Tag: Aji Bandar Lampung

  • AJI Bandar Lampung Kecam Arogansi Rakata Institute

    AJI Bandar Lampung Kecam Arogansi Rakata Institute

    Bandar Lampung, sinarlampung.co – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandar Lampung turut mengecam tindakan lembaga survei Rakata Institute yang melakukan Pencatutan logo media tanpa izin.

    Hal itu disebut AJI Bandar Lampung sebagai bentuk arogansi yang mencederai prinsip keterbukaan, etika profesional, dan independensi media sebagai pilar demokrasi.

    Ketua AJI Bandar Lampung, Dian Wahyu Kusuma mengatakan, kerja sama antara lembaga survei dan media harus berdasarkan komunikasi terbuka dari dua belah pihak.

    Oleh karena itu, langkah tegas seperti boikot yang dilakukan salah satu media Lampung merupakan tindakan yang disahkan.

    “Ini demi melindungi integritas institusi pers,” ujarnya.

    Dian menegaskan, pihaknya meminta lembaga survei menghentikan pencatutan logo media, serta meminta maaf secara terbuka kepada pihak yang dirugikan.

    “Media harus waspada terkait pencatutan ini, bila perlu siapkan langkah hukum,” tutupnya. (Red)

  • HUT ke-27 AJI Bandar Lampung Teliti Media dalam Berita Covid-19

    HUT ke-27 AJI Bandar Lampung Teliti Media dalam Berita Covid-19

    Bandar Lampung (SL)-Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Bandar Lampung merilis hasil riset terkait media memberitakan pandemi covid-19, dalam diskusi publik secara virtual, sekaligus merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-27 AJI, Minggu, 8 Agustus 2021.

    Ketua AJI Bandar Lampung Hendry Sihaloho, mengatakan, riset itu sekadar memotret pemberitaan sejumlah media terkait pandemik covid-19.

    AJI Bandar Lampung meneliti pemberitaan tiga media cetak, yaitu Lampung Post, Radar Lampung, dan Tribun Lampung.

    “Kita menilai tiga koran ini relatif besar dan punya pembaca cukup banyak,” ujarnya.

    Koordinator Tim Riset AJI Bandar Lampung, Alfanny Pratama, mengungkapkan, berita yang diteliti hanya yang terbit sepanjang 12-21 Juli 2021.

    Pada periode itu, pemerintah menerapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat di Bandar Lampung. Jadi, pihaknya hanya meriset pemberitaan seputar PPKM Darurat dan hal-hal terkait dengan kebijakan tersebut.

    “Tujuan dari riset ini untuk mengetahui bagaimana tiga media cetak di Lampung mengemas pemberitaan pandemik covid-19 selama kebijakan PPKM Darurat. Apakah media menjadi corong pemerintah atau lebih banyak mengangkat suara publik,” kata Alfanny.

    Berdasarkan hasil riset AJI Bandar Lampung selama PPKM darurat pada tiga media cetak telah ditentukan, AJI meneliti narasumber yang paling banyak digunakan adalah pemerintah. Rinciannya, media cetak Tribun Lampung sumber informasi didapat dari masyarakat sipil/komunitas/individu adalah 20 persen. Kemudian sumber organisasi masyarakat atau NGO 9,4 persen, akademisi/ahli 7,1 persen, Institusi/lembaga negara 21,2 persen dan terbanyak sumber daei pemerintah 42,4 persen

    Untuk media cetak Lampung Post, mengambil narasumber dari masyarakat sipil/komunitas/individu 6,1 persen, organisasi masyarakat atau NGO 4 persen, Akademisi/ahli 21,2 persen, Institusi/lembaga negara 25,3 persen dan tingkat sumber paling banyak juga pada pemerintah 43,4 persen.

    Sedangkan media cetak Radar Lampung menggunakan narasumber masyarakat sipil/komunitas/individu hanya 6 persen, organisasi masyarakat atau NGO 3 persen, akademisi/ahli 5 persen Institusi/lembaga negara 20 persen dan paling banyak sumber dari pemerintah 66 persen.

    Alfanny memaparkan, pada pemberitaan yang diwartakan lebih banyak memberi ruang untuk pemerintah. Hal itu terlihat pada terbitan Tribun Lampung 12 Juli 2021 dengan judul berita “Denda Tempat Usaha Rp 5 Juta”.

    “Dari berita itu, terdapat empat narasumber dari kalangan pemerintah semua. Berangkat dari hal tersebut, kami ingin mengetahui wajah pemberitaan sejumlah media cetak terkait penanganan pada masa PPKM Darurat di Bandar Lampung,” terangnya.

    Febrilia Ekawati dari Pantau Covid Lampung sebagai pembicara dalam diskusi tersebut, juga menyampaikan kondisi di lapangan yang menurutnya tidak sesuai dengan apa yang diberitakan media.

    “Apa yang diberitakan seolah penanganan pandemik baik-baik saja. Faktanya situasi saat ini tidak baik-baik saja. Kami yang baru empat hari membuka peminjaman tabung oksigen saja sangat miris,” kata dia.

    Febri menceritakan bagaimana para relawan di Pantau Covid Lampung dalam satu hari menerima telpon dari 30 peminjam tabung.

    “Rata-rata mereka ada yang di rumah sakit karena kekurangan tabung atau isinya. Atau lagi di rumah, namuj tidak ada pengawasan dari puskesmas atau satgas Covid-19,” katanya.

    Pengamat Kebijakan Publik Universitas Lampung, Dodi Faedluloh mengatakan, pers tidak boleh menjadi corong atau alat propaganda pemerintah dalam kondisi seperti apa pun. Apalagi saat kondisi krisis karena pandemik.
    Menurutnya, keberadaan pers harus menjadi penyampai informasi sesuai pemahaman yang diyakininya, agar kemudian pemahaman itu bisa menjadi pemahaman publik.

    “Dalam konteks agenda setting, peran pers bisa menjadi bagian dari policy entrepreneurs dari pihak non-pemerintah yang mendesakkan masalah tertentu ke agenda yang lebih tinggi, dalam hal ini penanganan pandemik yang lebih serius dan holistik,” ujar Dodi.

    Dia juga menyoroti bagaimana sikap akademisi yang sangat jarang menyampaikan suara kritis. Meski ada, namun menurutnya bisa dihitung dengan jari.

    “Padahal banyak hal bisa dilakukan. Seperti hasil riset akademisi bisa dipublikasikan lebih luas dan diakses publik. Intinya lebih membumikan hasil riset agar tidak hanya dikonsumsi kalangan peneliti saja,” ujarnya. (Red)

  • AJI Bandar Lampung Minta Pemerintah Tak Istimewakan Wartawan

    AJI Bandar Lampung Minta Pemerintah Tak Istimewakan Wartawan

    Bandar Lampung (SL)–Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandar Lampung meminta pemerintah tidak mengistimewakan wartawan terkait program vaksinasi Covid-19. Hal ini menanggapi pernyataan pihak Satuan Tugas (Satgas) Covid-19 Lampung yang mengusulkan wartawan setempat mendapat vaksin pada tahap kedua.

    “Sebagai warga negara, wartawan berhak mendapat vaksin, namun perlakuannya tidak perlu memberi keistimewaan,” kata Ketua AJI Bandar Lampung Hendry Sihaloho, Minggu, 24 Januari 2021.

    Hendry mengatakan, pemberian vaksin merupakan bentuk tanggung jawab pemerintah dalam mengatur dan melindungi hak atas kesehatan masyarakat. Program vaksinasi Covid-19 diharapkan menekan laju penyebaran virus yang berdampak luas terhadap kehidupan sosial. Namun, pemerintah harus menghindari memberikan keistimewaan kepada kelompok tertentu, termasuk kepada wartawan.

    “Jurnalis memang kalangan yang rentan terkena virus corona karena mobilitas tinggi dan berinteraksi dengan banyak orang. Namun, hal itu bukan menjadi alasan pembenar untuk memperlakukan mereka secara istimewa. Wartawan juga jangan meminta keistimewaan karena profesinya,” ujar Hendry.

    Dia meminta para juru warta tetap mengawal dan mengawasi proses vaksinasi. Memastikan informasi berkualitas lewat kerja-kerja jurnalistik secara independen juga penting. Sehingga, program vaksinasi Covid-19 tidak menyimpang dan benar-benar menjangkau setiap lapisan masyarakat.

    “Vaksin ini kan salah satu ikhtiar pengendalian pandemi virus corona. Karena itu, penting memastikan pemerolehan vaksin bagi publik dan sebaiknya tidak dikomersialisasi,” kata dia.

    Sebelumnya, Juru Bicara Satgas Covid-19 Lampung dr Reihana mengusulkan wartawan mendapat vaksin pada tahap kedua. Nantinya, para juru warta itu divaksin bersama petugas publik lainnya, seperti TNI, Polri, dan guru.

    “Vaksin tahap kedua, saya minta rekan-rekan media dimasukkan karena membantu pelayanan publik,” kata Reihana yang juga Kepala Dinas Kesehatan Lampung.(*)

  • Catatan AJI Bandar Lapung 2020, Ada Nama Arinal Djunaidi, Herman HN Hingga Wartawan Terlibat Pusaran Korupsi

    Catatan AJI Bandar Lapung 2020, Ada Nama Arinal Djunaidi, Herman HN Hingga Wartawan Terlibat Pusaran Korupsi

    Bandar Lampung (SL)-ALIANSI Jurnalis Independen (AJI) Kota Bandar Lampung mencatat berbagai peristiwa terkait kebebasan pers dan kondisi jurnalis sepanjang 2020. Tiga hal yang menjadi catatan penting, yaitu kekerasan, dampak pandemi, dan persidangan kasus korupsi yang menyebut nama jurnalis.

    Dalam hal keterangan tertulis AJI Bandar Lampung Bandar Lampung, Selasa, 29 Desember 2020, atas nama Ketua AJI Bandar Lampung Hendry Sihaloho, Sekretaris AJI Bandar Lampung Dian Wahyu, Anggota Advokasi AJI Bandar Lampung Derri Nugraha mencatat kasus kekerasan terhadap yang melibatkan Gubernur Lampung Arinal Djunaidi, Walikota bandar Lampung Herman HN, hingga wartawan dalam pusaran korupsi.

    Kekerasan terhadap jurnalis

    Sepanjang 2020, Bidang Advokasi AJI Bandar Lampung mencatat sembilan jurnalis yang mengalami kekerasan. Perinciannya, empat jurnalis mengalami intimidasi, dua jurnalis menerima ancaman, dua jurnalis mengalami kekerasan fisik, dan seorang jurnalis digugat secara perdata.

    Intimidasi terhadap empat jurnalis ketika meliput aksi menolak Omnibus Law atau dikenal #MosiTidakPercaya, 7-8 Oktober 2020. Pada 7 Oktober, jurnalis lampungsegalow.co.id dan jurnalis Lampungone.com meliput kericuhan antara para pedemo dengan aparat. Mereka merekam aksi aparat yang sedang memukuli siswa SMA menggunakan besi dan kayu. Kemudian, oknum polisi membentak mereka dan memaksa agar menghapus rekaman video.

    Pada 8 Oktober, jurnalis Radar Lampung Radio dan jurnalis Metro TV mengambil video penyisiran sejumlah titik, di mana aparat menghalau pelajar yang hendak mengikuti aksi di Bundaran Tugu Adipura. Mereka kemudian dipaksa oknum polisi untuk menghapus foto dan rekaman video aparat memukuli para siswa.

    Merespons hal tersebut, AJI Bandar Lampung dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Lampung membuka posko pengaduan bagi jurnalis yang mengalami kekerasan sepanjang demo Omnibus Law. Bukannya memeriksa anggotanya, Polresta Bandar Lampung malah memanggil Ketua AJI Bandar Lampung Hendry Sihaloho. Polisi juga sempat memeriksa jurnalis yang menjadi korban intimidasi.

    Sedangkan jurnalis yang menerima ancaman adalah jurnalis RMOL Lampung Tuti Nurkhomariyah dan jurnalis Lampung TV Dedy Kapriyanto. Tuti mendapat ancaman dari Gubernur Lampung Arinal Djunaidi pada 3 Maret 2020. Di hadapan kepala dinas dan sejumlah jurnalis, Arinal berbicara kepada Tuti,

    “Kalau kamu itu, mulai hari ini kamu akan saya pelajari…sudahlah kamu beritakan yang baik-baik saja.” Arinal juga berkata, “Apalagi sudah pakai kerudung, sami’na wa atho’na. Jangan sampai nanti innalillahi wainna ilaihi rojiun.”

    Kemudian, ancaman terhadap Dedy saat mewawancarai Wali Kota Bandar Lampung Herman HN di DPRD Bandar Lampung, Senin, 9 November 2020. Dalam rekaman video, Herman tampak kesal ketika Dedy meminta tanggapannya ihwal kepala Bappeda yang turut mensosialisasikan salah satu calon wali kota. Kala ditanya lebih lanjut, Herman berkata, “Beritakanlah, pecah kepala kamu. Kamu jangan seenak-enaknya. Kamu belum tahu saya?”

    Adapun jurnalis yang menerima serangan fisik, yakni kontributor SCTV-Indosiar Ardy Yohaba. Waktu itu, Ardy meminta konfirmasi ihwal kericuhan pertandingan Sepak Bola Piala Bupati Cup. Ardy menyatakan, sebelum pemukulan,

    Ketua Panitia Juanda Basri lebih dahulu merampas kameranya. Saat itu, baterai kameranya belum dikembalikan, sedangkan kamera sudah dipulangkan. Akibat pemukulan tersebut, Ardy terluka di bagian pelipis sebelah kanan.

    Jurnalis lain yang mengalami kekerasan secara fisik adalah Junaidi Romli dari galangnusantara.id. Waktu itu, Junaidi dihubungi oknum preman berinisial HI. Mereka kemudian bertemu di ruang Sekretaris Dinas Kesehatan Tulangbawang Lasmini. Pemanggilan Junaidi terkait pemberitaan berjudul “RSUD Menggala dan Dinkes Tuba Terkesan Lalai.” Junaidi mengaku dibekap dalam ruangan itu. Selain membekap, oknum preman mengancam akan membunuh Junaidi.

    Lalu, jurnalis yang digugat secara perdata, yaitu Eko Wahyu dari BeritaKharisma.com. Penggugatnya seorang advokat bernama Alif Sugerly Masyono. Alif adalah mantan kuasa hukum I, penyintas kekerasan seksual. Dia mempersoalkan berita Eko bahwa dirinya membuat perdamaian dengan pelaku. Tak terima, Alif menggugat Eko ke Pengadilan Negeri (PN) Kota Metro.

    Secara umum, pelaku kekerasan terhadap jurnalis dari berbagai kalangan, seperti pejabat publik, aparat, dan pengurus organisasi. Artinya, pelaku kekerasan terhadap jurnalis adalah orang-orang yang berpendidikan. AJI mengecam segala bentuk kekerasan terhadap jurnalis.

    Terlebih, kekerasan itu terkait kerja-kerja jurnalistik para jurnalis. AJI meminta keberatan terhadap karya jurnalistik ditempuh dengan mekanisme yang diatur dalam UU 40/1999 tentang Pers. Bila dibandingkan pada 2019, kasus kekerasan terhadap jurnalis di Lampung meningkat pada 2020.

    Tahun lalu, terdapat enam kasus terkait kebebasan pers. Perinciannya, dua kasus intimidasi terhadap jurnalis, satu kasus pengusiran jurnalis, satu kasus pelarangan peliputan, satu kasus pelecehan profesi jurnalis, dan satu kasus etik.

    Pandemi

    Pandemi Covid-19 sejak Maret 2020 memberikan dampak terhadap perusahaan media di Lampung. AJI menerima laporan bahwa beberapa perusahaan media menempuh langkah efisiensi, seperti memangkas karyawan dan memotong tunjangan makan serta transportasi.

    Kemudian, perusahaan media memotong upah jurnalis. Sejumlah perusahaan pers dilaporkan menunda pembayaran upah jurnalis. Pandemi juga berdampak pada performa bagian redaksi perusahaan media. Jam kerja menjadi tidak menentu dan lebih panjang. Beban kerja menjadi lebih banyak karena ada pengurangan karyawan di tingkat pusat dan pengurangan biaya produksi, sehingga memengaruhi kualitas konten/program.

    AJI juga menerima laporan bahwa terdapat perusahaan media yang abai melindungi pekerja dari penyebaran Virus Korona. Misal, tidak memenuhi alat pelindung diri dan memfasilitasi tes, baik PCR atau antigen. Padahal, jurnalis rentan terpapar virus karena aktivitasnya yang mobile.

    Kasus Korupsi

    Sepanjang 2020, AJI Bandar Lampung mencatat beberapa pelanggaran etik jurnalis. Dalam sidang perkara suap proyek di Dinas PU-PR dan Dinas Perdagangan Lampung Utara terungkap bahwa ada anggaran untuk oknum wartawan, yakni sebesar Rp600 juta . Uang tersebut mengalir ke sejumlah jurnalis.

    Kasus lainnya, empat jurnalis, yaitu Agus Mariadi (SKU Merdeka 45), Basriyadi (Advokat News), Apria dan Amroni (Dinamika Lampung News) diduga meminta uang kepada guru SMKN 1 Banjit, Kabupaten Way Kanan, sebesar Rp2 Juta. Uang tersebut sebagai syarat agar tidak dilaporkan karena diduga menyimpangkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

    Berikutnya, dua oknum wartawan berinisial AM dan DP ditangkap pihak kepolisian pada sabtu, 25 Januari 2020. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus pemerasan karyawan bank di Bandar Lampung berinisial IN.
    Pada 2019, nama jurnalis juga disebut dalam sejumlah kasus korupsi. Kasus dimaksud antara lain fee proyek di Lampung Selatan dan paket proyek di Dinas PU-PR Mesuji.

    AJI Bandar Lampung menyesalkan perilaku oknum wartawan yang turut bermain proyek. Seyogianya mereka tidak ikut, apalagi sampai terlibat. Sebaliknya, wartawan mesti mengawasi pelaksanaan sebuah proyek agar tidak menyimpang, terlebih itu memakai uang rakyat,

    Oknum jurnalis yang main proyek bukan saja mencoreng profesi pewarta, tapi juga melanggar Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Dalam Pasal 6 KEJ disebutkan bahwa wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.

    Penafsirannya, menyalahgunakan profesi yakni segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum. Sedangkan suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang memengaruhi independensi.

    AJI memandang perilaku tersebut dapat memperburuk citra profesi jurnalis di masyarakat. Hal ini bisa memengaruhi tingkat kepercayaan publik terhadap media. Padahal, mereka yang bekerja sebagai jurnalis punya tanggung jawab secara moral. Terutama, menjaga kepercayaan publik dengan tidak menyalahgunakan profesi dalam bentuk apapun.

    Kebebasan berpendapat dan berekspresi

    AJI juga memberi perhatian pada perkembangan kebebasan berpendapat dan berekspresi di Lampung. Selain kebebasan pers dan kesejahteraan jurnalis, salah satu misi AJI adalah mengembangkan demokrasi dan keberagaman.

    Selama tahun ini, AJI mencatat dua kasus terkait pelanggaran kebebasan berpendapat dan berekspresi. Pertama, teror dan peretasan terhadap pengurus Teknokra Universitas Lampung (Unila), Chairul Rahman Arif dan Mitha Setiani Asih. Keduanya mendapat teror dan peretasan menjelang diskusi publik bertajuk “Diskriminasi Rasial Terhadap Papua” yang digelar Teknokra secara virtual, Kamis, 11 Juni 2020.

    Teror dan peretasan itu membuat Chairul dan Mitha mengungsi sementara ke sekretariat AJI Bandar Lampung. Mereka akhirnya menumpang di rumah aman. Kasus ini telah dilaporkan ke Polda Lampung, namun ditolak. Alasannya, pelaporan perlu dilengkapi dengan bukti tertulis dari psikiater ihwal dampak yang dialami akibat teror
    tersebut.

    Alhasil, polisi menerima kasus itu sebagai laporan informasi. Meski demikian, dalam beberapa kesempatan, pihak Polda Lampung tidak dapat menjelaskan ketika ditanya ihwal perkembangan kasus dimaksud. Kasus kedua, aksi sweeping terhadap warga sipil di sejumlah titik pada aksi #MosiTidakPercaya, 7-8 Oktober.

    Waktu itu, polisi menyisir beberapa titik di kawasan Bundaran Tugu Adipura. Mereka menghalau warga yang hendak menyampaikan aspirasi pada demo menolak Omnibus Law.

    AJI berpendapat, aksi sweeping oleh aparat berpotensi melanggar HAM. Sebab, konstitusi menjamin warga negara untuk menyampaikan pendapat. Mereka yang terjaring sweeping pun tanpa proses hukum secara adil. Aksi sweeping oleh aparat tidak bisa dipisahkan dari surat telegram kapolri.

    Dalam telegram itu, kapolri memerintahkan para kapolda di masing-masing daerah untuk meredam dan mencegah aksi demonstrasi ihwal Omnibus Law. Perintah itu bertentangan dengan konstitusi. Mengapa bertentangan? Karena kebebasan berekspresi maupun menyampaikan pendapat dijamin konstitusi republik ini.

    Pada 2019, pelanggaran terhadap kebebasan berpendapat dan berekspresi tercatat satu kasus, yaitu pembubaran acara menonton bareng film “Kucumbu Tubuh Indahku”. Artinya, dalam dua tahun berturut-turut, terjadi pelanggaran terhadap kebebasan berpendapat dan berekspresi. Padahal, kebebasan berpendapat dan berekspresi bagian dari hak publik yang perlu mendapat perlindungan dan penghormatan. (rls/red/*)

  • Perusahaan Pers Terverifikasi Harus Berikan Gaji Layak Dan Jamkes

    Perusahaan Pers Terverifikasi Harus Berikan Gaji Layak Dan Jamkes

    Bandarlampung (SL) – Peringatan Hari Buruh, 1 Mei 2018, harus dimaknai perusahaan pers dengan memberikan kesejahteraan bagi para pekerja media. Perusahaan media harus menggaji wartawan minimal sama dengan upah minimum provinsi serta memberikan jaminan sosial.

    Ketua AJI Bandar Lampung Padli Ramdan mengatakan perusahaan media memiliki kewajiban untuk memberikan kesejahteraan kepada para pekerjanya. Hal ini merupakan perintah UU Pers No.40 Tahun 1999 Pada 10 yang isinya perusahaan pers memberikan kesejahteraan kepada wartawan dan karyawan pers dalam bentuk kepemilikan saham dan atau pembagian laba bersih serta bentuk kesejahteraan lainnya.

    Dalam bagian penjelasan UU Pers, yang dimaksud dengan “bentuk kesejahteraan lainnya” adalah peningkatan gaji, bonus, pemberian asuransi dan lain-lain. “Asuransi ini mencakup jaminan sosial untuk kesehatan dan kecelakaan kerja,” kata Padli dalam rilis yang dikirimkan, Selasa (1/5/2018).

    Menurut Padli, memberikan kesejahteraan adalah salah satu syarat untuk mewujudkan profesionalisme jurnalis. Jika wartawan tidak digajih layak dan tidak mendapat jaminan sosial dari perusahaannya, maka pekerja media cenderung melakukan pelanggaran etika. Misalnya meminta uang kepada narasumber, bahkan melakukan pemerasan dan penyalahgunaan profesi.

    Berdasarkan data pada website Dewan Pers, di Lampung ada 56 media yang terdata, baik cetak, siber, dan penyiaran. Namun, dari jumlah tersebut hanya sebagian kecil yang sudah terverifikasi secara administrasi dan faktual. Masih banyak yang hanya terverifikasi administrasi saja.

    Padli menilai media yang sudah terverifikasi harus menggaji jurnalisnya secara lebih layak dan memberikan jaminan sosial. Syarat menjadi media yang terverifikasi adalah Dewan Pers yang profesional dan memberikan kesejahteraan kepada wartawannya.

    Koordinator Bidang Advokasi dan Ketenagakerjaan Rudiyansyah berharap kesejahteraan jurnalis selaras dengan kualitas berita yang dihasilkan yang dapak berdampak luas bagi publik. Perjuangan untuk menyejahterakan wartawan bisa dilakukan dengan membentuk serikat pekerja lintas media.

    Rudiyansyah meminta Dewan Pers menegur media yang sudah terverifikasi tapi masih menggaji wartawannya secara tidak layak. “Seharusnya media yang masih membayar upah wartawannya di bawah UMP, Dewan Pers bisa mencabut sertifikat terverfikasi yang sudah diberikan,” kata dia.

    Menurut Rudi, jika jurnalis sehat dan sejahtera maka perusahaan pers semakin kuat. Kesejahteran dan jaminan sosial menjadi kewajiban perusahaan pers untuk mewujudkan wartawan yang semakin profesional dan berkompeten.

  • AJI Bandar Lampung Ingatkan Calon Kepala Daerah dan Timses Jangan Langgar UU Pers

    AJI Bandar Lampung Ingatkan Calon Kepala Daerah dan Timses Jangan Langgar UU Pers

    Ketua AJI Bandar Lampung, Padli Ramdan (Foto/Dok/Net)

    Bandarlampung (SL) – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandar Lampung meminta seluruh calon kepala daerah dan tim pendukungnya untuk tidak melakukan kekerasan terhadap jurnalis. Kasus kekerasan di Kota Ambon jangan sampai terjadi di daerah lain yang menyelenggarakan Pilkada Serentak.

    Hal tersebut disampaikan Ketua AJI Bandar Lampung, Padli Ramdan, menyikapi adanya tindakan kekerasan terhadap dua jurnalis di Ambon yang dilakukan oleh calon gubernur Maluku Said Assagaff dan tim pemenangannya, Kamis (29/3/2018). Dua jurnalis yang mengalami kekerasan adalah Abdul Karim Angkotasan dan Sam Usman Hatuina (Rakyat Maluku).

    AJI Bandar Lampung, kata Padli, mengecam tindakan kekerasan terhadap jurnalis yang dilakukan oleh calon kepala daerah dan tim suksesnya. Dalam bekerja, jurnalis dilindungi Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers sehingga setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi kerja-kerja jurnalis dapat dijerat hukuman pidana.

    “Kami mengecam aksi kekerasan jurnalis di Ambon, dan mendorong aparat kepolisian menindak tegas dan menghukum pelaku dengan memakai UU pers,” ujar Padli, Minggu (1/4).

    etua Bidang Advokasi AJI Rudiyansyah berharap kejadian kekerasan kepada jurnalis di Ambon tidak terjadi pada jurnalis di Lampung. untuk itu, ia menegaskan agar semua calon kepala daerah di Lampung untuk tidak alergi dengan media dan jurnalis yang menjalankan tugas-tugasnya sesuai UU pers.

    Menurut Rudiyansyah, semua calon kepala daerah beserta tim suksesnya harus memahami UU Pers dengan baik sehingga tidak mengulangi kasus kekerasan terhadap wartawan. AJI juga mendesak agar Badan pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Komisi Pemilihan Umum dapat mengingatkan dan menegur calon kepala daerah dan tim kampanye calon yang tidak terbuka dengan media dan melakukan pelanggaran terhadap UU Pers.

    Berdasarkan informasi resmi dari AJI Ambon, kronologis kekerasan terhadap dua jurnalis Abdul Karim dan Sam Usman Hatuina, bermula saat Sam mengambil foto calon petahana gubernur Maluku, Said Assegaf yang melakukan pertemuan dengan sejumlah aparatur sipil negara Pemprov Maluku dan petinggi partai politik di salah satu kafe di Kota Ambon.

    Mengetahui pertemuan itu difoto wartawan, beberapa tim sukses Said Assegaf memaksa Sam menghapus fotonya. Said juga ikut mendesak Sam menghapus foto itu.

    Tak cukup sampai di situ, ada beberapa orang lain menghampiri Sam dan merampas ponselnya serta mengintimidasi. Abdul Karim yang keberatan dengan aksi tim sukses calon mendapatkan kekerasan. Ia ditampar seorang anggota tim sukses.

    Atas kejadian tersebut korban telah melapor di Polda Maluku dengan dua materi laporan yakni penganiyaan dan upaya menghalang-halangi kerja jurnalis sebagimana ketentuan pidana Pasal 18 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

    Narahubung
    Ketua AJI Bandar Lampung : Padli Ramdan (0899 4277 609)
    Ketua Bidang Advokasi AJI: Rudiyansyah (0822-8119-9636)

  • AJI Adakan Pelatihan Deteksi Hoaks dan Pengamanan Digital

    AJI Adakan Pelatihan Deteksi Hoaks dan Pengamanan Digital

    Padli Ramdan ketua AJI Bandar Lampung

    Alinasi Jurnalis Independen (AJI) akan mengadakan pelatihan tentang hoaks dan pengamannan dunia digital. Kegiatan ini digelar di Auditorium Perpustakaan Universitas Lampung, Kamis (15/2).

    Pelatihan yang digelar AJI bekerja sama dengan Internews dan Google News Lab ini terbuka untuk masyarakat umum dan gratis. Jumlah peserta dibatasi hanya 50 orang.

    Ketua AJI Bandar Lampung Padli Ramdan mengatakan pelatihan bertema “Hoax Busting and Digital Hygiene” ini digelar karena makin maraknya berita bohong atau hoaks yang tersebar lewat internet. Berita bohong yang terus menyebar ini bisa dianggap sebagai kabar yang benar jika tidak dilakukan pencegahan dan penyadaran kepada pembaca.

    Menurut Padli, tidak sedikit warga yang sering terjatuh dalam informasi yang salah. Tingkat kepercayaan warga pada keberadaan media arus utama yang turut menjembatani informasi pun semakin dirasakan menurun. Di lain sisi, hal tersebut tidak diimbangi dengan keberadaan media alternatif yang akurat dan kredibel.

    Hoaks juga, kata dia, muncul dalam bentuk berita, dengan format editorial, advertorial, atau yang lainnya. Kabar bohong dengan menampilkan informasi yang salah serta gambar yang menyesatkan dikemas dengan baik untuk memutarbalikkan kebenaran.

    “Terkadang akun media sosial yang dibajak juga sengaja digunakan untuk menyebarkan berita palsu dan hoax. Kemudian diperparah dengan disebarkan ulang (re-share) oleh akun lain yang tidak memverifikasi dulu kebenaran berita atau informasi itu sehingga viral di dunia maya,” kata dia dalam rilis, Rabu (14/2).

    Ia berharap lewat workshop ini masyarakat umum mampu mendeteksi berita palsu, hoaks, atau misinformasi. Kegiatan ini diharapkan bisa menumbuhkan kesadaran publik atas pentingnya verifikasi dan koreksi fakta atas semua informasi yang diperoleh di internet.

    Para peserta, kata dia, akan diajarkan bagaimana memanfaatkan perangkat google untuk membangun pengamanan diri di dunia digital yang sehat dan aman. Sehingga akun media sosial yang dipakai bisa terlindungi dari pembajakan yang merugikan.

    Padli menambahkan pelatihan ini akan difasilitasi oleh dua pemateri yang tersertfikasi Google News Lab. Narasumber akan memberikan pelatihan mengenai pengamanan diri di dunia digital dan bagaimana meningkatkan pemahaman terhadap berita yang belum terverifikasi di dunia maya. (rls/)