Tag: BPN Tanggamus

  • Kepala BPN Tanggamus Tanggapi Permasalahan Pengukuran Tanah di Ketapang

    Kepala BPN Tanggamus Tanggapi Permasalahan Pengukuran Tanah di Ketapang

    Tanggamus (SL) – Ricuhnya pengukuran tanah milik masyarakat Pekon Ketapang Kecamatan Limau dalam pembuatan sartifikat tanah dalam program Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL)  tahun 2017 di tanggapi ketua BPN Tanggamus Sudarman, melalui pesan WhatsApp, rabu 17 Oktober 2018.

    “Berdasarkan berita yang sempat beredar di beberapa media online terkait hal tersebut, kantor Pertanahan Kabupaten Tanggamus merasa keberatan dan menyampaikan hak jawab kepada media online, karena hal itu adalah tidak benar,” ujarnya.

    Berbeda dengan Amroni. ABD, selaku Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat, Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (LSM-GMBI) Distrik Tanggamus, yang diketahui beberapa hari yang lalu telah melaporkan masalah tersebut ke Kejaksaan Negeri Tanggamus. Dia menjelaskan bahwa, mereka telah mengantongi beberapa alat bukti berupa pernyataan dari warga yang ditandatangani diatas matrai.

    “Berdasarkan surat pernyataan dari warga dan dibuktikan dari hasil investigasi kami di lapangan, bahwa ada beberapa sertifikat tanah yang angka luas lahannya tidak sesuai luas lahan tanah milik mereka. Walaupun pihak BPN Tanggamus telah memperbaiki hal itu dengan melakukan pengukuran ulang, akan tetapi kejadian tersebut menjadikan tanda tanya bagi kami. Apalagi bukan satu atau dua bidang tanah yang terjadi pengukurannya oleh pokmas tanpa didampingi tim BPN,” jelas Amroni di kantornya, Kamis, 18/10/18.

    Dia menambahkan, salah satu contohnya punya saudara Asfani (50) Warga Pekon Ketapang Kecamatan Limau Kabupaten Tanggamus. Dia pernah mengajukan komplain ke Kantor ATR/BPN Tanggamus, karena tidak sesuainya ukuran tanah yang ada di sertifikat miliknya.

    “Tanah milik Asfani tersebut ukuran 1.5 hektare, akan tetapi yang tertulis di sartifikat cuma 6000 M2, apalagi gambar peta disertifikat tidak sesuai dengan bentuk tanah miliknya. Saat ditanya siapa yang mengukur, Dia jawab, waktu itu pihak Pokmas didampingi  pihak BPN Tanggamus yang melakukan pengukuran. Namun pihak dari BPN Tanggamus tidak sampai ke lokasi tanahnya, jadi pengukuran dilakukan oleh Kelompok Masyarakat (Pokmas) Pekon Ketapang,” terang Amroni.

    Oleh sebab itu, Amroni berharap supaya pihak penegak hukum khususnya Kejaksaan Negeri Tanggamus segera memproses dan menyelidiki masalah ini secepatnya. Mengingat masalah ini menyangkut kepastian hak atas lahan milik warga yang notabene adalah masyarakat miskin.

    “Saya berharap pihak Kejaksaan Negeri Tanggamus segera memproses laporan kami secepatnya. Namun apabila masalah ini dibiarkan berlarut-larut tanpa ada kepastian, maka kami LSM-GMBI Distrik Tanggamus akan berkoordinasi dengan Ketua LSM-GMBI Wilter Lampung untuk menggelar unjuk rasa menuntut keadilan,” pungkasnya.(Tim)

  • Warga Tanggamus Ajukan Komplain Terkait Ketidak Sesuaian Ukuran Tanah di Sertifikat Program PTSL

    Warga Tanggamus Ajukan Komplain Terkait Ketidak Sesuaian Ukuran Tanah di Sertifikat Program PTSL

    Tanggamus (SL) – Asfani (50) warga Pekon Ketapang Kecamatan Limau Kabupaten Tanggamus mengajukan komplain ke kantor ATR/BPN Tanggamus terkait tidak sesuainya ukuran tanah miliknya yang ada di sertifikat Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang baru saja diterimanya setelah menunggu setahun lamanya.

    Menurutnya, ukuran tanah miliknya sekitar 1.5 H akan tetapi yang tertulis di sertifikat cuma L= 6000 M³ apalagi gambar peta di sertifikat tidak sesuai dengan tanah miliknya tersebut. Hal itu diungkapkannya saat diwawancarai awak media setelah keluar dari Kantor ATR/BPN Tanggamus, Selasa – (25/9/18)

    “Saya mengajukan komplain ke BPN Tanggamus soal angka yang tertera di sertifikat dengan luas yang sebenarnya. Tanah saya itu luasnya kurang lebih 1.5 H tapi di sartifikat cuma tertera L =6000 M³. Jadi jauh selisihnya,” katanya.

    Saat ditanyakan lebih lanjut siapa yang melakukan pengukuran tanah tersebut, dia menjelaskan bahwa, waktu itu pihak Pokmas didampingi pihak BPN Tanggamus yang melakukan pengukuran.

    “Akan tetapi pihak BPN Tanggamus tidak sampai ke lokasi tanahnya,jadi pengukuran dilakukan oleh Kelompok Masyarakat (Pokmas) Pekon Ketapang,” terang Asfani.

    Dia melanjutkan, diketahuinya hal tersebut baru beberapa waktu yang lalu, itu dikeranakan sertifikat miliknya baru saja diberikan oleh pihak Pokmas dikarenakan dia baru saja melunasi pembayaran sartifikat tersebut. Dengan besarnya biaya pembuatan sertifikat yang dipatok oleh pihak pokmas, dia membutuhkan waktu yang lama untuk dapat melunasinya.

    “Biaya pembuatan sertifikat di Pekon saya, jika tanahnya belum memiliki surat Rp 900.000 dan jika sudah punya surat tanah Rp 700.000/bidang,” katanya.

    Perlu diketahui, pihak ATR Tanggamus, telah mengintruksikan bahwa semua kegiatan pelaksanaan dan biaya pembuatan sertifikat PTSL sesuai dengan SKB 3 Menteri Tanggal 22 Mei 2017 dan PERBUB No 31 Tahun 2017 Tanggal 04 Agustus 2017, biaya pembuatan sertifikat tidak boleh melebihi dari Rp 200.000/sertifikat.

    Di lain pihak, Nirwanda selaku Kasi Bagian Hukum ATR/BPN Tanggamus membantah bahwa pengukuran tanah peserta PTSL di Pekon Ketapang Kecamatan Limau tanpa didampingi oleh BPN Tanggamus. Dia menjelaskan bahwa secara logika tidak mungkin Pokmas melakukan hal tersebut, karena Pokmas tidak memiliki keahlian dalam hal itu.

    “Nggak benar itu Pak, tetap BPN yang melakukan pengukuran. Cuman yang mendampingi adalah Pokmas sama pemilik tanah, jadi enggak benar kalau Pokmas yang melakukan pengukuran karena mereka tidak memiliki keahlian itu, logikanya kan seperti itu. Ini menyangkut kepastian hak, kepastian hukum, dari segi obyek dan subyek. Kalau tidak jelas, kita tidak bisa melakukan pengukuran di lahan itu,” terangnya.

    Dia menambahkan, terkait biaya pembuatan sertifikat program PTSL yang di Pekon Ketapang, menjelaskan bahwa itu semua sesuai dengan peraturan desa (perdes). “Jadi ketentuannya dituangkan dengan peraturan desa,” pungkasnya.(tim/red)

  • Pokmas dan Aparat Pekon Ketapang Diduga ‘Pungli” Pembuatan Sertifikat Program PTSL

    Pokmas dan Aparat Pekon Ketapang Diduga ‘Pungli” Pembuatan Sertifikat Program PTSL

    Tanggamus (SL) – Diduga Kelompok Masyarakat (Pokmas) dan Aparat Pekon Ketapang Kecamatan Limau Kabupaten Tanggamus, mematok biaya pembuatan sartifikat program Pendaftaran Tanah Sistematis (PTSL) melebihi ketentuan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Tanggamus yaitu sebesar Rp200.000. Hal tersebut membuat warga Pekon Ketapang, mengeluh.

    Terlebih dengan adanya dugaan tindakan penyitaan sertifikat warga, saat sesudah dibagikan oleh pihak BPN Tanggamus, membuat warga semakin kecewa terhadap kinerja Pokmas tersebut. Hal itu diungkapkan oleh inisial SY, warga Pekon Ketapang Kecamatan Limau kepada awak media, belum lama ini.

    Dia sangat kecewa dengan sikap dan kebijakan Pokmas, hal itu berawal saat Badan Pertanahan Nasional (BPN) Tanggamus membagikan buku sartifikat kepada masyarakat Pekon Ketapang di kantor pekon. Saat itu ia menerima langsung buku sartifikat dari pihak BPN, tapi saat keluar dari kantor pekon, sartifikat tersebut disita oleh Kepala Dusun (Kadus) mereka.

    “Sertifikat saya langsung di ambil oleh Kadus saya, dengan alasan mau di kumpulkan ke Pokmas. Hanya karna bayaran saya baru Rp 400.000 dan masih kurang Rp 300.000. Waktu itu saya sampai memohon kepada Kadus untuk melihat isi buku sertifikat tersebut, tapi tidak diperbilehkan olehnya,” jelasnya.

    Dia melanjutkan, bahkan waktu itu dia minta surat sitaan, karna buku sertifikatnya dibawa oleh kadus. “Tapi jawab kadus tersebut, ‘gak usah gak bakal hilang’ lalu saya katakan kalau gitu nanti saya lapor ke BPN, dengan nada menantang ia mengatakan ‘silahkan kalau mau lapor ke BPN’ dan itu yang membuat saya tadinya jadi patah hati,” ujarnya.

    Hal senada juga dialami oleh NJ, masih warga Pekon Ketapang Kecamatan Limau, NJ menceritakan bahwa ia mengikuti pembuatan buku sartifikat program PTSL dengan mendaftarkan tanah yang belum memiliki surat keterangan jual belinya dan oleh Ketua RT disarankan untuk membuat surat keterangan tanah. “Saya ikut kata RT, lalu saya buat di pekon dengan biaya Rp 500.000 dan di tambah biaya sertifikat PTSL Rp 500.000. jadi saya mengeluarkan uang Rp 1.000.000,” terangya.

    Dilain pihak, saat hal ini di konfirmasikan ke Zairi, selaku Ketua Pokmas Pekon Ketapang menjelaskan bahwa, semua prosedur yang Pokmas pakai sudah hasil musyawarah dengan masyarakat. “Hasil musyawarah di tetapkan, untuk kebon Rp 700.000. dan bangunan/pekarangan rumah Rp 500.000, tidak ada biaya tambahan. Dengan sistem pembayaran di cicil, setelah surat keluar baru di lunasi, ini masyarakat sendiri yang berjanji,” ucapnya, Rabu  (12/9/18)

    Untuk mendapat keterangan lebih lanjut, awak media mencoba mendatangi Kantor Kepala Pekon Ketapang untuk menjumpai Sirli selaku kepala pekon akan tetapi dia sedang tidak ditempat. Dan saat dihubungi via handpone, dia mengatakan lagi berada di Gisting. (Tim)