Tag: Dolar AS Meroket

  • Nilai Dolar ke Rupiah Tembus Rp17.135

    Nilai Dolar ke Rupiah Tembus Rp17.135

    Jakarta (SL)-Mata uang Garuda terus merosot. Bahkan di awal pekan ini, Senin (23/3) telah menyentuh Rp16.550 per dolar AS pada pembukaan perdagangan di pasar uang antar bank Jakarta. Pelemahan nilai tukar ini diantisipasi bank-bank nasional, baik swasta maupun BUMN. Tidak sedikit bank yang menjual dolar di atas Rp17.000 per dolar AS.

    Bank Indonesia sendiri hari ini dari pantauan IDN Times menetapkan kurs transaksi beli seharga Rp16.524 dan jual RpRp16.691 per dolar AS. Adapun kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) ditetapkan sebesar Rp16.608 per dolar AS.

    Bank Jual dolar Termurah Rp16.710 Termahal Rp17.135

    Sementara bank-bank nasional sudah ada yang menjual dolar AS jauh di atas angka Rp17.000. Di bank-bank, paling rendah dolar AS dijual di harga Rp16.710. Sedangkan paling mahal di angka Rp17.135

    Berikut kurs jual beli dolar AS (bank notes) di sebelas bank pada Senin siang:

    Bank BCA               : Rp16.480 (beli) dan Rp16.980 (jual)
    Bank Mayapada     : Rp16.460 (beli) dan Rp17.135 (jual)
    Bank BNI                : Rp16.100 (beli) dan Rp16.900 (jual)
    Bank Mandiri         : Rp16.195 (beli) dan Rp16.995 (jual)
    Bank CIMB Niaga  : Rp16.300 (beli) dan Rp17.000 (jual)
    Bank OCBC NISP   : Rp16.520 (beli) dan Rp17.020 (jual)
    BRI                         : Rp16.565 (beli) dan Rp17.135 (jual)
    Bank Permata        : Rp16.275 (beli) dan Rp17.025 (jual)
    Bank Mega            : Rp15.790 (beli) dan Rp16.710 (jual)
    Bank Danamon     : Rp16.420 (beli) dan Rp16.920 (jual)
    BTN                       : Rp16.300 (beli) dan Rp17.130 (jual)

    COVID-19 Picu Penurunan Penumpang Pesawat, Internasional Paling Terasa

    Direktur Utama PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi menyatakan pelemahan rupiah yang di pasar uang menembus Rp16.550 per dolar AS cukup wajar dalam kondisi seperti saat ini. Menurutnya, perekonomian dunia juga ikut terimbas akibat COVID-19.

    “Wajar kalau seandainya virus corona terus bertambah secara global terutama di Eropa, Spanyol, sampai Amerika Latin ini mengakibatkan ekonomi global kembali lagi terpuruk,” kata dia kepada IDN Times, Senin.

    Sementara itu dikutip dari Antara, Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra di Jakarta, Senin, menegaskan, rupiah kemungkinan bisa tertekan lagi hari ini mengikuti sentimen negatif yang membayangi pergerakan aset berisiko pagi ini seperti indeks saham futures AS, indeks saham Australia, Nikkei (Jepang) dan Kospi (Korea Selatan) yang bergerak negatif serta sebagian mata uang Asia yang melemah terhadap dolar AS.

    Menurut Ariston, kekhawatiran terhadap peningkatan penyebaran wabah COVID-19 ditambah dengan stimulus pemerintah AS senilai 1,3-2 triliun dolar yang belum mencapai kata sepakat dengan senat AS, menjadi penyebab sentimen negatif tersebut. WHO sendiri masih terus melaporkan peningkatan kasus penularan wabah COVID-19 di dunia dengan lebih dari 294 ribu positif.

    Sementara itu, pasar masih menunggu kabar kesepakatan stimulus pemerintah AS malam ini. Bila sepakat, lanjut Ariston, bisa membantu memberikan sentimen positif ke pasar keuangan karena stimulus yang besar. “Pergerakan dolar-rupiah hari ini masih berpotensi untuk naik mendekati level tertinggi Juni 1998 di Rp16.850 dengan potensi support di kisaran Rp15.900,” ujar Ariston. (cnn/red)

  • Siang Ini Dolar AS Tembus Rp15.000

    Siang Ini Dolar AS Tembus Rp15.000

    Jakarta (SL) – Dolar Amerika Serikat (AS) akhirnya menembus level psikologis di Rp 15.000. Mengutip data perdagangan Reuters, Selasa (2/10/2018), dolar AS siang ini berada di Rp 15.001. Bila ditarik dalam rentang waktu 3 bulan terakhir, rupiah suda terdepresiasi sedalam 7,6%, di mana pada tanggal 19 Juni 2018, dolar AS masih berada di Rp 13.930.

    Sebelumnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan nilai tukar dolar AS yang hampir menyentuh Rp
    15.000 sendiri banyak dipengaruhi kondisi global. Mulai dari kenaikan suku bunga acuan AS, kebijakan moneter The Fed, hingga pengaruh perang dagang AS.

    Akibat berbagai kebijakan dari AS tersebut membuat peredaran mata uang dolar AS jadi terbatas. Hal ini yang terjadi di Indonesia dan menyebabkan pasokan dolar AS di dalam negeri menjadi berkurang.

    Terlebih, tingkat ekspor Indonesia saat ini masih lebih rendah dibandingkan impor, atau defisit. Karenanya, permintaan terhadap barang dan jasa impor justru semakin meningkat dan membuat dolar AS menjadi lebih mahal. “Demand lebih banyak impor barang dan jasa, maka harga dolar AS menjadi mahal. Hukum supply-demand,” ujarnya beberapa waktu lalu. (df/net)