Tag: Fahmi Darmawansyah

  • Jaksa KPK Ungkap Fahmi Darmawansyah Pernah Menginap di Luar Lapas

    Jaksa KPK Ungkap Fahmi Darmawansyah Pernah Menginap di Luar Lapas

    Bandung (SL) – Jaksa KPK mengungkapkan Fahmi Darmawansyah pernah menginap di luar Lapas Sukamiskin saat menjalani hukuman. Narapidana kasus suap Bakamla itu diketahui menginap di rumah mewah yang disewanya tak jauh dari Lapas Sukamiskin.

    Hal itu terungkap dalam dakwaan Fahmi yang dibacakan jaksa dalam sidang perdana di ruang 1 Pengadilan Negeri (PN) Bandung pada Rabu (12/12/2018). Menurut jaksa, selain memperoleh fasilitas istimewa, Fahmi mendapatkan kemudahan untuk keluar Lapas Sukamiskin. “Bahwa selain memperoleh fasilitas istimewa, terdakwa juga mendapatkan kemudahan dari Wahid Husen dalam hal izin berobat ke luar lapas,” ucap jaksa KPK Kresno Anto Wibowo saat membacakan surat dakwaan.

    Menurut jaksa kemudahan izin berobat dilakukan ke RS Hermina Arcamanik maupun RS Hermina Pasteu. Hal itu dilakukan Fahmi setiap Kamis. Dalam dakwaan, jaksa menyebut suatu waktu pada hari Kamis, Fahmi tak pulang langsung ke Lapas Sukamiskin usai berobat.

    Menurut jaksa, saat Fahmi keluar Lapas Sukamiskin, dia tidak langsung kembali ke lapas khusus koruptor itu. Suami dari artis Inneke Koesherawati itu justru mampir ke rumah kontrakan di Perumahan Permata Arcamanik Blok F Nomor 15-16 Jalan Pacuan Kuda, Sukamiskin, Arcamanik, Kota Bandung. “Terdakwa baru kembali ke Lapas Sukamiskin pada hari Senin,” katanya.

    Sebelumnya, wartawan pernah menelusuri rumah yang disebut jaksa dalam dakwaan saat ramai operasi tangkap tangan (OTT) Wahid Husen. Rumah tersebut berada sekitar 1,3 kilometer dari Lapas Sukamiskin. Rumah tersebut terbilang mewah. Memiliki dua lantai, rumah bercat cokelat itu terlihat luas lantaran penggabungan dua rumah menjadi satu.

    Salah seorang warga yang juga ketua RT setempat mengungkapkan bahwa rumah itu merupakan milik anggota DPRD di Lampung bernama Rifanzi. Dia terdaftar sebagai anggota DPRD Kabupaten Pesawaran, Lampung. “Yang punya ini Rifanzi. Dia kalau enggak salah orang legislatif di Lampung,” ucap ketua RT setempat, Kusno saat ditemui di dekat rumah Inneke, Kamis (26/7/2018).

    Menurut Kusno, sudah satu tahun rumah itu dikontrak oleh Inneke. Namun, sambungnya, bukan Inneke langsung yang mengontrak, melainkan sebuab event organizer (EO) dengan nama pengontrak Arnis. “EO yang mengontrak. Saya enggak tahu, tapi yang pasti bilangnya EO gitu. Kalau bu Inneke tahunya dari selentingan-selentingan saja,” kata Kusno. (lensawarga)

  • Jaksa Ungkap Adanya “Bilik Cinta” di Lapas Sukamiskin

    Jaksa Ungkap Adanya “Bilik Cinta” di Lapas Sukamiskin

    Bandung (SL) – Berbagai fasilitas mewah serta kemudahan izin keluar diberikan kepada narapidana Lapas Sukamiskin selama Wahid Husen menjabat sebagai Kalapas. Sebuah bilik cinta untuk pasangan suami istri pun disiapkan.

    Dilansir detikcom, adanya ruang khusus untuk bercinta tersebut terungkap dalam sidang perdana kasus suap Wahid yang digelar di ruang tindak pidana korupsi (tipikor) Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Jalan LLRE Martadinata, Kota Bandung, Rabu (05/12/2018).

    Lapas Sukamiskin

    Dalam dakwaan, jaksa KPK menyebut ada ruangan khusus berukuran 2×3 meter persegi di Lapas Sukamiskin. Ruangan dilengkapi dengan tempat tidur. Ruangan itu dibuat oleh Fahmi Darmawansyah terpidana kasus suap Bakamla. “Ruangan itu digunakan untuk melakukan hubungan badan suami-istri. Tarif (menyewa) Rp 650 ribu”, ucap jaksa KPK Trimulyono Hendradi saat membacakan surat dakwaan.

    Jaksa menyebut bilik cinta itu dipergunakan oleh Fahmi saat dikunjungi istrinya Inneke Koesherawati. Bahkan tak hanya digunakan Fahmi, ruangan itu ternyata disewakan kepada napi lain. “Baik dipergunakan oleh Fahmi Darmawansyah saat dikunjungi istrinya maupun disewakan kepada warga binaan lain,” katanya.

    Bilik cinta tersebut dikelola langsung oleh tahanan pendamping Fahmi yang juga tersangka dalam kasus ini Andri Rahmat. Napi kasus pembunuhan itu mengelola bisnis tersebut. “Sehingga Fahmi mendapatkan keuntungan yang dikelola oleh Andri Rahmat,” katanya.

    Wahid sebagai Kalapas Sukamiskin mengetahui adanya ruangan tersebut. Namun, Wahid membiarkan hal itu terjadi. “Terdakwa selaku Kalapas Sukamiskin mengetahui berbagai fasilitas yang diperoleh Fahmi. Namun terdakwa membiarkan hal tersebut terus berlangsung. Bahkan Fahmi Darmawansyah dan Andri Rahmat diberikan kepercayaan berbisnis mengelola kebutuhan para warga binaan di Lapas Sukamiskin,” ucap jaksa. (Lensawarga)

  • Kalapas “Sewakan” Sel Mewah Rp 500 Juta

    Kalapas “Sewakan” Sel Mewah Rp 500 Juta

    Jakarta (SL) – Budaya korupsi didalam penjara lebih mengenaskan. Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Kalapas) Sukamiskin, Wahid Husen “menyewakan” sel dengan fasilitas mewah bagi narapidana koruptor seharga Rp 500 juta.

    Praktek ini berhasil dibongkar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan terhadap Kalapas.

    Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengungkapkan Kalapas Sukamiskin memasang tarif Rp 200 juta hingga Rp 500 juta kepada setiap narapidana jika ingin mendapat fasilitas mewah di dalam selnya.

    Tarif tersebut belum termasuk penambahan fasilitas seperti pendingin udara, pemanas air, lemari es, oven, penempatan rak buku, dan lain sebagainya.

    “Sejauh ini informasi yang kami peroleh tarif berkisar Rp 200-500 juta. Jadi jika sudah occupied (ditempati) ruangan lalu mau nambah apa lagi misalnya itu ada (biaya) tambahan lagi,” kata Saut dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Sabtu (21/7/2018) malam.

    Dalam konferensi pers ini, KPK menayangkan video fasilitas sel tahanan milik Fahmi Dharmawansyah di Lapas Sukamiskin. Dari video tersebut terungkap Fahmi mendekam di sel tahanan dengan fasilitas layaknya hotel mewah. Beberapa fasilitas mewah itu di antaranya pendingin udara (AC), televisi, rak buku, wastafel, kamar mandi lengkap dengan toilet duduk, kulkas, dan spring bed.

    KPK meyakini fasilitas layaknya kamar hotel ini terdapat juga dalam sejumlah sel lain di lapas khusus koruptor tersebut. Namun, untuk saat ini, KPK baru mendapati sel mewah yang dihuni Fahmi Darmawansyah, narapidana perkara suap proyek satelit monitoring di Badan Keamanan Laut (Bakamla).

    “Dicurigai ada tetapi yang digeledah tim semalam itu hanya kamar FD (Fahmi Darmawansyah). Ini pasti karena pada tahap penyidikan akan lebih banyak lagi dikembangkan termasuk informasi-informasi yang lainnya yang kira-kira didapatkan di dalam,” kata Wakil Ketua KPK lainnya, Laode M Syarif.

    Selain fasilitas mewah di dalam sel, KPK menduga adanya perlakuan diskriminasi antara narapidana korupsi dengan narapidana umum. Salah satunya, narapidana dapat keluar masuk lapas jika memberikan uang pelicin.

    “Dalam UU Pemasyarakatan ada izin untuk keluar luar biasa. Izin luar biasa ini salah satu contohnya sakit. Boleh pake izin dengan rekomendasi dari dokter. Yang kedua menjadi saksi pernikahan anaknya. Itu bisa diizinkan. Sepertinya yang di-abuse ini izin-izin luar biasa ini. Pergi sakit, makanya pak Saut tadi mengatakan katanya sakit tapi dicek di rumah sakit tidak ada, di kamarnya dia tidak ada. Jadi whereabout (keberadaan)-nya kita tidak tahu. Tapi yang di-abuse (salah gunakan) sepertinya izin luar biasa itu karena memang ada hak narapidana untuk memiliki izin itu,” ungkapnya.

    Wahid diduga menerima suap berupa uang dan dua mobil jenis Mitsubishi Pajero Sport Dakkar dan Mitsubishi Triton Exceed. Suap ini diberikan agar Fahmi mendapat fasilitas sel atau kamar. Tak hanya itu, suap ini juga diberikan agar Fahmi mendapat kemudahan untuk keluar masuk tahanan.

    Dari OTT ini, KPK telah menetapkan Wahid; Hendry Saputra yang merupakan orang kepercayaan Wahid; Fahmi Darmawansyah, seorang napi korupsi; dan Andri yang merupakan napi umum sekaligus napi pendamping untuk Fahmi, sebagai tersangka kasus dugaan suap pemberian fasilitas, perizinan dan lainnya di Lapas Sukamiskin.

    Selain menangkap sejumlah pihak, dalam OTT ini tim Satgas KPK juga menyita sejumlah barang bukti yang diduga terkait dengan tindak pidana, yaitu, dua unit mobil, uang total Rp 279.920.000 dan US$ 1.400, catatan penerimaan uang, dan dokumen terkait pengiriman mobil. (net)