Oleh: Wirahadikusumah
“Ini hoax bukan ya?” tanya seorang kawan yang mengirim situs berita di salah satu grup WhatApp yang saya tergabung di dalamnya kemarin pagi (5/1).
Terus terang, saya merasa janggal membaca pesan tersebut. Sebab, situs yang dibagikannya itu berasal dari media massa yang cukup ternama di negeri ini. Tentunya media tersebut juga sudah terverifikasi dewan pers.
Saya bergumam dalam hati, sampai segitunya tah kondisinya saat ini. Sampai-sampai informasi yang berasal dari media massa saja diragukan kebenarannya.
Saat ini, Indonesia sepertinya memang sedang dilanda demam hoax. Sedikit-sedikit, berbagai kalangan menyebut kata ini. Padahal belum tentu informasi yang diterima tersebut hoax .
Seharusnya persoalan ini bisa teratasi, ketika media massa cepat menyikapi informasi meragukan yang beredar di masyarakat. Caranya dengan membuktikan apakah itu hoax atau bukan.
Jangan malah menunggu pihak-pihak terkait untuk membuktikan informasi tersebut.
Di era digital ini, media massa harusnya menjadi clearing house. Berfungsi sebagai penyaring informasi.
Saya ambil satu contoh informasi adanya tujuh kontainer surat suara yang beredar beberapa hari lalu.
Seharusnya ketika mendapatkan informasi ini, media massa tidak menunggu KPU dan Bawaslu mengeceknya.
Tetapi, membuktikan dengan segera mendatangi pelabuhan. Selanjutnya, fakta apapun yang ditemukan di lapangan, langsung dilaporkan ke publik.
Atau saya ambil contoh lain lagi. Informasi minum es jeruk bersamaan dengan makan sea food bisa menyebabkan kematian. Informasi ini kan belum tentu kebenarannya, tetapi sudah beredar luas di masyarakat.
Nah, media massa bisa membuktikannya dengan cara mewawancarai pihak yang berkompeten dalam menanggapi informasi tersebut.
Dengan begitu, media massa terus menjadi acuan masyarakat untuk mendapatkan informasi yang benar. Yang belum tentu hoax.
Semoga media massa bisa menjadi obat demam hoax yang terjadi saat ini. Bukan malah menjadi virus penyebar hoax. Aamiin.