Tag: A Man Called Ahok

  • Sedih dan Kecewa, Adik Ahok Bongkar Sejumlah Kebohongan Dibalik Film A Man Called Ahok

    Sedih dan Kecewa, Adik Ahok Bongkar Sejumlah Kebohongan Dibalik Film A Man Called Ahok

    Bandarlampung (SL) – Setelah Gala Premiere film A Man Called Ahok, adik sekaligus pengacara Ahok yang bernama Fifi Lety membongkar sejumlah kebohongan dibalik cerita film hasil besutan Putrama Tuta tersebut.

    “Tetapi ternyata setelah film jadi, saya enggak tega nontonnya. Masa kecil kami dan papa-mama kami jadi beda bahkan sopir kami pun beda,” ujar Fifi Lety melalui akun Instagramnya, Selasa (6/11/2018) malam.

    Ia pun tak kuasa membendung kesedihannya lantaran gambaran sosok ayahnya telah dirusak oleh film tersebut.

    Bahkan ia menyebut, andai saja ayahnya masih hidup pasti yang bersangkutan akan marah terhadap mereka yang membuat kebohongan itu.

    “Sedih! Kok Papa saya kayak gitu cara pakaiannya, gayanya semua beda,” katanya.

    Menurutnya jika cerita sebuah film diangkat dari kisah nyata, maka segalanya harus sesuai dengan apa yang benar-benar terjadi.

    Mulai dari ceritanya, karakternya hingga pakaian yang digunakan oleh para pemeran diusahakan sama dengan yang sebenarnya.

    Orang yang memerakan tokoh yang diperankan paling tidak pernah bertemu dengan tokoh aslinya (kalau masih hidup).

    “Kalau saja saya tidak pernah membantu mereka tentu saya tidak perlu kecewa karena film ini tidak akan pernah ada,” tuturnya.

    Ia mengaku sudah berkali-kali mencoret transkrip film A Man Called Ahok dan meminta semua adegan bohong dalam film tersebut segera dibuang.

    Akan tetapi, sang sutradara baru menyodorkan kembali transkripnya setelah film selesai digarap.

    Bukannya meminta koreksi, justru minta dukungan demi kesuksesan film tersebut.

    ‘Untung akhirnya BTP (Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok) ikut campur tangan minta dengan keras buang semua cerita bohong. Kalau tidak, enggak kebayang film jadinya seperti apa,” kata Fifi Lety.

    Ia menilai apa pun alasannya, kebenaran dan kejujuran harus dipertahankan.

    Fifi Lety sendiri mengungkapkan perasaannya yang tidak tega menonton film tersebut karena sosok ayahnya tidak digambarkan sebagimana mestinya.

    Walau demikian, ia mempersilakan siapa saja yang ingin menyaksikan film yang akan diputar di seluruh bioskop di Indonesia mulai Kamis (8/11/2018) itu.

    “Akhirnya keluarga terpaksa terima tidak sesuai dengan true story asal ada foto-foto asli kami dimasukkan di film tersebut. Saya tidak tega nonton gambaran tentang papa saya dengan gaya yang bukan Papa saya. Buat yang mau nonton silakan aja, ambil positifnya aja kayak Koko Yuyu (Adik Ahok, Basuri),” ucapnya.

    Namun apabila masyarakat Indonesia terutama para penggemar dan pendukung Ahok yang ingin mengetahui cerita dan gambaran sebenarnya, dapat membaca buku A Man Called Ahok dan tayangan video YouTube yang diunggahnya.

    “Buat yang kangen dan mau tahu kebenaran, nontonlah YouTube ini dan bacalah buku A Man Called Ahok. Karena waktu bikin buku dan YouTube ini masih jujur research dan buat cerita yang benar-benar berdasarkan bukti fakta yang ada, makanya kita approved,” pintanya.

    Film A Man Called Ahok yang menceritakan kisah hidup mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok akan tayang di bioskop seluruh Indonesia mulai Kamis (8/11/2018) pekan ini.

    Namun, Gala Premiere film A Man Called Ahok telah diputar di Epicentrum XXI, Jalan HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, pada Senin (5/11/2018) malam.

    Malam Gala Premiere A Man Called Ahok yang berlangsung meriah itu dihadiri oleh para pemeran dalam film tersebut serta sejumlah artis ternama.

    Tidak ketinggalan, adik Ahok yang bernama Basuri Tjahaja Purnama mengungkapkan kesan-kesannya tentang film dengan tokoh utama VJ Daniel Mananta tersebut.

    Hal itu diungkapkannya melalui sebuah video yang diunggah oleh akun Instagram @basukibtp, Selasa (6/11/2018) siang.

    Rupanya film tersebut sukses menggiring ingatan sang adik pada masa lampau. Masa dimana terdapat banyak kenangan dengan Ahok ketika mereka masih anak-anak.

    “Saya rewind dengan kehidupan masa kecil, tentang kondisi keluarga,” ujar Basuri Tjahaja Purnama.

    Selain kenangan masa kecil, film A Man Called Ahok bahkan sukses membuat Basuri Tjahaja Purnama meneteskan air mata.

    A Man Called Ahok

    Dengan menggunakan kalimat hiperbola, ia mengaku film tersebut membuat berat badannya turun karena terlalu banyak mengeluarkan air mata.

    “Jujur, saya ndak tahan! Mungkin berat badan saya menurun sedikit gara-gara kebanyakan air mata. Tapi moga-moga muka saya ndak terlalu bengkak,” tuturnya.

    Makna dan pesan yang terkandung di dalamnya serta jalan cerita yang berhasil menguras emosi penontonnya membuat Basuri Tjahaja Purnama tidak segan-segan mengapresiasi sang sutradaranya, Putrama Tuta.

    “Good job untuk Tuta, sudah melakukan tugasnya dengan sangat sangat maksimal,” katanya.

    Oleh karena itu, Basuki Tjahaja Purnama mengajak masyarakat Indonesia untuk berbondong-bondong menyaksikan film A Man Called Ahok yang akan diputar serentak mulai Kamis (8/11/2018).

    Ditegaskannya, yang terpenting adalah agar penonton bisa mengambil hikmah dan pesan-pesan yang terkandung di dalamnya.

    “Jangan lupa nonton 8 November 2018, A Man Called Ahok. Ajak seluruh keluarga, handai taulan dan masyarakat semua. Nikmati filmnya, ambil nilai-nilainya, teruslah mencintai Indonesia,” ucapnya.

    Film A Man Called Ahok berfokus pada kehidupan Ahok dari masa remaja hingga menjadi Bupati di Kabupaten Belitung Timur.

    “8 November 2018 sebentar lagi. Kita akan melihat bagaimana seorang ayah yang pekerja keras dapat mendidik anak hingga membentuk karakter yang tangguh lewat film A Man Called Ahok.” Demikian tulis akun Instagram @basukibtp melalui unggahan tertanggal 17 Oktober 2018.

    Berikut nama-nama yang terlibat dalam film ini :

    1. Daniel Mananta

    2. Eriska Rein

    3. Denny Sumargo

    4. Chew Kin Wah

    5. Sita Nursanti

    6. Donny Damara

    7. Edward Akbar

    8. Ferry Salim

    9. Samuel Wongso

    10. Jill Gladys

    11. Albert Halim

    12. Arswendy Nasution

    13. Ria Irawan

    14. Dewi Irawan

    15. Ade Irawan

    16. Donny Alamsyah

    17. Verdi Solaiman

    18. Yayu Unru

    19. Aida Nurmala

    20. Mike Lucock

    21. Jenny Zhang

    22. Eric Febrian. (Tribunnews)

  • Menangkan Ghazwul Fikr di Layar Bioskop

    Menangkan Ghazwul Fikr di Layar Bioskop

    Oleh : Neno Warisman

    Kita semua tahu dengan apa yang namanya Ghazwul Fikr. Perang Pemikiran. Perang ideologi. Perang intelektualitas. Di masa modern serba instan, perang ideologi begitu masif didengungkan lewat social media, buku, sampai film. Siapakah yang ditarget oleh perang pemikiran? Merekalah para generasi muda Islam yang suka nongkrong di kafe, di bioskop, di tempat-tempat yang menawarkan hiburan, jauh dari masjid, majlis ta’lim atau forum kajian dakwah.

    Di bidang inilah, kita sering ketinggalan jauh, dan anak-anak kita bagaikan berjalan di dalam rimba hutan belantara. Padahal mereka adalah anak muda yang bisa berjam-jam menghabiskan kuota untuk dicuci otaknya oleh para penyedia konten liberal, sekuler, komunis, dan pegiat LGBT.

    Sayangnya, dakwah di bidang perfilman memang tak bisa semudah yang dibayangkan, mengingat pemain di industri perfilman masih didominasi kelompok sekuler liberal yang hanya punya prinsip: follow the money.

    Untungnya kita punya duo sineas muda, couple writer yang mengingatkan kita lagi pentingnya memenangkan Ghazwul Fikr di layar bioskop. Mereka adalah Hanum Rais dan suaminya, Rangga yang karyanya dalam dunia dakwah media modern sudah tidak diragukan lagi (99 Cahaya di Langit Eropa, Bulan Terbelah di Langit Amerika). Dan baru saja mereka merilis film terbaru berjudul Hanum Rangga yang merupakan adaptasi dari novel Faith and The City.

    Saya berkesempatan menyaksikan filmnya tadi malam dan merasa tersentil karena mungkin kita terlalu terlena menggelar dakwah di forum2 ta’lim, lingkaran masjid dan lupa untuk merangkul generasi muda melalui media modern.

    Di akhir 2018 ini, film keluarga Hanum & Rangga menjadi taruhan, apakah kita masih peduli untuk memenangkan Ghawzul Fikr melalui layar bioskop. Karena pada Kamis, 8 November film Hanum Rangga akan tayang serentak bersamaan dengan film lain berjudul A Man Called Ahok yang dibuat untuk mengangkat kembali pamor Ahok yang sudah terpuruk di dunia politik.

    Dan sepertinya ada upaya juga untuk “meluruskan sejarah” bahwa negeri ini telah zalim telah memenjarakan Ahok. Caranya? Dengan memberikan ribuan tiket gratis nonton film Ahok pada grup-grup pengajian hingga PKK agar menonton film tersebut sehingga mereka dapat membangun mainset tentang Ahok.

    Ahok akan digambarkan (framing) sosok sempurna. Tak memiliki cacat, meski kita tahu dalam real life ia memiliki “cacat keluarga” Dalam film Ahok, pembuat film menyembunyikan seluruh kekurangan Ahok. Termasuk pernikahannya yang berantakan demi mengejar ambisi kekuasaan atau perselingkuhannya, maupun perilaku (atitude).

    Film Hanum Rangga justru sebaliknya, mengisahkan tentang pentingnya menjaga keutuhan keluarga ditengah godaan impian dunia. Serta indahnya pacaran hanya dengan pasangan yang halal setelah menikah.

    Jika Ahok dikenal sebagai tokoh penista agama, sebaliknya film Hanum dan Rangga justru mengisahkan perjuangan pasangan anak muda yang membela agamanya. Saya tersentuh dengan karakter Hanum yang sangat gigih dalam memperjuangkan citra Islam di Kota New York yang sempat terpuruk pasca tragedi 9/11

    Sudah saatnya kita juga bergerak ke bioskop, mulai 8 November nanti untuk meramaikan menonton film Hanum & Rangga bukan hanya untuk memenangkan Ghazwul Fikr di layar bioskop tapi juga membangkit ghirah Islam pada anak muda melalui media modern yang berkualitas. **