Tag: BNPB

  • Darurat Covid-19 di Perpanjang 91 Hari Hingga Puasa Idulfitri

    Darurat Covid-19 di Perpanjang 91 Hari Hingga Puasa Idulfitri

    Jakarta (SL)-Berstatus darurat bahaya nasional karena virus corona, Pemerintah Indonesia memutuskan memperpanjang masa darurat menjadi 91 hari. Artinya masa darurat virus corona di Indonesia ini masih akan berlangsung hingga 29 Mei 2020. Masyarakat Indonesia dipastikan akan menjalani bulan puasa dan merayakan Idul Fitri di tengah kondisi virus corona.

    Hal ini disampaikan pemerintah melalui Badan nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Sebelumnya BNPB telah menyatakan telah memperpanjang masa darurat virus corona di Indonesia. Masa darurat virus corona awalnya berlaku sejak 28 Januari hingga 28 Februari 2020.

    Namun pada kenyataannya, jumlah pasien positif virus corona di Indonesia makin bertambah. Akhirnya pemerintah pun sepakat untuk memperpanjang masa darurat virus corona menjadi 91 hari hingga 29 Mei 2020.

    Dalam surat keputusan bernomor 13.A Tahun 2020 yang ditandatangani oleh Kepala BNPB, Doni Monardo, disebutkan bahwa pemberlakuan perpanjangan masa darurat ini karena penyebaran virus corona yang semakin meluas dan menyebabkan jatuhnya korban jiwa.

    Selain itu, penyebaran virus bisa berimplikasi pada kerugian harta benda, dampak psikologis pada masyarakat, serta mengancam, dan mengganggu kehidupan masyarakat.

    “Perpanjangan Status Keadaan Tertentu sebagaimana dimaksud dalam diktum kesatu berlaku selama 91 (sembilan puluh satu) hari, terhitung sejak tanggal 29 Februari 2020 sampai dengan tanggal 29 Mei 2020,” demikian bunyi putusan tertanggal 29 Februari 2020 itu. (rls/red)

  • Ribuan Warga Korban Bencana di Sulsel Masih Mengungsi

    Ribuan Warga Korban Bencana di Sulsel Masih Mengungsi

    Makassar (SL) – Penanganan darurat bencana banjir, longsor dan puting beliung yang melanda wilayah Sulawesi Selatan pada 22/1/2019 masih terus dilakukan hingga saat ini. Meskipun banjir sudah surut ribuan warga masih berada di pengungsian karena kondisi rumah rusak dan rumah dan lingkungan penuh lumpur. Beberapa warga merasa lebih aman di pengungsian karena trauma dengan banjir dan longsor.

    Berdasarkan data dari BNPB yang disampaikan Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho, hingga Minggu (27/1/2019), tercatat 188 desa terdampak bencana di 71 kecamatan yang tersebar di 13 kabupaten/kota yaitu Jeneponto, Maros, Gowa, Kota Makassar, Soppeng, Wajo, Barru, Pangkep, Sidrap , Bantaeng, Takalar, Selayar, dan Sinjai.

    Dampak bencana tercatat 68 orang meninggal, 7 orang hilang, 47 orang luka-luka, dan 6.757 orang mengungsi. Kerusakan fisik meliputi 550 unit rumah rusak ( 33 unit hanyut, 459 rusak berat, 30 rusak sedang, 23 rusak ringan, 5 tertimbun), 5.198 unit rumah terendam, 16,2 km jalan terdampak, 13.326 hektar sawah terdampak dan 34 jembatan, 2 pasar, 12 unit fasilitas peribadatan, 8 fasilitas pemerintah, dan 65 unit sekolah. Daerah yang paling parah mengalami dampak banjir dan longsor adalah Kabupaten Gowa, Kota Makassar, Jeneponto, Marros dan Wajo.

    Rincian dari dampak bencana di 13 kabupaten/kota sebagai berikut:
    1. Gowa tercatat 45 orang meninggal dunia, 3 orang hilang, 46 orang luka-luka, 2.121 orang mengungsi, 10 rumah rusak dimana 5 rusak berat dan 5 tertimbun, 604 rumah terendam, dan 1 jembatan rusak.
    2. Kota Makassar tercatat 1 orang meninggal, 2.942 orang terdampak, 1.000 orang mengungsi, 477 rumah terendam.
    3. Soppeng  tercatat 1.672 ha sawah terendam.
    4. Janeponto tercatat 14 orang meninggal, 3 orang hilang, 3.276 orang mengungsi, 470 rumah rusak (438 unit rumah rusak berat, 32 hanyut), 15 jembatan, 1.304 ha sawah terendam, dan 41 sekolah rusak.
    5. Barru  meliputi 2 unit pasar, 1 fasilitas pendidikan, 1 fasilitas pemerintahan.
    6. Wajo tercatat 2.705 orang terdampak, 2.421 rumah terendam, 16,2 km jalan, 2.025 Ha sawah terendam, 9 jembatan rusak, 10 fasilitas peribadatan, 21 fasilitas pendidikan, 5 fasilitas pemerintah mengalami kerusakan.
    7. Maros tercatat 4 orang meninggal, 1200 orang terdampak, 251 orang mengungsi, 552 unit rumah terendam, 8.295 ha sawah, 1 fasilitas peribadatan rusak.
    8. Bantaeng tercatat 1 unit rumah rusak sedang.
    9. Sindrap : 1 unit rumah rusak sedang
    10. Pangkep tercatat 1 orang hilan, 28 rumah rusak, 1 fasilitas peribadatan, 1 fasilitas pendidikan rusak.
    11. Takalar  tercatat 2 orang meninggal, 1129 rumah terendam
    12. Selayar tercatat: 2 orang meninggal, 109 mengungsi, 53 rumah rusak yairu 15 rusak berat, 28 rusak sedang, 9 rusak ringan dan 1 rumah hanyut, 2 fasilitas pemerintahan, 1 jembatan, 1 fasilitas pendidikan.
    13. Sinjai tercatat 2 rumah rusak akibat puting beliung.

    Lanjutnya, penanganan darurat masih dilakukan. Wakil Presiden dan Kepala BNPB ke Kantor Gubernur Sulsel untuk mendapatkan penjelasan penanganan bencana di Sulsel. Wakil Presiden bersama Kepala BNPB juga meninjau ke beberapa lokasi bencana dan Bendungan Bili-Bili untuk mendapatkan penjelasan kondisi bendungan. Beberapa arahan Wakil Presiden dan Kepala BNPB diberikan kepada Pemda untuk percepatan penanganan darurat dan pascabencana.

    Dijelaskannya juga, pencarian 7 orang hilang masih dilakukan tim SAR gabungan. BNPB terus mendampingi BPBD dalam penanganan darurat. Penanganan darurat masih dilakukan di Desa Sapaya, Desa Bontomanai, Desa Mangempang, dan Desa Buakang di Kecamatan Bungaya Kabupaten Gowa yang mengalami banjir dan long sor dengan jumlah korban 29 orang meninggal. Tim SAR gabungan masih melakukan evakuasi dan pencarian korban hilang. Pembangunan jembatan darurat balley dilakukan oleh TNI dibantu instansi terkait dan warga. Pelayanan kesehatan oleh Dinas Kesehatan, PMI dan NGO. Dapur umum telah didirikan Brimob Polda Sulses dan Dinas Sosial.

    Prioritas penanganan saat ini adalah membersihkan lumpur dan material yang menutup jalan, lingkungan dan rumah. Material lumpur yang ada di dalam rumah tebalnya ada yang 50 centimeter dan kondisinya mulai mengeras sehingga sulit dibersihkan. Alat berat dikerahkan membersihkan material lumpur.

    Sebagian pengungsi sudah pulang ke rumah dan membersihkan lumpur di rumahnya. Surat-surat berharga banyak yang rusak karena tidak sempat dibawa waktu mengungsi. “Kebutuhan mendesak yang diperlukan adalah permakanan, selimut, matras, pelayanan medis, MCK dan sanitasi, relawan untuk membersihkan lumpur, peralatan rumah tangga untuk membersihkan lumpur, trauma healing, dan lainnya,” tutupnya. (rilis)

  • Hingga Kini Korban Tsunami Selat Sunda 373 Meninggal Dunia, 1.459 Luka-Luka dan 128 Hilang

    Hingga Kini Korban Tsunami Selat Sunda 373 Meninggal Dunia, 1.459 Luka-Luka dan 128 Hilang

    Jakarta (SL) – Tim SAR gabungan terus melakukan penyisiran, evakuasi, pencarian dan penyelamatan korban bencana tsunami di sepanjang daerah terdampak landaan tsunami di Selat Sunda.

    Beberapa daerah yang sebelumnya sulit dijangkau karena akses jalan rusak dan tertutup oleh material hanyutan tsunami, sebagian sudah dapat jangkau petugas beserta kendaraan dan alat berat. Hal ini menyebabkan korban terus ditemukan oleh petugas tim SAR gabungan.

    Sutopo Purwo Nugroho Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB menjelaskan Data sementara dampak bencana tsunami yang menerjang pantai di Selat Sunda hingga Senin (24/12/2018) pukul 17.00 WIB, tercatat 373 orang meninggal dunia, 1.459 orang luka-luka, 128 orang hilang, dan 5.665 orang mengungsi. Kerugian fisik akibat tsunami meliputi 681 unit rumah rusak, 69 unit hotel dan villa rusak, 420 unit perahu dan kapal rusak, 60 unit warung dan toko rusak, dan puluhan kendaraan rusak.

    Dampak bencana tsunami ini melanda daerah pesisir di pantai barat Provinsi Banten yaitu Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Serang, dan di pantai selatan Provinsi Lampung meliputi Kabupaten Lampung Selatan, Tanggamus, dan Pesawaran.

    Jumlah korban dan daerah yang terdampak paling parah kerusakannya adalah daerah pesisir di Kabupaten Pandenglang. Di daerah ini merupakan kawasan wisata pantai dengan fasilitas hotel dan vila yang banyak berderet di sepanjang pantai.

    Apalagi saat kejadian tsunami saat libur panjang sehingga banyak wisatawan menginap di hotel dan penginapan. Tidak adanya peringatan dini tsunami juga menyebabkan jatuh korban yang cukup banyak karena masyarakat tidak memiliki kesempatan untuk evakuasi.

    Dari jumlah keseluruhan korban bencana yaitu 373 orang meninggal dunia, 1.459 orang luka-luka, 128 orang hilang, dan 5.665 orang mengungsi terdapat di 5 kabupaten.

    Di Kabupaten Pandeglang, 13 kecamatan terdampak terjangan tsunami. Daerah pantai di kecamatan Carita, Panimbang, Cigeulis, Sumur, Labuan, Tanjung Lesung, Cibaliung, Cimanggu, Pagelaran, Bojong, Jiput, Menes dan Pulau Sangiang.

    Tercatat 267 orang meninggal dunia, 1.143 orang luka-luka, 38 orang hilang, 473 unit rumah rusak, 350 unit perahu dan kapal rusak, 60 unit warung dan toko rusak, 84 mobil rusak dan 49 sepeda motor rusak.

    Jumlah pengungsi yang semula 11.453 orang, saat ini berkurang menjadi 5.361 orang. Berkurangnya pengungsi karena mereka kembali ke rumahnya. Kemarin mengungsi karena adanya isu tsunami susulan.

    Daerah di Kecamatan Sumur Kabupaten Pandeglang telah berhasil dijangkau petugas. Sebelumnya akses terbatas karena adanya kerusakan jalan dan jembatan.

    Petugas dan alat berat sudah beroperasi di Sumur. Tercatat 36 orang meninggal dunia dan 476 orang luka di Sumur. Evakuasi akan dilanjutkan besok pagi.

    Di Kabupaten Serang, daerah yang terdampak adalah Kecamatan Anyer dan Cinangka. Tercatat 29 orang meninggal dunia, 62 orang luka-luka, 68 orang hilang dan 40 unit rumah rusak. Posko Tanggap Darurat didirikan di Puskesmas Cinangka Jl. Raya Karang Bolong Km 139 Kabupaten Serang.

    Di Provinsi Lampung, daerah terdampak tsunami ada di Kabupaten Lampung Selatan, Pesawaran dan Tanggamus. Di Lampung Selatan daerah terdampak meliputi Kecamatan Kalianda, Rajabasa, Sidomulyo dan Ketibung.

    Tercatat 75 orang meninggal dunia, 253 orang luka-luka, 22 orang hilang di Kecamatan Rajabasa, 73 orang mengungsi dan 30 unit rumah rusak. Bupati Lampung Selatan telah menetapkan status tanggap darurat selama 7 hari yaitu 23 – 29 Desember 2018.

    Di Pesawaran terdapat 1 orang meninggal dunia, 1 orang luka-luka, 231 orang mengungsi dan 134 unit rumah rusak. Daerah terdampak di Pulau Legundi Desa Legundi Kecamatan Punduh Pedada. Sedangkan di Tanggamus tercatat 1 orang meninggal dunia, 4 rumah rusak berat, dan 70 perahu rusak berat.

    Penanganan darurat terus dilanjutkan dengan fokus pada evakuasi, pencarian dan penyelamatan korban, penanganan korban luka-luka di tim medis, pelayanan pengungsi, perbaikan darurat sarana dan prasarana umum.

    Kondisi listrik sebagian masih padam. Sebanyak 125 unit gardu masih padam. Semula ada 150 unit gardu yang padam. Perbaikan yang dilakukan kemarin tidak optimal karena adanya isu tsunami susulan. Sebanyak 187 personil dan alat berat dikerahkan untuk memulihkan jaringan PLN yang rusak. (KBT)

  • BNPB Perkirakan Ada 5000 Warga Palu Hilang

    BNPB Perkirakan Ada 5000 Warga Palu Hilang

    Palu (SL)— Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memprediksi ada sekitar 5000 warga dinyatakan hilang dalam bencana alam Gempa dan Tsunami Kota Palu, kabupaten Donggala dan Sigi pada 28 September kemarin. 5000 orang yang diperkirakan hilang tersebut berasal dari dua wilayah yakni Kelurahan Balaroa dan Petobo, namun jumlah tersebut diakuinya belum di verifikasi tim dilapangan.

    “Jumlah 5.000 ini berdasarkan laporan lisan yang disampaikan kepala desa. Berapa pastinya belum tahu, itu angka hanya perkiraan di Balaroa dan Petobo,” ujar Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho di gedung BNPB, Jakarta, Minggu (7/10) dikutip CNNIndonesia

    Menurutnya angka 5000 tersebut disampaikan kepala desa dan kelurahan berdasarkan informasi dari warga yang mengaku kehilangan sanak saudaranya. “Data ini akan kita verifikasi lagi, karena belum ditemukan. Bisa jadi mereka mengungsi di beberapa daerah lain seperti Makassar, Manado, Jakarta, jadi pastinya tidak tahu,” katanya.

    Namun menurut dirinya, tidak menutup kemungkinan korban yang hingga saat ini belum ditemukan juga menjadi korban tertimbun reruntuhan bangunan tertimbun tanah akibat likuifaksi yang terjadi di wilayah petobo “Apakah berasal dari rumah kosong, rumah isi, rumah ambruk kena lumpur, ya campur semua disitu. Diperkirakan hilang, ya belum ditemukan,” imbuhnya.

    Hingga hari ini, jumlah korban tewas akibat gempa dan tsunami Palu mencapai 1.763 orang. Jumlah ini bertambah dari korban meninggal pada Sabtu (6/10) kemarin yakni 1.649 orang. (net)

     

  • Indonesia Tidak Punya Alat Pendeteksi Tsunami Sejak 2012

    Indonesia Tidak Punya Alat Pendeteksi Tsunami Sejak 2012

    Jakarta (SL) – Ternyata sejak 2012 Indonesia tak punya alat pendeteksi tsunami. Hal itu diungkapkan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Untuk itu, Indonesia membutuhkan alat pendeteksi tsunami atau Buoy karena merupakan wilayah yang dikelilingi perairan. Indonesia sempat memiliki Buoy tapi kini sudah tidak aktif.

    Menurut Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat BNPB, Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, sejak 2012 silam, Buoy di Indonesia sudah tidak beroperasi hingga saat ini. “Padahal, Buoy sangat diperlukan untuk peringatan dini sehingga peringatan dini yang ada didasarkan pada pemodelan,” ucapnya pada wartawan, Minggu (30/9/2018).

    Menurut dia (Buoy) sangat diperlukan, wilayah indonesia itu rawan tsunami, kejadian tsunami sering terjadi dan menimbulkan banyak korban. Lagi pula tuturnya, pengetahuan masyarakat, sikap perilaku, dan antisipasi tsunami masih sangat minim sehingga diperlukan pendeteksi tsunami yang ditempatkan di laut.

    Alasan alat tersebut tidak tersedia karena persoalan pendanaan dan tak adanya pendeteksi yang ditempatkan di laut berpengaruh pada sosialisasi penanggulangan bencana. Sedangkan untuk detail keterangan terkait tsunami early warning sistem di Indonesia sejatinya dikoordinasi oleh BMKG.

    “Dulu (anggaran) sempat hampir mendekati Rp2 triliun, tahun ini hanya Rp700 juta. Ini jadi kendala, di satu sisi ancaman bencana meningkat, masyarakat yang terpapar terisiko semakin meningkat, kejadian bencana meningkat. Memasang peringatan dini dan semacamnya menjadi terbatas karena anggarannya memang terus berkurang,” tuturnya. (en/net)