Tag: Badan Pusat Statistik

  • Ekonomi Lampung Triwulan IV 2023 Butuh ‘Sinterklas Penyelamat’

    Ekonomi Lampung Triwulan IV 2023 Butuh ‘Sinterklas Penyelamat’

    BANK Indonesia memproyeksikan ekonomi Lampung pada 2024 tumbuh dalam kisaran 4,5 sampai 5,0 persen. Proyeksi tersebut lebih rendah dari proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional yang mencapai 4,7 sampai 5,5 persen.

    Bahkan, proyeksi ekonomi Lampung tahun 2024 versi Bank Indonesia tersebut lebih rendah dari proyeksi yang disepakati pemerintah dan DPR RI sebesar 5,1 hingga 5,7 persen.

    Proyeksi Bank Indonesia yang konservatif tersebut memberi sinyal bahwa Indonesia, termasuk Lampung masih menghadapi risiko ketidakpastian global serta tantangan di dalam negeri, yakni masih adanya dampak El Nino dan risiko instabilitas politik (Pemilu dan Pilkada Serentak) pada tahun 2024.

    Dengan adanya tiga tantangan utama tersebut, Bank Indonesia sepertinya tidak  yakin ekonomi Lampung tumbuh lebih dari 5 persen pada tahun ini. Padahal sebelumnya Bank Indonesia sempat optimistis memproyeksikan ekonomi Lampung pada 2023 tumbuh pada kisaran 4,7-5,2 persen.

    Bila mengacu pada laporan berkala Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung, maka sulit bagi Provinsi Lampung bisa menikmati persentase pertumbuhan ekonomi seperti yang diekspetasikan oleh Bank Indonesia.

    Sebab, ekonomi Lampung pada tahun 2023 diperkirakan hanya tumbuh 4,2 persen atau lebih sedikit, tergantung capaian persentase ekonomi pada Triwulan ke-IV 2023 yang baru akan dihitung dan dilaporkan pada Januari 2024 ini.

    Inflasi Tinggi, Ekonomi Lampung 2023 Sulit Tembus 5 Persen

    BPS Lampung dalam laporan berkalanya menyebutkan ekonomi Provinsi Lampung Triwulan ke-I-2023 tumbuh sebesar 4,96 persen. Pada Triwulan ke-II 2023 terkoreksi menurun menjadi 4,00 persen dan 3,93 persen pada Triwulan ke-III.

    Mengacu dari capaian tiga kali triwulan, maka rata-rata ekonomi Lampung pada 2023 tumbuh agregat sebesar 4,29 persen.

    Sementara ekonomi Lampung pada triwulan tersisa (Triwulan IV 2023), sepertinya akan sulit menyentuh angka 4,7 sampai 5,2 persen seperti yang diekspetasikan oleh Bank Indonesia.

    Tingginya tingkat inflasi diperkirakan masih menekan ekonomi provinsi ini. Apalagi laju inflasi pada Triwulan IV, terutama pada November 2023 sempat memuncak hingga 4,10 persen (yoy).

    Inflasi pada November 2023 terjadi akibat adanya kenaikan harga beras, cabai merah, cabai rawit, daging ayam ras, dan bawang putih. Bahkan, khusus untuk harga beras sudah naik secara bertubi-tubi pada bulan-bulan sebelumnya dan tidak kunjung turun sampai saat awal Januari 2024.

    Pertumbuhan Ekonomi Lampung Periode 2019-2023

    Secara umum, ekonomi Lampung pada era Gubernur Lampung Arinal masih terjaga tumbuh dari tahun ke tahun, meski masih di bawah pertumbuhan ekonomi nasional, kecuali pada 2019 saat tahun pertama Arinal menjabat Gubernur Lampung.

    Pada tahun itu, ekonomi Lampung tumbuh perkasa 5,26 persen di atas pertumbuhan ekonomi nasional 5,02 persen.

    Akibat pandemi Covid-19, pertumbuhan ekonomi Lampung terjun hingga -1,66 persen pada tahun 2020, namun masih di atas persentase nasonal yang terjun -2,07%.

    Pertumbuhan ekonomi Lampung kembali tumbuh positif menjadi 2,77 persen pada 2021, sementara persentase ekonomi nasional tumbuh positif 3,77%.

    Pada 2022 ekonomi Lampung naik signifikan 4,28 persen, namun masih tetap di bawah persentase ekonomi nasional sebesar 5,31 persen.

    Perlu dicatat, ekonomi nasional pada 2023 diproyeksikan tumbuh dalam kisaran 4,5 hingga 5,3 persen. Sementara ekonomi Lampung diproyeksikan tumbuh 4,7-5,2 persen.

    Faktanya, secara agregat pertumbuhan ekonomi Lampung sampai Triwulan ke III 2023 baru mencapai 4,29 persen atau hanya tumbuh 0,01 persen dibanding persentase pertumbuhan ekonomi pada 2022 sebesar 4,28 persen.

    Dengan asumsi ekonomi Lampung Triwulan IV 2023 bisa mencapai 5,05 persen, seperti capaian pada Triwulan IV 2022, maka ekonomi Lampung pada 2023 akan ditutup tumbuh 4,48 persen atau naik 0,2 persen dibanding tahun 2022, namun masih tetap di bawah persentase yang diproyeksi Bank Indonesia, yakni 4,7 hingga 5,2 persen.

    Untuk bisa mencapai 4,7 persen seperti yang diproyeksikan Bank Indonesia, maka ekonomi Lampung pada Triwulan IV mesti tumbuh 6 persen.

    Mungkinkah?

    Jawabannya jelas mustahil, sebab tak ada momen yang membawa ekonomi Lampung bisa tumbuh hingga ke level 6 persen, kecuali even Natal dan Tahun Baru yang baru saja berlalu berhasil menghadirkan ‘sinterklas penyelamat’. (*)

     

     

     

     

  • Gubernur Banten Sebut Tak Mungkin Angka Kemiskinan Menjadi Nol

    Gubernur Banten Sebut Tak Mungkin Angka Kemiskinan Menjadi Nol

    Serang( SL )-Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan masih terdapat 641 ribu masyarakat kategori miskin di Provinsi Banten. Namun bagi Gubernur Banten Wahidin Halim angka tersebut termasuk rendah, bahkan ia tak yakin angka  dan tidak mungkin juga angka kemiskinan menjadi nol.

    Gubernur Banten Wahidin Halim menerangkan bahwa sebenarnya angka kemiskinan Banten paling rendah  se Indonesia. “Kita akan terus tekan, tapi tidak mungkin juga angka kemiskinan itu menjadi  nol,” ujar Wahidin Halim di Kawasan Pusat Pemerintahan Provinsi Banten (KP3B), Jl Syekh Nawawi Al Bantani, Serang, Rabu (15/1/2020).

    Menurut WH, saat ini angka pertumbuhan ekonomi di Banten relatif baik, daya beli masyarakat juga semakin membaik. ”Upah minimum kabupaten/kota (UMK) di Banten menjadi di atas Rp 3 juta. Itu merupakan jumlah yang diharapkan, agar bisa meningkatkan kemampuan ekonomi warga,” imbuhnya

    Berdasarkan survei  BPS per September 2019, menyatakan kemiskinan Banten di angka 4,94 persen, atau tiurun 0,15 poin dibanding pada periode Maret 2019 (5,09 persen).

    Dipengaruhi harga komunitas makanan

    Kepala BPS Banten Adhi Wiriana dalam keterangan ke wartawan menerangkan bahwa peran komoditas makanan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peran komoditi nonmakanan. Contohnya saja perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Sumbangan makanan terhadap kemiskinan sampai 71,61 persen di pedesaan. Komoditas seperti beras jadi penyumbang terbesar sampai 25,86 persen. Disusul rokok kretek 11,97 persen dan roti 3,30 persen. Kepala BPS Banten menyatakan bahwa kenaikan harga rokok yang disertai naiknya rokok bisa memicu meningkatnya  angka kemiskinan. suryadi)

  • Pendataan PKH Tubaba Kacau-balau, Cek Buktinya di Sini

    Pendataan PKH Tubaba Kacau-balau, Cek Buktinya di Sini

    Tulangbawang Barat (SL)-Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Tulangbawang Barat (Tubaba) tidak tahu menahu soal buruknya pendataan Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) di Tulangbawang Udik. BPS beralasan pihaknya sudah menyerahkan data warga kurang mampu hasil dari Pemutakhiran Basis Data Terpadu (PBDT) Tahun 2015.
    Giovani,  Seksi Sosial Badan Pusat Statistik (BPS) Tubaba mengatakan, pendataan kemiskinan yang dilakukan BPS Tubaba bedasarkan Pemutakhiran Basis Data Terpadu (PBDT) Tahun 2015.  “Kalau di BPS 2015 dilakukan PBDT di wilayah Tubaba. Dalam pendataan melibatkan Aparatur Tiyuh, hingga tokoh masyarakat. Ada juga fasilitator yang menentukan siapa yang berhak menerima bantuan  sesuai katagori warga miskin,” ungkapnya.
    Ia menambahkan, BPS Tubaba hanya menyerahkan basis data ke Dinas Sosial untuk dilakukan verifikasi ulang. “Kita hanya melakukan pencarian basis data dan basis data tersebut langsung diserahkan ke Dinas Sosial untuk dilakukan verifikasi ulang melihat mana yang berhak menerima atau tidaknya,” paparnya.
    Untuk itu, lanjutnya, BPS Tubaba saat ini sedang menunggu verifikasi data ulang dari pemerintah pusat. “Tunggu perintah aja dari pemerintah pusat untuk melakukan pendataan ulang,” singkatnya.

    Tidak Pernah Validasi

    Di tempat terpisah Rasidi, Kepala Dinas Sosial Kabupaten Tubaba mengakui pihak belum pernah melakukan VeriVali (Verifikasi dan Validasi) data yang baru, karena itu dilakukan oleh BPS, dan terakhir dilakukan tahun 2015.
    “Dan pada saat itu ternyata memang data yang diberikan ke kementerian sosial itu tidak sesuai, dan kami semua kepala dinas protes, karena data itu penting sebagai acuan penerima PKH, Rastra, Raskin. Akhirnya keluarlah surat dari Kementerian tahun 2017 kepada kabupaten kota untuk melakukan VeriVali dari data BPS tahun 2015 itu, namun karena kami tidak ada anggaran akhirnya tidak berjalan,” jelasnya.
    Ia menambahkan, pemerintah daerah dalam pendataan tersebut tidak ada SDM-nya juga, akhirmya dilimpahkanlah ke desa untuk mendata karena mereka pasti lebih tahu. Adapun pendamping PKH itu direkrut Kementrian, bukan dari Dinsos.
    “Jadi yang berhak untuk memberhentikan penerima PKH itu adalah Kepala Desa nya, melalui surat Rekom nya. Apalagi saat ini sudah ada penekanan karena di dalam Permendes No 11 Tahun 2019, bahwa Desa itu harus mengadakan pendataan keluarga miskin, kemudian memberdayakan masyarakat yang tidak mampu dengan DD seperti Padat Karya, lalu ada juga bantuan dari DD untuk orang yang terkena penyakit yang akut. Itu kemungkinan akan berlaku ditagih 2021,” ungkapnya.
    Jadi lanjutnya, Dinsos tidak berhak untuk memberhentikan penerima PKH, karena penerima PKH itu ada tiga prosedur berhentinya, yaitu ia mengundurkan diri, lalu Komponen nya sudah tidak ada lagi seperti anak-anaknya sudah tidak ada lagi, dan ketiga dipaksa dengan Rekom dari Desa bahwa sudah tidak layak menerima PKH.
    “Kalau ada yang masih tidak tepat sasaran Viralkan saja, dalam UU No 13 Tahun 2011 tentang penanganan fakir miskin, bahwa jika ada keluarga kaya mengaku miskin kena sanksi hukuman 2 tahun atau denda Rp 50 juta.Untuk itu, diperlukan musyawarah Desa untuk menentukan siapa yang perlu mendapat bantuan atau tidak, sehingga tidak ada kesimpangsiuran dan tuntutan dari masyarakat karena sudah musyawarah kesepakatan bersama,”pungkasnya.(A.p)
  • 2019, Perdagangan Lampung Masih Defisit

    2019, Perdagangan Lampung Masih Defisit

    Bandar Lampung (SL)-Neraca perdagangan Lampung periode Januari-Oktober 2019 defisit sebesar 101,43 dolar AS, meski timbangan pada neraca perdagangan per Oktober 2019 surplus dalam nilai yang dangkal sebesar 21,70 juta dolar AS.

    Total ekspor Lampung pada Oktober 2019, seperti dilaporkan Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung, hanya membukakan 249,02 juta dolar AS, atau sedikit di atas realisasi impor sebesar 227,32 dolar AS.

    Rendahnya nilai ekspor per Oktober 2019, mendorong neraca perdagangan Lampung bergerak ke arah negatif hingga terakumulasi defisit 101,43 juta dolar AS sepanjang periode Januari-Oktober 2019. Total ekspor Lampung Januari-Oktober 2019 tercatat sebesar 2.379,21 juta dolar AS, sementara realisasi impor sebesar 2.480,64 juta AS.

    Mendekati akhir tahun, nilai total ekspor Provinsi Lampung, turun 249,02 juta dolar AS(AS) atau 8,82 persen pada Oktober 2019 dibandingkan bulan sebelumnya 273,12 juta dolar AS. Penurunan terjadi pada golongan barang lemak/minyak hewan/nabati dan kopi/teh/rempah-rempah. Penurunan nilai ekspor teranalis lebih dalam jika membandingkan nilai ekspor Oktober 2019 dengan Oktober 2018.

    Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung Yeane Irmaningrum mengatakan, nilai ekspor pada Oktober 2019 jika dibandingkan Oktober 2018 tercatat 319,53 juta dolar, juga mengalami penurunan sebesar 70,51 juta dolar AS atau turun 22,07 persen.

    Menurut Kepala BPS Lampung Yeane Irmaningrum, penurunan ekspor Oktober 2019 terjadi pada dua golongan barang utama. Yakni lemak dan minyak hewan/nabati turun 37,36 persen, juga kopi, teh, dan rempah-rempah turun 12,84 persen. Sedangkan golongan barang yang mengalami peningkatan, dia mengatakan, yakni batubara 43,43 persen, bubur kayu/pulp 24,56 persen, dan olahan dari buah-buahan/sayuran 0,33 persen .(iwa)