Tag: Atal S Depari

  • Dinilai Paling Siap HPN 2023 di Sumut

    Dinilai Paling Siap HPN 2023 di Sumut

    Jakarta(SL)- Provinsi Sumatra Utara ditetapkan sebagai tuan rumah penyelenggaraan Hari Pers Nasional tahun 2023 mendatang. Diketahui sebelumnya, HPN 2022 berlangsung di Kendari, Sulawesi Tenggara pada 6-9 Februari 2022.

    Hal itu disampaikan langsung oleh Ketua Umum Atal S Depari disaat dijamu makan siang bersama Penjabat Sekretaris Daerah Sumatera Utara Afifi Lubis, Kadis Kominfo Sumut Dr Kaiman Turnip dan Ketua PWI Sumut Farianda Putra Sinik di salah satu restoran di Jakarta, Senin 14 Maret 2022.

    Ketua PWI Pusat, Atal Sembiring Depari mengatakan, ditetapkannya Sumut sebagai tuan rumah karena sudah paling siap dibandingkan dengan provinsi lainnya. Bahkan, kata Atal, rekomendasi dari Gubernur, DPRD dan PWI Sumut sudah dinyatakan lengkap seluruhnya.

    “Ada beberapa daerah memang sudah menyampaikan minatnya, misalnya Aceh. Begitu juga Kepulauan Riau, tapi itu masih informal aja. Kalau Sumut sudah lengkap semua,” ujar Atal.

    Ditetapkannya Provinsi Sumut sebagai Tuan Rumah HPN 2023 disambut gembira PWI Sumut. Pasalnya, selama sekira hampir 30 tahun penyelenggaraan HPN Sumut tidak kebagian menjadi tuan rumah.

    “Alhamdulillah, hari ini sudah diputuskan Sumut mendapat kehormatan untuk menjadi tuan rumah HPN 2023. Saya sebagai Ketua PWI Sumatra Utara merasa senang, bangga dan terharu karena sudah hampir 30 tahun HPN, Sumut tidak kebagian menjadi tuan rumah. Jadi, saya sangat berterima kasih kepada Ketua PWI Pusat berikut jajarannya atas kepercayaan memberikan kesempatan untuk Sumut menggelar HPN 2023 dan juga terimakasih atas dukungan Gubernur Sumut Edy Rahmayadi dan Ketua DPRDSU Baskami Ginting” kata Farianda.

    Farianda berharap, HPN yang akan datang digelar berjalan dengan sukses dan lancar. “Karena seperti kita tahu, dampak positif HPN itu salah satunya adalah menaikkan pendapatan ekonomi daerah dimana HPN itu digelar. Demikian juga akan ada isu-isu nasional yang akan dilahirkan nantinya di HPN 2023,” katanya.

    Pemerintah Provinsi Sumatra Utara menyambut dengan antusias kepercayaan yang diberikan oleh PWI Pusat terkait penunjukkan Sumatra Utara sebagai tuan rumah Hari Pers Nasional tahun 2023.

    “Ini merupakan sebuah kebanggaan bagi kita dan sudah barang tentu kita akan mempersiapkan event tersebut, karena kita tahu benar bahwa keberadaan jurnalis sebagai pendukung di dalam sebuah proses pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan itu sangat penting sekali,” tutur Penjabat Sekda Sumut, Afifi Lubis.

    Pihaknya, kata Afifi, akan berusaha menjadi tuan rumah baik, yang diharapkan akan mampu memberikan kontribusi terhadap kepentingan Sumatra Utara maupun kepentingan pers itu sendiri.

    “Lewat moment hari pers nasional yang nantinya akan diselenggarakan Insyaallah di Sumatra Utara pada tahun 2023 yang akan datang kita akan berusaha menjadi tuan rumah yang baik,” tandasnya.

    Usai jamuan makan siang yang juga dihadiri anggota Dewan Pers Agus Sudibyo, Sekjen PWI Mirza Zulhadi, Ketua Bidang Organisasi Zulkifli Gani Ottoh, Ketua Bidang Pendidikan Nurjaman Mohtar, Ketua Bidang Siber dan IT Auri Jaya, Bendahara Umum Mohammad Ichsan, dan Wakil Bendahara Umum Dar Edi Yoga dilanjutkan dengan penyerahan Surat Keputusan dari PWI Pusat tentang penunjukan Sumatera Utara sebagai tuan rumah HPN 2023 yang berlangsung di Sekretariat PWI Pusat. (Red)

  • Atal S Depari: UU ITE Bukan Justru Menakut-Nakuti Warga Yang Kritis

    Atal S Depari: UU ITE Bukan Justru Menakut-Nakuti Warga Yang Kritis

    Jakarta (SL)-Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) PusaT menggelar webinar bertajuk “Menyikapi Perubahan Undang-Undang ITE, Kamis 25 Februari 2021.

    Tampil sebagai salah satu pembicara, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengakui bahwa setelah berlaku hampir berlaku 12 tahun, pasal karet dalam Undang Undang Infomatika dan Teknologi (UU ITE) harus dilakukan revisi karena dinilai merugikan masyarakat.

    “Kita sedang mendiskusikan kesepakatan baru. jadi jangan alergi terhadap perubahan itu karena di dalam ilmu hukum selalu diajarkan perubahan yang disesuiakan. Tidak ada hukum yang berlaku abadi, yang penting masyarakat berubah,” ujar Mahfud

    Dikatakan Mahfud, jika dalam UU ITE ada watak pasal karet bisa direvisi. “Apakah dengan mencabut atau menambah norma baru, bisa saja dilakukan di dalam kerangka itu, bahwa hukum adalah kesepakatan yang dibuat. Saat ini kita sedang mendiskusikan kesepakatan baru. Jadi jangan alergi terhadap perubahan itu karena di dalam ilmu hukum selalu diajarkan perubahan yang disesuaikan, Tidak ada hukum yang berlaku abadi, yang penting masyarakat berubah,” papar Mahfud.

    Menurut Mahfud MD, dimana ada masyarakat disitu ada hukum. “Hukum itu berubah jika alasannya berubah, sesuai dengan pilahnya, jangan takut merubah hukum. TIdak bisa diingkari sejak dahulu, hukum itu selalu bisa diubah sesuai perubahan jaman. Kita punya kebutuhan hukum sendiri, hukum bisa berubah dengan waktu, tempat. Untuk itulah pemerintah, menyambut baik webinar yang diadakan PWI ini,” urai Mahfud.

    Pakar hukum Abdul Fikar Hadjar SH MH mengakui permasalahan di UU ITE pada dasarnya permasalahan yang timbul hampir sebagian besar antara orang per-orang.

    Jadi, lanjutnya, harusnya bisa dilarikan ke urusan perdata, karena itu resminya ada sikap yang jelas dari penegak hukum, tidak semua laporan diterima, saringannya adalah pendapat.

    “Kualifikasi ujaran mana yang termasuk kritik, pencemaran nama baik. Di luar itu, tidak masuk kualifikasi. Yang jadi soal, ssaat ini semua masuk laporan, yang terakhir kasus Abujanda, setelah itu baru muncul idenya untuk merevisi. Butuh penjelasan, bisa dibedakan mana politik mana pidana,” tutur Abdul Fikar Hadjar.

    Karena itulah, Abdul Fickar Hadjar menghimbau agar aparat penegak harus ketat dalam menerima laporan, dan itu sudah dilakukan kepolisian.

    “itu diinspirasi oleh niat presiden,” selorohnya.
    Abdul Fickar Hadjar juga sepakat jika pasal 27 dan 28 direcisi karena tidak semua ujaran dianggap pencemaran karena yang ditakutkan adalah ancaman hukumannya.

    “Lebih dari lima tahun, bisa ditangkap, itu yang menakutkan, namun jika di KUHAP kurang dari lima tahun ancaman hukumannya tidak bisa ditahan,” katanya.

    Dikesempatan yang sama, Wakil Ketua DPR RI, Aziz Samsudin mengatakan pasal-pasal yang berkatian dengan UU ITE antara lain pasal 27, 28, 36 dan 40 menjadi perhatian semua masyarakat dan penegak hukum, bagaimana UU ITE menyikapi.

    “Kami di parleman menunggu dari kesepakatan partai untuk membahas dan menyikapi hal ini, untuk disetujui bersama pemerintah, apabila disetujui, tentu menjadi bahan diskusi. Hingga hari ini, pembahasan tentang itu belum ada, baru wacana di media. tentu akan menjadi bahasan. Intinya DPR menunggu kesepakatan yang diambil pemerintah dan parlemen untuk dibahas dengan 9 partai di parlemen,” jelas Aziz Samsudin.

    Pada kesempatan tersebut Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh mengakui bahwa terkait maraknya permintaan revisi UU ITE. Nuh mengungkapkan, UU ITE yang disusun pada 2008 awalnya memang tidak diharapkan berfungsi seperti saat ini.

    “Saya mikir kok rasanya dulu tidak begini, dulu kita ingin memberi kepastian hukum transaksi teknologi tapi kok tiba-tiba urusan caci maki,” ucap M. Nuh.

    Nuh menyebut UU ITE kini menjadi ganjalan bagi demokrasi di Indonesia. Tidak saja di lapisan masyarakat, wartawan pun banyak dirugikan karena dilaporkan ke pihak berwajib dengan merujuk UU ITE.

    Muh. Nuh melanjutkan, awalnya ide dari ITE untuk memberikan payung transaksi-transaksi ekonomi, dan perkembangan informasi digital Indonesia.

    “Dulu itu kan tanda tangan harus tanda tangan basah, yang punya legal standing diteken pakai meterai, cap stempel dan lainnya. Faks juga belum punya dasar, sekarang sudah bisa dijadikan produk hukum,” imbuhnya.

    Diterangkan Nuh melalui Surat Edaran Kapolri mengenai Penanganan Perkara UU ITE belum cukup untuk bisa melindungi masyarakat.

    “Saya coba pahami begitu Kapolri keluarkan aturan kalau sudah minta maaf tidak perlu dipenjara, tapi penting agar UU ITE ini dibuat turunan Peraturan Pemerintah (PP) atau Peraturan Menteri (Permen) yang memang berikan perlindungan rasa keadilan pada masyarakat,” tandasnya.

    Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat Pusat Atal S Depari saat memberikan sambutan pada acara Webinar mengatakan UU ITE seharusnya memberikan rasa keadilan kepada masyarakat. Membangun kehidupan demokrasi yang lebih baik dan menciptakan kesejahteraan rakyat.

    “Bukan justru menakut-nakuti warga yang menyampaikan pendapat berbeda dan kritis. Sedangkan ceck and balance merupakan kehidupan demokrasi yang baik,” ujar Atal. (*)

  • Ini Daftar Pemenang Anugerah Jurnalistik Adinegoro 2020 dalam rangka Hari Pers Nasional 2021

    Ini Daftar Pemenang Anugerah Jurnalistik Adinegoro 2020 dalam rangka Hari Pers Nasional 2021

    Jakarta (SL)-Tahapan penyelenggaraan Anugerah Jurnalistik Adinegoro 2020 memasuki babak akhir dan melahirkan sejumlah pemenang.

    Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Atal S Depari, mengumumkan pemenang anugerah jurnalistik tertinggi dan paling bergengsi di Indonesia ini, dalam acara Indonesia Bicara di TVRI, 20 Februari 2021 malam.

    Atal S. Depari memandang para peraih Anugerah Jurnalistik Adinegoro 2020 membuktikan bahwa masih banyak wartawan yang menulis berkualitas.

    “Karya-karya berkualitas yang bisa jadi juara. Jadi Anugerah Jurnalistik Adinegoro yang paling tinggi di pers nasional. Di Hari Pers Nasional selalu kita menyerahkan hadiah di depan presiden, cukup membanggakan kan. Ada enam kategori,” ucap Atal S. Depari yang juga penanggung jawab HPN 2021.

    Proses penjurian berlangsung selama bulan Desember 2020 secara virtual mengingat situasi masih pandemi COVID-19.

    Terdapat enam kategori yang dilombakan, yaitu liputan berkedalaman untuk media cetak; liputan berkedalaman untuk media siber; liputan berkedalaman untuk media televisi; liputan berkedalaman untuk media radio; foto berita untuk media cetak dan media siber; serta karikatur opini untuk media cetak dan media siber.

    • Untuk Media Cetak dan Siber
    Kategori Media Cetak dimenangi Devy Ernis bersama timnya Aisha Saidra dan Dini Pramita dari Majalah Tempo bertajuk “Jalan Pedang Dai Kampung” yang diterbitkan 27 Juli 2020.

    “Isu kekinian, dekat dengan kita, tulisan memberi pemahaman yang lebih baik mengenai masalah,” komentar Ketua Dewan Juri Media Cetak wartawan senior Maria D. Andriana. Dua juri lainnya, wartawan kawakan Asro Kamal Rokan dan Ahmed Kurnia S.

    Kategori Media Siber dimenangi Jonathan Pandapotan Purba dan Windi Wicaksono dari Liputan6.com berjudul “Vaksinasi, Momentum Indonesia Bangkit dari Pandemi COVID-19” yang diterbitkan 23 Oktober 2020.

    Untuk pemenang kategori ini, Priyambodo RH selaku ketua dewan juri, memberi komentar singkatnya. “Reportase aktual, mendalam, multimedia-konvergensi,” ujarnya. Namun, ia juga memberi catatan penjurian, terutama bagaimana membedakan antara konten web dan konten cetak.

    “Konten cetak naratif dan santai, konten web harus langsung ke intinya,” jelas Priyambodo. Wartawan senior Antara ini mengingatkan, pembaca web selalu terburu-buru, berbeda dengan pembaca media cetak.

    Dr.Artini dan Prof.Rajab Ritonga sebagai anggota Dewan Juri Media Siber sependapat. Secara umum karya Jonathan Pandapotan dan Windi tersebut berhasil menyampaikan pesan sesuai karakter media siber.

    “Ada kebaharuan dan kekinian yang masih menjadi fenomena yang belum terselesaikan,” ujar Artini. Meski diakuinya, keterbatasan masih pada bahasa. “Media siber masih belum bisa lepas dari karakter media cetak,” katanya.

    • Kategori Televisi dan Radio
    diraih Rivo Pahlevi Akbarsyah dan Eko Hamzah dari Trans 7, bertajuk “Bencana Alam di Tengah Pandemi” yang tayang pada 30 November 2020.

    Dewan juri yang terdiri wartawan senior di bidang televisi (Nurjaman Mochtar, Imam Wahyudi, dan Immas Sunarya) sepakat bahwa topik yang dipilih Rivo bersama timnya betul-betul mempunyai nilai jurnalistik yang tinggi. Rivo seakan menyatu dengan venue dan suasana batin para korban bencana alam.

    Ketiga juri memuji atmosfer venue tayangan itu terasa sangat kuat. Dari segi presentasi, meski di lokasi gelap dan sulit pun mampu disajikan prima. Begitu pula angle-angle gambarnya detail.

    “Tidak ada rangkaian visual yang “jumping”. Pemilihan dan penempatan “sound bite” juga tepat. Saling mendukung antara script dan reportase lapangan. Salut buat editor, keren,” komentar tim juri Kategori Media Televisi.

    Untuk kategori Radio dimenangkan Muhammad Aulia Rahman dari RRI Banjarmasin berjudul ” Nasalis Larvatus di Antara Konflik dan Kepunahan” yang disiarkan pada 30 November 2020. Tim juri kategori ini terdiri dari para tokoh radio, yaitu Errol Jonathans, Fachry Mohamad, dan Cahyono Adi.

    “Peliputan bekantan ini sarat dengan informasi auditif yang dihimpun dari berbagai sumber dan investigasi lapangan,” komentar Ketua Dewan Juri Radio Errol Jonathans. “Efek theatre of mind bertambah kuat setelah tim produksi memasukkan beragam ambience, seperti suara bekantan, suara para narsumber utama, hingga deru mesin perahu klotok,” tambah Errol.

    • Foto dan Karikatur
    Oscar Motulo, Tagor Siagian, Reno Esnir – ketiganya fotografer andal di Indonesia – menjadi juri Kategori Foto Berita. Ketiganya memilih karya Totok Wijayanto dari Kompas bertajuk “Pemakaman Jenazah Korban Covid” sebagai pemenang kategori Foto Berita. Karya ini telah diterbitkan pada 28 Juli 2020.

    “Tahun 2020 adalah tahun pandemi. Secara global Corona telah mencengkeram bahkan hingga di antartika. Foto pemakaman jenasah pasien Covid-19 yang dipetik malam 27 Juli 2020 ini adalah suatu imaji foto jurnalistik yang luar biasa,” komentar Oscar Motuloh, Ketua Dewan Juri Foto Berita.

    Untuk Kategori Karikatur Opini, tim juri yang diketuai karikaturis senior Gatot Eko Cahyono memutuskan pemenangnya Muhammad Syaifuddin Ifoed dari Harian Indopos dengan tajuk “Dari Dulu Juga Sudah WFH” yang terbit 28 Maret 2020.

    “Karya satir ini, tidak hanya bicara soal pandemi, tapi juga bicara persoalan kemiskinan yang melilit bangsa ini, yang belum juga bisa diberesin dari satu pesiden ke presiden berikutnya,” ujar anggota Dewan Juri Karikatur Opini, Yusuf Susilo Hartono.

    Karya karikatur ini dalam penampilan visualnya, menurut Yusuf, sangat terasa kontrasnya. “Hasil permainan, dua bidang yang berlawanan,” sebutnya.

    Anggota Dewan Juri Karikatur lain, Wina Armada – wartawan senior dan kolektor karya seni – menekankan bahwa kekuatan karikatur pemenang ini terletak pada tiga faktor utama. Pertama, mengandung ironi dengan humorostik tinggi, yakni antara kaum jelata dan kaum berpunya.

    “Bagi kaum jelata sudah sejak awal selalu bekerja di rumah, dan bukan sejak adanya pandemi COVID-19. Anjuran untuk bekerja di rumah buat mereka menjadi sesuatu yang tak berarti apa-apa,” kata Wina.

    Kedua, sebut Wina, karikatur ini mampu mengangkat tema yang sedang aktual di tengah masyarakat. “Dan ketiga, dari segi komposisi garis dan letak memiliki kekuatan menonjol,” urainya.

    Keenam pemenang akan menerima hadiah @Rp20 juta, trofi, serta piagam penghargaan dari PWI/Panitia HPN 2021 yang diserahkan di depan Presiden Joko Widodo pada acara puncak HPN 9 Februari 2021.

  • Catatan Akhir Tahun PWI Pusat, Dari Kekerasan Fisik dan Digital Terhadap Wartawan Hingga Pilkada Serentak

    Catatan Akhir Tahun PWI Pusat, Dari Kekerasan Fisik dan Digital Terhadap Wartawan Hingga Pilkada Serentak

    Jakarta (SL) – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat mengeluarkan catatan akhir tahun sebagai bentuk refleksi untuk menyongsong masa depan yang lebih baik.

    Dalam rilis yang diterima redaksi Sinarlampung.co, Senin (28/12/2020) PWI menyoroti beberapa hal yang terjadi selama Tahun 2020 seperti merebaknya Covid-19 yang turut berimbas pada perusahaan Pers dan para Wartawan di Indonesia.

    Kemudian, pelaksanaan Pilkada serentak 2020, kekerasan fisik kepada Wartawan yang masih terjadi seperti pemukulan, pengeroyokan dan perampasan alat kerja serta penghapusan paksa hasil liputan, yang dilakukan aparat penegak hukum maupun peserta demo.

    Dalam keterangan tertulisnya yang di tanda tangani oleh Ketua Umum Atal S Depari dan Sekjen Mirza Zulhadi, PWI juga menyoroti terjadinya kekerasan baru pada era digital saat ini terhadpa wartawan seperti doxing yakni membuka data pribadi wartawan dan keluarganya di media sosial. PWI terus menghimbau pelaku yang merasa terganggu dengan karya jurnalistik, seharusnya menggunakan hak jawab sebagaimana diatur dalam UU No 40 tahun 1999 tentang Pers.

    “Selain itu PWI menyesalkan terjadinya peretasan situs. Mereka yang tidak senang atas pemberitaan menggunakan hacker untuk membobol pertahanan website sebuah media atau meretas data pribadi wartawan. PWI berharap aparat hukum mengusut tuntas kasus tersebut agar tidak terulang lagi,” kata Ketua Umum PWI Atal S Depari, Senin, (28/12/2020).

    PWI mengucapkan terima kasih kepada para pihak yang tetap menjaga kemerdekaan pers dengan berpedoman kepada UU No 40 tahun 1999 tentang Pers dan peraturan perundang-udangan tentang pers lainnya, dalam menyelesaikan persoalan terkait kasus-kasus pers.

    Atal juga mengungkapkan, melalui Masyarakat Pemantau Pemilu (Mappilu) PWI melakukan survei kepada wartawan di 34provinsi di Indonesia yang menghasilkan kesimpulan, bahwa sebagian besar wartawan mendukung Pilkada serentak 2020, tetap berlangsung 9 Desember namun dengan sejumlah catatan, terutama terkait penegakan protokol kesehatan. Secara umum pelaksanaan pilkada juga dinilai berjalan dengan baik.

     “PWI mengucapkan terima kasih kepada wartawan, perusahaan pers, dan semua komponen bangsa lainnya yang telah mengawal proses demokrasi yaitu Pilkada Serentak 2020 sehingga secara umum bisa berlangsung lancar, demokratis, sehat, dan berbudaya,” ujar Atal.

    Atal menegaskan, media yang secara terus menerus mengingatkan para pihak untuk patuh terhadap protokol kesehatan, gerakan 3M, telah berdampak positif terhadap penyelenggaraan pilkada sehingga tidak menjadi klaster baru penyebaran Covid-19.

    “PWI juga mengucapkan terima kasih kepada perusahaan pers yang tetap mempekerjakan wartawan meski dalam kondisi sulit. Kepada para wartawan, PWI berharap agar terus meningkatkan profesionalisme dan patuh menjalankan UU, Kode Etik Jurnalistik, dan Kode Perilaku Wartawan,” pungkasnya.

    Terakhir, dalam catatan akhir tahunnya, PWI menyerukan kepada semua pihak untuk terus berupaya menjaga keberlangsungan kehidupan pers yang merupakan pilar demokrasi. Keberadaan pers sebagai fourth estate, kekuatan keempat, pada era demokrasi ini sangat penting untuk mewujudkan pemerintahan yang akuntabel, bersih, transparan, dan terhindar dari praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN). Menyelamatkan kehidupan pers berarti ikut menyelamatkan kehidupan demokrasi di Indonesia demi masa depan kehidupan bangsa yang lebih baik dan demi kesejahteraan rakyat Indonesia.

  • Atal S Depari: Tanggung Jawab Wartawan Adalah Kepada Publik

    Atal S Depari: Tanggung Jawab Wartawan Adalah Kepada Publik

    Bandar Lampung (SL)Jurnalisme adalah bidang yang sangat beragam, di mana Anda melakoni berbagai bidang. Misalnya Anda awalnya adalah wartawan ekonomi, kemudian dipindah ke pos berita olahraga, kesehatan, politik atau gaya hidup. Tentu keragaman ini memperkaya hidup Anda. Jika Anda bosan dalam pekerjaan yang itu-itu saja dan tidak berkembang, jurnalis adalah karir yang tepat.

    “Setiap pos berita memiliki tantangan dan kelebihan sendiri, sehingga wartawan harus terus beradaptasi dengan kondisi yang disajikan pada setiap waktu yang berbeda. Demikian juga, wartawan harus mandiri dan, karena itu mereka menikmati banyak kebebasan dalam kegiatan sehari-hari,” kata Ketua Umum PWI Pusat Atal S Depari saat memberikan pencerahan dalam Work Shop workshop peningkatan kapasitas anggota muda PWI Lampung, Jumat 18 Desember 2020.

    Menurut Atal S Depari, seorang jurnalis menyampaikan informasi kepada masyarakat umum dengan cara tersendiri dan tidak ditemukan dalam profesi lainnya. Wartawan tidak hanya menyebarkan informasi, mereka juga mengungkap informasi dan melakukan penelitian yang membawa fakta baru sebagai pemenuhan kewajiban menyampaikan informasi kepada masyarakat.

    “Sebuah karya jurnalis yang baik dapat bermanfaat bagi kepentingan umum. Anda berjasa menyebarkan fakta dan pengetahuan pada khalayak luas. Karena tanggung jawab pers adalah kepada publik,” ujar Atal yang di pandu moderator Wakil Ketua Bidang Pembelaan Wartawan PWI Lampung Juniardi.

    Jurnalis juga dituntut untuk membongkar fakta dan mencari kebenaran. Mereka harus bertualang sampai menemukan fakta. Belum lagi tekanan deadline yang mengejar para jurnalis setiap harinya. “Jurnalis harus siap liputan kapan pun dan di mana pun ketika dibutuhkan. Entah itu pagi atau malam hari. Pekerjaan ini memang keras, tapi membuat anda tidak cengeng dan menjadi pribadi yang tangguh,” katanya.

    Menurut Atal, wartawan itu dituntut untuk membuat berita yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat. Bukan untuk kepentingan salah satu golongan. “Karena itu sebelum membuat berita, kita harus lihat kepentingannya untuk masyarakat. Itu syarat mutlak, guna menjalankan peran pers. Wartawan dituntut sebagai non-partisan dan bukan alat dari suatu golongan tertentu,” katanya. (Red)

  • Atal S Depari Apresiasi Dukungan Sejumlah Gubernur Terhadap Media di Tengah Covid-19

    Atal S Depari Apresiasi Dukungan Sejumlah Gubernur Terhadap Media di Tengah Covid-19

    Jakarta (SL)-Ketua Umum PWI Pusat Atal S Depari menyambut baik atas dukungan sejumlah kepala daerah yang telah memperhatikan kelangsungan hidup media di daerah akibat pandemi Covid-19 seperti yang telah ditunjukan Gubernur Kalimantan Tengah dan Gubernur Jawa Timur.

    “Berbagai langkah insentif kepada industri media harus dilakukan oleh pemerintah pusat maupun daerah agar dapat menyelamatkan hidup pers nasional di tengah ancaman pemutusan hubungan kerja karyawan perusahaan media seiring dengan penurunan performa bisnis industri media nasional secara drastis akibat imbas Covid-19,” ujar Ketua Umum PWI Pusat Atal S Depari, Minggu, 7 Juni 2020.

    Pernyataan Ketua Umum PWI Pusat itu berdasarkan informasi yang dia terima dalam pertemuan webinar antara pengurus pusat PWI dengan para ketua PWI se Indonesia baru-baru ini. Dalam pertemuan tersebut PWI berharap agar kerjasama iklan dan advetorial dengan Pemda tetap terjalin karena hal itu sangat membantu kelangsungan hidup media. Dan berharap jangan sampai anggaran dikurangi karena alasan pandemi.

    Menurut Ketua PWI Kalteng Haris Sadikin, Gubernur Kalteng Sugianto Sabran telah menyetujui penambahan belanja publikasi melalui media sebesar Rp10 miliar periode Juli hingga Desember 2020 dalam rapat koordinasi dengan organisasi pers (PWI) dan pimpinan media, pada Rabu, 3 Juni 2020.

    “Belanja publikasi diantaranya untuk kontrak pemberitaan, iklan, dan advertorial. Belanja publikasi dialokasikan untuk media berbadan hukum yang terdampak covid-19, dan media yang masuk dalam kategori UMKM,” jelas Ketua PWI Kalteng Haris Sadikin.

    Haris juga memohon doa dan dukungan dari para pengurus PWI agar DPA belanja media dapat selesai disusun dan disahkan paling lambat pertengahan Juni 2020.

    Sementara itu dari Jawa Timur dikabarkan bahwa Wakil Gubernur Jawa Timur Emil Elestianto Dardak membuka kerjasama dengan media di tengah keterbatasan situasi saat ini. Emil Dardak menyampaikan bahwa media juga tetap punya fungsi advokasi untuk mengingatkan apa yang luput dilihat pemerintah.

    Di sisi lain, dia meminta media juga dapat menjadi penyampai info yang clear, dan mengingatkan soal judul-judul berita yang kadang bombastis. Pemprov sendiri menegaskan tidak akan memotong anggaran pers dan sosialisasi melalui media.

    Mendengar kesulitan yang dialami berbagai media di sejumlah daerah, Sekretaris Jenderal PWI Pusat Mirza Zulhadi berharap agar para kepala daerah di Indonesia dapat terus mendukung kelangsungan hidup media di daerahnya, karena bagaimanapun juga pers adalah salah satu dari pilar demokrasi dan pers punya peran strategis di masa pandemi ini.

    “Dari Sumatera Utara juga mengabarkan bahwa gubernur dan jajarannya berinisiatif melakukan pertemuan dengan jajaran pers setempat dan membentuk tim bersama untuk mencari solusi di tengah pandemi,” ujar Mirza Zulhadi. (red)

  • PWI Tolak Pasal-pasal RUU Omnibus Menghalangi Kemerdekaan Pers

    PWI Tolak Pasal-pasal RUU Omnibus Menghalangi Kemerdekaan Pers

    Jakarta (SL) – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) menolak hadirnya pasal-pasal yang berpotensi menghalangi kemerdekaan pers dalam RUU Omnibus Law Cipta  Kerja. Selain itu, PWI juga menolak pasal-pasal yang memberi kewenangan pemerintah memberi sanksi kepada pers. Meski demikian, ada pasal-pasal dalam draft RUU itu yang akan mendukung pers supaya makin profesional yang perlu didukung.

    Ketua Umum PWI Pusat, Atal S Depari, menegaskan hal itu, Kamis (20/2/2020) di Jakarta, usai melakukan diskusi terbatas mengenai RUU Cipta Kerja yang bersentuhan dengan UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers. “Kami menolak adanya Pasal 18 ayat (4) yang memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk membuat peraturan pemerintah untuk mengatur sanksi administrasi terkait pelanggaran Pasal 9 ayat (2) dan Pasal 12 UU Pers,” tegas Atal Depari.

    UU Pers tidak boleh membuka pintu belakang dengan memberikan kewenangan melalui PP. Silakan sanksi diatur pada Pasal 18 ayat (3) UU Pers saja seperti sekarang ini. Namun bila nominalnya mau dinaikkan silakan, PWI setuju, asal tidak membunuh kemerdekaan pers.

    Mengenai naiknya sanksi sebagaimana diatur Pasal 18 ayat (1) dan Pasal 18 ayat (2), sikap PWI setuju. Inikan bentuk kesetaraan dihadapan hukum, baik untuk orang yang menghalangi kerja jurnalistik maupun perusahaan pers pelanggar Pasal 5 ayat (1) UU Pers.  Naiknya sanksi ini diharapkan bisa menjadi pengingat baik kepada masyarakat atau pers itu sendiri. Sanksi pidana pers yang semula pidana dendanya Rp 500 juta naik menjadi Rp 2 miliar.

    Terkait Pasal 18 ayat (1) khususnya yang merujuk kepada Pasal 4 ayat (3), Atal meminta narasinya diubah. Legal standing pasal ini tidak semata perusahaan pers tetapi juga wartawan. “Setidaknya ada dalam penjelasan yang dimaksud pers nasional adalah perusahaan pers dan atau wartawan,” ujarnya.

    UKW dan Verifikasi

    Ketum PWI Pusat mendukung uji kompetensi wartawan dan verifikasi perusahaan pers hadir dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja. “PWI akan usulkan agar UKW dan Verifikasi Perusahaan Pers diatur langsung dalam UU, tidak seperti sekarang ini,” jelasnya.

    Pasal 7 UU Pers yang selama ini hanya dua ayat, perlu ditambah. PWI usulkan Pasal 7 ayat (1) wartawan Indonesia wajib mengikuti pelatihan khusus dan uji kompetensi wartawan. Pasal 7 ayat (2) Wartawan Indonesia wajib masuk dalam organisasi profesi kewartawanan. Pasal 7 ayat (3) Wartawan Indonesia wajib memiliki dan mentaati Kode Etik Jurnalistik.

    Atal Depari juga meminta verifikasi perusahaan pers masuk menjadi syarat yang diatur pada Pasal 9 UU Pers. Jadi selain berbadan hukum wajib terverifikasi namun verifikasinya tidak mengarah kepada pers industri. Verifikasinya lebih untuk melihat apakah badan hukumnya sudah sesuai.

    Hal lain yang menjadi konsentrasi PWI adalah sistem pertanggungjawaban sebagaimana diatur Pasal 12 UU Pers yang sekarang ini masih membuka celah, masuknya pidana lain. “Kami usulkan pada Pasal 12 ini dikunci, bila terjadi sengketa pemberitaan hanya ditangani sesuai UU Pers. Bisa hak jawab, hak koreksi dan mediasi di Dewan Pers. Paling berat adalah pidana pers sebagaimana diatur Pasal 18 ayat (1) atau Pasal 18 ayat (2),” jelasnya. (jun)