Tag: Bank Dunia

  • Harga Beras Indonesia Termahal se-ASEAN

    Harga Beras Indonesia Termahal se-ASEAN

    Bandar Lampung (SL)-Harga Beras Eceran RI disebut paling tinggi di ASEAN selama dekade terakhir. Harga itu dikatakan jauh di atas harga beras negara tetangga, seperti Vietnam, Thailand dan Filipina. Sehingga hal itu mejadi pendorong naiknya inflasi harga pangan domestik.

    “Harga eceran beras Indonesia secara konsisten adalah yang tertinggi di ASEAN selama (satu) dekade terakhir,” bunyi laporan Bank Dunia ‘Indonesia Economic Prospect (IEP) December 2022’, dikutip Detikfinance, Senin, 19 Desember 2022.

    Bank Dunia mengatakan harga beras di Indonesia 28% lebih tinggi dari harga di Filipina, serta lebih mahal dunia kali lipat dari harga di Vietnam, Kamboja, Myanmar dan Thailand. Tingginya harga beras di Indonesia disebabkan pembatasan dukungan harga pasar bagi produsen pertanian, seperti pembatasan perdagangan melalui tarif impor, monopoli impor BUMN untuk komoditas utama, dan tindakan non-tarif lainnya.

    Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, harga beras kualitas bawah hari ini Rp 10.600/kg, beras jenis medium Rp 11.700 per kg, dan beras kualitas super Rp 13.550/kg.

    Tak hanya persoalan beras, Indonesia juga menghadapi tantangan dari sisi keterjangkauan bahan pangan dan kecukupan gizi. Oleh karena itu, Bank Dunia menyarankan pentingnya meningkatkan produktivitas serta mengurangi hambatan impor pertanian.

    “Kebijakan untuk mendorong diversifikasi pangan yang lebih bergizi (ternak, buah dan sayuran) dan mengurangi distorsi kebijakan yang saat ini berpihak pada produksi beras dapat meningkatkan kecukupan gizi,” kata Bank Dunia. (Red/Aid/zlf/Detik)

  • Bank Dunia Kucurkan Pinjaman Rp4,8 Triliun Untuk Indonesia

    Bank Dunia Kucurkan Pinjaman Rp4,8 Triliun Untuk Indonesia

    Jakarta (SL)-Dewan Direktur Eksekutif Bank Dunia menyetujui pinjaman sebesar US$ 300 juta atau Rp 4,8 triliun (kurs Rp 16 ribu) untuk mendukung pemerintah Indonesia melaksanakan reformasi pada sektor keuangan guna membantu mempertahankan pertumbuhan ekonomi dan mencapai tujuan kesejahteraan bersama.

    Country Director Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste Satu Kahkonen mengatakan pemerintah tetap harus melindungi masyarakat yang belum mencapai keamanan finansial kelas menengah meski fundamental makroekonomi Indonesia masih kuat dengan tingkat kemiskinan hanya satu digit.

    “Sektor keuangan yang sehat dan baik sangat penting untuk mempertahankan pertumbuhan Indonesia serta mencapai sasaran pertumbuhan ekonomi pemerintah dan pengentasan kemiskinan terutama di tengah kondisi global yang terus menantang,” ujarnya.

    Dukungan Bank Dunia untuk reformasi sektor keuangan di Indonesia merupakan komponen penting dari Kerangka Kerja Kemitraan Negara Kelompok Bank Dunia untuk Indonesia yang terfokus kepada prioritas pemerintah.

    Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Luky Alfirman mengatakan pemerintah telah mengambil langkah penting untuk memperkuat sektor keuangan khususnya pengawasan keuangan dan pengelolaannya di masa krisis.

    “Sekarang percepatan reformasi untuk meningkatkan efisiensi dan inklusi tanpa mengabaikan stabilitas diperlukan untuk membiayai kurangnya infrastruktur dan memperluas peluang ekonomi bagi individu dan usaha di Indonesia,” katanya dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin, 23 Maret 2020.

    Sekitar setengah penduduk dewasa Indonesia tidak memiliki rekening bank, sehingga mereka memiliki kesempatan yang terbatas untuk berinvestasi bagi masa depan dan mendapatkan perlindungan dari guncangan finansial serta nonfinansial.

    Selain itu, terbatasnya layanan keuangan dan kurangnya insentif untuk tabungan jangka panjang juga menciptakan risiko lebih lanjut bagi individu serta membatasi peluang investasi di sektor-sektor penting seperti infrastruktur.

    Oleh sebab itu, pinjaman dari Bank Dunia tersebut akan digunakan untuk mendukung kebijakan pembangunan dengan memberikan bantuan anggaran bagi agenda reformasi Indonesia di tiga bidang kebijakan utama.

    Pertama adalah menambah ukuran sektor keuangan dengan memperluas jangkauan dan produk pasar keuangan serta memobilisasi tabungan jangka panjang sehingga akan meningkatkan ketersediaan dana dan akses bagi individu dan perusahaan.

    Kedua, meningkatkan efisiensi sektor keuangan dengan praktik yang lebih transparan, andal, dan berbasis teknologi sehingga menguntungkan individu maupun perusahaan dengan menyalurkan tabungan untuk peluang investasi paling produktif dengan cara lebih murah, cepat, dan aman.

    Ketiga yakni menahan guncangan sektor keuangan dengan memperkuat kerangka kerja resolusi, mempromosikan praktik keuangan berkelanjutan, dan membangun mekanisme keuangan risiko bencana sehingga mampu melindungi masyarakat maupun aset Indonesia. (ant/red)

  • Bank Dunia Sebut Proyek Infrastruktur RI Berkualitas Rendah

    Bank Dunia Sebut Proyek Infrastruktur RI Berkualitas Rendah

    Jakarta (SL) – Bank Dunia menyebut proyek infrastruktur di Indonesia berkualitas rendah, tidak memiliki kesiapan, dan tak terencana secara matang. Hal tersebut menjadi kendala utama bagi Pemerintah Indonesia untuk memobilisasi lebih banyak modal swasta ke dalam berbagai proyek pembangunan infrastruktur.

    Dalam laporan bertajuk Infrastructure Sector Assesment Program yang dirilis pada Juni 2018, Bank Dunia menjelaskan proyek infrastruktur Indonesia tidak diprioritaskan berdasarkan kriteria atau seleksi yang jelas. “Reputasi proyek di Indonesia berkualitas rendah dan tidak direncanakan dengan baik,” tulis laporan Bank Dunia.

    Selain itu, pilihan metode pengadaan diputuskan terlalu dini sebelum analisis mendalam. Misalnya melalui skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), business to business (B2B), atau lewat pembiayaan publik. Padahal, negara lain mendahulukan proses studi dan analisis bertahap, sebelum akhirnya mengambil keputusan terkait skema pengadaan dan pembiayaan yang tepat.

    Sejumlah negara juga menyelesaikan Kajian Akhir Prastudi Kelayakan atau Final Business Case (FBC) untuk memberikan pemahaman penuh terkait proyek, sebelum memutuskan skema pengadaan dan pembiayaan. “Di Indonesia, keputusan untuk menggunakan skema KPBU dibuat sebelum Kajian Awal Prastudi Kelayakan atau Outline Business Case (OBC) lengkap,” tulis bank dunia.

    Selain itu, Bank Dunia mengungkapkan analisis awal yang disediakan oleh Badan Kontrak Pemerintah atau Government Contracting Agency (GCA) kerap kali tidak lengkap dan disangsikan keandalannya. Sebelum diusulkan ke Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), CGA dituntut menyiapkan studi pendahuluan terkait sisi hukum, teknis, ekonomi, komersial, lingkungan, dan aspek sosial dari proyek KPBU. Namun dalam praktiknya, mereka jarang melakukan hal tersebut.

    Menurut Bank Dunia, ini disebabkan pemberian instruksi yang terbatas tentang format studi pendahuluan dan kendala pendanaan. Bank Dunia menilai Bappenas kekurangan sumber daya manusia (SDM) dan anggaran memadai, untuk mengkoordinasi CGA sehingga memberika hasil analisis terbaik untuk setiap proyek.

    Pembiayaan Proyek dan Pembebasan Lahan

    Dalam menjalankan pembangunan infrastruktur, Bank Dunia berpendapat, pemerintah dan pemangku kepentingan tidak memiliki koordinasi yang baik, sehingga menciptakan kebingungan bagi investor. “Mereka tidak yakin harus berkomunikasi dengan siapa dan pihak yang akan memastikan komitmen pemerintah dalam memobilisasi dana proyek infrastruktur,” tulis Bank Dunia.

    Padahal, beberapa tahun terakhir pemerintah telah membenahi berbagai kendala proyek infrastruktur agar dapat memasarkan proyek infrastruktur Indonesia. Dalam catatan Bank Dunia, langkah yang dilakukan oleh pemerintah antara lain, meningkatkan peran Kementerian Keuangan dan Bappenas dalam proyek infrastruktur.

    Selain itu, pemerintah telah menyiapkan skema suntikan pembiayaan melalui dana dukungan tunai untuk proyek infrastruktur atau Viability Gap Fund (VGF) dan pola ketersediaan layanan atau Availability Payment (AP). Pemerintah juga menyiapkan Lembaga Pengelola Aset Negara (LMAN) untuk membantu pembebasan tanah.

    Atas upaya itu, pemerintah berhasil meningkatkan pembiayaan infrastruktur dalam dua tahun terakhir. Tercatat, ada 13 proyek KPBU yang telah mencapai tahap financial closing dalam kurun waktu 2015-2017. Total nilai investasi proyek-proyek tersebut tercatat US$8,94 miliar setara Rp 129,63 triliun mengacu kurs Rp14.500 per dolar AS.

    Disebutkan, dalam skema VGF pemerintah menanggung 49 persen dari biaya infrastruktur yang layak secara ekonomi tetapi tidak layak secara finansial. Skema ini belum digunakan secara luas, bahkan sama sekali belum diimplementasikan oleh investor asing.

    Salah satu proyek yang menggunakan skema VGF adalah Sistem Pengelolaan Air Minum (SPAM) Umbulan di Jawa Timur. “Mekanisme dukungan pembiayaan pemerintah, misalnya VGF dan AP dinilai terlalu lambat dan tidak terkoordinasi dengan baik,” tulis Bank Dunia.

    Riset Bank Dunia menyebut keterlambatan pembebasan lahan infrastruktur menimbulkan biaya sekitar US$5 miliar – US$10 miliar per tahun. Tertundanya akses kepada lahan ini digolongkan sebagai salah satu kendala utama investasi swasta di proyek infrastruktur.

    Pemerintah pun akhirnya mengeluarkan Undang-Undang No. 12/2012 Tentang Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang memberikan kekuatan hukum untuk akuisisi tanah untuk kepentingan umum.

    Bank Dunia menyebut, meskipun ada kemajuan dengan berlakunya beleid itu, namun masih ada hambatan signifikan bagi ketepatan waktu pelaksanaan pembebasan lahan. Kehadiran Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) pada tahun 2016 juga dinilai belum cukup untuk mengentaskan masalah pembebasan lahan. Pada 2017, LMAN menyiapkan anggaran pembebasan lahan sebesar Rp16 triliun.

    Alokasinya, untuk jalan tol sebesar Rp13,3 triliun, infrastruktur kereta api sebesar Rp3,8 triliun, bendungan sebesar Rp2,4 triliun, dan infrastruktur pelabuhan Rp500 miliar. Setelah itu, jumlah dana untuk pembebasan jalan tol ditambah menjadi Rp25,3 triliun. Namun demikian, dana tersebut belum cukup.

    Hingga akhirnya, pemerintah membuka peluang bagi swasta dan Badan Usaha Milik negara (BUMN) untuk terlebih dulu membeli tanah proyek infrastruktur pada Proyek Strategis Nasional (PSN). Kemudian, pemerintah melunasinya lewat LMAN.

    Kendati demikian, Bank Dunia menilai Pemerintah tidak menyediakan informasi yang berkaitan dengan prosedur dan waktu pembayaran secara gamblang. “Pendanaan LMAN harus mencukupi untuk pembebasan lahan, dan proses persetujuan LMAN harus bisa dilacak dengan cepat. Pemerintah juga harus memperoleh semua lahan infrastruktur sebelum financial closing proyek,” kata Bank Dunia.

    Rekomendasi Bank Dunia

    Melihat berbagai persoalan dalam proyek infrstruktur di Indonesia maka Bank Dunia memberikan beberapa rekomendasi yang terbagi dalam rekomendasi jangka pendek, menengah, dan panjang. Dalam jangka pendek Bank Dunia mengajukan sejumlah rekomendasi.

    Pertama, Bank Dunia menyarankan Bappenas untuk mengembangkan model proposal proyek infrastruktur, menetapkan kriteria untuk menilai, dan mengembalikan proposal kepada GCA jika proposal dan informasi yang diterima tidak lengkap atau berkualitas.

    Kedua, meningkatkan kapasitas staf unit KPBU di Kementerian Keuangan melalui penugasan dan keterlibatan dalam persiapan transaksi KPBU. Selain itu, mengalihkan jabatan kepala unit KPBU Kementerian Keuangan ke posisi Eselon satu.

    Ketiga, mengubah proses dan koordinasi bagi lembaga yang bertanggung jawab untuk menyelesaikan dana pembebasan lahan secara cepat.

    Keempat, pemerintah harus memasitikan mitigasi risiko yang tepat dapat diimplemntasikan bagi setiap proyek infrstruktur, sehingga menarik investor swasta. Selain itu pemerintah juga perlu mengembangkan model perjanjian konsesi untuk sektor-sektor utama.

    Kelima, Bank Dunia menyarankan Menteri Keuangan untuk meningkatkan batasan suntikan dana 49 persen pada VGF untuk proyek tertentu. Di samping itu, membuka peluang untuk penggunaan skema VGF dan AP dalam satu proyek.

    Keenam, memberikan mandat kepada pemenang proyek pembebsan lahann untuk memastikan akuisisi lahan selesai 100 persen sebelum financial closing.

    Ketujuh, mengembangkan dasbor yang menyediakan dan mengumpulkan informasi tentang proyek-proyek KPBU yang sedang dipersiapkan, proses transaksi, dan implementasi, sehingga dapat dipantau oleh pejabat senior pemerintah.

    Bank Dunia juga menyarankan pemerintah untuk membuat konsep dan model awal sebagai panduan bagi CGA sebelum pelaksanaan OBC. Dalam jangka menengah, Bank Dunia merekomendasikan pemerintah untuk meninjau ulang kompleksitas peraturan dan standar akuntansi untuk skema VGF dan AP, guna memastikan bahwa proses aplikasi VGF dan AP efisien dan memiliki dampak finansial yang diharapkan.

    Sedangkan dalam jangka panjang, pemerintah perlu membuat konsolidasi instrumen pendukung dari Kementerian Keuangan, misalnya VGF dan AP di bawah satu entitas yang bertanggung jawab untuk persetujuan dan pencairan dana tersebut.

    Bank Dunia mengakui kebenaran yang tercantum dalam laporan tersebut, meski berkomentar bahwa laporan tersebut belum final. “Artikel-artikel ini mengutip sebuah laporan Bank Dunia yang saat ini tengah difinalisasi dalam kerja sama dengan Pemerintah Indonesia. Laporan ini berjudul Indonesia Infrastructure Financing Sector Assesment Program (InfraSAP),” tulis Bank Dunia. (CNNindonesia)

  • Bank Dunia Soroti Pembangunan Infrastuktur Pemerintahan Jokowi

    Bank Dunia Soroti Pembangunan Infrastuktur Pemerintahan Jokowi

    Jakarta (SL) – Bank Dunia memberikan sorotan pada pembangunan infrastruktur pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Salah satu sorotan mereka berikan terkait penugasan yang diberikan pemerintahan Jokowi terhadap BUMN dalam pembangunan infrastruktur.

    Dalam laporan berjudul “Infrastructure Sector Assesment Program” edisi Juni 2018, Bank Dunia menyatakan untuk menjalankan penugasan yang diberikan, tak jarang pemerintah memberikan keistimewaan kepada perusahaan pelat merah.

    Keistimewaan diberikan dalam beberapa bentuk. Pertama, pemberian suntikan modal dalam bentuk Penyertaan Modal Negara (PMN). Tercatat, pada 2015 lalu pemerintah memberikan suntikan modal Rp41,4 triliun untuk 36 BUMN, yang setengah di antaranya digunakan untuk pembangunan infrastruktur.

    Pada 2016, suntikan modal dinaikkan menjadi Rp53,98 triliun yang 83 persen di antaranya untuk pembangunan infrastruktur. Selain suntikan modal, BUMN juga sering diberikan akses yang lebih mudah untuk mendapatkan pinjaman dari bank BUMN tanpa uji kelayakan yang jelas dengan suku bunga rendah. Bank Dunia dalam laporan tersebut menyatakan pemberian penugasan dan insentif tersebut telah menimbulkan masalah. Masalah berkaitan dengan peningkatan jumlah utang BUMN.

    Untuk menjalankan penugasan dan membiayai pembangunan infrastruktur, BUMN yang tidak mempunyai dana operasional harus mencari pinjaman. Data Bank Dunia, tingkat utang tujuh BUMN infrastruktur yang ditugaskan pemerintah membangun infrastruktur, pada September 2017 lalu mencapai Rp200 triliun. Jumlah utang BUMN tersebut naik tiga kali lipat dari tiga tahun sebelumnya atau sebelum mendapatkan penugasan. Utang berpotensi bertambah terus kalau mereka tetap menjalankan penugasan.

    Masalah lain, berkurangnya kesempatan investasi sektor swasta dalam pembangunan infrastruktur. Bank Dunia menyatakan suntikan modal, insentif dan kemudahan yang diberikan kepada BUMN dalam menjalankan penugasan telah membuat perusahaan pelat merah di atas angin dalam tender dan lelang proyek infrastruktur. Fasilitas tersebut telah mengurangi daya saing sektor swasta terhadap BUMN, sehingga membatasi kesempatan mereka untuk dapat memenangkan proyek.

    Bank Dunia Klarifikasi 'Kritik' Pembangunan Proyek Jokowi EMBIlustrasi. (Anadolu Agency)

    Selain penugasan BUMN, Bank Dunia juga memberikan perhatian kepada pelaksanaan pembangunan infrastruktur dengan skema pemerintah badan usaha (KPBU). Bank Dunia dalam laporan setebal 344 halaman tersebut menyatakan sebenarnya pemerintah melalui Perpres Nomor 38 Tahun 2015 tentang Kerja Sama Pemerintah Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur sudah membuat kemajuan yang bagus dalam menetapkan institusi, instrumen dan proses agar proyek berskema KPBU bisa dijalankan.

    Dengan kemajuan tersebut, selama 2015 sampai dengan 2017, 13 proyek berskema KPBU dengan nilai total investasi US$8,94 miliar berhasil dijalankan. Tapi menurut mereka, masih ada sejumlah hambatan yang harus diselesaikan pemerintah agar skema tersebut bisa ditingkatkan.

    Salah satu hambatan berkaitan dengan kualitas persiapan proyek. Mereka menilai kemauan dan kapasitas yang dimiliki oleh agen pemerintah dalam merencanakan proyek masih kurang. Permasalahan tersebut diperparah oleh keengganan Bappenas dalam menolak setiap proposal yang perencanaannya masih kurang tersebut. Selain kualitas persiapan, mereka juga menyoroti buruknya manajemen koordinasi dalam pelaksanaan proyek berskema KPBU.

    Dalam pemberian dukungan kepada sektor swasta yang ingin masuk ke dalam proyek berskema KPBU, koordinasi antar kementerian dan lembaga terkait cukup lemah. Untuk pemberian dukungan berbentuk dana dukungan tunai infrastruktur (Viability Gap Fund) maupun pembayaran layanan ketersediaan (availibility payment) misalnya, sering instansi yang terlibat banyak dan memiliki suara berbeda.

    VGF dan Instrumen AP diatur serta dikelola oleh direktorat jenderal yang berbeda di dalam Kemenkeu, dan juga Kementerian Dalam Negeri (Depdagri). Sedangkan ketentuan jaminan untuk dukungan tersebut dikelola terutama oleh PT PII. Selain Bank Dunia, sorotan terhadap pembangunan infrastruktur era Jokowi sebelumnya juga disampaikan calon Wakil Presiden Sandiaga Uno.

    Sandiaga saat menghadiri Dialog dan Silaturahim Tokoh-tokoh dan Pengusaha se-Jawa Timur mengatakan pembangunan infrastruktur saat ini tidak tepat sasaran. Secara gamblang Bank Dunia sudah mengatakan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan infrastruktur RI tidak dilakukan dengan baik, sehingga akhirnya tidak tepat sasaran dan tidak memberikan dampak yang baik ke masyarakat.

  • Bank Dunia Sebut BUMN Tak Mampu Biayai Infrastuktur Pemerintah

    Bank Dunia Sebut BUMN Tak Mampu Biayai Infrastuktur Pemerintah

    Jakarta (SL) – Bank Dunia menyebut keuangan BUMN tak sanggup membiayai infrastruktur jangka panjang. Menurut Bank Dunia, BUMN perlu menggandeng sektor swasta. “Dalam rencana pembangunan jangka menengah, pemerintah mengindikasikan BUMN tidak dapat memenuhi kebutuhan pendanaan infrastruktur,” tulis laporan Bank Dunia bertajuk ‘Infrastructure Sector Assesment Program‘ edisi Juni 2018, dikutip Jumat (4/1).

    Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019, pemerintah memperkirakan porsi pendanaan BUMN sebesar 22 persen dari total kebutuhan biaya yang sebesar Rp5.452 triliun. Sementara, porsi swasta mencapai 37 persen.

    Namun, selama beberapa tahun terakhir, porsi sektor swasta terhadap keseluruhan investasi infrastruktur malah merosot, yaitu dari 17 persen pada 2010-2012 menjadi 9 persen pada 2011-2015. Padahal, kondisi makroekonomi mendukung investasi.

    Sementara, mayoritas proyek infrastruktur dikerjakan menggunakan anggaran negara maupun perusahaan pelat merah. Sejumlah proyek yang tadinya dikerjakan oleh swasta karena tak berjalan pun akhirnya ditugaskan kepada BUMN, seperti proyek Tol Trans Sumatera, kereta bandara Soekarno-Hatta, dan Pelabuhan Baru Makassar di Sulawesi Selatan.

    Berdasarkan catatan Bank Dunia, peran BUMN sangat penting dalam perekonomian. Pada 2016 saja, total aset BUMN mencapai Rp6.469 triliun atau sekitar 50 persen dari total PDB Indonesia. Di tahun yang sama, total laba yang dihasilkan BUMN mencapai Rp176 triliun. Kemudian, pada 2017, belanja modal BUMN diproyeksikan mencapai Rp468 triliun, meningkat dari tahun sebelumnya Rp293 triliun.

    Namun, pada akhir 2017, Bank Indonesia memperkirakan porsi utang BUMN mencapai 7,2 persen dari total utang perbankan dan 19,3 persen dari total utang luar negeri. Porsi tersebut bisa meningkat mengingat perusahaan pelat merah banyak yang berutang untuk membiayai proyek infrastruktur.

    Misalnya, Bank Dunia mencatat utang PT Waskita Karya (Persero) Tbk pada September 2017 melonjak dua kali lipat dari periode yang sama tahun lalu menjadi Rp65,7 triliun akibat membeli banyak konsesi tol. “Utang dari tujuh BUMN terkait infrastruktur yang tercatat di bursa mencapai sekitar Rp200 triliun pada September 2017, tiga kali lipat dari tiga tahun lalu,” tulis laporan tersebut.

    Dalam melaksanakan tugasnya, BUMN kerap mendapat dukungan pendanaan melalui Penyertaan Modal Negara (PMN), subsidi, dan bantuan nonsubsidi lainnya. Padahal, suntikan dana tersebut bukan merupakan sumber pendanaan berkelanjutan mengingat rasio pajak terhadap Pendapatan Domestik Bruto Indonesia masih rendah dan keterbatasan perbankan nasional.

    Untuk itu, pemerintah perlu meningkatkan porsi swasta. Salah satunya melalui kolaborasi dengan BUMN. Menurut Bank Dunia, partisipasi sektor swasta dapat mempercepat pembangunan infrastruktur dan hasilnya lebih bernilai tambah dibandingkan skema pengadaan tradisional oleh pemerintah. 

    Pasalnya, sektor swasta dapat mengerek efisiensi operasional dan meningkatkan kualitas. Selain itu, membuka ruang bagi sektor swasta akan membantu meningkatkan pendanaan proyek dan meningkatkan kinerja BUMN mengingat sektor swasta memiliki kepentingan untuk memperbaiki kinerja. Tidak hanya itu, keterlibatan sektor swasta juga akan membantu proses alih teknologi berskala internasional kepada perusahaan pelat merah.  Setidaknya, menurut Bank Dunia, ada tiga cara BUMN dapat memberikan ruang pada sektor swasta. Pertama, sebagai pemilik proyek yang bermitra dengan sektor swasta. 

    Kedua, sebagai kontraktor dimana BUMN dan perusahaan swasta bersaing secara sehat. Ketiga, sebagai investor melalui daur ulang aset yang dikembangkan melalui uang masyarakat dengan cata sekuritisasi, penerbitan obligasi maupun divestasi.

    Di saat yang sama, pemerintah harus mendorong perusahaan pelat merah untuk melibatkan peran swasta dengan beberapa cara. Misalnya, memberikan insentif kepada BUMN untuk meningkatkan kinerja dan bermitra dengan perusahaan swasta. Selain itu, mendorong BUMN melakukan tata kelola yang baik dengan meningkatkan efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas untuk menarik minat sektor swasta. (CNN Indonesia)

  • Dampak Gempa dan Tsunami Sulteng Alami Kerugian Capai 8,7 T

    Dampak Gempa dan Tsunami Sulteng Alami Kerugian Capai 8,7 T

    Bandarlampung (SL) – Grup Bank Dunia memperkirakan total kerugian akibat bencana gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah mencapai 531 juta dollar AS atau setara dengan Rp 8,07 triliun.

    Perkiraan nominal kerugian tersebut didapat dari laporan Bank Dunia yang merekam kerusakan awal, diukur secara geospasial dan perkiraan biaya infrastruktur, properti perumahan dan non perumahan yang terdampak bencana.

    “Perkiraan kerugian fisik Rp 8,07 triliun, dengan rincian kerugian perumahan Rp 2,75 triliun, sektor non perumahan Rp 2,82 triliun, dan infrastruktur Rp 2,5 triliun,” demikian keterangan tertulis dari Grup Bank Dunia kepada Kompas.com, Minggu (14/10/2018).

    Bank Dunia menjelaskan, uraian tersebut merupakan laporan awal perkiraan kerugian ekonomi yang didasarkan pada analisis ilmiah, ekonomi, dan teknik. Laporan ini tidak memperhitungkan kerugian akibat hilangnya nyawa, lahan, gangguan terhadap ekonomi melalui pekerjaan yang hilang, hingga mata pencaharian dan bisnis.

    Setelah penanganan bencana secara bertahap diselesaikan, pemerintah akan masuk pada tahap rehabilitasi dan rekonstruksi. Untuk membantu proses rekonstruksi di Sulawesi Tengah, Bank Dunia menyediakan bantuan pinjaman sebesar 1 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 15 triliun.

    Selain memberi bantuan pinjaman atau pendanaan, Bank Dunia turut memberi hibah 5 juta dollar AS untuk bantuan teknis. Bantuan dalam bentuk hibah tersebut dilakukan untuk memastikan proses rekonstruksi dalam waktu dekat dijalankan dengan baik.

    “Pendanaan akan tersedia berdasarkan permintaan dari pemerintah,” sebut Bank Dunia. (Esensinews)