Tag: Akademisi Kritisi

  • Larang Akademisi Berpendapat Tak Sesuai Kopentensi, Nanang Trenggono Banjir Kritikan

    Larang Akademisi Berpendapat Tak Sesuai Kopentensi, Nanang Trenggono Banjir Kritikan

    Bandar Lampung (SL)-Larang Juru Bicara Rektor Universitas Lampung (Unila) Nanang Trenggono agar setiap akademisi Unila tidak kebablasan dalam memberikan pendapat, mendapat banyak sorotan dari berbagai kalangan.

    Nanang meminta meski secara UUD 1945, setiap orang diberikan kebebasan untuk menyampaikan pendapatnya. Namun, sebagai akademisi harus memahami kebebasan mimbar akademik. Jangan sampai bias pemahaman kebebasan akademis.

    “Artinya yang bisa bicara kepada publik sesuai dengan ilmunya itu guru besar atau dosen yang mempunyai kualifikasi yang sudah senior atau lektor senior. Itupun sesuai bidang ilmunya. Kalau dia bicara kepada publik, dia dilindungi rektor dengan asas kebebasan mimbar akademik,” kata mantan Ketua KPU Lampung itu.

    Dengan demikian, apabila seorang akademisi memberikan pendapat tetapi tidak sesuai dengan bidang ilmunya, maka tidak dapat mewakili Unila. Hal itu sesuai dengan Peraturan Menteri Ristekdikti No. 6 Tahun 2015 tentang Statuta Universitas Lampung. “Kalau misalnya tidak layak jangan mengatasnamakan akademisi apa. Bebas berpendapat boleh-boleh saja, kalau ada resiko gak bisa berlindung di asas kebebasan mimbar akademik,” katanya.

    Nanang mencontohkan seorang akademisi hukum bidang tertentu berkomentar tentang politik. Menurutnya itu tidak pas. “Tapi orang bisa bebas bicara. Akan tetapi, dia gak bisa bilang akademisi Unila, gak bisa mewakili Unila,” jelasnya.

    Statmen Nanang Trenggono, dikritik tokoh Lampung Abdullah Fadri Auli, yang menilai Universitas Lampung sudah “kebablasan” melarang setiap dosennya tidak memberikan pendapat kepada publik. “Para pengamat Unila hanya mengkritik yang bersifat membangun dan meluruskan masalah secara normatif,” ujar koordinator Lampung Goverment Watch (LGW) itu Selasa (10/3).

    Aab, panggilan Abdullah Fadri Auli yang mantan anggota DPRD Lampung 2014-2019 itu mengatakan apa yang dilakukan para dosen sesuai keilmuannya. Hal itu sesuai sebagaimana yang diatur dalam Permenristek No.6 Tahun 2015 tentang Statuta Unila,

    Berdasarkan Pasal 31 poin 3, kebebasan akademik wewenang profesor atau dosen yang memiliki otoritas dan wibawa ilmu untuk menyatakan pendapat secara terbuka. “Saya melihat tidak ada dosen yang kebablasan sebagaimana yang dikatakan Juru Bicara Rektor Universitas Lampung (Unila) Nanang Trenggono.

    Sebagai alumni, Abdullah Fadri Auli menginginkan Unila terus kritis terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah dan wajib mengingatkan para pejabat yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat.

    Sementara Ketua KRLUPB, Rakhmat Husein menyebutkan ucapan Nanang Trenggono mengatasnamakan juru bicara Rektor Unila yang melarang Dosen Unila untuk bicara dan berpendapat kepada publik dan hanya dosen dengan kualifikasi tertentu yang boleh bicara ke publik itu Nanang menjaadi anti demokrasi.

    “Ucapan Pak Nanang itu membuktikan bahwa Nanang Trenggono sebagai mantan ketua KPU Lampung maupun sebagai akademisi merupakan sosok yang anti demokrasi dan mengingkari amanat UUD 1945,” kata Rakhmat.

    Menurut Rakhmat siapapun warga negara Indonesia sejatinya bebas berpendapat untuk menyuarakan kebenaran kepada publik. Kini publik balik bertanya ke Pak Nanang dan juga Rektor Unila mengapa harus melarang dosen dan mahasiswa untuk menyuarakan kebenaran?.

    “Apakah Rektor, akademisi, dan kampus saat ini sudah di bawah tekanan kekuasaan sehingga akademisi atau mahasiswa yang hendak berpendapat harus dengan kualifikasi keahlian tertentu. Silahkan saja Unila atau kampus lainnya menikmati fasilitas yang di berikan Gubernur Arinal tapi itu tidak lantas serta merta membungkam suara dan pendapat kritis atas kebijakan pemerintah?” lanjutnya.

    Menurut Rakhmat, banyaknya akademisi yang kritis di Lampung mestinya disyukuri oleh Gubernur Lampung Arinal Djunaidi. “Sesungguhnya banyak orang yang sayang terhadap Babang Arinal. Maka para akademisi mengingatkan Babang Arinal agar tidak tersesat dan masuk dalam jurang,” katanya.

    “Atau jangan jangan Rektor Unila dan Pak Nanang sengaja menggiring bang Arinal untuk terporosok jatuh karena babang Arinal asyik dalam kekeliruan dan tidak ada yang boleh mengingatkan?” katanya lagi.

    KRLUPB menyarankan Nanang mundur dari jabatan juru bicara Rektor dan focus mengajar mahasiswa. “Walaupun Gubernur Arinal berstatement akan melibatkan Unila dalam  kepemimpinannya, tapi harusnya hal tersebut tidak mengurangi Rektor atau akademisi Unila untuk tetap keras bersuara dan berpendapat demi mewujudkan Lampung Berjaya. Bukan malah Rektor bersembunyi dari publik di belakang juru bicara,” katanya. (Red)

  • Akademisi Dan Praktisi Hukum Sesalkan Sikap “Tak Jujur” Bawaslu Lampung

    Akademisi Dan Praktisi Hukum Sesalkan Sikap “Tak Jujur” Bawaslu Lampung

    Akademisi Unila Yusdianto

    Bandarlampung (SL)-Akademisi Universitas Lampung (Unila) Yusdianto  menyesalkan sikap Bawaslu Lampung yang diduga telah membohongi publik ihwal rekomendasi Bawaslu terkait keterlibatan sejumlah aparatur sipil negara (ASN) di beberapa kabupaten/kota yang diklaim Bawaslu telah direkomendasi ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), Namun faktanya sampai saat ini KASN belum menerima rekomendasi dari Bawaslu Lampung.

    Dosen Hukm Tata Negara Unila ini mengatakan bahwa dengan ada proses pergantian komisioner Bawsalu priode lalu itu, publik berharap adanya peningkatan kinerja dan memenuhi ekspektasi publik terhadap masalah pilkada. “Sungguh disesalkan. Harapan aka nada peningkatan itu nyatanya keliru. Jadi patut dipertanyakan kredibilitas dan sikap profesional Bawaslu Lampung,” kata Yusdianto, Sabtu (30/12/2017).

    Menurut Yusdianto, dirinya mengaku kurang paham ihwal sikap Bawaslu yang ditengarai ‘serampangan’ dalam menangani dugaan pelanggaran pilkada atau potensi pelanggaran pilkada. “Hanya urusan ASN aja Bawaslu berbohong bagaimana mereka menangani hal yang lain. Tentu ini problem yang krusial. Saya tidak paham kenapa Bawaslu lamban dan sampai berbohong urusan ASN. Padahal secara tektual Undang-undang sudah clear atas apa yang harus mereka lakukan. Ini tentu jadi masalah dan kian menambah ketidakpercayaan publik terhadap Bawaslu,” katanya.

    Ginda Ansori

    Sementara Praktisi hukum Gindha Ansori mengatakan, Bawaslu Lampung harusnya objektif melakukan pemeriksaan terkait laporan yang menyangkut aparatur sipil negara (ASN) yang diduga melakukan tindakan yang melanggar batasan Undang-undang terutama terkait larangan ASN yang berafiliasi dengan partai politik dan berpolitik praktis dalam mendukung salah satu bakal calon kepala daerah. “Apa yang menjadi kendala harus dipaparkan ke publik,” kata Ansori, Rabu (03/01/2018).

    Ia berujar, jika terbukti ASN melanggar maka harus diterbitkan rekomendasi untuk pemberian saksi terhadap yang bersangkutan. “Jangan kesannya digantung. Atau tidak diproses atau diproses tanpa hasil,” sarannya.

    Koordinator Presedium Komite Pemantau Kebijakan Anggaran Daerah (KPKAD) ini menambahkan, Bawaslu yang merupakan bagian penting dari proses demokrasi, untuk itu khususnya tidak lamban dan ‘gamang’ dalam membuktikan sesuatu. Pun Bawaslu harus bebas dari kepentingan kelompok yang bakal membelenggu dengan sebuah prinsip independensi. “Publik menunggu hingga hari ini, apapun keputusannya segera direkomendasikan ke KASN sehingga ada kesimpulan terkait pelanggarannya,” ujarnya.

    Itu kata Ansori, agar senantiasa memenuhi rasa keadilan, sangat aneh dan janggal seseorang berbuat, tetapi atas perbuatannya tidak diberikan sanksi, lalu dimana konsep keadilan yang dijunjung tinggi?. Karena kata dia, dari perbuatan ASN dapat dinilai apakah melanggar atau tidak, dan dari situlah diputuskan rekomendasi itu. “Sehingga Bawaslu tak berkesan sebagai lembaga pelengkap penderita saja dalam proses penentuan pemimpin di suatu daerah,” tukasnya.

    Diketahui, ASN di berbagai kabupaten/kota dan ASN di Pemprov Lampung diduga terlibat politik. Pun Bawaslu memberikan sanksi berupa rekomendasi ke inspektorat setempat dan rekomendasi ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), Bawaslu mengklaim telah mengirimkan rekom mereka ke KASN. Namun KASN mengaku belum pernah menerima rekom dari Bawaslu Lampung. (nt/*)