Tag: Dollar Amerika Serikat

  • Dolar AS Kembali Merangkak ke Rp 15.200

    Dolar AS Kembali Merangkak ke Rp 15.200

    Jakarta (SL) – Pergerakan nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) terhadap rupiah kembali menunjukkan penguatan. Setelah kemarin rupiah berhasil terjaga di bawah level Rp 15.200-an/US$, pagi ini mata uang Paman Sam tersebut kembali merangkak naik.

    Dikutip dari data perdagangan Reuters, Selasa (23/10/2018), nilai tukar dolar AS pagi ini kembali ke level Rp 15.200. Pada pukul 09.30 WIB, dolar AS parkir di angka Rp 15.205.

    Adapun dolar AS pada hari ini bergerak dari level Rp 15.190-15.205. Namun jika ditarik dalam lima hari terakhir, dolar AS terpantau bergerak dari level Rp 15.150-15.220.

    Dilansir dari detik.com, Presiden Jokowi menyampaikan jika pelemahan nilai tukar adalah persoalan semua negara. Indonesia masih lebih baik jika dibandingkan dengan negara lain.

    “Kita masih dalam posisi yang baik, kalau kita (Indonesia) sendiri melemah tapi yang lain kuat nah itu baru,” ujarnya.

    Jokowi memastikan pemerintah, BI dan OJK tetap berkoordinasi untuk menjaga kestabilan nilai tukar.

    Sedangkan Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menyebut kondisi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tetap stabil. Hal ini tercermin dari supply and demand di pasar valas yang masih berjalan baik.

    Perry menjelaskan hal ini menunjukkan kepercayaan investor asing di pasar valas Indonesia masih dalam keadaan baik. (detik)

  • Heri Gunawan: Sri Mulyani Sudah Menyerah Selamatkan Rupiah?

    Heri Gunawan: Sri Mulyani Sudah Menyerah Selamatkan Rupiah?

    Jakarta (SL) – Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Gerindra Heri Gunawan menilai Menteri Keuangan Sri Mulyani sudah menyerah dalam menyikapi kian tertekannya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS). Penilaian ini didasarkan pada respons Sri Mulyani terhadap posisi rupiah yang sempat ditransaksikan senilai Rp 15.252 per dollar AS di perdagangan pasar spot, Selasa (9/10).

    Sri menyatakan nilai dollar AS akan terus bergerak ke satu titik ekuilibrium baru seiring langkah The Fed yang akan menaikkan suku bunga beberapa kali di tahun depan.

    Pernyataan itu menurut Heri, keluar setelah eks direktur pelaksana Bank Dunia itu gagal meyakinkan sentimen publik bahwa rupiah baik-baik saja. Sehingga, Sri Mulyani mulai memberanikan diri untuk mengakui bahwa pelemahan rupiah akan terus berlanjut.

    “Pernyataan bahwa dollar sedang mencari titik ekuilibrium baru seiring langkah the Fed yang akan menaikan suku bunganya beberapa kali di tahun depan, pertanda Sri Mulyani telah ‘lempar handuk’ untuk mengatasi tingginya nilai dollar,” ucap Heri kepada JPNN, Rabu (10/10).

    Mumetnya menteri keuangan terbaik di Asia ini, lanjut politikus Gerindra itu, terutama karena sikap keras kepala yang ditunjukkan Presiden Joko Widodo yang terus meminta kebijakan yang diambil menkeu tetap populis.

    Di sisi lain, perubahan sikap Sri Mulyani ini setidaknya menandakan dua hal. Pertama, ini dapat diartikan secara tidak langsung bahwa ada perbedaan pendapat di internal pemerintah dalam merespon pelemahan Rupiah.

    “Kebijakan yang diambil sejauh ini terbukti tidak memiliki pengaruh signifikan dalam menahan depresiasi rupiah. Tim ekonominya merasa perlu diambil kebijakan yang lebih drastis, namun presiden nampaknya lebih suka dengan kebijakan yang populis demi mempertahankan elektabilitasnya,” tutur Heri.

    Kedua, perubahan sikap Sri Mulyani juga akan diikuti oleh Bank Indonesia, yang merasa intervensi pasar tidak cukup efektif menahan pelemahan nilai tukar, dan mengandung risiko menguras cadangan devisa.

    “Kami memperkirakan rupiah akan bergerak terus menuju Rp 16.000,00 per dollar sampai dengan akhir tahun, jika tidak ada kebijakan yang drastis dari pemerintah,” tandas legislator asal Jawa Barat ini. (Repelita)

  • Anggota Fraksi PDI-P Tolak Kondisi Ekonomi Disamakan dengan Tahun 1998

    Anggota Fraksi PDI-P Tolak Kondisi Ekonomi Disamakan dengan Tahun 1998

    Jakarta (SL) – PDI Perjuangan tidak setuju apabila ada pihak-pihak tertentu yang menyamakan kondisi perekonomian saat ini dengan kondisi 1998. Waktu itu, ekonomi nasional sangat gonjang-ganjing dan berimbas ke ranah politik, berujung pada pengakhiran kekuasaan Orde Baru.

    “Tidak tepat jika nilai tukar dolar hari ini yang berada di kisaran Rp14.400 disamakan dengan kegentingan ekonomi yang sama dengan 1998,” ujar anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR, Adian Napitupulu, melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.

    Ia menegaskan, pihak yang menyamakan nilai tukar dolar Amerika Serikat hari ini sudah segenting 20 tahun lalu, hanya melihat angka dolar Amerika Serikat itu tanpa mengetahui angka-angka lain, misalnya angka upah minimum regional. Pihak itu menurut dia, mencoba mendramatisasi situasi seolah menakutkan dan berbahaya.

    “Opini ini bisa jadi didesain untuk tujuan politik,” kata Napitupulu.

    Mantan aktivis 1998 itu menduga opini bermotif politik itu digulirkan dengan harapan rakyat percaya bahwa nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat di pemerintahan Jokowi seolah dalam situasi yang persis sama dengan situasi 20 tahun lalu.

    Ia lalu memberikan perbandingan atas kondisi perekonomian saat ini dengan 1998.

    Nilai tukar dolar Amerika Serikat pada akhir Agustus 1997 berada di kisaran satu dolar Amerika Serikat senilai Rp 2.500, dengan UMR DKI ditetapkan Rp 172.500 per bulan atau sekitar 69 dolar Amerika Serikat per bulan.

    Dalam waktu tidak lebih dari 10 bulan dari menjelang akhir Agustus 1997 hingga rentang Januari-Juli 1998 nilai tukar dolar Amerika Serikat melejit mendekati Rp 16.800.

    Pada saat dolar Amerika Serikat menyentuh Rp 16.800 itu, kata Napitupulu, UMR DKI ada di angka Rp192.000 per bulan atau setara dengan 11,4 dolar Amerika Serikat.

    Dia menerjemahkan deretan angka itu, “Artinya dari 1997 ke 1998 kenaikan UMR hanya Rp20.000 atau sekitar 13 persen, sementara kenaikan nilai dolar Amerika Serikat mencapai 600 persen.”

    Akibatnya, ujar dia, daya beli masyarakat menjelang reformasi memang menurun sangat tajam, dan membuat banyak perusahaan gulung tikar diikuti PHK massal.

    Sementara kondisi saat ini, kata dia, pada saat Jokowi dilantik menjadi presiden, Oktober 2014 nilai tukar dolar Amerika Serikat berada di kisaran Rp 12.200 dimana pada saat yang sama UMR DKI berada di angka Rp 2.441.000 per bulan. Artinya pada Oktober 2014 UMR DKI setara dengan 200 dolar Amerika Serikat.

    Kemudian Juli 2018 saat ini, nilai tukar dolar Amerika Serikat ada di kisaran Rp 14.400 dengan UMR DKI Rp 3.648.000 per bulan atau setara dengan 253 dolar Amerika Serikat. Adapun harga telur ayam negeri di angka Rp 29.000-Rp 31.000 per kilogram.

    “Dari Oktober 2014 hingga Juli 2018 dolar Amerika Serikat merayap naik Rp 2.200 atau sekitar 18 persen, sementara UMR DKI mengalami kenaikan dari Rp 2.441.000 menjadi Rp 3.648.000 atau jika dikonversi dengan dolar Amerika Serikat dari 2014 hingga 2018 UMR naik 26 persen dari 200 dolar Amerika Serikat menjadi 253 dolar Amerika Serikat,” jelas dia.

    Dia menekankan perbandingan kurs dolar Amerika Serikat dengan UMR saat ini menunjukkan, kenaikan kurs dolar Amerika Serikat sebesar 18 persen tidak berdampak pada daya beli layaknya terjadi pada situasi Mei-Juli 1998.

    Lebih jauh Adian juga membandingkan tingkat daya beli masyarakat tahun 1998 dengan saat ini.

    Pada Juli 1998 besaran UMR Rp192.000 per bulan. Sedangkan harga beras medium saat itu Rp2.800 per kilogram. Artinya pada saat itu rakyat dengan UMR nya hanya dapat membeli 69 kg beras per bulan.

    Sedangkan dengan UMR saat ini Rp 3.648.000 per bulan dan harga beras medium sesuai Harga Eceran Tertinggi berada di kisaran Rp9.500 hingga Rp10.000 per kg, maka rakyat bisa membeli 364 kg beras hingga 384 kg beras per bulan. (net)

  • Dolar AS Tembus Rp 14.500

    Dolar AS Tembus Rp 14.500

    Jakarta (SL) – Dolar Amerika Serikat (AS) terus menunjukkan keperkasaannya. Setelah hampir sepanjang hari berada pada tren penguatan, dolar AS akhirnya tembus Rp 14.500.

    Malam ini, pukul 19.31 WIB dolar AS berada di Rp 14.529 setelah sempat menyentuh rekor tertinggi tahun ini di Rp 14.534. Demikian dikutip detikFinance, dari data perdagangan reuters, Kamis (19/7/2018).

    Bila ditarik dari rentang awal tahun 2018, laju rupiah terpantau dalam tren pelemahan yang cukup dalam. Awal tahun 2018, dolar AS masih berada di rentang Rp 13.300-13.400.

    Dolar AS sempat mencatat level terendah di akhir Februari 2018 pada posisi Rp 13.292.

    Dolar AS terus merangkak naik dan membuat rupiah makin terdesak. Pada 11 Februari 2018, Dolar sempat menyentuh Rp 13.659 lalu turun ke Rp 13.562 pada 18 Februari 2018.

    Tak lama, dolar AS kembali merangkak naik dan membuat rupiah makin lemah. Siang ini, dolar AS bergerak di kisaran Rp 13.758.

    Dolar AS terus naik turun hingga sempat menyentuh level tertinggi siang ini di Rp 14.435. Sementara sore ini parkir di Rp 14.405, setelah sempat menyentuh level tertinggi harian di Rp 14.412. (net)