Tag: Datangi KPK

  • Direktur Kajian SDR dan KPKAD Minta KPK Usut Keterlibatan Nanang dalam Kasus Korupsi Lampung Selatan

    Direktur Kajian SDR dan KPKAD Minta KPK Usut Keterlibatan Nanang dalam Kasus Korupsi Lampung Selatan

    Jakarta (SL) – Direktur Kajian Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Didik Triana Hadi mendatangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kelanjutan dari kasus dugaan korupsi yang diduga melibatkan Bupati Lampung Selatan (Lamsel) Nanang Ermanto.

    “Kasus ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari kasus yang sudah ditangani oleh KPK dan telah memperoleh putusan hukum tetap atau inkrah,” katanya dalam keterangan resmi, Senin, 23 Agustus 2021.

    Menurut Didik kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada 27 Juli 2018 lalu. Dimana KPK menetapkan empat orang tersangka sebagai pemberi suap, diantaranya Gilang Ramadhan selaku bos CV 9 Naga.

    Sebagai penerima suap adalah Zainudin Hasan Bupati Kabupaten Lamsel periode 2016-2021, Agus Bhakti Nugroho Anggota DPRD Provinsi Lampung, dan Anjar Asmara Kepala Dinas PUPR Kabupaten Lamsel.

    Para tersangka tersebut telah divonis oleh majelis hakim Tipikor Tanjung Karang Bandar Lampung dan perkaranya telah mempunyai kekuatan hukum tetap dengan vonis hukuman antara 2 tahun 3 bulan sampai dengan 12 tahun penjara.

    Didik menyatakan bahwa terhadap perkara tersebut penyidik KPK telah melakukan pengembangan dengan memeriksa tiga orang yakni Plt Bupati Lamsel Nanang Ermanto yang saat ini menjabat sebagai Bupati Lamsel definitif.

    Kemudian, Hermansyah Hamidi mantan Kepala Dinas PUPR Lamsel, dan Syahroni mantan Kepala Dinas PUPR Lamsel. Keduanya telah divonis oleh PN Tipikor Tanjung Karang dengan putusan inkrah.

    “Saat proses terhadap Syahroni dan Herman inilah, keterlibatan Bupati Lampung Selatan Ermanto mulai terendus saat KPK melakukan pemeriksaan terhadap Nanang sebagai saksi,” ucap Didik.

    Didik menjelaskan bahwa dalam sidang lanjutan korupsi Dinas PUPR dengan tersangka dua bekas kepala dinas, Hermansyah Hamidi dan Syahroni, pada Rabu 24 Maret 2021 lalu, saat diperiksa sebagai saksi Bupati Lamsel Nanang Ermanto mengakui menerima setidaknya Rp950 juta dari mantan bupati Zainudin Hasan, Agus BN, dan mantan Kadis PUPR Syahroni.

    “Bahwa fakta persidangan tersebut merupakan indikasi kuat keterlibatan yang bersangkutan. KPK mesti segera menindaklanjuti fakta persidangan dan pengakuan dari Bupati Lampung Selatan Nanang Ermanto dalam persidangan tanggal 24 Maret 2021 lalu,” jelasnya.

    Didik menilai langkah ini sebagai wujud penegakan hukum dan dalam rangka kepastian hukum, mengingat posisi Nanang yang saat ini merupakan Bupati definitif.

    “Penuntasan kasus ini akan menegaskan posisi dan peran KPK dalam pemberantasan korupsi yang sesuai dengan hukum yang adil dan tidak tebang pilih,” katanya.

    KPKAD Dukung KPK Usut Nanang

    Hal serupa desakan agar KPK harus segera menindaklanjuti kasus korupsi yang melibatkan Bupati Lampung Selatan, Nanang Ermanto, juga disampaikan Ketua Presidium Komite Pemantau Kebijakan dan Anggaran Daerah (KPKAD) Provinsi Lampung, Gindha Ansori Wayka.

    Gindha, mengatakan rentetan panjang penegakan hukum atas dugaan tindak pidana korupsi di Lampung terus dilakukan oleh KPK terkait operasi tangkap tangan beberapa Kepala Daerah di Lampung beberapa waktu lalu, sehingga diharapkan kepercayaan publik Lampung terhadap KPK jangan sampai luntur.

    Menurut Gindha, di Lampung Selatan KPK pernah memeriksa Bupati Lampung Selatan Nanang Ermanto sebagai saksi dalam penyidikan kasus suap, terkait pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan Tahun Anggaran 2016 dan 2017 untuk beberapa tersangka.

    “Idealnya, menurut aspek hukum, KPK harus melakukan pengembangan atas fakta persidangan yang diduga melibatkan Bupati Lampung Selatan tersebut. Karena hal itu terkait dalam proses penegakan hukum tindak pidana korupsi di Lampung Selatan beberapa waktu yang lalu,” kata Gindha, dalam siaran persnya yang diterima redaksi sinarlampung.co, Kamis 19 Agustus 2021.

    Bahkan, lanjut Gindha, pada saat gelaran sidang tindak pidana korupsi, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) nomor 8 dan JPU KPK mengeluarkan buku yang berisi catatan dokumen pengeluaran tertulis dari Nanang Ermanto.

    “Dan itu diakui oleh yang bersangkutan dalam persidangan, yang sidang itu terbuka untuk umum dan diketahui publik,” terangnya.

    Oleh karenanya, sambung Gindha, pengakuan dalam fakta persidangan tersebut, maka harusnya KPK melakukan pengembangan yang nyata terhadap Nanang Ermanto, atas dugaan telah terjadi turut serta dalam tindak pidana korupsi. Dengan bukti telah menerima sejumlah dana (gratifikasi), meskipun sudah dikembalikan terkait kasus suap pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan Tahun Anggaran 2016 dan 2017.

    Perbuatan yang bersangkutan, menurut Gindha, masuk dalam rumusan ketentuan Pasal 12B Ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 31/1999 jo UU Nomor 20 tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

    “Disitu, kan, jelas dikatakan ; Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya,” jelas advokat ini.

    Bahkan, kata Gindha, perbuatan yang bersangkutan mengembalikan dana juga tidak masuk dalam rumusan sebagaimana pengecualian gratifikasi sebagaimana ketentuan Pasal 12C Ayat (1) UU Nomor 31/1999 jo UU No. 20 tahun 2001 berbunyi Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B Ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada KPK, karena diduga pengembalian dana ini dilakukan oleh Nanang Ermanto setelah tertangkapnya Zainuddin Hasan, Bupati Lampung Selatan kala itu, dan beberapa pihak sebelumnya.

    Diuraikan Gindha, berdasarkan Ketentuan hukum, meskipun dananya telah dikembalikan, maka tetap harus diproses, karena diduga pengembaliannya melebihi waktu aturan dari sebuah gratifikasi. Dan hal ini pun di “amini” sebagaimana dijelaskan di dalam Pasal 4 UU Nomor 31/1999 jo UU No. 20 tahun 2001

    “Yang menjelaskan bahwa lengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan di pidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3. Sehingga jelas secara hukum bahwa KPK harus menuntaskan kasus ini. Jangan sampai KPK dinilai tebang pilih oleh masyarakat Lampung,” kata Gindha. (red)