Bandar Lampung, sinarlampung.co – Komisi II DPR RI dijadwalkan kunjungi Provinsi Lampung pada kamis, 13 Februari 2025. Rencana tersebut langsung disambut suka cita Aliansi Komando Aksi Rakyat (AKAR) Lampung.
AKAR berharap kunjungan anggota legislator tersebut tidak hanya agenda semata, tetapi juga memberikan perhatian terhadap berbagai persoalan di Lampung, termasuk konflik agraria yang belum terselesaikan.
Ketua DPP AKAR Lampung Indra Musta’in, menyampaikan harapannya agar Komisi II DPR RI dapat melihat langsung kondisi di lapangan dan memahami akar permasalahan konflik agraria di Lampung.
“Kami berharap kedatangan Komisi II DPR RI ini dapat menjadi momentum penting untuk mendorong penyelesaian konflik agraria yang berlarut-larut” ujar Ketua DPP AKAR Lampung, Indra Musta’in, Rabu, 12 Februari 2025.
Indra menjelaskan konflik agraria di Lampung melibatkan berbagai pihak, mulai masyarakat, perusahaan hingga pemerintah daerah. Sehingga diperlukan penyelesaian yang adil dan transparan untuk menciptakan stabilitas dan kepastian hukum di bidang agraria.
Dibalik persoalan AKAR juga berharap Komisi II DPR RI dapat memberikan solusi dan rekomendasi yang konstruktif bagi pemerintah daerah dalam mengatasi berbagai permasalahan agraria yang ada.
Menurut Indra, salah satu konflik agraria terbesar di Lampung adalah PT. Sugar Group Company (SGC) dengan masyarakat Desa Penawar/Gedung Aji dan Desa Gunung Tapa Kabupaten Tulang Bawang.
“Perkara Konflik Lahan tidak hanya sebatas persoalan di atas, polemik berkepanjangan juga muncul atas sengketa lahan seluas 460Ha di Desa Penawar/Gedung Aji dan 303Ha di Desa Gunung Tapa Kabupaten Tulang Bawang,” jelasnya.
Indra meneruskan, tanah atau lahan yang dimiliki perorangan atau badan hukum di dalam kawasan hutan berdasarkan bukti-bukti yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Tanah Enclave) yang justru dikuasai oleh PT. Sweet Indo Lampung (SIL) sejak Tahun 2005 menjadi perkebunan tebu.
Penguasaan lahan tersebut dilakukan tanpa kompromi dan musyawarah dengan masyarakat terlebih dahulu. Sebab, lahan tersebut di luar luasan HGU yang telah ditetapkan oleh negara.
“Sehingga menimbulkan konflik dengan masyarakat yang berkepanjangan atas tuntutan atas tuntutan ganti rugi hak mereka yang hingga saat ini terabaikan. Tentunya, masih banyak lagi persoalan lain yang terangkum oleh AKAR Lampung dalam upaya advokasi kerakyatan” pungkasnya.
Di lain pihak, Ketua DPP PEMATANK Suadi Romli menyuarakan konflik agraria yang dikuasai mafia tanah di Kabupaten Way Kanan. Romli menduga ada keterlibatan mantan Bupati Way Kanan Raden Adipati Surya dalam kasus yang kini tengah diselidiki Kejaksaan Tinggi Lampung.
“Pasca diperiksanya bupati Way Kanan terkait dugaan mafia tanah oleh kejati. Ada dugaan kuat pada saat menjabat, adanya penyalahgunaan wewenang dan dugaan mengetahui dalam proses peralihan lahan kawasan hutan yang dialih fungsikan menjadi lahan perkebunan. sangat jelas dugaan upaya-upaya tersebut dilakukan dengan cara-cara yang menyalahi aturan dan dirancang sedemikian rupa demi meraih keuntungan secara pribadi dan atau kelompok tertentu untuk memperkaya diri sendiri,” jelasnya. (*)