Bandarlampung (SL) – Maraknya, pihak-pihak ASN di beberapa Pemerintahan Provinsi Lampung, mulai menunjukan kesan ketidak sukaan terhadap profesi jurnalis atau wartawan dalam sebuah pemberitaan khususnya, bahkan bentuk ketidak sukaan tersebut, diunggah dalam media sosial (Facebook, WA kebanyakan), Ketua DPD Aliansi Jurnalistik Online (AJO) Indonesia Provinsi Lampung, Romzy Hermansyah.R.SP, imbau kepada seluruh jajaran yang tergabung dalam organisasi AJO Indonesia wilayah Lampung, untuk tidak terpancing.
“Soal kalimat, yang di sampaikan beberapa oknum ASN ataupun pimpinan daerah (Bupati/Walikota) dan atau pihak manapun terhadap nama profesi kejurnalisan/wartawan, seluruh anggota dan jajaran pengurus yang tergabung dalam AJO Indonesia Lampung, jangan mudah terpancing, bijaklah dalam menyikapi persoalan, jangan menambah suatu persoalan yang secara tidak langsung mengkerdilkan kita sendiri selaku jurnalis, alangkah baiknya jika persoalan terkait di konfrimasikan dan di klarifikasikan dulu, maksud dan tujuan bersangkutan,”
Demikian di sampaikan Ketua DPD AJO Indonesia Provinsi Lampung, Romzy Hermansyah, di Kantor DPD AJO Indonesia, Jl.Bahari Kecamatan Panjang Bandarlampung. Minggu 06 Mei 2018.
Kejadian ini bukan hal yang baru, baik kejadian seorang Bupati di Mesuji terjadi juga di kalangan ASN pejabat kedinasan dan sejenisnya. Bahkan masyarakat pun mulai pudar akan kepercayaananya terhadap dunia jurnalistik kebanyakan, karena laku dari segelintir oknum.
Dalam hal ini, tentunya juga penegak hukum, mestinya cepat rasepon tanggap, jika muncul sebuah kalimat, statement bentuk status pejabat yang di unggah di medsos, yang sifatnya mengandung unsur provokatif yang dampaknya akan menimbulkan gejolak dikalangan jurnalis.
“Kita juga selaku jurnalis, jangan alergi akan saran kritik, jangan kedepankan ego dan emosi. Bijak dalam menilai suatu permasalahan terlebih menyangkut sebuah berita yang akan dan telah jadi sengketa dalam berita, sehingga pihak terkait atau oknum yang diberitakan merasa tidak nyaman dan suka, harus bijak, lakukan konfrimasi klarifikasi atas hal keterkaitan disertai dengan menelaah dan koreksi hal yang telah kita buat dalam karya (berita), jangan gegabah,”katanya.
Dalam hal ini, Romzy memaparkan, rekan-rekan jurnalis tentunya sudah mengetahui dan paham, bagaimana tugas fungsi seorang jurnalis, sebagaimana UU Pokok Pers dan Kode Etik Jurnalistiknya.
Perkara atau sengketa sebuah pemberitaan, perlu di ketahui juga, jika menjadi penanganan proses pengaduan terkait pemberitaan media, tentunya pihak-pihak terkait dan penegak hukum khususnya, dapat paham dan menghormati UU pokok pers dan KEJ yang ada. Sehingga tidak terjadi kesan istilah kriminalisasi terhadap pers.
Di sini perlu juga, sama-sama kita belajar, menyoal sebuah pemberitaan beberapa media menyangkut Kebijakan atau program dan atau kegiatan di Badan/Dinas Pemerintahan, dinilai telah sesuai dengan kaidah jurnalistik sebagaimana diatur dalam UU Pers.
Pers mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi. Hal ini masuk delik pers bukan delik pidana, penegak hukum diharapkan juga dapat hargai hal ini, tidak serta merta menangani persoalan sengketa pemberitaan yang dilaporkan oknum atau pihak yang dirugikan atas pemberitaan, diproses delik pidana.
Untuk pemberitaan, Romzy melanjutkan, juga diatur bahwa jika dalam sebuah pemberitaan menyangkut oknum atau pihak yang diberitakan tidak ditemui tak sesuai KEJ dan atau terjadi suatu kesalahan, tidak akurat, salah dalam keradaksionalan, maka wartawan itu, segera meralat atau mencabut serta memperbaiki berita yang keliru dengan disertai permintaan maaf kepada pembaca.
Dunia pers dikenal dua istilah dalam pemberitaan atau karya kejurnalistikan, yakni hak jawab dan hak koreksi. Ini cukup di pahami oleh seluruh kalangan praktisi jurnalis, namun tidak di kalangan dunia Pemerintahan khususnya sebagian oknum ASN atau pejabat serta pihak-pihak terkait yang tentunya keterkaitan dalam sebuah pemberitaan. Ini juga sebagai tugas kita bersama memberikan pencerahan kepada seluruh masyarakat (rls)