Bandar Lampung, sinarlampung.co – Air lindi dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bakung di Kota Bandar Lampung diduga telah mencemari laut selama puluhan tahun. Selain mencemari lingkungan, saluran drainase air lindi ini juga mengganggu pemukiman warga.
Berdasarkan penelusuran sinarlampung.co pada Kamis, 9 Januari 2025, saluran pembuangan air lindi TPA Bakung bermuara di pantai Kelurahan Keteguhan, Kecamatan Teluk Betung Timur, Bandar Lampung, setelah melewati kawasan pemukiman warga.
Air lindi tersebut berasal dari dua sumber utama. Pertama, air lindi dari pusat penampungan TPA. Kedua, air lindi langsung dari gundukan sampah yang tidak melalui proses pengolahan. Kedua sumber ini mengalir melalui saluran drainase menuju perairan Teluk Kelurahan Keteguhan. Cairan lindi tampak berwarna hitam pekat, berbusa, dan mengeluarkan bau tidak sedap.
Di perairan teluk Kelurahan Keteguhan, air lindi bercampur dengan tumpukan sampah yang diduga berasal dari TPA Bakung. Tumpukan ini menyebar di wilayah pantai Kelurahan Keteguhan, hingga membuat lingkungan di sana terlihat kotor dan tak indah dipandang.

Seorang warga Kelurahan Sinarmulya, Teluk Betung Timur, mengeluhkan bau busuk air lindi, terutama saat musim panas. “Ini mah mending karena ujan terus, coba kalo pas panas waduuh, udah bau, warnanya juga item banget,” katanya. Menurutnya, warga sudah terbiasa dengan bau tersebut. “Kalo baunya bukan kadang-kadang ya, tapi bau terus. Tapi karena udah keseringan kita udah baal (terbiasa),” tambahnya.
Ia juga menyebut bahwa aliran air lindi tersebut bermuara di laut. “Coba aja masnya ikutin (aliran) ke arah sana, terus aja nanti ketemu jambatan nanti abisnya pasti di laut,” ujarnya sambil menunjuk ke arah aliran.
Warga ini juga menyebut bahwa saat hujan, sampah dari TPA Bakung sering terbawa ke saluran drainase bersama air lindi dan sering menyebabkan banjir. “Kalo di sekitaran sini sih enggak (banjir), mungkin karena tinggi ya. Tapi rumah yang di depan itu sering banget kebanjiran. Ya itu dari luapan air kali ini (drainase air lindi),” jelasnya.
Baca: Banyak Pelanggaran TPA Bakung Disegel, KemenLH Cari Tersangka Termasuk Periksa Bunda Eva
Seorang lansia yang telah tinggal di sana sejak lama mengatakan bahwa air drainase dulunya jernih sebelum TPA Bakung dibangun. “Dulu mah aernya bening, batu-batunya aja sampe keliatan. Ya semenjak TPA itu dibangun aernya jadi butek dan bau begini,” katanya.

Bahaya Air Lindi bagi Kesehatan dan Lingkungan
Berdasarkan kajian yang diuraikan pada situs waste4change.com, air lindi atau leacheat merupakan air limbah yang dihasilkan akibat masuknya air eksternal seperti air hujan ke dalam timbunan sampah yang melarutkan materi organik dari hasil dekomposisi sampah. Cairan lindi mengandung bakteri, parasit serta kandungan berbahaya lainnya yang dapat memberikan kerugian bagi warga yang tinggal di sekitar tempat pembuangan sampah.
Kandungan cairan lindi dapat berbeda di satu tempat pembuangan sampah dengan yang lainnya. Kandungan udara lindi bergantung pada kandungan dan umur tempat pembuangan sampah, prosedur degradasi, iklim serta kondisi hidrologis. Namun secara umum air lindi memiliki karakteristik dengan kebutuhan oksigen kimia dan biologi yang tinggi serta terdiri dari zat-zat yang tidak diinginkan seperti kontaminan organik dan anorganik.
Bahaya Air lindi terhadap kesehatan dapat menyebabkan penyakit seperti anemia, gagal ginjal, kerusakan prostat dan paru-paru, tremor, kejang, hilang memori, penurunan trombosit, iritasi kulit, dermatitis, diare, dan penyakit gusi. Selain itu, senyawa yang terkandung dalam air lindi dapat merusak kualitas tanah, mengganggu sistem saraf, dan meningkatkan risiko kanker.
Dampak Pencemaran Air Lindi terhadap Laut
Ahli lingkungan menyatakan kekhawatirannya terhadap dampak air lindi pada ekosistem laut. Menurut Dr. Indrawati, ahli ekotoksikologi dari Universitas Indonesia, air lindi mengandung amonia, logam berat, dan senyawa organik beracun yang dapat merusak ekosistem laut. “Ketika zat-zat ini memasuki rantai makanan, dampaknya bisa sangat luas, mulai dari kematian ikan hingga risiko kesehatan bagi manusia yang mengonsumsinya,” jelasnya.
Dr. Budi Hartono dari Kementerian Kelautan dan Perikanan menambahkan bahwa polusi udara juga merusak habitat ikan seperti terumbu karang dan hutan bakau, yang menjadi tempat pemijahan dan pembesaran ikan. “Degradasi habitat ini akan berdampak jangka panjang pada keberlanjutan stok ikan,” jelasnya.
Di wilayah perairan Keteguhan, aktivitas nelayan dan budidaya rumput laut turut terancam oleh pencemaran air lindi. Hal ini menjadi ancaman nyata terhadap kelangsungan hidup masyarakat yang bergantung pada hasil laut tersebut. (Tam/Red)