak bambu runcing. Musuh yang masuk ke sana bisa dipastikan berakhir riwayatnya.

    Sementara keenam lorong di sisi kanan jalur utama itu berfungsi sebagai tempat penyimpanan senjata. Semuanya sama persis bentuknya. Ada satu lorong yang dibiarkan seperti aslinya, yaitu memiliki ketinggian yang minim —seukuran tubuh orang Jepang masa itu yang umumnya pendek-pendek, sehingga kita harus berjalan membungkuk di dalamnya. Jalur utama dulunya juga memiliki ketinggian yang sama. Tapi ketika dibuka sebagai tempat wisata pada tahun 1986 (gua ini ditemukan pada tahun 1946), telah dilakukan penggalian sekitar 0,5 meter agar orang dapat berjalan tegak di dalamnya.

    Ada banyak gua Jepang serupa di Bukittinggi, tapi hanya gua ini yang dijadikan obyek wisata. Akibatnya, orang Bukittinggi tidak dapat membangun gedung lebih tinggi dari 10 tingkat. Konon, tentara Jepang memang berencana membuat semacam kota bawah tanah dengan menyatukan gua-gua tersebut. Tetapi pemboman Hiroshima dan Nagasaki memupus rencana tersebut.

     

     

    Di ujung jalur utama, pengunjung akan bertemu dengan jalur kedua yang posisinya melintang di ujung jalur utama. Sepanjang jalur kedua ini ada 15 lorong yang juga memiliki bentuk serupa. Lorong terdekat di kanan dan kiri persimpangan tersebut dulunya digunakan sebagai ruang makan para pekerja romusha. Ini diketahui dari banyaknya peralatan makan yang ditemukan di sana, meskipun sudah dalam keadaan rusak karena terbuat dari bambu.

    Lorong kedua di sebelah kiri merupakan ruang pertemuan tentara Jepang. Sementara keduabelas lorong lainnya adalah ruang tidur tentara. Di ujung paling kiri terdapat penjara untuk menghukum para pekerja romusha, dan tepat di sebelah kanannya terdapat ruangan penyiksaan, dan di ruangan itulah tentara Jepang menganiaya para  pekerja romusha, tak jarang sampai mati, dan jasadnya dibuang ke lubang kecil di sudut bawah dinding. Menurut pemandu, lubang itu berakhir di sungai nun jauh di dasar ngarai, sehingga jasad yang dibuang tidak dapat ditemukan orang.

    Di ujung atas ruang penyiksaan terdapat lubang pengintaian lainnya. Kalau berdiri menempel di dinding, pengunjung dapat melihat seberkas cahaya yang masuk dari lubang tersebut. Konon kontur tanah di dasarnya dibuat bertakik-takik seperti anak tangga, meskipun untuk menaikinya harus dalam posisi merayap. Tak jauh dari situ juga terdapat lubang penyergapan. Kalau ada orang yang tertangkap basah sedang berkeliaran di sekitar gua, ia akan segera disergap dan dibunuh. Apalagi, ratusan pekerja romusha itu tidak ada yang berasal dari daerah sekitar, sehingga penduduk sekitar tidak merasa kehilangan bila ada pekerja yang mati atau hilang.

    Konon tentara Jepang mendatangkan pekerja romusha dari Jawa dan Kalimantan.mDengan cara itulah keberadaan gua tersebut tetap menjadi misteri bagi penduduk Bukittinggi, setidaknya sampai Jepang menyerah kepada Sekutu. Selain terhubung dengan jalur-jalur utama, lorong-lorong itu masih terkoneksi dengan jalur-jalur sekunder, sehingga sesungguhnya setiap lorong di gua itu saling berhubungan secara rahasia.

    Membayangkan gua seluas itu dibangun oleh pekerja romusha, rasanya memilukan. Tentunya mereka saat itu tidak bekerja dengan peralatan memadai, bisa jadi mereka menggali dengan tangan. Makanan yang diberikan pun sangat tidak layak, sehingga banyak pekerja yang mati kelaparan atau mati karena sakit.

    Pada tahun 2001, pernah muncul kabar bahwa ada salah seorang pekerja romusha yang selamat dari sekapan gua dan muncul di Bukittinggi. Dia tak keberatan menceritakan tentang  seluk-beluk gua tersebut yang ternyata cocok dengan data yang ada. Namun orang tersebut tidak mau diajak turun lagi ke gua. Bukan karena tubuhnya telah renta dan tidak mampu secara fisik, melainkan karena trauma akibat penyiksaan yang pernah diterimanya di sana.

    Jam Gadang

    Jam Gadang

    Rombongan Famtrip HPN kemudian menuju Jam Gadang, “Tidak lenngkap jika kita bertandang ke Kota Bukittinggi tanpa melihat dan mengabadikan bangunan yang menjadi simbol kota ini, yaitu Jam Gadang,” ujar pemandu Famtrip, didalam bus. Peserta hanya diberi waktu 20 menit untuk melihat lihat bangunan peninggalan era Hindia-Belanda, identik dengan kota yang dahulu pernah menjadi ibukota Provinsi Sumatera Barat ini.

    Menara jam ini menjadi kebanggaan Masyarakat Sumatera Barat, dan terpampang di berbagai jenis souvenir khas kota ini. “Jam Gadang didirikan oleh Pemerintah Hindia-Belanda atas perintah dari Ratu Wilhelmina dari Belanda. Jam ini merupakan hadiah bagi sekretaris (controleur) Kota Bukittinggi (Fort de Kock) yang menjabat saat itu yakni HR Rookmaaker,” katanya.

    Konstruksi bangunan menara jam ini dibangun oleh arsitek asli Minangkabau, Jazid Rajo Mangkuto Sutan Gigi Ameh. Pembangunannya secara resmi selesai pada tahun 1926 dengan menghabiskan dana mencapai 3.000 Gulden.

    Monumen Jam Gadang berdiri setinggi 26 meter di tengah Taman Sabai Nan Aluih, yang dianggap sebagai patokan titik sentral (titik nol) Kota Bukittinggi. Konstruksinya tidak menggunakan rangka logam dan semen, tetapi menggunakan campuran batu kapur, putih telur, dan pasir.

    Bangunan Jam Gadang memiliki 4 tingkat. Tingkat pertama merupakan ruangan petugas, tingkat kedua tempat bandul pemberat jam. Sementara pada tingkat ketiga merupakan tempat dari mesin jam dan tingkat keempat merupakan puncak menara dimana lonceng jam ditempatkan. Pada lonceng di puncak tersebut tertera nama dari produsen mesin jam ini.

    Atap berbentuk gonjong di puncak menara yang kini dapat kita saksikan bukanlah bentuk asli dari bangunan tersebut pada masa awal pendiriannya. Desain awal puncak Jam Gadang berbentuk bulat bergaya khas Eropa, dengan patung ayam jantan di bagian atasnya.

    Memasuki era pendudukan Jepang, atap Jam Gadang dirubah mengikuti gaya arsitektur Jepang. Saat era kemerdekaan tiba, atap tersebut dirombak kembali menjadi bentuk atap bagonjong yang merupakan ciri khas dari arsitektur bangunan asli Minangkabau.

    Mesin jam yang digunakan di dalam monumen ini merupakan barang langka yang hanya diproduksi dua unit oleh pabrik Vortmann Recklinghausen, Jerman. Unit kedua yang setipe dengannya hingga kini masih digunakan dalam menara jam legendaris Kota London, Inggris, yaitu Big Ben.

    Sistem yang bekerja di dalamnya menggerakkan jam secara mekanik melalui dua bandul besar yang saling menyeimbangkan satu sama lain. Sistem tersebut membuat jam ini terus berfungsi selama bertahun-tahun tanpa sumber energi apapun. Mesin yang berada di lantai tiga ini menggerakkan jarum jam yang menghadap keempat penjuru mata angin. Diameter masing-masing area perputaran jarum jam tersebut adalah 80 centimeter.

    Seluruh angka jam dibuat menggunakan sistem penomoran Romawi, akan tetapi angka empat ditulis dengan cara diluar kelaziman, yaitu dengan empat huruf ‘I’ (IIII) dan bukan dengan tulisan ‘IV’. Hal ini menjadi salah satu daya tarik yang menimbulkan rasa penasaran bagi para wisatawan yang berkunjung ke kota ini. “Lihat apa yang unik dari jam itu,” kata rekan dari NTT yang lebih dulu tahu tentang Jam Gadang. “Itu angkat empatnya, tidak ditulis romawi,” katanya.

    Rumah Moch Hatta

    Dari lokasi Jam Gadang, rombongan Famtrip HPN, didampingi Kabid Dinas Pariwisata Bukit Tinggi diajak mengunjungi rumah kelahiran Bung Hatta “Sang Proklamator” tidak jauh dari Jam Gadang, landmark Kota Bukittinggi. Bung Hatta yang lahir dengan nama Muhammad Athar yang berasal dari Bahasa Arab berarti harum lahir tanggal 12 Agustus 1902 di Bukittinggi dari pasangan Muhammad Djamil dan Siti Saleha.

    Dari keterangan Ibu Dessiwaty, honorer, Dinas Pariwisata, yang sudah 30 tahun menjadi pemandu rumah itu, menyatakan Bung Hatta menghabiskan masa kecilnya sampai 11 tahun dan pernah tinggal di Museum Rumah Kelahiran Bung Hatta dari tahun 1902-1913. Dari segi sejarah pendidikan, Bung Hatta dulu menimba pendidikan sekolah dasar di Europese Lageree School (ELS) Bukittinggi, lalu melanjutkan ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO), Padang dan Prins Hendrik School (PHS) di Batavia. Lalu tahun 1921-1932 melanjtukan pendidikan di Handels Hooge School, sekolah dagang di Rotterdam, Belanda.

    Memasuki rumah kelahiran Bung Hatta dari luar kelihatan biasa saja tapi tampak seperti rumah tua dari zaman Belanda. Kamipun masuk kedalam rumah serta telah disambut ibu Dessiwaty sebagai pemandu Museum Rumah Kelahiran Bung Hatta. Ibu Dessiwaty secara informatif membeberkan tentang sejarah Rumah Kelahiran Bung Hatta yang didirikan sekitar tahun 1860-an lalu di tahun 1994 direnovasi tapi tidak mengubah bentuk aslinya. Rumah Kelahiran Bung Hatta terdiri dari bangunan utama, pavilion, lumbung padi, dapur dan kandang kuda serta kolam ikan dengan menggunakan struktur kayu.

    Kami pun memasuki Rumah Kelahiran Bung Hatta di ruang depan terdapat ruang tamu serta dua kamar paman Bung Hatta. Di dalam ruangan terdapat silsilah keluarga Bung Hatta, serta koleksi foto-foto dan lukisan Bung Hatta. Keluar dari ruang tamu maka dibelakang terdapat beberapa kamar yang salah satunya kamar Bung Hatta dimasa kecil persis disamping lumbung padi. “Aku merasa seperti mimpi, berada di kamar Bung Hatta sang Proklamator,” Kata Ivan, PWI DKI, yang juga rombongan Famtrip HPN.

    Disamping itu terdapat dapur yang berisi peralatan masak khas dulu serta terdapat tangga dari kayu jika ingin melihat ruang kelahiran Bung Hatta karena lokasi kamar kelahiran Bung Hatta berada di lantai dua. Di lantai 2 terdapat bangku, lukisan Bung Hatta serta kasur menjadi saksi bisu kelahiran Bung Hatta di tahun 1902.

    “Serasa mengenal jauh tentang sosok Bung Hatta! Aku benar-benar merasa terbawa kemasa lalu sang Tokoh Proklamator, idolaku. Hebatnya sosok Bung Hatta tentang komitmen dirinya bahwa beliau baru mau menikah mau menikah setelah Indonesia merdeka,” kata Didis, wartawan Asal Riau

    Walau perjalaan ke Rumah Kelahiran Bung Hatta singkat tapi menyenangkan mengenal sosoknya dari tempat lahirnya, sederhana dan cerdas. Untuk Museum Rumah kelahiran Bung Hatta sendiri sudah menjadi cagar budaya serta dikelola dan dirawat oleh pemerintah Kota Bukittinggi. Tak hanya itu di Museum Rumah kelahiran Bung Hatta juga terdapat buku bacaan Bung Hatta dan contoh pidato beliau. Rumah Bung Hatta di Jl. Soekarno-Hatta no. 37 Kelurahan Aur Tanjungkang Tengah Sawah, Kecamatan Guguh Panjang, Bukittinggi, Sumatera Barat.

    ketinggian Lawang Part menggoda memory masa lampau

    Lawang Part

    Rombongan Famtrip, kemudian melanjutkan perjalan untuk makan siang. Dan kemudina menuju Puncak Lawang, kini dikenal dengan Lawang Part. “Kami menyebutnya negeri diatas langit,” ujar pemandu menggoda rombongan. Kondisi siang itu sedikit mendung, dan tidak jarang juga tau-tau hujan gerimis turun. Kondisi yang mendung tersebut membuat foto-foto jadi susah karena jadi berasa gelap.

    Meskipun mendung, decak kagum rombongan Famtrip terdengar karena menyaksikan keindahan pemandangan Danau Maninjau dari atas. “Awan-awan berasa sangat dekat dengan bukit di mana kita berdiri, dan rasanya pengen banget ngerasain megang awan,” kata Kiki, wartawan asal Banten.

    Ada hutan pinus di dekat bukit lengkap dengan kabut tebal yang nyelip menyelinap di antara pepohonan. “Rasanya enak banget kalo bisa menikmati pemandangan tersebut sambil nongkrong ngopi-ngopi,” katanya.

    Bentangan danau Maninjau terlihat dari ketinggian, tempat ini terkenal sampai ke mancanegara, yaitu Puncak Lawang.Puncak Lawang merupakan nama suatu puncak nan asri, sejuk, rimbun dan deretan pohon pinus yang berjajar rapi, yang terletak di dataran tinggi di Kecamatan matur, Kabupaten Agam Sumatera Barat, tepatnya di ketinggian 1.210 mdpl. Di zaman penjajahan, Puncak Lawang merupakan tempat peristirahatan bangsawan Belanda.

     

    Sepanjang perjalanan, kami disuguhi pemandangan yang memanjakan mata karena keindahannya. Kiri kanan jalan terhampar perkebunan atau persawahan dengan latar belakang Gunung Merapi dan Gunung Singgalang. Perumahan penduduk yang tersusun rapi dan unik karena didirikan di tanah dengan kontur naik turun, udara yang sejuk, serta perkebunan tebu Lawang.

    “Di samping pemandangan yang indah, perjalanan itu sendiripun sangat menantang. Jalan yang naik turun, kadang landai kadang terjal, serta ditingkahi tikungan tajam dan dibatasi jurang yang dalam, benar-benar membuat kita berada dalam eforia, kagum dan syukur kepada sang Pencipta,” ucap tambah Kiki.

    “Dari tempat ini, kita bisa melihat Danau Maninjau seutuhnya. Kalau cuaca cerah, akan terlihat danau yang biru tenang bagaikan kaca raksasa. Bahkan laut Pariamanpun akan terlihat dari celah bukit yang mengelilingi danau Maninjau,” kata Pemnadu Famtrip.

    Tapi, tambahnya, kalau lagi berkabut, pemandangan lebih spektakuler lagi. Kita seakan-akan berada di negeri di atas awan. Danau yang seluas 99,5 km2 menjadi tidak terlihat dari atas sini. Pemandangan full putih. Tapi kabut di sini, secepat dia datang, secepat itu pula dia pergi. “Benar-benar luar biasa. Ketika kami sampai di sini, kabut datang dan pergi. Udara juga sangat sejuk. Sehingga benar-benar membuat betah,” ucap Kunni.

    Di puncak Lawang ini ada tiga spot wisata. Yaitu Puncak Lawang, Lawang Park dan Ambun Tanai. Ketiganya berada di lokasi yang berdekatan. Ketiganya menawarkan pemandangan ke danau Maninjau yang Indah. Kecuali Ambun Tanai, Pundak Lawang dan Lawang Park memiliki resort buat yang ingin menginap dan bersantai di sini. Kalau akhir pekan apalagi liburan, tempat ini akan penuh oleh wisatawan yang berlibur.

    lompatan Lawang Park

    Di samping sebagai destinasi wisata, Puncak Lawang juga menjadi tempat favorit untuk olah raga paralayang. Puncak Lawang terkenal sampai ke manca negara karena merupakan spot terbaik paralayang di Asia Tenggara. Sehingga Puncak Lawang sering digunakan untuk kejuaraan olahraga paralayang kelas internasional.

    Setelah puas di puncak Lawang ini, jika turun ke Maninjau, kita melewati kelok 44 yang juga terkenal. Sebuah penurunan dengan 44 belokan tajam dengan pemandangan danau Maninjau. Disanlah kampong Buya Hamka. Banyak keramba apung tempat memelihara ikan Mas dan ikan Nila,” katanya.

    Daerah Lawang ini juga merupakan sentra pembuatan gula merah dari tebu. Gula merah ini oleh penduduk setempat dikenal dengan nama saka Lawang. Pembuatan gula merah dari tebu ini, hingga kini masih mempertahankan cara traditional yaitu menggunakan tenaga kerbau. Kerbau memutar alat pemeras tebu untuk mendapatkan air tebu, yang kemudian diolah menjadi gula merah. Pengolahan tradisional ini, sangat menarik minat wisatawan asing untuk menyaksikannya.

    Rombongan Famtrip sempat mampir ke lokasi pembutana gula tebu tradisional, bahkan mencoba pengolahan, dan mencicipi gula yang baru saja diangkat dari tungku api. Lalu melanjutkan pulang ke Padang, melanjutkan Puncak HPN. Kembali dengan rasa lelas berselimut sejuta kekaguman, tentang Sumatera Barat. Yang hingga kini bertahan menjadi satu satunya Daerah Provinsi tanpa ada toko Indomart, dan Alfamart. (Juniardi)

  • Sri Mulyani Ingatkan Robot Ancam Geser Tenaga Manusia

    Sri Mulyani Ingatkan Robot Ancam Geser Tenaga Manusia

    Padang (SL)- Menteri Keuangan Sri Mulyani  mengatakan era digital  saat ini telah menciptakan dunia yang sangat berbeda dari era sebelumnya. Pada era ini, dunia industri telah berevolusi pada industri 4.0. Di antara perubahan yang terjadi pada era ini adalah penggunaan mesin atau robot sebagai tenaga kerja industri, terutama industri manufaktur.

    Indonesia yang selama ini mengandalkan industri padat karya, menurut Menkeu, menghadapi tantangan serius karena tenaga kerjanya akan digantikan dengan mesin atau robot.  “Era digital salah satu tantangan yang harus dihadapi Indonesia ke depan,” kata Sri Mulyani saat menjadi Keynote speak pada Konvensi Nasional Media Massa Pad Peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2018 di Kota Padang Sumatera Barat, Kamis (8/2/2018).

    Menurut dia, dalam lima tahun ke depan, lebih dari 60 persen tenaga kerja industri manufaktur akan digantikan oleh robot.  Kendati demikian, Indonesia memiliki potensi besar saat memasuki era digital. Karena, sekitar 85 juta masyarakat Indonesia telah mengakses internet, katanya.

    Dengan menggerakkan potensi yang disebut generasi milineal, akan meningkatkan potensi ekonomi dengan memanfaatkan kemudahan akses teknologi informasi dan komunikasi. (rls/mf).

  • Pesona Alam dan Kuliner Minang Getarkan Rombongan Famtrip HPN 2018

    Pesona Alam dan Kuliner Minang Getarkan Rombongan Famtrip HPN 2018

    Hamparan sawah di Nagari Pariangan, Sumatera Barat.

    Padang (SL)-Keindahan alam  Minangkabau yang juga kaya dengan aneka sajian kulinernya sudah lama tersohor hingga ke pelosok tanah air bahwa belahan dunia. Destinasi wisata yang hampir merata di seluruh kabupaten/kota itu kini kembali berbenah dengan menambahkan hotspot kunjungan, yang diharapkan akan menjadi daya tarik bagi wisatawan yang datang ke Sumatera Barat.

    Dan mengembalikan kejayaan wisata daerah yang dikenal dengan sebutan Tanah Minang. Sebanyak 60 wartawan pariwisata se-Indonesia yang menjadi peserta Famtrip dalam rangkaian Hari Pers Nasional (HPN) 2018, diberi kesempatan oleh Dinas Pariwisata Sumatera Barat (Sumbar)    untuk menikmati destinasi wisata di Kota Padang, Bukittinggi, Payakumbuh dan Kabupaten Agam.

    rombongan Famtrip HPN 2018 di Istana Pagaruyung

    Rombongan Famtrif HPN 2018 yang tiba di Bandara Internasional Minangkabau, Senin (5/2/18) langsung menuju ke Kota Padang, yang juga menjadi pusat pelaksanaan HPN 2018. Selama di Kota Padang, rombongan  dijamu makan malam oleh panitia lokal di Restoran Sederhana yang menyajikan masakan khas Padang, termasuk rendang yang telah diakui sebagai makanan paling enak se-dunia.

    rumah adat Minang

    Kendati harapan untuk berbincanang- bincang dengan Gubernur Sumbar maupun Kepala Dinas Pariwisata tak terwujud karena kesibukan mempersiapkan agenda puncak HPN 2018 yang dihadiri oleh Presiden Joko Widodo,  rombongan cukup terkesan dengan layanan yang diberikan pihak Decta Tour yang ditunjuk panitia lokal untuk mendampingi peserta Famtrif  city tour di sekeliling Kota Padang.

    Disambuta bak tamu kehormatan di Istana Pagaruyung

    Hari kedua pelaksanaan Famtrif,  Rabu (8/8/12) rombongan langsung menuju Istana Pagaruyuang yang terletak di Kabupaten Tanah Datar. Bentangan alam Tanah Datar yang mengusik pandangan mata itu. Desa itu masuk dalam nominasi kota terindah se-dunia.

    Bajamba, makan khas ala kerajaan

    Perjalan darat yang ditempuh selama lebih kurang 3,5 jam terasa lebih mengasyikkan katika alunan musik dari bus pariwisata ikut menemani  mata memandang hamparan sawah dengan latar Gunung Marapi. Tiba di Istana Pagaruyuang, rombongan langsung disambut Tarian Galombang dengan tepak sirih, dan dijamu makan bajamba di Balerong Bodi Caniago. Tradisi adat Minang berbalas kata atau “basiacuang” dalam menerima tamu  disimak dengan sedikit kebingungan oleh peserta yang tidak begitu paham dengan bahasa minang.

    Sambil bertanya ke peserta dari wilayah setempat, rombongan menyantap nikmat “jamba” yang disajikan dalam “dulang bakaki”. “Kanyang paruik, masakannyo lamak bana,” kata Endro, peserta dari Kalimantan Timur.

    Istana Pagaruyuang yang menyimpan sejarah kerajaan dan Bundo Kanduoang, lagi lagi menjadi magnet bagi rombongan Famtrip. Beberapa diantaranya juga mengabadikan kunjungannya dengan memakai pakaian adat untuk sesi foto bersama. (dis/nt/*)

  • Lengkungan Kelok 9 Dan  Dinginnya Udara Bukittinggi

    Lengkungan Kelok 9 Dan Dinginnya Udara Bukittinggi

    Kelok Sembilan

    Padang (SL)-Dalam rangkaian Hari Pers Nasional (HPN) 2018, Pemerintah Provinsi Sumatera Barat memperkenalkan sejumlah destinasi wisata kepada peserta famtrip yang terdiri dari 60 wartawan pariwisata se-Indonesia. Kegiatan yang dimulai sejak tanggal 5-7 Februari 2018 ini, pada hari kedua panitia lokal diantaranya memperkenalkan  kemolekan lengkungan Kelok 9 yang terletak di Kabupaten 50 Koto Sumbar.

    Jembatan Kelok 9 yang diresmikan oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono ini menjadi salah satu ikon wisata Sumatera Barat yang direkomendasikan instansi terkait. Rombongan Famtrip yang berangkat menggunakan 3 bus dari Decta Tour mengabadikan Kelok 9 dengan foto bersama maupun selfi dengan beragam aksi.

    Sambil menikmati spot Kelok 9, peserta Famtrip juga menyantap jagung dan pisang bakar yang dijual puluhan pedagang tenda di pinggir jembatan Kelok 9. “Ternyata memang sangat indah pemangdangan alam Sumatera Barat. Jembatan Kelok 9 ini  menakjubkan, beruntung saya diberi kesempatan ikut Famtrip ini,” kata Alo, peserta sari Nusa Tenggara Timur.

    Puncak Lawang Part

    Usai mengunjungi Kelok 9, rombongan juga berkesempatan mengunjungi desinasi wisata Lembah Harau di Payakumbuh. Sayangnya, karena musim kemarau peserta Famtrip tidak dapat menikmati 11 titik air terjun yang ada di Lembah Harau. “Karena musim kemarau, air terjun yang biasanya selalu mengalir dari puncak bukit dengab ketinggian 30 meter ini  ternyata juga kering,” ucap Widi, guide dari Decta Tour.

    Lembah Harau

    Mendengar penjelasan Widi, pengunjung yang semula berkeinginan menyaksikan 11 titik air terjun Lembah Harau, memilih mengabadikan alam Lembah Harau yang dikelilingi tebing sambil makan durian yang dijual warga setempat.

    Perjalanan rombongan Famtrip HPN 2018 akhirnya dilanjutkan ke Kota Bukittinggi sekaligus menginap di “Kota Jam Gadang” tersebut.

    view Kota Bukit Tinggi

    Cuaca Kota Bukittinggi yang dingin dimanfaatkan oleh sebagian peserta untuk melepas penat dengan merebahkan punggung di empuknya busa springbed Hotel Rocky yang terletak dijantung Kota Bukittinggi. Sebagian peserta Famtrip malah memanfaatkan suasana dan dinginnya Kota Bukittinggi untuk nongkrong di cafe sambil minum skoteng ataupun “teh talua”.

    Selfi di depan Jam Gadang (jam besar) yang menjadi ikon Kota Bukittinggi sesaat menjelang dinihari juga menjadi pilihan peserta Famtrip sebelum kembali ke kamar hotel.

    Lobang Jepang

    Kepala Bidang Pariwisata Kota Bukittinggi, Yanti yang menyempatkan diri menyusul rombongan di spot Jam Gadang menyampaikan terima kasih atas kunjungan wartawan pariwiasata se-Indonesia ini.”Kami mengucapkan selamat datang dan terima kasih atas kunjungan  Famtrip yang tentunya sangat membantu promosi wisata yang ada di Bukittinggi,” kata Yanti.

    Disampaikannya, kunjungan wisatawan ke Kota Bukittinggi sepanjang tahun 2007 berdasarkan tiket berbayar lebih dari sejuta wisatawan lokal maupun manca negara. “Jika berdasarkan tamu yang menginap di hotem maipun wisma, tercatat hampir 500 ribu dan lebih sejuta orang jika dihitung dari tiket berbayar,” katanya seraya menyampaikan sektor pariwisata penyumbang 80 persen Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bukittinggi. (dis/nt/*)

  • Semen Padang Tetap Kuasai Sumatera

    Semen Padang Tetap Kuasai Sumatera

     

    Direktur Utama PT Semen Padang, Yosviandri,

    PADANG (SL)-PT Semen Padang terus berbenah dan bertekad tetap menjadi penguasa semen di Sumatera dengan pangsa pasar 40%. Peningkatan proyek infrastruktur di Sumatera seperti Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) membuat Semen Padang optimistis tetap menjadi raja semen di Sumatera.

    Menurut Direktur Utama PT Semen Padang, Yosviandri, kehadiran Pabrik Indarung VI pada Agustus 2017, membuat total produksi mencapai 8,9 juta ton per tahun. “Kehadiran Indarung VI membuat daya dukung Semen Padang terhadap program percepatan pembangunan infrastruktur yang dicanangkan Presiden Joko Widodo, makin meningkat,” kata Yosviandri, saat ramah tamah dengan pemimpin redaksi media massa se-Sumatera dalam rangkaian Hari Pers Nasional (HPN) di Lubuk Kilangan, Padang, Sumatera Barat, Rabu (7/2/2018).

    Pabrik Indarung VI yang dibangun dengan total investasi Rp4 triliun beroperasi sejak 24 November 2016. Sedangkan rawmill atau tempat penggilingan material mentah beroperasi sejak 10 Januari 2017, dan kiln atau komponen untuk membakar material mentah menjadi bahan semen setengah jadi sejak 7 Februari 2017.

    Pengusaan pasar semen di Sumatera, menurut Deputi Bidang Usaha Energi, Kawasan dan Pariwisata Kementerian BUMN, Edwin Hidayat Abdullah, harus diperkuat. Pasalnya, kata Edwin, perusahaan semen Cina gencar masuk ke Indonesia.

    “Meski kapasitas produksi semen secara nasional sangat besar, namun masuknya perusahaan semen asing itu, membuat permintaan semen yang diproduksi oleh Semen Indonesia Grup menurun, karena sebagian market share semen nasional berpindah ke semen asing,” kata Edwin.

    Untuk itu, kata Edwin, perusahaan semen milik BUMN harus bersatu. “Mari perbaiki diri kita. Ancaman kini sangat berat. Namun di samping itu, terus tingkatkan perhatian kepada lingkungan perusahaan, dan terus jalin kerjasama dengan media, karena media menjadi hal yang sangat penting untuk menyuarakan apa yang kita kerjakan dan menjadi saluran untuk menyampaikan niat kita,” ujar Edwin.

    Direktur Utama PT Semen Indonesia (Persero) Tbk, Hendi Prio Santoso.

    Ketatnya persaingan pasar semen, juga diakui Direktur Utama PT Semen Indonesia (Persero) Tbk, Hendi Prio Santoso. Dia menyebutkan persaingan menjadi sangat ketat, karena perusahaan semen asing yang ekspansi ke Indonesia jumlahnya lebih dari 15 perusahaan.

    “Kalau lima tahun lalu, jumlah pemain semen kalau tidak salah hanya ada enam perusahaan. Sekarang ini belasan. Jadi, mari kita bersama-sama untuk terus menjaga kekompakan agar Semen Padang, Semen Tonasa, dan Semen Gresik yang merupakan bagian dari Semen Indonesia Group terus mempertahankan market share semen secara nasional,” kata Hendi. (lpr/nt/*)

  • Luhut Ajak Komponen Masyarakat Indonesia Jaga Kekompakan Membangun

    Luhut Ajak Komponen Masyarakat Indonesia Jaga Kekompakan Membangun

    Luhut Binsar Panjaitan bicara di HPN Sumatera Barat 2018

    Padang (SL)-Menteri Kordinator Kemaritiman Luhut Pandjaitan mengajak seluruh kompenen masyarakat untuk kompak melaksanakan pembangunan, dan tidak terlibat saling berbenturan dengan berdalih apapun, demi menjamin investor datang ke Negeri Indonesia.

    “Kalau cakar-cakaran, siapa (investor) mau masuk,” ujar Luhut pada Seminar Nasional Menata Potensi dan Dukungan Infrastruktur Menuju Industri Pariwisata yang Modern di Hotel Grand Inna, Padang, Sumatera Barat, Rabu (7/2/2018).

    Menurut Luhut, semua komponen bangsa memiliki peran masing-mamsing yang harus kompak melaksanakan pembangunan. “Gubernur, bupati, wali kota, DPRD, semua punya peran besar untuk mamajukan bangsa,” katanya.

    Kekompakan itu, kata dia, akan mampu menyelesaikan berbagai program pembangunan. “Kawasan wisata Mandeh yang dimiliki Sumatera Barat harus selesai. Saya ditugaskan presiden, Mandeh harus selesai,” katanya.

    Luhut mengingatkan pentingnya membangun pariwisata. Karena sektor ini terbukti mampu mendongkrak perekonomian nasional. “Kita punya target pariwisata 20 juta wisatawan, dengan pertumbuhan sampai 26 persen,” katanya. (nt/*).

  • Manfaat Ikan Gabus Untuk Diabestes

    Manfaat Ikan Gabus Untuk Diabestes

    Ikan Gabus (kanan) berbagai penyakit (kiri)

    KANKER, gagal ginjal, stroke, tuberkolusis, dan diabetes, yaitu 5 penyakit berat yang ditandai oleh menurunnya albumin di darah sampai penderitanya mesti peroleh infus albumin.

    Infus albumin berguna untuk meningkatkan tekanan osmotik darah yang terlebih dulu turun (kurang dari standar albumin badan sebesar 3, 5-5, 5 g/dl) sampai mengakibatkan pembengkakan atau oedema di bagian-bagian badan spesifik. Pada penderita gagal ginjal, misalnya, pembengkakan tampak terang di kaki.

    Pemberian infus albumin sebenarnya terapis medis dalam meningkatkan albumin di badan karena sebelumnya turun (hipoalbumin). Namun ada cara lain dengan terapi nutrisi yakni dengan memberi albumin ikan gabus berbentuk segar, kapsul, jel, atau cair.

    Ikan gabus Chana striata terkecuali mengandung albumin dalam jumlah banyak, juga memiliki unsur seng (Zn) yang bertindak dalam penyembuhan luka. Oleh karena itu orang-orang di Makassar, Sulawesi Selatan atau Suku Dayak di Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan mulai sejak lama memakai ikan haruan (ikan gabus dalam bahasa setempat) untuk mengobati luka khitan pada anak dan luka ibu sesudah bersalin.

    Albumin ikan gabus juga mengandung senyawa asam amino paling utama untuk tubuh seperti arginin, lisin, vialin, isoleusi, histidin, dan glutamin. Nah glutamin, misalnya, bertindak didalam tubuh dalam merangsang kekebalan tubuh sampai membantu mempercepat penyembuhan luka. Pada umumnya hadirnya asam amino itu utama untuk pembentukan sel-sel baru dan ganti beberapa sel yang rusak di tubuh.

    Sebagian permasalahan pasien
    kanker, tidak berhasil ginjal, stroke, tuberkolusis, dan diabetes yang telah melakukan terapi nutrisi dengan albumin ikan gabus memberi keadaan memuaskan.

    Sebagai contoh yakni Amir Hamdan di Bandung Jawa Barat. Amir yang mulai sejak 3 tahun lalu divonis menanggung derita kanker kandang kemih mesti melakukan kemoterapi sebagai satu diantara mencegah agar beberapa sel tumor di tubuhnya tidak berkembang.

    Pada permasalahan kemoterapi, resikonya yang disebabkan umumnya : rambut rontok dan mudah lemas.

    Amir Hamdan yang selalu teratur mengkonsumsi 6 kapsul per hari albumin ikan gabus memperlihatkan keadaan menggembirakan. Tiap-tiap selesai melakukan kemoterapi kanker, ia lekas bugar dan rambutnya juga tidak mengalami kerontokan.

    Resep konsumsi segar :

    -Siapkan 2 kg ikan gabus, bersihkan.

    -Kukus ikan gabus sepanjang 30-40 menit dengan suhu pemanasan tidak lebih dari 50 derajat Celsius.

    -Pisahkan pada daging dan tulang, lalu blender daging dengan air sekedarnya. Untuk menyingkirkan amis tambahkan sedikit jeruk nipis dan sereh.

    -Ukuran 2 kg gabus bisa untuk 3-4 hari konsumsi.

    Hasil jus berbentuk juice diminum 2 kali dalam satu hari, yakni pagi sekitar jam 07. 00 dan malam sekitar jam 18. 30.

    Pada umumnya albumin dengan mengkonsumsi segar dapat meraih normal kurun waktu 5-6 hari mengkonsumsi.

    Semoga Bermanfaat.

    Sumber : http://mediaonline17.blogspot.com/2016/08/allahu-akbar-kabar-gembira-beritahukan.html?m=1

  • Menikmati Musim Durian Bonus Air Terjun Cikawat Tahura 

    Menikmati Musim Durian Bonus Air Terjun Cikawat Tahura 

    TAMAN Hutan Raya (Tahura) Wan Abdul Rachman permata terpendam wisata alam Provinsi Lampung. Ada belasan air terjun indah dalam kawasan tersebut. Ikatan Faperta Unila (IFU) ’84 menguak salah satu air terjun yang masih “perawan” : Cikawat.

    Seperti slogan pariwisata Lampung, “The Treasure of Sumatra”, rombongan IFU ’84 tak sengaja ” menguak” salah satu keindahan alam air terjun Cikawat dalam kawasan Tahura Wan Abdul Rachman, Kabupaten Pesawaran.

     

    Berawal dari gagasan Ir. Samsul Arifin, S.H., M.H., sebagian alumni IFU ’84 kumpul Minggu (28/1/2018), pukul 08.00 WIB. Tujuannya cuma satu, yakni para alumni menikmati durian di kawasan perkebunan pinggiran Kota Bandarlampung.

    Saat ini, durian sedang berbuah lebat. Para pedagang berbaris di beberapa ruas jalan di perbukitan sisi barat Kota Bandarlampung, kawasan yang berbatasan dengan Tahura Wan Abdul Rachman, Kabupaten Pesawaran.

    Rombongan masuk kawasan perkebunan durian lewat jalan persimpangan dekat Taman Bumi Kedaton milik mantan gubernur Lampung Sjachroedin ZP, Jl. WA Rachman, Batuputu, Telukbetung Utara, Kota Bandarlampung.

    Begitu masuk jalan tersebut, rombongan melalui jalan aspal naik-turun bukit. Di sepanjang jalan yang menuju kawasan Tahura Wan Abdul Rachman, sepeda motor berbagai merk dan CC yang dimodif ala trail berseliweran.

    Di kiri-kanan sepeda motor yang rata-rata tanpa plat kendaraan, ada kantong besar banyak yang memuat durian. Mereka naik-turun bukit dan pegunungan mengangkut durian, manggis, dan berbagai hasil perkebunan lainnya.

    Sekitar 5 Km, rombongan sampai di ujung aspal. Kendaraan beruntung karena jalan tanah keras bebatuan kering, tak basah oleh hujan. Tak lama kemudian, rombongan berhenti untuk menikmati durian di bawah pepohonan durian dan manggis.

    Ternyata, lokasi pemberhentian rombongan sudah di Desa Talangmulya, Kecamatan Telukpandan, Kabupaten Pesawaran. Sambil menikmati durian, masyarakat setempat yang jadi pemandu mulai menggoda rombongan.

    Dia bilang 300-an meter ketemu jalan besar yang baru dibuka Gubernur Ridho Ficardo menuju lokasi teropong bintang dalam kawasan Tahura Wan Abdul Rachman. Jalan menuju lokasi teropong bintang, pemandangannya Teluk Lampung.

    Rombongan ragu soal 300 meter. Ada yang berseroloh khawatir 300 meternya versi masyarakat pedesaan, jauh. Rombongan akhirnya memutuskan coba-coba. Siapa tau habis menikmati durian membawa pulang kenangan kawasan Tahura Wan Abdul Rachman.

    Sesampainya di jalan tanah selebar 12-an meter menuju lokasi teropong bintang yang baru dibuka Gubernur Lampung Ridho Ficardo, pemandu kembali menggoda untuk melihat air terjun Cikawat.

    Kembali, ada yang ragu-ragu soal jarak. Maklum, dari jalan yang baru dibangun tersebut, rombongan harus menyelusuri jalan setapak di antara kawasan hutan yang sudah banyak ditanami durian, kopi, dan berbagai tanaman perkebunan lainnya.

    Di antara tanaman perkebunan tersebut, masih tersisa pohon penghijauan. Rombongan yang tak terbiasa berjalan naik-turun perbukitan nyaris menyerah di tengah perjalanan. Namun, pemandu selalu bilang : tak jauh lagi.

    Setengah putus asa, setelah berjalan hampir 1,5 km, semak-semak sudah menyentuh kaki, jalan setapak hampir tak tampak lagi, rombongan akhirnya berjumpa dengan lembah air terjun Cikawat.

    Terbayar sudah, jalan kaki menyelusuri jalan setapak naik-turun perbukitan Tahura Wan Abdul Rachman. Air jernih dari mata air pegunungan terjun sekitar 30-an meter. Suasana sekitar air terjun masih sangat alami. Tampaknya, tak banyak orang yang berkunjung ke air terjun ini.

    Air terjun Cikawat, salah satu potensi wisata kawasan Tahura Wan Abdul Rachman. Di kawasan ini, ada belasan air terjun, termasuk Cikawat yang belum banyak diketahui masyarakat.

    Airnya, selain jernih, juga sangat dingin. Di lembah air terjun tersebut, rombongan serasa di ruang AC. Rasanya ingin berlama-lama menikmati suasana alami lembah Cikawat.

    Di kawasan Tahura Wan Abdul Rachman, selain Cikawat, ada belasan air terjun. Dari belasan air terjun tersebut, ada tujuh air terjun yang mulai banyak dikunjungi pecinta alam dan wisatawan.

    Ketujuh air terjun yaitu air terjun Sinar Tiga yang memiliki ketinggian 70 m dengan lebar 6–10 m, air terjun Gunung Minggu yang digunakan oleh pengunjung sebagai shower alam, air terjun Talang Rabun memiliki tinggi 30 m, air terjun Tanah Longsor 35 m, air terjun Penyairan 35 m, air terjun Bidadari 20 m, dan air terjun Talang Mulya 30 m.

    Air terjun lainnya, yakni air terjun Gunung Tanjung, Batu Lapis Mata Dewa, Pelangi, Batu Perahu, Kupu Jambu, Tawon, Way Awi, Way Ngeluh dan air terjun Sungai Langka.

    Tahura Wan Abdul Rachman yang memiliki luas: 22.249,31 Ha adalah salah satu dari 14 Tahura di Indonesia. Ditetapkan sebagai Tahura Wan Abdul Rahman berdasarkan SK Menhut No. 408/Kpts-II/93 dikelola oleh Pemerintah Daerah Provinsi Lampung sesuai UU No. 22 tahun 1999, PP No. 25 Th. 2000, Keputusan Menhut No. 107/Kpts-II/2003 serta Keputusan Gubernur Lampung No. 03 tahun 2003.

    Sekitar 80 % luas hutan Tahura Wan Abdul Rachman berada di Kabupaten Pesawaran, 15 km dari kota Bandarlampung.

    Ada 47 titik pemukiman di Tahura WAR. Sensus 2002 menunjukkan 23.489 KK tinggal di dalam hutan. Salah satu yang menarik perhatian para wisatawan adalah keindahan yang disuguhkan oleh air terjun di kawasan ini.

    Rombongan alumni IFU ’84 tak sengaja membawa kenangan indah dari salah satu air terjun yang masih “perawan” : Cikawat. Ada juga yang membawa pulang durian yang jatuh dari pohon di tepi jalan setapak menuju Cikawat.

    Jalan yang baru dibangun menuju kawasan teropong bintang bakal menguak banyak pertama wisata di kawasan Tahura Wan Abdul Rachman. Trimakasih Pak Ridho. “The Treasure Sumatra”. (Hermansyah Bathin Mangku)

  • Pendekar Musik Rock “Tempo Doeloe” Andalkan Telinga

    Pendekar Musik Rock “Tempo Doeloe” Andalkan Telinga

    Konser Mini Hari Kohar di iringi Laskar Band, di Cafe Sahid Hotel.

    Bandarlampung (SL)-Pada masa kejayaan musik rock, tahun 1970-1980-an, para pemusik rock bisa dihitung jari. Segelintir musisi rock top masa itu adalah Sam Kemala, Dedi Starela, Hary Kohar, Khairul dan lainnya. Setiap tampil, para pemuda antusias mengerubungi show mereka.

    Sam Kemala yang telah berusia kepala enam mengatakan belajar musik secara otodidak. “Kami waktu itu belajar musik hanya mengandalkan telinga, otodidak, hanya lewat mendengarkan dan menyimak lagu-lagu rock dunia,” katanya.

    Hal itu dibenarkan pemusik rock seangkatannya, yakni Wanda dan Khairul. Mereka belajar musik dan nyanyi secara otodidak. “Dulu, tak ada yang mengajar musik, apa lagi musik rock, kami belajar sendiri dengan menyimak dari kaset,” kata Hary Kohar.

    Namun, dengan hanya bermodalkan talenta, mereka bisa tampil bermain musik sebagaimana rup-grup rock terkenal masa itu. Belum lagi peralatan yang dipakai, kata Sam Kemala dan Wanda, semuanya serba akustik. Sehingga, semua harus benar-benar dikuasai.
    Bahkan, mereka pernah tampil “ngerock” dengan pengeras suara toa.

    Mereka kagum dengan perkembangan teknologi musik. Banyak tambahan peralatan yang dapat menyempurnakan suara musik dan vokal. “Jauh sekali perkembangan peralatan musik dan sound system saat ini,” kata Wanda.

    Mereka akan kembali tampil dalam usia yang kini sudah tidak muda lagi di Hotel Sahid, Jl. Yos Sudarso, Kota Bandarlampung, Senin malam (15/1/2018). Para “suhu” musik rock Lampung itu bak mimpi bisa kembali tampil dengan peralatan modern.
    “Seperti mimpi,” kata Wanda.

    Konser untuk mengenang kembali masa kejayaan para musisi dan band musik rock di Lampung era tahun ’80-an. memakai sound system dan tata lampu Mika Band, yang bakal ditata apik.

    Hary Kohar, sang penggagas even ini, menyatakan musisi dan band rock daerah ini dapat bernostalgia sekaligus memberikan inspirasi bagi para anak muda terhadap aliran musik rock. “Konser ini merupakan bentuk dedikasi kami terhadap musik rock ,” ujarnya.

    Para musisi dan band rock yang mencapai era keemasannya pada tahun ’70-80-an menyambut antusias gagasan Hary Kohar menggelar konser ini. “Ini konser langka, Kami jadi merasa hidup kembali,” ujar Wanda (64), musisi Band Venus.

    Selain Wanda, pemain musik yang tenar pada tahun “70-80-an di Lampung, ada Sam (basisnya Kemala Band), Joni (keyboard Band Disbun), Dedi (dramer Band Starela dan Band Polwil), serta Khairul (gitaris, orangtuanya pemain gitar Hijau Daun).

    Selain itu, konser ini juga akan dihadiri bintang band rock yang terkenal dikalangan pecinta musik cadas ini hingga Asia, yakni Laskar Band Jakarta dengan “Dewa Gitar Indonesia” Utok Londalo. Laskar Band merupakan grup musik langganan pengiring Ahmad Albar. (rls)

  • Demi Kejar Cita-Cita Gadis Ini Gabung  CamPro

    Demi Kejar Cita-Cita Gadis Ini Gabung  CamPro

    Trisila

    Bandarlampung (SL)-Satu persatu nama talent CamProduction (CamPro) Lampung mulai memberanikan diri tampil kepermukaan. Setelah Ajeng, Nia dan Ade, kini muncul nama Trisila Prabawati, wanita berdarah keturunan Jawa, kelahiran 17 Maret 2001, Putri ke-3 dari tiga bersaudara, buah cinta pasangan Alm. Giman dan Wartuti, tinggal di Desa Bagelen 1, Kecamatan Gedongtataan, Kabupaten Pesawaran – Lampung.

    Sila yang masih berstatus pelajar, terlihat antusias di setiap performance bersama Crew CamPro. Traveling? Itu jiwanya, hobby berphoto menjadi kegemarannya. Tampil energik dan pantang menyerah menjadi ciri khas Sila dara muda bertubuh langsing ini.

    Soal berpakaian, seakan sudah menjadi menu lalapan dalam penampilan. Casual, tomboy, feminim sampai berhijab menyatu serasi ditubuh ideal Sila. Terkesan sederhana, tapi terasa bermakna yang identik dengan gaya ketimurannya.

    Sila dibesarkan dari tangan hangat Ibunda yang selalu menyayanginya. Sang Ayah sudah lama tiada menghadap yang Maha Kuasa. Sejak usia 9 Tahun, gadis kecil yang dulu polos menjalani hidup layak seperti anak pada umumnya. Entah apa yang terlintas dipikiran Sila, saat Ia bercanda dan disaat Dia tertawa.

    Apakah Sila menyadari, bahwa sosok Ayah yang menjadi pelindung dan tulang punggung keluarga, telah pergi meninggalkan mereka untuk selamanya?. Apakah Sila sadar, apa yang menjadi tumpuan dan tujuan dalam hidupnya, Entahlah, mungkin ini yang dikatakan takdir dan suratan dari Sang Maha Pencipta.

    Seiring waktu berjalan, gadis kecil yang lucu dan lugu perlahan beranjak remaja, tumbuh dan berkembang dari hasil keringat Ibu yang bekerja keras mengais rezeki menjual buah demi membesarkan buah hatinya.

    Sesekali Ibu Wartuti (47) dibantu oleh anak sulungnya Wahyu Permadi (23) kakak Lelaki Sila yang pertama, sementara putra keduanya Surya Gunawan (22) hijrah ke negeri seberang, mengadu nasib di Ibu Kota Jakarta setelah lulus kuliah.

    Kini Sila pun mendekati usia dewasa, wajah gadis kecil, polos dan tak berdaya, telah berubah menjadi sosok ‘Wonder Woman’ wanita kuat, yang berani berekspresi meluapkan emosi dalam menemukan jati diri.

    Sila yang memiliki cita-cita menjadi seorang Polwan (Polisi Wanita), merasa lebih percaya diri dalam meraih kesuksesannya sejak bergabung menjadi bagian keluarga CamPro pada akhir Tahun 2017 lalu.

    Dengan usia muda CamPro saat ini, justru membuatnya semakin penasaran, dan optimis untuk tetap berjuang. Menurutnya, kelancaran dan kesuksesan CamPro juga tergantung pada mereka semua selaku keluarga CamPro.

    Jika masing-masing pihak bisa bertanggungjawab, bukan tidak mungkin bendera kebesaran CamPro akan semakin berkembang dan berkiprah didunia akting perfilman. “Prinsip saya hanya ingin membanggakan orang tua, saya mau Ibu melihat dan selalu mendampingi sampai saya meraih kesuksesan  nanti. Untuk itu, tetap pada niat awal, sejak audisi sampai saat ini, saya optimis dan yakin akan tetap bertahan membesarkan CamPro, terus belajar hal-hal baik untuk memotivasi diri yang bisa menuntun saya menuju puncak klimaks gerbang kesuksesan yang saya harapkan,” tegas putri bungsu Ibu Wartuti. (rls/nt)