Tag: Fee Mega Proyek MCC Metro

  • Diduga Ada Pembagian ‘Fee’ Miliaran Rupiah dari Banyak Proyek di Kota Metro

    Diduga Ada Pembagian ‘Fee’ Miliaran Rupiah dari Banyak Proyek di Kota Metro

    Kota Metro (SL) – Pemenang proyek dan pengelola Proyek di Pemda Kota Metro, diduga menggunakan setoran dan ada “Fee” dari setiap setoran proyek. Termasuk proyek miliaran seperti rencana pembangunan flyfox Sumber Sari Kecamatan Metro Selatan dan pembelian 7 unit ATV jenis KTM, yang dikelola oleh oknum pejabat Dispora dan kerabat serta oknum honorer lingkup Pemkot Kota Metro.

    Selanjutnya pembangunan Metro Convention Centre (MCC) yang berganti menjadi Gedung Sesat Bumi Sai Wawai, sudah menelan anggaran APBD TA 2017 cukup besar sebagaimana LKPj Walikota Metro. Dan beberapa proyek besar bidang peningkatan dan pembangunan jalan, TA 2017 dan TA 2018, tak lepas pula pembangunan pasar eks terminal yang konon penghapusan aset belum jelas dan diduga melanggar Perda RTRW.

    Beredar juga informasi, diduga proyek-proyek dengan nilai milliaran, pembangunan gedung dan jalan, sejak TA 2017 dan TA 2018, telah terkondisikan sebelum dilakukan lelang tender, yang di koordinir oleh Ardito Wijaya anak dari Walikota Metro yang akrab di sapa mas Dito dengan julukan pangeran.

    Sejumlah kegiatan proyek tersebut, jauh sebelumnya menjadi sorotan kalangan DPRD setempat, dalam setiap paripurna yang diselenggarakan bertepatan dengan LKPj Walikota TA 2017 dan terakhir pada paripurna penyampaian Nota keuangan APBD TA 2018 beberapa waktu lalu di akhir tahun 2017, tepatnya Jumat 03-11-2017.

    Selain itu, sorotan timbul dari beberapa fraksi yakni fraksi PKS, Gerindra, PDI-P dan Fraksi Kebangkitan Nasional. Pada umumnya menilai, pembangunan yang ada tidak diawali dengan perencanaan yang baik dan terkesan buru-buru. Dalam pelaksanaan nya  tidak dilalui penghapusan aset sesuai dengan peraturan perundang-undangan berlaku, serta harus dilakukan ekspose.

    Mengenai setoran proyek di tentukan secara kolektif alias terstruktur sistematis dan masif, dengan menunjuk orang-orang kepercayaan yang di tempatkan di Dinas PUPR, Dinas Pertanian, Disdik, Dispora, RSUD A.Yani dan Diskes.  Diduga ada “Main Mata” antara legeslatif dan eksekutif.

    “Soal setoran tentu ada “Fee”. Setoran yang dipatok 20%, setiap daerah pasti ada yang namanya setor muka untuk proyek. Di Kota Metro, bervariasi ada 17,5% sampai 20% dan ada juga yang berani mencapai 30% sesuai nilai pekerjaan. Siapa dan siapa dibelakangnya, pihak Legeslatif pun tau, karena dalam setiap progres kegiatan, kebijakan dan program pemerintah DPRD ada didalamnya dalam judul sah dan mengesahkan,”

    Demikian disampaikan Direktur LSM Gerakan Transparansi Rakyat (GETAR) Lampung, Edison, sambil menunjukan data dokumen RKA 2016- 2017 masing-masing Dinas lingkup Kota Metro termasuk dokumen sejumlah kegiatan proyek TA 2017 serta dokumen LHP 2016 dan 2017 yang sebagain patut di pertanyaan, sesuai audit BPK, Sabtu 04 Agustus 2018.

    Masih menurut Edison, munculnya  dugaan, tetap jadi persoalannya adalah dugaan. Tentunya juga dugaan itu, sudah pasti ada dasar yang cukup, maka di munculkan dugaan. Jika memang semua dugaan tidak benar, pihak Pemerintah (Wali Kota dan Wakil) serta jajaran terkait, jangan menghindar hingga sulit di temui. Hadapi dan sampaikan dugaan itu tidak benar.

    “Memang sulit dalam hal ini untuk di buktikan, akan tetapi kondisi ini sudah bukan rahasia umum, prakteknya juga sudah terstruktur, masif dan sistematis. Nah, hal ini tinggal bagaimana keberanian pihak penegak hukum membukanya,”kata Edison.

    Edison melanjutkan, saat ini, sedang maraknya OTT, adanya OTT tentu di awali dengan informasi yang muncul. Menyoal pokok dugaan pelanggaran di TA 2018, ini berawal dari persoalan di TA 2017. Dan ini sudah cukup ramai jadi kosumsi publik, bahkan di Medsos pun ramai.

    Belum lagi, soal tuntutan LSM GMBI dulu yang menuntut Wali Kota A.Pairin dan Wakil Wali Kota Djohan untuk melakukan sumpah kutukan (Mubahalah) yang sampai saat ini tidak ada wujudnya. Sekarang muncul dugaan yang hampir sama dan lagi-lagi menyebut oknum-oknum sama, tentunya patut di telaah dan dikaji.

    Mengulas soal “fee” setiap kegiatan proyek lebih dalam.

    Edison  memaparkan, “Fee”, yang di awali dengan setoran, boleh jadi ada dan bukan tidak mungkin. Jadi sangat wajar jika setiap pekerjaan, banyak yang kualitasnya dipertanyakan sebagaimana spesifikasi kegiatan dalam kontrak kerja.

    Dalam hal ini juga, setiap pekerjaan sudah barang tentu ada Standar Ketentuan dan Syarat Umum dalam Surat Perintah Kerja atau SPK. Dalam surat ini ada Larangan Pemberian Komisi, yang maksudnya penyedia kontruksi (rekanan) menjamin tidak ada satupun pihak satuan kerja (PPK, PPTK dan lainnya) menerima komisi atau keuntungan yang tidak sah baik langsung maupun tidak langsung. Jika terjadi maka jelas suatu bentuk pelanggaran mendasar didalamnya.

    “Artinya, duga menduga itu hal yang wajar, tentu pihak berwenang (penegak hukum) terbantu adanya informasi ini sebagai dasar awal. Fee dari setoran sulit di buktikan, namun ada OTT yang tidak hanya soal pungli. Ini dikaji mendalam siapa yang di untungkan dan siapa yang melakukan, tentu tidak hanya 1 oknum saja. Dan saya yakin, jika hal ini terus muncul dan bahkan ramai di media akan membuka tabir keculasan yang selama ini terjadi, yang menyangkut Moralitas masing-masing,”pungkasnya.

    Mengawali dugaan tersebut, tim media mencoba konfrimasikan kepada pihak Dinas PUPR melalui Kabid Cipta Karya, melalui pesan WhatsApp-nya, tidak menanggapinya. (tim)red)