Tag: Dugaan proyek fiktif di Dinas Kesehatan Tubaba

  • SIKK-HAM Segera Laporkan Dugaan Proyek Fiktif di Dinkes Tubaba ke APH

    SIKK-HAM Segera Laporkan Dugaan Proyek Fiktif di Dinkes Tubaba ke APH

    Tulang Bawang Barat, sinarlampung.co Sentral Investigasi Korupsi Akuntabilitas dan HAM (SIKK-HAM) Tulang Bawang Barat (Tubaba) akan segera melaporkan dugaan proyek fiktif di Dinas Kesehatan Tubaba ke aparat penegak hukum (APH).

    Baca: Pj Bupati dan Sekda Tulang Bawang Barat Abaikan Perintah Sanksi Dari BPK?

    Direktur SIKK-HAM Tubaba, Merizal Yuli Saputra, mengatakan dugaan yang akan segera dilaporkan tersebut berkaitan dengan penyalahgunaan wewenang dan jabatan pada ketiga paket pengadaan barang di Dinas Kesehatan (Dinkes) Tubaba tahun anggaran 2022 yang dinilai telah merugikan keuangan negara. “Dalam waktu dekat segera kita laporkan masalah ini ke Kejari Tubaba,” katanya, Minggu, 21 Januari 2024.

    Merizal mengaku pihaknya butuh peranan aparat penegak hukum seperti kejaksaan dan kepolisian untuk menindaklanjuti dugaan tersebut sebagai upaya memberikan efek jera kepada oknum terlibat. Menurutnya, APH bisa menjadikan pemberitaan di media sebagai acuan permulaan untuk menelusuri dugaan tersebut.

    “Ini kan sudah sangat jelas adanya unsur pidana, pemberitaan media sudah sangat bisa untuk menjadi langkah awal APH melakukan penelusuran,” tegasnya.

    Di sisi lain, Merizal menyayangkan sikap PJ Bupati dan Sekretaris Daerah yang dinilai lamban dalam menyikapi permasalahan tersebut. Padahal, kata dia, hal itu sudah menjadi rekomendasi BPK RI Perwakilan Provinsi Lampung Nomor 4/LHP/XVIII.BLP/01/2023.

    Merizal juga memaparkan secara rinci terkait regulasi larangan Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk melakukan penyalahgunaan wewenang.

    Sebagaimana tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS (PP No. 94 Tahun 2021) yang menggantikan peraturan disiplin sebelumnya yakni Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 (PP No. 53 Tahun 2010). Terdapat penyempurnaan dan beberapa ketentuan baru yang tidak terdapat pada PP No. 53 Tahun 2010. Baik pada PP No. 53 Tahun 2010 maupun PP No. 94 Tahun 2021 keduanya mengatur terkait larangan ASN untuk melakukan penyalahgunaan wewenang.

    “Pasal 36 PP No. 94 Tahun 2021 memuat ketentuan baru yaitu adanya mekanisme negara. Pasal 36 menyatakan bahwa jika berdasarkan hasil pemeriksaan terdapat indikasi penyalahgunaan wewenang yang menimbulkan kerugian keuangan negara, maka atasan langsung atau tim pemeriksa wajib berkoordinasi dengan Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP),” katanya.

    “Kemudian jika indikasi tersebut terbukti, maka APIP merekomendasikan Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) untuk melaporkan kepada Aparat Penegak Hukum (APH),” tambah Merizal.

    Lanjut jauh, Pasal 36 ayat (2) PP No. 94 Tahun 2021 saling berkaitan dengan Pasal 20 ayat (6) UUAP, yaitu jika dalam pemeriksaan terdapat indikasi penyalahgunaan wewenang yang menimbulkan kerugian keuangan negara.

    Kemudian hasil pengawasan APIP menyatakan bahwa PNS bersangkutan terdapat kesalahan administratif yang menimbulkan kerugian keuangan negara karena penyalahgunaan wewenang maka PNS tersebut wajib melakukan pengembalian kerugian negara dan selanjutnya APIP merekomendasikan PPK untuk melaporkan ASN tersebut kepada APH.

    “Laporan PPK kepada APH ini berkaitan dengan aspek hukum pidana atas perbuatan penyalahgunaan wewenang ASN, karena larangan penyalahgunaan wewenang/ kewenangan diatur juga dalam Pasal 3 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor),” jelasnya.

    Merizal juga menyebut PP No. 94 Tahun 2021 secara expressis verbis menyatakan bahwa salah satu larangan bagi PNS adalah dilarang menyalahgunakan wewenang. Namun PP no. 94 Tahun 2021 pun juga tidak memberikan definisi secara eksplisit, hanya saja pada penjelasan PP 94 Tahun 2021 dinyatakan bahwa menyalahgunakan wewenang meliputi tindakan melampaui wewenang, mencampuradukkan wewenang, dan/atau bertindak sewenang-wenang.

    “Lingkup penyalahgunaan wewenang termasuk tindakan melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu untuk kepentingan pribadi atau kepentingan pihak lain yang tidak sesuai dengan tujuan pemberian kewenangan tersebut,” paparnya.

    Diberitakan sebelumnya, Pj Bupati Tubaba Tulangbawang Barat (Tubaba) M. Firsada diduga mengabaikan perintah BPK Perwakilan Provinsi Lampung, terkait pemberian sanksi terhadap oknum pegawai Dinkes yang terindikasi menyalahgunakan wewenang dan jabatan.

    Pasalnya sampai saat ini, oknum-oknum terkait belum mendapat sanksi atas dugaan perbuatan melawan hukum yang dilakukan Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan Karyawanto selaku PPK, Oknum PPTK, Feri Darmawan selaku Kepala Subbagian Keuangan dan Oknum Bendahara Pengeluaran yang terindikasi melakukan penyalahgunaan wewenang dan jabatan. Para oknum terkait diduga merealisasikan dan melakukan pertanggungjawaban atas pembayaran yang tidak sesuai dengan ketentuan terhadap tiga paket pekerjaan di Dinkes Tubaba.

    Berdasarkan LHP BPK RI Perwakilan Provinsi Lampung Nomor 4/LHP/XVIII.BLP/01/2023, bahwa Dinas Kesehatan Tubaba pada tahun anggaran 2022 menganggarkan belanja barang yang diduga fiktif dengan terinci berikut:

    Paket pengadaan Peralatan Bahan Kebersihan dan Bahan Pembersih Dinas Kesehatan (PHBS) dengan kode paket 2203486 dengan Metode Pengadaan Langsung, senilai HPS Rp115.440.000, yang dikerjakan CV. Stek Harmoni dengan alamat Daya Asri, Tulang Bawang Barat, dengan Harga Kontrak Rp115.162.500.

    Penandatanganan Kontrak paket tersebut dilakukan pada tanggal 25 Mei 2022, dengan Nomor SPK 600/B.04/SPK/PL/PPK/II.02/TUBABA/2022. Pekerjaan tersebut dibayarkan secara LS oleh pihak Dinas Kesehatan melalui transfer ke rekening perusahaan CV.STEK HARMONI pada tanggal 7 Juni 2022, dengan nomor SP2D 900/02/SPM/LS/DINKES/TUBABA/2022.

    Kemudian paket pengadaan Peralatan bahan kebersihan dan bahan pembersih dinas kesehatan (Posyandu) Kode Paket 2206486, Metode Pengadaan Langsung, Nilai HPS Rp115.440.000, dimenangkan CV. Jenggirat Tandang, berlamat Daya Murni, Tulang Bawang Barat dengan Harga Kontrak Rp115.162.500, kontrak ditanda tangani pada 25 Mei 2022 dengan Nomor SPK 600/B.06/SPK/PL/PPK/II.02/TUBABA/2022.

    Pada 7 Juni 2022 pihak Dinas Kesehatan Tubaba melakukan pembayaran secara LS terhadap pihak penyedia CV. Jenggirat Tandang sebesar Rp115.162.500, melalui transfer ke rekening perusahaan CV. Jenggirat Tandang dengan Nomor SP2D 900/03/SPM/LS/DINKES/TUBABA/2022.

    Selanjutnya paket Pengadaan Belanja Pakaian Dinas Harian (PDH) (Penyediaan Peralatan dan Perlengkapan Kantor) Kode paket 2204486 Jenis Pengadaan Barang, metode pengadaan Pengadaan Langsung dengan nilai HPS Rp. 163.992.954,00, Paket tersebut dimenangkan oleh CV. Central Indah beralamat di Jalan Ratu Pengadilan No. 19 RT 004 RK 8 Karta TBU,Tulang Bawang Barat dengan harga kontrak Rp163.836.000, penandatanganan Kontrak pada 25 Mei 2022 dengan nomor SPK 600/B.04/SPK/PL/PPK/II.02/TUBABA/2022.

    Pada 7 Juni 2022 pihak Dinas Kesehatan melakukan pembayaran secara LS terhadap pihak penyedia CV. Central Indah senilai R163.836.000, dengan nomor SP2D 900/01/SPM/LS/DINKES/TUBABA/2022, pada 6 Juli 2022.

    Berdasarkan keterangan Kabid Yankes Karyawanto selaku PPK pada 30 November 2022, kegiatan ketiga paket pengadaan sebesar Rp394.161.000 tidak dilaksanakan. Selanjutnya berdasarkan keterangan Kasubag Keuangan Ferdi bahwa uang yang telah ditransfer kepada ketiga penyedia telah diminta kembali oleh pihak Dinas Kesehatan dengan alasan akan dibelanjakan dikemudian hari. Namun pajak atas kegiatan tersebut telah disetorkan ke Kasa Negara berupa PPN sebesar Rp39.061.000 dan PPh 22 sebesar Rp5.374.923.

    Berdasarkan keterangan Ferdi Dermawan selaku Kasubag Keuangan, walaupun ketiga perusahaan penyedia tersebut di atas tidak melaksanakan pengadaan barang yang ada dalam kontrak, serta tidak adanya bukti penyerahan barang dan dokumentasi foto barang. Berita acara penerimaan hasil pekerjaan yang ditandatangani oleh Karyawanto selaku PPK, diakui Ferdi hanya dibuat untuk kelengkapan administrasi saja, Selanjut Ferdi mengatakan bahwa posisi uang tersebut hingga pemeriksaan BPK tersebut berakhir pada 21 Desember 2022 masih ada dan belum digunakan.

    Kondisi tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, serta Permendagri Nomor 77 Tahun 2020 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Daerah.

    BPK RI Perwakilan Provinsi Lampung merekomendasikan kepada Bupati Tubaba untuk memberikan sanksi kepada Kepala Dinas Kesehatan yang dinilai lalai dalam melakukan pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan kegiatan pada satuan kerjanya.

    BPK juga memerintahkan Kepada Sekda agar memberikan sanksi kepada PPK, PPTK, Kepala Subbagian Keuangan dan Bendahara pengeluaran pada Dinas Kesehatan yang terindikasi melakukan penyalahgunaan wewenang dan jabatan dan memproses indikasi kerugian keuangan daerah sebesar Rp394.161.000 dari pihak-pihak terkait

    sesuai ketentuan dan menyetorkannya ke kas daerah. Bendahara Pengeluaran agar memperhatikan ketentuan yang berlaku dalam dalam merealisasikan pembayaran belanja.

    Permasalahan tersebut mengakibatkan indikasi kerugian keuangan daerah sebesar Rp394.161.000 atas tiga paket pekerjaan yang tidak dilaksanakan namun telah direalisasikan pembayarannya.

    Atas temuan pemeriksaan tersebut, telah dilakukan pengembalian dengan menyetorkan ke kas daerah sebesar Rp349.725.077 tanpa memperhitungkan PPN dan PPh. Sisa uang yang belum disetorkan ke kas daerah sebesar Rp44.435.923 kekurangan (Rp39.061.000 + Rp5.374.923) berupa PPN dan PPh yang telah dibayarkan ke kas Negara.

    Dari uraian LHP diatas, diduga kuat pihak PPK, PPTK dan Kasubag Keuangan Dinkes Tubaba dan Pihak penyedia CV. Central Indah, CV. Jenggirat Tandang dan CV. Setek Harmoni memiliki kemufakatan jahat dan unsur kesengajaan dalam memproses pembayaran pada ketiga paket pengadaan barang fiktif tersebut.

    Ketiga perusahaan penyedia tersebut dinilai telah menyalahi ketentuan sebagaimana diatur dalam Perpres tentang Pengadaan barang jasa Pemerintah. Pasal 17 ayat 2 Perpres No 12 tahun 2021 tentang Perubahan atas Perpres No 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah jelas menyebutkan terkait tanggung jawab dari masing-masing pihak dalam Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Dimana Pihak Penyedia harus bertanggungjawab dalam pelaksanaan kontrak, kualitas barang, ketepatan perhitungan jumlah/volume, ketepatan waktu penyerahan, ketepatan tempat penyerahan.

    Selain itu, dalam Peraturan LKPP nomor 4 tahun 2021 status peraturan mencabut peraturan lembaga nomor 17 tahun 2018 tentang Sanksi daftar hitam dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah. Dalam lampiran kedua Bab III 3.1 poin G disebutkan pihak penyedia yang tidak melaksanakan kontrak, tidak menyelesaikan pekerjaan, atau dilakukan pemutusan kontrak secara sepihak oleh PPK diberikan sanksi daftar hitam.

    Sehingga sangat wajar bila perbuatan yang dilakukan oknum-oknum Dinas Kesehatan dan ketiga penyedia untuk ditindaklanjuti ke APH sesuai hukum yang berlaku.

    Selain sanksi hukum, ketiga perusahaan tersebut harus diberikan sanksi daftar hitam karna ketiga perusahaan tersebut dengan sengaja tidak melaksanakan kontrak dan tidak sama sekali melaksanakan pekerjaan. (Efendi/Red)