Tag: APBD

  • Ditinggal Arinal Djunaidi APBD Pemprov Lampung Devisit Rp1,4 Triliun dan Beban Hutang?

    Ditinggal Arinal Djunaidi APBD Pemprov Lampung Devisit Rp1,4 Triliun dan Beban Hutang?

    Bandar Lampung, sinarlampung.co-Laporan Keuangan Pemprov Lampung tahun anggaran 2023 yang ditandatangani –dan dipertanggungjawabkan- Arinal Djunaidi selaku Gubernur pada Mei 2024, realisasi pendapatan asli daerah (PAD) mencapai Rp3.766.194.060.633,03. Atau 78,32% dari target Rp4.808.699.109.382,17. Terjadi kenaikan PAD dibanding tahun anggaran 2022 sebesar Rp3.678.302.294.680,71.

    Di sisi lain, pada tahun anggaran 2023 direalisasikan belanja dan transfer per 31 Desember 2023 sebanyak Rp7.048.993.246.381,70, dari yang dianggarkan Rp8.280.862.934.283,54. Bila dibandingkan tahun 2022 terdapat kenaikan sebesar Rp262.619.175.768,76, yaitu dari Rp6.786.374.070.612,94. Namun catatan penting adalah kenaikan defisit keuangan riil Pemprov Lampung di akhir masa jabatan Arinal Djunaidi tersebut mencapai 157%.

    Menurut Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI Perwakilan Lampung nomor: 40B/LHP/XVIII.BLP/05/2024, tertanggal 3 Mei 2024, angkanya mencapai Rp1.408.450.654.898,52. Defisit keuangan riil tersebut mengalami peningkatan sebanyak Rp859.740.458.920,28 bila dibandingkan tahun anggaran 2022 sebesar Rp548.710.195.978,24.

    Konsekuensi dari kenaikan yang sangat fantastis dalam defisit keuangan riil itu adalah meningkatnya jumlah utang Pemprov Lampung kepada pihak ketiga dari sebesar Rp93.776.968.056,20 pada tahun 2022 menjadi Rp362.047.041.259,66 di tahun anggaran 2023.

    Seperti diketahui, pada tahun anggaran 2023, Pemprov Lampung menganggarkan pendapatan daerah sebesar Rp8.093.971.284.382,17, namun yang terealisasi Rp6.987.319.981.739,03 atau 86,33% saja. Sementara, belanja daerah dianggarkan Rp8.280.862.934.283,54 dan direalisasikan sebanyak Rp7.048.993.246.381,70 atau 85,12%.

    Dalam tiga tahun anggaran ke belakang, pendapatan daerah tidak pernah selaras dengan yang dianggarkan. Misalnya pada tahun 2021, anggaran pendapatan daerah dipatok pada angka Rp7.538.150.772.809,50, realisasinya Rp 7.469.469.346.029,05 (99,09%).

    Lalu pada tahun 2022, pendapatan daerah dianggarkan Rp 6.915.251.441.290,74, yang terealisasi Rp6.836.946.972.193,71 (98,87%), dan di tahun 2023 kemarin dianggarkan pendapatan mencapai Rp8.093.971.284.382,17, realisasinya Rp 6.987.319.981.739,03 (86,33%).

    Belanja Daerah

    Pada tahun 2021 dianggarkan Rp7.557.497.851.948,54, dengan realisasi Rp7.097.651.401.591,13 (93,92%). Di tahun 2022 dianggarkan belanja daerah sebanyak Rp7.106.758.595.503,07, yang terealisasi Rp 6.786.374.070.612,94 (95,49%), dan tahun 2023 dianggarkan Rp 8.280.862.934.283,54, terealisasi Rp7.048.993.246.381,70 (85,12%).

    Mengutip dari LHP BPK RI Perwakilan Lampung Atas Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan Terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan Pemprov Lampung Tahun 2023, tak lain akibat tidak memadainya penganggaran pendapatan dan pengelolaan belanja.

    Hal itu dapat dilihat dari penganggaran pendapatan yang tidak berdasarkan perkiraan terukur secara rasional dan dapat dicapai. Bahasa lainnya, Pemprov Lampung tidak memperhatikan potensi dan realisasi tahun sebelumnya. Ketidakrasionalan itu –sebagai contoh- dibuktikan dengan dianggarkannya bagian laba (dividen) atas penyertaan modal pada BUMD sebesar Rp496.138.511.099,39.

    Namun, yang terealisasi hanya Rp 51.110.035.229,39 atau 10,30% saja. Pun hasil penjualan barang milik daerah dianggarkan Rp592.911.057.254,00, ternyata realisasinya tidak lebih dari Rp 4.170.587.186,00 atau 0,70% dari nilai anggaran.

    Dan menurut catatan, defisit keuangan riil Pemprov Lampung dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Artinya, tata kelola pendapatan dan belanja tidak dilakukan secara berimbang, akibat penentuan pendapatan yang tidak terukur dan jauh dari rasionalitas. Di sisi lain, pengembangan upaya peningkatan pendapatan memang tidak diseriusi.

    Fakta menunjukkan, bahwa pada anggaran tahun 2023 Pemprov Lampung mempunyai desifit keuangan riil sebesar Rp1.408.450.654.898,52 atau mengalami peningkatan 157% dibandingkan tahun sebelumnya. Sebuah “catatan hitam” yang ditorehkan oleh kepemimpinan di periode 2019-2024.

    Menurut temuan BPK RI Perwakilan Lampung, setidaknya terdapat 28 OPD yang salah dalam menempatkan penganggaran belanja, dengan nominal mencapai Rp51.786.065.128,62. Dari 28 OPD tersebut, 15 di antaranya menganggarkan pembelian aset tetap pada anggaran belanja barang dan jasa, dengan nilai Rp6.677.257.625,00.

    Padahal seharusnya, belanja untuk memperoleh aset tetap dianggarkan pada belanja modal, bukan pada belanja barang dan jasa yang dikapitalisasi kepada aset tetap yang sudah ada. Hal itu telah tercatat dalam mutasi tambah tahun 2023 pada kartu inventaris barang (KIB) dan telah disajikan pada neraca laporan keuangan Pemprov Lampung.

    Salah Sasaran

    Terdapat banyak catatan anggaran yang tidak tepat sasaran. Misal paa Badan Kesbangpol dengan nilai Rp191.028.057,00, Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Daerah (BPSDMD) Rp1.571.694.662,00, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Rp308.035.000,00, Dinas Kelautan dan Perikanan Rp39.928.500,00, Dinas Kesehatan Rp94.498.786,00, Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura Rp533.629.345,00, dan Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik Rp 248.733.500,00.

    Selain itu, Dinas Pemuda dan Olahraga dengan nilai “salah kamar” anggaran sebesar Rp607.261.403,00, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Rp205.668.660,00, Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air Rp 614.294.255,00, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Rp347.729.700,00, Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Cipta Karya Rp654.960.500,00, Dinas Sosial Rp297.276.000,00, RSUD Abdul Moeloek Rp402.920.257,00, dan Sekretariat Daerah Rp559.598.000,00.

    Pada 26 OPD terkait penganggaran belanja habis pakai pada anggaran belanja modal, dengan nilai Rp10.110.930.083,62.  Di tempat lain, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan merealisasikan anggaran modal untuk dihibahkan sebesar Rp99.438.500,00. Yang diperuntukkan kepada Paguyuban SSGGN sebanyak Rp49.588.500,00 dan Paduan Suara SN Rp 49.850.000,00.

    Yang juga layak diungkap adalah adanya penggunaan sisa dana alokasi umum (DAU) yang tidak sesuai peruntukannya. Seperti diketahui, selama tahun anggaran 2023, Pemprov Lampung menerima dana alokasi umum (DAU) sebesar Rp1.801.100.499.930,00, dana alokasi khusus (DAK) Fisik sebanyak Rp280.285.026.271,00, dan DAK Non Fisik Rp828.933.383.449,00.

    Dari ketiga pendapatan tersebut, sisa kegiatannya sebesar Rp120.423.645.941,00. Namun, berdasarkan rekening koran kas daerah per 31 Desember 2023, yang tersisa sebagai saldo hanya Rp15.200.944.214,02. Hal ini membuktikan bila terdapat penggunaan DAU sebesar Rp105.222.701.726,98 diluar yang telah diatur dalam petunjuk teknis.

    Kabid Perbendaharaan BPKAD Pemprov Lampung mengaku, karena DAU specific grand (SG) P3K masih tersisa pada akhir tahun dan jumlah pegawai P3K formasi tahun 2022 dan 2023 yang ada di Pemprov Lampung lebih kecil dari formasi yang ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 212 Tahun 2022, maka sisa DAU digunakan untuk membayar belanja yang belum terbayarkan akibat keterbatasan dana di rekening kas umum daerah (RKUD).

    Namun ada pegawai yang sejak Januari sampai Desember 2023 tidak masuk kerja, terus diberi gaji. Ia adalah FR, pegawai Sekretariat DPRD, tetap menerima gaji dengan total Rp44.044.600,00, dan ED, pegawai di Biro Perekonomian Setdaprov Lampung, pada bulan Januari 2023 tidak masuk kerja tanpa keterangan selama 19 hari, dan sejak Mei juga tidak pernah bekerja. Namun, ia tetap memperoleh gaji dengan total Rp34.887.900,00.

    Hal yang sama terjadi di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Tiga pegawainya –Pur, SN, dan Nyo- telah meninggal dunia. Tetapi tetap memperoleh gaji pada bulan Agustus dan September 2023 dengan total anggaran yang dikeluarkan Rp17.299.100,00. Bahkan, ada pegawai yang telah pensiun –Mir- masih digaji dengan nilai Rp5.698.400,00.

    Bahkan ada beberapa pegawai yang sedang cuti besar pun tetap menerima tunjangan –baik tunjangan umum maupun tunjangan fungsional-, dengan nilai Rp24.489.000,00. Perilaku tidak taat pada ketentuan perundang-undangan seakan sudah melegenda di jajaran ASN Pemprov Lampung. (Red)

  • Aturan Hibah Bagi Ormas yang Bersumber dari APBD

    Aturan Hibah Bagi Ormas yang Bersumber dari APBD

    Jakarta (SL) – Dengan pertimbangan untuk efektivitas, efisiensi dan akuntabilitas pengelolaan belanja hibah dan bantuan sosial yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), pada 27 Desember 2018, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) telah menandatangani Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 123 Tahun 2018 tentang Perubahan Keempat Atas Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah dan Bantuan Sosial yang Bersumber dari APBD.

    Dalam Pasal 6 ayat (5) Permendagri ini disebutkan, Hibah kepada badan dan lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d diberikan kepada:

    badan dan lembaga yang bersifat nirlaba, sukarela dan sosial yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan;

    badan dan lembaga nirlaba, sukarela dan sosial yang telah memiliki surat keterangan terdaftar yang diterbitkan oleh Menteri, gubernur atau bupati/wali kota;

    badan dan lembaga nirlaba, sukarela bersifat sosial kemasyarakatan berupa kelompok masyarakat/kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat, dan keberadaannya diakui oleh pemerintah pusat dan/atau Pemerintah Daerah melalui pengesahan atau penetapan dari pimpinan instansi vertikal atau kepala satuan kerja perangkat daerah terkait sesuai dengan kewenangannya; dan

    Koperasi yang didirikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dan memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.

    Adapun Hibah kepada organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf d diberikan kepada organisasi kemasyarakatan (Ormas)  yang berbadan hukum yayasan atau organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum perkumpulan, yang telah mendapatkan pengesahan badan hukum dari kementerian yang membidangi urusan hukum dan hak asasi manusia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    Terkait hal itu, pada Pasal 7 ayat (2) disebutkan, hibah kepada organisasi kemasyarakatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6) diberikan dengan persyaratan paling sedikit: a. telah terdaftar pada kementerian yang membidangi urusan hukum dan hak asasi manusia; b. berkedudukan dalam wilayah administrasi Pemerintah Daerah yang bersangkutan; dan c. memiliki sekretariat tetap di daerah yang bersangkutan.

    “Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal II Permendagri Nomor 123 Tahun 2018, yang telah diundangkan oleh Dirjen Hukum dan Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM Widodo Ekatjahjana pada 11 Januari 2019.

    Tidak Mengikat

    Sementara itu Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri Bahtiar mengungkapkan pihak-pihak yang mendapatkan Hibah dalam hal ini bagi badan. “Hibah kepada badan dan lembaga diberikan dengan persyaratan paling sedikit: memiliki kepengurusan di daerah domisili; memiliki keterangan domisili dari lurah/kepala desa setempat atau sebutan lainnya; dan berkedudukan dalam wilayah administrasi Pemerintah Daerah dan/atau badan dan lembaga yang berkedudukan di luar wilayah administrasi Pemerintah Daerah dalam rangka menunjang pencapaian sasaran program dan kegiatan Pemerintah Daerah pemberi Hibah,” ungkap Bahtiar.

    Adapun Hibah kepada organisasi kemasyarakatan diberikan dengan persyaratan paling sedikit:  telah terdaftar pada kementerian yang membidangi urusan hukum dan hak asasi manusia; berkedudukan dalam wilayah administrasi Pemerintah Daerah yang bersangkutan; dan memiliki sekretariat tetap di daerah yang bersangkutan. “Hibah adalah pemberian uang/barang atau jasa dari pemerintah daerah kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat dan organisasi kemasyarakatan, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus yang bertujuan untuk menunjang penyelenggaraan urusan pemerintah daerah,” pungkas Bahtiar.

  • Mendagri Tjahjo Kumolo Tegaskab Kebijakan APBD Harus Sejalan Arah Kebijakan Nasional

    Mendagri Tjahjo Kumolo Tegaskab Kebijakan APBD Harus Sejalan Arah Kebijakan Nasional

    Jakarta (SL) – Setiap arah kebijakan APBD harus sejalan arah kebijakan nasional, hal ini wajib diperhatikan dan dipedomani pemerintah daerah dalam menyusun dan menetapkan APBD Tahun 2019. Di mana substansinya meliputi kebijakan pemerintah daerah dengan kebijakan pemerintah pusat.

    Berkenaan hal tersebut, Mendagri Tjahjo menegaskan posisi dari peran Kemendagri untuk membuat arah APBD sejalan dengan arah kebijakan Nasional. “Sesuai amanat Pasal 314 dan Pasal 315 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Menteri melakukan Evaluasi terhadap Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan Rancangan Peraturan Gubernur tentang Penjabaran APBD untuk Pemerintah Provinsi dan Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat melakukan Evaluasi terhadap Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan Rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD untuk Pemerintah Kabupaten/Kota,” jelasnya.

    Evaluasi tersebut, dilakukan untuk menguji kesesuaian rancangan Peraturan Daerah Provinsi tentang APBD dan rancangan peraturan gubernur tentang penjabaran APBD dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, RKPD serta KUA dan PPAS, dan RPJMD.

    Lebih lanjut, Kapuspen Kemendagri Bahtiar menjelaskan bahwa peran Kemendagri menyelaraskan APBD Harus Sejalan dengan Arah Kebijakan Nasional diatur dalam Permendagri Nomor 38 Tahun 2018 juga telah diatur terkait sinkronisasi kebijakan antara Pemerintah Daerah dengan Pemerintah Pusat untuk mendukung tercapainya program prioritas pembangunan nasional.

    Ke depannya akan diatur lebih lanjut, dalam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Keuangan Daerah terkait mengenai punishment terhadap kepatuhan atas hasil evaluasi terhadap Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan Rancangan Peraturan Gubernur tentang Penjabaran APBD untuk Pemerintah Provinsi dan Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat melakukan Evaluasi terhadap Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan Rancangan Peraturan Bupati/Walikota tentang Penjabaran APBD untuk Pemerintah Kabupaten/Kota. “Prinsip penyusunan APBD, kebijakan penyusunan APBD, Teknis penyusunan APBD TA 2019 tepat waktu, serta harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan di bidang pengelolaan keuangan daerah,” ungkap Bahtiar.

    Ia juga menyampaikan pada tahun 2019, seluruh pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota, memperhatikan dan mematuhi tahapan jadual proses penyusunan APBD supaya dapat ditetapkan tepat waktu mengingat APBD sebagai salah satu instrument penting dalam menggerakan perekonomian daerah dan maupun nasional. (tangon)

  • APBD-P Lampung PAD Rp7,9 Triliun, Belanja Daerah Rp8,5 Triliun dan Pembiayaan Netto Rp644 Miliar

    APBD-P Lampung PAD Rp7,9 Triliun, Belanja Daerah Rp8,5 Triliun dan Pembiayaan Netto Rp644 Miliar

    Bandar Lampung (SL) – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung bersama DPRD Provinsi Lampung sepakat menandatangani Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Perubahan APBD T.A 2018, di Ruang Sidang DPRD Provinsi Lampung, Jumat (28/9/2018). Penandatanganan dilakukan dalam Pembicaraan Tingkat II yang merupakan tindak lanjut dari Rapat Paripurna tentang Pembicaraan I yang dilaksanakan Selasa (25/9/2018).

    Bersadarkan hasil pembahasan tahap I dan tahap II yang dilakukan oleh eksekutif dan legislatif, dihasilkan kesepakatan secara umum pada Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan APBD T.A 2018. “Untuk jumlah Pendapatan Daerah yakni sebesar Rp7,9 Triliun, Belanja Daerah yakni sebesar Rp 8,5 Triliun dan Pembiayaan Netto yakni sebesar Rp644 Miliar,” kata Pj. Sekretaris Daerah Provinsi Lampung, Hamartoni Ahadis saat mewakili Gubernur Lampung Muhammad Ridho Ficardo usai melakukan penandatanganan.

    Dengan penandatanganan ini maka sesuai Permendagri 33 Tahun 2017 tentang Pedoman Penyusunan APBD T.A 2018, dokumen RAPBD sudah harus disampaikan ke Kemendagri pada Senin (1/10/2018). Dalam Permendagri itu disebutkan batas akhir penyusunan RAPBD pada 30 September 2018.

    “Sidang Paripurna Pembicaraan Tingkat II ini merupakan rangkaian dalam proses penyusunan dan penetapan Raperda menjadi Perda tentang Perubahan APBD yang di mulai sejak Sidang Paripurna Pembicaraan Tingkat I dan dilanjutkan Pemandangan Umum Fraksi-Fraksi serta pembahasan di tingkat komisi yang sudah kita lalui bersama,” ujarnya.

    Hamartoni mengatakan Sidang Paripurna ini pada hakikatnya merupakan hasil kesepakatan akhir pembahasan Perubahan APBD Tahun Anggaran 2018. “Ini telah dilakukan oleh Komisi dan Badan Anggaran dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah pada Pembicaraan Tingkat I yang lalu. Semua itu juga didiskusikan kepada 51 Satuan Kerja Pemprov Lampung untuk dilaksanakan pada tahun 2018,” katanya.

    Kesepakatan tersebut, menurut Hamartoni, secara formil telah disampaikan oleh Anggota Dewan melalui laporan Badan Anggaran DPRD yang bermuara pada Persetujuan Bersama antara eksekutif dan legislatif terhadap Raperda tentang Perubahan APBD T.A 2018.

    “Syukur alhamdulillah pembahasan yang dilakukan dapat kita lalui bersama tanpa hambatan yang berarti. Pemprov Lampung menyampaikan apresiasi dan penghargaan kepada Anggota Dewan dalam melakukan pembahasan Raperda tentang Perubahan APBD bersama-sama dengan Tim Anggaran Pemerintah Daerah,” ujarnya.

    Menurutnya, kesamaan pandangan dan pemahaman terhadap kebijakan penyusunan Raperda tentang Perubahan APBD T.A 2018 sangat penting untuk secara bersama-sama mengoptimalkan dan menyempurnakannya sehingga lebih berkualitas dan berdaya guna. “Untuk itu, atas kerjasama yang telah terbina selama ini dapat lebih ditingkatkan sehingga pelayanan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat lebih baik lagi di masa yang akan datang,” ujarnya.

    Usai Raperda yang telah disetujui bersama tersebut, akan disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri untuk dievaluasi lebih lanjut sesuai ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.

    “Insyallah pada hari Senin 1 Oktober, dokumen Raperda ini sudah disampaikan ke Kementerian Dalam Negeri sesuai dengan batas waktu yang diamanatkan pada Permendagri 33 Tahun 2017 tentang Pedoman Penyusunan APBD T.A 2018, dimana 30 September itu merupakan batas akhir penyusunan APBD Perubahan T.A 2018. Mudah-mudahan ini bisa dilaksanakan dan bisa diterima oleh Kementerian Dalam Negeri untuk dievaluasi lebih lanjut,” pungkasnya. (nt/jun)

  • APBD-P Tubaba Segera Disahkan

    APBD-P Tubaba Segera Disahkan

    Tulangbawang Barat (SL) – DPRD Kabupaten Tulangbawang Barat (Tubaba) sepertinya bakal menyetujui rancangan APBD- Perubahan yang diajukan pemerintah kabupaten setempat.

    Hal tersebut disampaikan Ketua DPRD Tubaba Busroni usai rapat dengar pendapat (hearing) dengan seluruh organisasi perangkat daerah (OPD) pemkab setempat, membahas APBD-P tahun 2018.

    “Untuk pembahasan hering terkait APBD-P tahun 2018 ini, kita anggap sudah klir.Yang jelas tidak ada penambahan dana di APBD perubahan,kita cuma ril-kan yang ada saja. Semua sudah kita bahas rinci,” kata Busroni pada harianmomentum.com, usai hearing di ruang rapat Komisi C, Selasa (21/09/2018).

    Selanjutnya, menurut dia, DPRD Tubaba akan menjadwalkan rapat paripurna untuk penandatanganan nota kesepahaman/ memoranmdum of understanding (MoU) pengesahan APBD-P tahun 2018.

    “Ya, akan kita jadwalkan rapat paripurna, hari Kamis besok (23/08/2018) untuk MoU APBD-P,” ungkapnya.

    Dia menambahkan, selain membahas APBD-P, pada hearing tersebut DPRD bersama OPD Tubaba juga membahas upaya peningkatan realiasi pendapatan asli daerah (PAD).

  • KPK Akan Ambil Alih Kasus Buron Satono?

    KPK Akan Ambil Alih Kasus Buron Satono?

    Bandarlampung (SL)- Pihak kejaksaan seperti tak berdaya menangkap Mantan Bupati Lampung Timur Satono, yang buron sejak tahun 2012 lalu. Karena itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan catatan khusus kepada Satono, terbukti terlibat kasus korupsi APBD sebesar Rp 119 miliar.

    Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang mengatakan, pihaknya tidak mengetahui adanya kasus korupsi bernilai ratusan miliar yang akan diambil alih KPK. “Nggak tahu saya. Saya tidak boleh ngomong kalau tidak tahu. Nanti kita pelajari dulu ya,” kata Saut saat konferensi pers di Balroom Novotel Bandarlampung, Senin (20/11).

    Namun Saut mengaku akan menelusuri catatan hitam dari Satono. “Siapa tadi namanya? Satono ya? Baik saya catat namanya. Nanti kita telusuri lebih dalam,” terangnya.

    Satono dipidana selama 15 tahun penjara. Dia terbukti terlibat korupsi uang APBD sebesar Rp119 miliar yang disimpan di BPR Tripanca Setiadana. Satono main mata dengan pihak bank sehingga dana rakyat yang disimpan di BPR raib.

    Pada 21 Desember 2010, sidang perdana atas terdakwa Satono digelar dengan agenda membacakan dakwaan. Lalu pada 26 September 2011, jaksa menuntut Satono dijatuhi hukuman 12 tahun penjara. Namun Pengadilan Tipikor Tanjungkarang menyatakan Satono tidak terbukti korupsi.

    Kemudian pada 27 Oktober 2011 jaksa mengajukan kasasi. Akhirnya Mahkamah Agung menghukum Satono selama 15 tahun penjara. Mendengar kabar tersebut, Satono kabur dan dinyatakan buron sejak April 2012. (fs/nt/jun)