Tag: Bedah Buku

  • Bedah Buku Sejarah Perjalanan BSI Sebagai Lokomotif Ekonomi Syariah Nasional

    Bedah Buku Sejarah Perjalanan BSI Sebagai Lokomotif Ekonomi Syariah Nasional

    Jakarta, sinarlampung.co-“Mega Merger In The Pandemic Era Kepemimpinan dan Tantangan Merger Bank Syariah Indonesia” judul buku yang menjadi bagian dari sejarah perjalanan PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) sebagai lokomotif ekonomi syariah nasional, menjadi bahasan diskusi buku para bankir, Kamis 27 Juni 2024.

    Baca: Bank Mandiri Taspen Pusat Safari Ramadan, Kantor Cabang Bandar Lampung Ferporma Baik

    Buku yang ditulis oleh Direktur Utama BSI, Hery Gunardi, tersebut diharapkan menjadi salah satu acuan pengembangan ekonomi dan keuangan syariah Indonesia masa depan. Sejumlah bankir yang hadir merupakan alumni Bank Mandiri yang sekarang sudah berkiprah di berbagai BUMN. Acara tersebut diselenggarakan di Hutan Kota by Plataran, Jakarta, Kamis 27 Juni 2024 malam.

    Menandai hadirnya buku Mega Merger in The Pandemic Era, karya tersebut secara simbolis diberikan kepada Wakil Presiden Ma’ruf Amin dan Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo, di sela-sela Opening Ceremony BSI International Expo 2024 pada 20 Juni lalu.

    Dalam diskusi buku tersebut, Ade Cahyo Nugroho, Direktur Keuangan & Strategi BSI, menyebutkan bahwa banker senior Gubernur Bank Indonesia periode 2013 – 2018 Agus Martowardojo dalam buku tersebut menjelaskan merger dan transformasi tiga bank syariah yang dimiliki oleh tiga bank terbesar milik BUMN (Himbara) menjadi BSI, merupakan hal yang mengikat dan menjadi satu kesatuan.

    Dalam proses merger tentunya akan diiringi langkah transformasi. Karena merger sejatinya memiliki tujuan perubahan dan perbaikan. Transformasi sendiri mendorong perusahaan merger memiliki kesehatan, daya saing dan profitabilitas yang lebih tinggi.

    Artinya, perusahaan tumbuh menjadi kekuatan baru. Kedua hal di atas tak mudah dilakukan. Prosesnya panjang, dan memerlukan sosok pemimpin mumpuni untuk mengawal dan mendorong jalannya sesuai dan mencapai tujuan. Terlebih di era krisis seperti saat ini, peran seorang leader sangat penting  untuk menentukan arah kebijakan agar bisa bertahan dan berkelanjutan di masa depan.

    “Sebagai leader, Hery mampu menerapkan kepemimpinan transformasional yang notabene merupakan salah satu kunci sukses dalam proses merger. Dia mampu meningkatkan motivasi dan moralitas karyawan dalam proses merger. Bahkan, dia mampu menancapkan arah baru BSI ke depan guna mencapai harapan pemerintah untuk menjadi bank syariah terbesar di Tanah Air dan menjadi salah satu pemain utama di kancah global,” tulis Agus Martowardojo dalam kata pengantar buku sebagaimana dikutip oleh Cahyo.

    Seorang pemimpin, tidak hanya dilahirkan, tapi dipersiapkan. Dalam memimpin merger menjadi BSI, hal itu membutuhkan keterampilan kompleks yang ditempa pengalaman, pengembangan diri, serta akses ke pelatihan yang lebih tinggi.

    Sebagai leader juga harus memberikan teladan bagi jajarannya. Menancapkan visi dan misi baru yang tidak mudah. Sebab masing-masing bank yang di-merger memiliki culture berbeda dengan semangat bersaing dan kebanggaan atas culture perusahaan awal masing-masing.

    “Hery mampu menyatukan setiap culture dari masing-masing bank syariah milik Himbara yang di-merger menjadi BSI, yang kemudian ditransformasi dan diterjemahkan menjadi visi dan misi baru BSI ke depan,” ungkap Cahyo mengutip pernyataan Agus Martowardojo.

    Cahyo mengatakan, melalui catatan sejarah di buku tersebut memberikan sebuah pesan berharga bahwa kepemimpinan, kompetensi, dan jam terbang turut menjadi kunci penting. Sehingga setiap tantangan yang dihadapi dalam proses merger dan transformasinya dapat diatasi dengan baik.

    “Lazimnya merger company itu 2-3 tahun. Dan BSI di bawah Pak Hery bisa sangat cepat dan proses merger BSI tetap berjalan mulus. Tentunya itu berkat kepemimpinan handal,” ujar Cahyo.

    Menurutnya, dalam transformasi BSI, Hery Gunardi melakukannya dengan sangat baik. Seperti diketahui, nakhoda BSI itu awalnya dipercaya menjadi Ketua Project Management Office (PMO) dan Integration Management Office (IMO) saat awal proses merger pada 2021 lalu.

    Dalam perjalanannya, top management BSI mampu mengorkestrasi seluruh karyawan dan stakeholder. Sehingga BSI menjadi market leader dalam industri keuangan syariah di Indonesia. Cahyo mengatakan, perjalanan BSI ini pun merupakan penguatan ekosistem keuangan syariah.

    “Dengan demikian penetrasi keuangan syariah nasional yang masih sekitar 7% (5 tahun terakhir) dapat ditingkatkan. Penguatan ekosistem akan memberikan dampak luar biasa terhadap dorongan pertumbuhan dan penetrasi yang sangat tinggi. Strategi merger secara jangka panjang juga akan mendorong Indonesia menjadi salah satu pusat keuangan syariah dunia,” ujarnya.

    Referensi Bagi Industri

    Penulis buku Mega Merger in The Pandemic Era, Hery Gunardi yang juga Direktur Utama BSI, mengatakan bahwa Bank Syariah Indonesia merupakan salah satu bentuk nyata dari aspirasi pemerintah dalam upaya peningkatan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia. “Untuk mengabadikan proses merger menjadi bank syariah terbesar di Indonesia, saya menyusun milestone tersebut dalam buku Mega Merger ini. Kami berharap buku ini dapat menjadi referensi bagi industri dalam rangka memperkuat ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia,” tambahnya.

    Sementara itu, Banjaran Surya Indrastomo , Chief Economist BSI, sebagai pemandu diskusi mengatakan aspirasi pemerintah yang besar terhadap BSI sebagai Top 10 Islamic Bank di dunia, mendorong perseroan meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Kualitas SDM yang dimaksud bukan hanya terkait perbankan, namun termasuk di dalamnya aspek syariah sebagai fondasi utama.

    Menurutnya, merger mendorong permodalan yang semakin besar, infrastruktur dan teknologi yang kian mumpuni. Ketika hal itu dibarengi dengan kualitas SDM) yang unggul dan terdepan, daya jangkau BSI semakin luas. “Dengan demikian diharapkan ekonomi syariah bukan sekadar alternatif bagi penguatan ekonomi nasional. Namun bisa menjadi salah satu fondasi utama perekonomian bangsa dan umat. InsyaAllah ini bisa diwujudkan di bawah Pak Hery dan dilanjutkan oleh penerusnya kelak,” katanya.

    Banjaran menilai keberhasilan merger dan transformasi BSI berkat nilai dan iklim positif yang dibangun SDM-nya. Hal ini menandakan SDM di BSI mampu berorganisasi secara maju dan modern.
    Terkait apresiasi dari para tokoh tersebut, Hery Gunardi merasa bersyukur. Dia mengakui bahwa sesuai aspirasi yang ada, kehadiran BSI harus bisa menjadi bank syariah yang modern, universal dan inklusif. BSI pun harus mampu menjangkau lebih banyak masyarakat di Tanah Air, mengingat masih banyaknya masyarakat yang belum terlayani dan memiliki akses terhadap perbankan.

    BSI harus melakukan transformasi, termasuk teknologi dan digital, serta menjadi bank syariah yang mampu bersaing dan kompetitif, sehingga BSI memenuhi segala kebutuhan berbagai segmen konsumen dari segi bisnis apapun.

    “Untuk meraih hal tersebut, saya sebagai pemimpin memiliki kewajiban untuk mendorong segenap insan di BSI untuk menjadi talenta-talenta terbaik di bidangnya, serta memiliki kepercayaan dan daya saing yang tinggi. Dengan kemampuan yang unggul dan kepercayaan diri yang tinggi, segenap insan BSI akan mampu memberikan pelayanan terbaiknya kepada segenap nasabah dan masyarakat di Tanah Air,” pungkas Hery. (Red)

  • Mantan Rektor UGM Bongkar Ada Guyuran Duit Berkarung-karung Dalam Amandemen UUD

    Mantan Rektor UGM Bongkar Ada Guyuran Duit Berkarung-karung Dalam Amandemen UUD

    Jakarta (SL)-Mantan Rektor Universitas Gadjah Mada Prof Sofian Effendi meragukan apa yang tulis dalam buku “Sistem Demokrasi Pancasila” bahwa konsep ekonomi, dan konsep politik Pancasila akan terlaksana di Indonesia. Sebab, untuk mewujudkan itu sangat bergantung bagaimana tindakan orang Indonesia terhadap Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang sudah diobrak-abrik begitu luar biasa dan yang melibatkan kekuatan asing.

    “Dulu saya menduga pada saat MPR tahun 1999 memutuskan untuk melakukan perubahan terhadap UUD dengan cara amandemen itu adalah melalui kajian oleh ahli-ahli Indonesia tapi itu hanya pada rapat pertama MPR diputuskan akan mengadakan rencanahan perubahan tapi pada rapat-rapat selanjutnya sudah besar sekali pengaruh dari kelompok-kelompok LSM bahkan LSM luar negeri di dlm rapat-rapat itu,” kata Prof Sofian dalam peluncuran buku “Sistem Demokrasi Pancasila” di Kampus Pascasarjana Universitas Nasional, Jalan Harsono, Rangunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (11/3/20).

    Prof Sofian melanjutkan, dalam rapat-rapat Panita Ad Hoc (PAH) di MPR juga dihadiri oleh orang-orang yang bukan warga negara Indonesia. Dan, LSM National Democratic Institute (NDI), kata Prof Sofian, membawa uang “berkarung-karung” ke dalam gedung MPR dan membag-bagi uang itu kepada semua 11 fraksi.

    NDI juga membawa konsep-konsep UUD itu terutama pasal tentang hak asasi manusia (HAM). Pasal 10 UUD yang diamandemen, lanjut Prof Sofian, itu caplokan dari United Nation Convention Human Right. “Jadi agak aneh UUD kita ini, karena bunyinya bukan lagi warga negara tetapi orang, orang, orang. Loh saya ini warga negara,” tegas Prof Sofian.

    Prof Sofian mempertanyakan, UUD itu biasanya mengatur hak dan kewajiban warga negara, atau mengatur hak dan kewajiban dari siapapun orang yang ada di Indoensia?

    Sebab itu, Prof Sofian menduga, ini semua memang sengaja diciptakan untuk mengaburkan konsep-konsep tersebut. Termasuk juga untuk mengaburkan kewenangan pemerintahan dan negara, untuk mengaburkan sistem politik dan ekonomi Indonesia.

    “Sehingga tidak jelas lagi bahwa ekonomi kita itu ekonomi yang berazaskan kekeluargaan dan kerkeadilan sosial karena dimasukkan semangat-semangat individualisme di dalam pasal 3 dan 4 dan demikian juga di dalam sistem sosial sudah dimasuki pasal-pasal itu,” tuturnya.

    “Saya dulu sebagai ilmuan menduga-duga bahwa saya mendegar ada itu pihak dari luar negeri yang terlibat menggubah UUD itu tapi untungnya sering perjalanan Yogya-Jakarta. Di pesawat saya ketemu dengan seorang pimpinan partai, anak muda, dulu ketua senat UGM, saya tanya ‘mas saya ini sebagai ilmuan hanya bisa menduga-duga saya tidak bisa menuduh dengan tegas bahwa ini ada intervensi asing di dalam amandemen UUD kita itu,” katanya.

    “Jadi hanya begitu-begitu saja diantara kawan saya bisa ngomong-ngomong, tapi kita enggak punya bukti nggak bisa menuduh’, tetapi dengan kebetulan kita duduk berdekatan, saya tanya, ‘Pak saya ini pada waktu saya selesai dari UGM saya masuk partai oleh pimpinan partai saya ditugaskan untuk ikut panja PAH I itu dan disitu saya dengan mata saya sendiri melihat bagaimana uang berkarung-karung masuk ke gedung MPR dan ini kemudian pasal-pasal yang kemudian mereka ingin masukkan itu dimasukan’,” ungkapnya.

    Pada intinnya, tutur Prof Sofian, sidang MPR masa bakti 1999-2002 menetapkan bahwa amandemen UUD 1945 sesuai ketentuan Pasal 37. Karena Pasal 37 yang diamandemennya di tahap ketiga yang sebenarnya sudah disepakati tidak diubah. Namun, sesal Prof Sofian, pada PAH III masuk dan diubah sehingga MPR itu atau struktur dari kekuasaan negara tidak lagi ada lembaga pemegang pelaksana kedaulatan rakyat.

    “Karena diubahnya pasal itu, tapi pada tahap I dan II masih ada, disitu ada 11 fraksi MPR yang menyepakati amandemen UUD dilakukan dengan syarat sebagai berikut: Pertama, tidak mengubah pembukaan UUD, kedua, tidak merubah NKRI dan bentuk negara, ketiga Amandemen dilakukan dengan cara adendum bukan merubah teks aslinya,” tukasnya.

    Hadir sebagai pengulas peluncuran buku itu, selain Prof. Sofian Effendi, ada juga Prof. Maria Farida Indrarti, Prof Ahmad Erani Yustika, Dr. Yudi Latif, Dr. M Alfan Alfian. (Red)

  • Bedah Buku, PII Wati Banten Ajak Pelajar Berdaya dan Berkarya

    Bedah Buku, PII Wati Banten Ajak Pelajar Berdaya dan Berkarya

    Serang (SL)-Koordinator Wilayah Korps PII Wati Banten menggelar bedah dan launching buku di Ponpes Daar El Istiqomah, Kota Serang, Minggu (29/12). Dalam bedah buku yang berjudul Dilatasi Waktu karya Deby Rosselinni ini, dihadiri oleh ratusan pelajar dan mahasiswa dari sejumlah daerah di Banten. Turut hadir sebagai pembedah Ade Ubaidil seorang penulis buku, Eli Awaliah seorang guru berprestasi nasional, dan M. Rois Rinaldi yang merupakan Presiden Gabungan Komunitas Sastra Asean.
    “Dalam bukunya, Deby mencoba untuk menghadirkan tokoh perempuan yang kuat, mandiri, dan dibumbui dengan kegilaan-kegilaan yang menarik,” ucap Ade saat membedah buku Dilatasi Waktu.
    Ade melanjutkan, sisi yang ditampilkan dalam buku kumpulan cerpen Dilatasi Waktu ini memang lekat dengan kehidupan pelajar atau mahasiswa pada umumnya. “Membacanya membuat kita berfikir bahwa ini nyata dalam kehidupan kita. Namun, selalu ada sisi-sisi idiologis yang ditampilkan, sehingga ini bukan hanya sebatas cerita kacangan, ini cerita penuh makna dan misteri,” lanjutnya.
    Sementara itu, penulis buku Dukatasi Waktu sejaligus Ketua Korwil PII Wati Banten Deby Rosselinni mengungkapkan, dengan launching bukunya yang kedelapan ini, ia berharap menjadi motivasi bagi para pelajar untuk terus berdaya dan berkarya membangun peradaban bangsa.
    “Kita, para perempuan, rahimnya peradaban, harus dengan betul dan serius meningkatkan kapasitas kita. Kita adalah ibu dari bangsa ini ke depan, kita harus ajarkan calon anak-anak kita untuk berdaya dan berkarya, bahkan sebelum mereka dilahirkan di dunia,” ucap Deby. (suryadi)