Tag: fee proyek

  • Pj Gubernur Lampung Minta KPK dan Satgas Segera Usut Pungli di Pelabuhan Panjang

    Pj Gubernur Lampung Minta KPK dan Satgas Segera Usut Pungli di Pelabuhan Panjang

    Bandar Lampung, sinarlampung.co-Penjabat (Pj) Gubernur Lampung Samsudin menyoroti dugaan praktik suap fee dan pungutan liar (pungli) di Pelabuhan Panjang. Samsudin meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Polda Lampung untuk bergerak mengatasi permasalahan pungli di Provinsi Lampung, khususnya Pelabuhan Panjang.

    Baca: Kadin Lampung Curhat Maraknya Pungli dan Suap di Pelabuhan Panjang Hingga Perizinan dan Fee Proyek ke KPK

    “Kita mengharapkan KPK, dan Satgas Pungli dapat melakukan upaya-upaya agar pungli di Lampung dapat diatasi,” kata Samsudin, Rabu 3 Juli 2024.

    Selain kepada KPK, Samsudin juga meminta agar Satuan Tugas Sapu Bersih (Satgas Saber) Pungli juga melakukan hal yang sama. Karena pemberantasan suap dan pungli di Lampung penting dilakukan untuk memberikan rasa aman dan nyaman kepada masyarakat, terutama dalam sistem perekonomian. “Agar masyarakat dapat tenang dan nyaman dalam sistem perekonomiannya,” katanya.

    Menurut Samsudin, aparatur Pemprov Lampung juga mesti meningkatkan tata kelola pemerintahan dengan baik. Sehingga apabila ada penyimpangan dari aturan mesti ditindak tegas, termasuk pungli di dalamnya. “Begitu juga dengan aktivitas perekonomian seperti di pelabuhan harus menjadi perhatian agar aktivitas perekonomian tetap berjalan baik,” katanya.

    Seperti diketahui praktik pungli, fee proyek dan suap diduga masih marak terjadi di sejumlah tempat di Provinsi Lampung. Hal itu menjsi bahasan rapat koordinasi (Rakor) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Sekretariat Kadin Lampung, 26-27 Juni 2024 lalu. Rakor ini dihadiri jajaran pengurus Kadin dan para asosiasi di Lampung.

    Rapat membahas masalah regulasi perizinan di sejumlah bidang, yaitu meliputi bidang perhubungan laut, ekspor-impor, sektor logistik, telekomunikasi dan jasa pengiriman barang. Dari KPK, hadir tim Direktorat Antikorupsi Badan Usaha yang dipimpin langsung oleh Kasatgas KPK wilayah Lampung, Rosana Fransiska. Juga Analis Antikorupsi Badan Usaha KPK, Jeji Azizi dan tim. (Red)

  • Habriansyah Kenal Musa Ahmad Sejak Tahun 2000, Bohong Jika Tidak Kenal Erwinsyah dan Ponakannya Ferdian

    Habriansyah Kenal Musa Ahmad Sejak Tahun 2000, Bohong Jika Tidak Kenal Erwinsyah dan Ponakannya Ferdian

    Bandar Lampung, sinarlampung.co-Habriansyah Alias Alek, pelapor kasus penipuan janji proyek menyatakan bahwa pernyataan Bupati Lampung Tengah Musa Ahmad tidak mengenal dirinya, Erwinsyah, dan keponakan kandungnya Ferdian Ricardo, adalah bohong besar. Alek mengaku mengenal dan berhubungan baik dan bekerjasama soal proyek dengan Musa Ahmad sejak tahun 2000 lalu, dan memiliki bukti dan dokumen saat bersama bupati.

    Baca: Tiga Jam Diperiksa Polisi di Jakarta Musa Ahmad Langsung Sukuran Pulang Haji di Yukum Jaya

    Alex )baju Kuning bersama Bupati Lampung Tengah Musa Ahmad, saat diminta datang untuk bicara proyek yang dijanjikan. (Dok/istimewa)

    Menurut Habriansyah alias Alex dirinya pernah bekerjasama dengan Musa Ahmad, bahkan satu tim saat menjadi pelaksana proyek Tol Lampung. “Kami kenal lama dengan Musa Ahmad. Pernah bekerjasama dengan Musa Ahmad terkait sub kontraktor mengerjakan proyek Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS). Setelah jadi bupati sekarang, wajar kalau dia tidak kenal sama saya. Jangankan sama saya, si Ferdi anak kakak kandungnya saja tidak diakuinya,” kata Alex yang juga mantan wartawan Lampungpost itu.

    Tapi, kata Alex sebelum Musa Ahmad jadi Bupati, Alex mengaku sudah berteman lama dari tahun 2000-an. “Kami pernah bareng-bareng mengerjakan proyek tol trans Sumatera, bahkan kami satu tim dan sama-sama menjadi subkon di PT Waskita Karya,” katanya.

    Alex mengaku masih menyimpan dokumentasi saat dirinya dan Musa Ahmad mengerjakan suatu proyek. Selain itu, dokumentasi terkait dengan percakapan di WhatsApp serta pertemuan membahas sejumlah proyek APBD Lampung Tengah juga masih disimpannya.

    “Kebetulan saya masih menyimpan dokumentasi foto saat Musa mampir ke lokasi proyek kami. Itu tanggapan saya kalau Musa tidak mengakui kenal sama saya. Kalau dia bilang tidak pernah membahas masalah proyek, saya masih punya bukti screenshot percakapan WhatsApp dengan Musa terkait dengan proyek yang sedang dipermasalahkan ini,” ungkapnya.

    “Musa juga pernah manggil saya meminta untuk ke rumahnya membahas proyek yang dijanjikan itu. Bahkan saya punya dokumentasi foto pertemuan itu,” katanya.

    Sebelumnya, Kuasa Hukum Musa Ahmad, Sopian Sitepu membantah apabila kliennya itu mengenal Ferdiyan Ricardo, Alex dan Erwin. “Bahwa bapak Musa menjelaskan tidak pernah bertemu dan berbicara dengan Ferdiyan Ricardo tentang proyek apapun dan tidak mengetahui hubungan atau urusan antara Ferdiyan Ricardo, dengan Alex dan Erwin,” kata Sopian Sitepu.

    Menurut Sopian, bahwa apa yang disampaikan Erwin dan Alex, tersebut tidak sesuai fakta sebenarnya. “Bahwa pernyataan Erwin dan Alex dengan menyebut-nyebut nama Musa Ahmad tidak sesuai fakta sebenarnya sebagaimana telah dijelaskan diatas adalah sangat merugikan nama baik Musa Ahmad,” kata Sopian. (Red)

  • Tiga Jam Diperiksa Polisi di Jakarta Musa Ahmad Langsung Sukuran Pulang Haji di Yukum Jaya

    Tiga Jam Diperiksa Polisi di Jakarta Musa Ahmad Langsung Sukuran Pulang Haji di Yukum Jaya

    Lampung Tengah, sinarlampung.co-Bupati Kabupaten Lampung Tengah Hi. Musa Ahmad, menggelar kegiatan halalbihalal dan doa syukuran pulang haji, di kediaman Bupati, Jalan Otista Yukum Jaya, Lampung Tengah, Kamis 28 Juni 2024.

    Baca:  Bupati Lampung Tengah Musa Ahmad Dilaporkan KPK, Dipanggil Polres Metro Mangkir

    Baca: Setorkan Fee Proyek Rp4 Miliar Keponakan Musa Ahmad Jadi Buron Polisi, Hampir Dua Tahun Ferdian Ricardo Tak Masuk Kerja

    Baca: Pulang Haji Bupati Musa Ahmad Diperiksa Polisi di Jakarta

    Musa Ahmad mengatakan dirinya mengucapkan terima kasih kepada semua masyarakat, OPD serta keluarga yang telah mendoakannya sehingga diberikan kelancaran dan kesehatan selama menjalankan ibadah haji. “Yang terpenting bagi kita adalah nikmat kesehatan, keselamatan dan kelancaran dalam beribadah,” ujar Musa Ahmad.

    Menurutnya, kondisi cuaca yang berbeda dan cukup panas serta menguras energi, tidak jarang jemaah haji yang mengalami flu selama di tanah suci. “Namun berkat doa bersama, semua berjalan lancar dan dapat bertemu kembali serta diharapkan semua dapat berhaji dan mengetahuai arti kehidupan setelah beribadah haji,” Katanya.

    Terkait pemeriksaan dirinya di Polsek Gambir, Musa Ahmad mengaku hanya dimintai keterangan, setelah itu dirinya langsung pulang ke Lampung Tengah. “Hanya dimintai keterangan. Kalau isu belum mau pulang itu hoax. Ini buktinya saya sudah dirumah. Biasa itu. Namanya isu. Yang jelas alhamdulillah sudah sampe rumah dengan selamat dan bisa melaksanakan acara halalbihalal.,” kata Musa Ahmad.

    Diperiksa Tiga Jam

    Bupati Lampung Tengah Musa Ahmad diperiksa penyidik Polres Metro di Polsek Gambir, Jakarta, Kamis 27 Juni 2024 malam sejak pukul 20.00 sampai 22.00 WIB. Selama tiga jam itu, Musa Ahmad dicecar penyidik Polres Metro soal dugaan jual beli proyek APBD Lampung Tengah.

    “Pak Musa diperiksa di Jakarta setelah pulang menjalankan ibadah haji dan masih cuti tetapi karena Pak Musa taat hukum, maka bersedia untuk diperiksa dan memberikan keterangan,” kata Kuasa hukum Musa Ahmad, Sopian Sitepu, Jumat 28 Juni 2024.

    Dalam kasus dugaan jual beli proyek APBD Lamteng senilai Rp80 miliar ini, Polres Metro sudah menetapkan 2 tersangka yakni Erwin Saputra dan Ferdian Ricardo. Erwin Saputra sudah ditangkap tapi Ferdian Ricardo yang mengaku sebagai keponakan Misa Ahmad, masih buron. Sementara korbannya adalah Habriansyah atau Alex.

    Kepada penyidik, lanjut Sopian, Musa menjelaskan tidak pernah bertemu dan berbicara dengan Ferdiyan Ricardo tentang proyek apapun dan tidak mengetahui hubungan atau urusan antara Ferdiyan Ricardo, dengan Alex dan Erwin. “Bahwa pernyataan Erwin dan Alex dengan menyebut-nyebut nama Musa Ahmad tidak sesuai fakta sebenarnya sebagaimana telah dijelaskan diatas adalah sangat merugikan nama baik Musa Ahmad,” katanya.

    Penjelasan Kabid Humas

    Sementara Kabid Humas Polda Lampung, Kombes Umi Fadillah Astutik mengatakan Kasus tersebut berawal dari laporan korban Habriansyah yang melaporkan Erwin Saputra atas penipuan atau penggelapan pembangunan proyek jalan, talut hingga sumur bor sebesar Rp 2 milyar. “Pelapor atas nama Habriansyah melaporkan Erwin Saputra atas dugaan penipuan proyek pada tahun 2022 lalu. Korban ini mengaku mengalami kerugian sebesar Rp2.071.550 milyar,” kata Umi, Jumat 28 Juni 2024.

    Umi menerangkan, dari laporan yang dibuat korban pada 15 Agustus 2023 lalu Kepolisian Polres Kota Metro melakukan serangkaian penyelidikan dan pada 30 April 2024 pelaku Erwin Saputra berhasil ditangkap. “Pada 30 April 2024, Erwin Saputra berhasil ditangkap oleh Satreskrim Polres Metro,” jelasnya.

    Singkat cerita, dalam proses penyelidikan kasus tersebut, polisi menemukan fakta baru yang dimana Erwin mengaku telah menyetor uang tersebut kepada Ferdian Ricardo. Ferdian dikatakannya sebagai keponakan dari Bupati Lampung Tengah, Musa Ahmad.

    Erwin juga mengaku bahwa uang yang disetorkannya ke Ferdian sebesar Rp4 milyar dan uang tersebut akan diserahkan ke Musa Ahmad. Ferdian sendiri hingga kini belum tertangkap, polisi masih terus melakukan pencarian terhadap Ferdian.

    “Dari pengakuan Erwin, dia (Ferdian) telah ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Satreskrim Polres Metro. Dia juga telah ditetapkan menjadi DPO dan penetapan DPO nya sudah diterbitkan oleh Polres,” urai Umi.

    Dia menjelaskan, pemeriksaan terhadap Bupati Lampung Tengah, Musa Ahmad merupakan proses penyelidikan atas keterangan Erwin Saputra. “Bupati Lampung Tengah memang tadi malam telah dimintai keterangan di Polsek Gambir Polres Jakarta Pusat. Dia dimintai keterangan dengan didampingi kuasa hukumnya,” jelas Umi.

    Meski begitu, Umi belum bisa memaparkan hasil pemeriksaan terhadap Ketua DPD Partai Golkar Lampung Tengah tersebut. “Materi pemeriksaan itu saya belum dapat, itu masih di Polres Metro,” tuturnya.

    Dia menambahkan, Polres Metro hari ini telah melakukan pelimpahan berkas dan tersangka Erwin Saputra setelah sebelumnya dinyatakan P21 oleh jaksa. “Hari ini berkas perkara untuk tersangka atas nama erwin saputra ini telah dinyatakan lengkap atau P-21 oleh Kejaksaan Negeri Kota Metro dan hari ini penyidik Satreskrim Polres Metro telah melakukan pelimpahan tersangka dan barang bukti atau tahap 2 ke Kejaksaan Negeri Kota Metro,” katanya. (Red)

  • KPK Incar Kepala Daerah yang Syaratkan Fee Proyek 15%

    KPK Incar Kepala Daerah yang Syaratkan Fee Proyek 15%

    Jakarta – Operasi Tangkap Tangan KPK terhadap tersangka Bupati Labuhan Batu Erik Adtrada Ritonga (EAR) pada Jumat, 12 Januari 2024 mengisyaratkan bahwa komisi anti rasuah itu mengincar kepala daerah yang doyan menerima setoran fee proyek untuk memenangkan kontraktor dalam tender pengadaan barang dan jasa.

    Jangankan 20 persen, fee proyek 5 sampai 15 persen pun digaruk KPK, seperti yang terjadi dalam tender pengadaan barang dan jasa di Labuhan Batu itu.

    Gegara mensyaratkan fee 5 sampai 15 persen itulah Erik Adtrada Ritonga ditangkap.

    Ia mengondisikan besar fee itu kepada orang kepercayaannya anggota DPRD Kabupaten Labuhan Batu Rudi Syahputra Ritonga (RSR). Instruksinya juga disertai pengondisian menunjuk secara sepihak siapa saja pihak kontraktor yang akan dimenangkan.

    Proyek yang menjadi atensi di Dinas Kesehatan dan Dinas PUPR. Khusus di Dinas PUPR yaitu proyek Jalan Sei Rakyat – Sei Berombang di Kecamatan Panai Tengah dan proyek jalan Sei Tampang – Sidomakmur di Kecamatan Bilah Hilir. Besaran nilai pekerjaan kedua proyek tersebut sebesar Rp19,9 miliar.

    Untuk dua proyek di Dinas PUPR dimaksud, kontraktor yang dikondisikan untuk dimenangkan yaitu Efendy Sahputra alias Asiong (ES) dan Fazar Syahputra alias Abe (FS).

    Kemudian sekitar Desember 2023, EAR melalui RSR meminta agar segera disiapkan sejumlah uang yang diistilahkan “kutipan kirahan” dari para kontraktor yang telah dikondisikan untuk dimenangkan dalam beberapa proyek di Dinas PUPR.

    Penyerahan uang dari FS dan ES pada RSR kemudian dilaksanakan pada awal Januari 2024 melalui transfer rekening bank atas nama RSR dan juga melalui penyerahan tunai.

    Sebagai bukti permulaan, besaran uang yang diterima EAR melalui RSR sejumlah sekitar Rp551,5 juta sebagai satu kesatuan dari Rp1,7 Miliar.

    Praktik tindak pidana korupsi itu dengan mudah terdeteksi oleh penyidik KPK. Empat orang itu kena OTT KPK dan langsung ditangkap.(RED)

     

     

  • Fee Proyek 20-35 % Ke Bupati Nyiprat ke Dewan dan Oknum Wartawan Lampung Utara Sejak 2015?

    Fee Proyek 20-35 % Ke Bupati Nyiprat ke Dewan dan Oknum Wartawan Lampung Utara Sejak 2015?

    Bandar Lampung (SL)-Selain ada kode “Kopiko” dugaan korupsi fee proyek mengalir ke Pimpinan dan anggota DPRD dan Wartawan di Lampung Utara priode 2014-2019. Pimpinan dan anggota kecipratan proyek senilai Rp12 miliar APBD 2017 dan Rp 600 juta kepada oknum wartawan. Hal itu terungkap dalam sidang lanjutan keterang delapan saksi, dengan terdakwa Bupati Non aktif Agung Ilmu Mangkunegara, Senin 16 Maret 2020.

    Baca: Dugaan Fee Proyek Lampung Utara Mengalir Ke Petinggi Polda, JPU Akan Lapor ke Pimpinan KPK

    Baca: Fee Proyek Kepada Bupati 20%, Penarik Setoran Keluarga dan Kerabat Agung Ilmu Mangkunegara

    Dalam sidang lanjutan perkara korupsi bupati nonaktif Kabupaten Lampung Utara, Agung Ilmu Mangkunegara di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Tanjungkarang, menghadirkan delapan orang saksi yakni Fria Afris Pratama, Kasi Pembangunan Jalan dan Bina Marga, Franstory mantan Plt Kadis PUPR.

    Kemudian Yuri Saputra PPTK Bidang Cipta Karya Dinas PUPR, Efiri Yanto PPTK Dinas PUPR 2015-2018, Kasi Promosi Dalam dan Luar Negeri Disdag A Rozie, Kabid Keamanan dan Ketertiban Disdag Riduan, Bendahara Disdag Sahroni, dan Bendahara Tugas Pembantu 2019 Disdag Arli Yusran.

    Kepala Seksi Pembangunan Jalan Dinas PUPR Lampura Fria Afris Pratama dalam kesaksiannya menyebutkan, ada jatah pekerjaan proyek senilai Rp12 miliar untuk DPRD Lampung Utara di APBD 2017. Jatah tersebut dibagi-bagi untuk Wakil Ketua DPRD Lampura Madri Daud (Fraksi Gerindra), Emir Kartika Candra (Fraksi PKB) dengan dua paket pekerjaan dan fee sebesar Rp147 juta.

    “Fraksi PDIP Rachmat Hartono, ketua DPRD fee-nya Rp597 juta, Nurdin Habim fraksi Gerindra Rp1,5 miliar. Itu semua pak Syahbudin yang atur,” kata Fria, yang juga menyebutkan nama aparat penegak hukum dan wartawan.

    “Pembagian proyek itu di tahun 2017. Apakah masih ada lagi,” timpal Jaksa KPK. “Fraksinya Mandri Daud itu apa? Jangan ada yang ditutupi, jika memang Saudara lupa, kami pegang semua bukti BAP Anda sebelumnya, biar kami ingatkan,” kata Jaksa KPK.

    Jaksa KPK menanyakan ada penyerahan uang terhadap aparat penegak hukum, dalam rangka apa. Saksi menjawab tidak tahu. Saat ditanya soal pengeluaran Rp600 juta tersebut diberikan kepada oknum wartawan dari media apa?. Saksi terdiam untuk menyebutkan wartawan dari media apa penerima anggaran itu. “Ini besar sekali anggaranya sampai Rp600 juta, biar lebih jelas media apa,” tanya Jaksa KPK.

    Saksi menjawab lupa, menurut saksi penyerahan uang kepada wartawan perorangan, untuk media dia tidak mengingatnya. Jaksa kembali mengejar mempertanyakan perorangan tersebut siapa. “Riduan, Sandi, Saya lupa pak medianya apa,” katanya.

    Aliran Fee Proyek 20-35% Sejak 2015 Ke Bupati

    Dalam kesaksiannya, Fria mengakui, bahwa dari tahun 2015 hingga 2017, puluhan miliar rupiah mengalir dari rekanan ke Kadis PUPR untuk Bupati. Aliran fee 20 persen sejak tahun 2015, untuk setiap paket proyek. “Jadi, sebelum ke Bupati, uang fee itu terlebih dahulu disetorkan ke Syahbudin,” kata Fria.

    “Jadi uang itu disetor ke saksi terlebih dahulu, kemudian ke Syahbudin, selanjutnya diberikan ke Agung?” kejar JPU KPK Taufiq, memastikan jawaban Fria. “Iya benar,” tegas Fria.

    “Jadi ini catatan anda dari 2015, yang mana total pekerjaan Rp184 miliar dan fee nya sebesar Rp36 miliar, benar ya?” tanya Taufiq memastikan BAP. “Benar, tapi fee itu perkiraan saja, dan saya hanya terima dari pengumpulan Rp1 miliar,” jawab Fria.

    Fria menjelaskan untuk tahun 2016, dirinya juga bertugas mengumpulkan fee dari rekanan sebesar Rp1 miliar, dan sisanya melalui Taufik Hidayat, Akbar Tandi Irian, dan Syahbudin. “Tahun 2016, ada di catatan semua, total pagu Rp336 miliar, total fee Rp67 miliar,” kata Fria.

    Uang-uang tersebut, kata Fria, setelah dikumpulkan kemudian disetorkan ke Syahbudin. “Saya catat dibuku agenda saya untuk mengingat saat plotingan, agar tidak kelewat, ada dua buku agenda, dari tahun 2015 sampai 2017. Dan ada paraf setiap penerimaan dan penyerahan,” terang Fria.

    Untuk tahun 2017, lanjut Fria ada total pagu proyek sebesar Rp407 miliar dengan total fee Rp81 miliar. “Dan saya hanya terima dari rekanan sebesar Rp7,61 miliar,” jelas Fria.

    Jaksa Taufik kembali menanyakan, selain Fria, siapa saja yang dikumpulkan?. “Seingat saya, Erzal sebesar Rp4,9 miliar, Mangku Alam Rp7,8 miliar, Helmi Jaya Rp4,7 miliar, Syahbudin Rp6,3 milar, Karnadni Rp784 juta, Susilo Dwiko Rp540 juta, Franstori Rp34 juta, Gunaido Rp200 juta, Amrul Rp106 juta, Ansabak Rp900 juta, Ika orang dinas PUPR Rp70 juta, Sairul Haniba Rp40 juta, Yulias Dwiantoro Rp569,5 juta,” beber Fria.

    Dari pengumpulan fee itu, Fria mengaku mengambil fee sebesar Rp1,320 miliar untuk pekerjaan tahun 2018. “Tapi sampai sekarang yang saya ambil fee gak dapat pekerjaan karena tidak dikelola Syahbudin,” kata Fria.

    Fria menambahkan tahun 2018, dirinya juga tidak mengambil fee lagi lantaran Kadis PUPR dijabat oleh Franstori. “Kalau 2019, total nilai Rp88 miliar, fee Rp11 miliar dan saat itu yang bertugas Helmi Jaya, kalau saya mengumpulkan hanya Rp238 juta,” tandasnya.

    Apakah ada permintaan dalam pencairan anggaran? tanya Jaksa. “Ada, Desyadi, Kepala BPKAD, meminta 5 persen,” jawab Fria.

    Fria mengaku, uang potongan tersebut akan disetorkan ke Agung. “Menurut Desyadi, setelah dikurangi dengan pajak dan supervisi saya setor,” terang Fria. Yang menjelaskan pada tahun 2016, Dia menyetorkan fee Rp500 juta dan 2017 sebesar Rp700 juta. “Untuk 2018 dan 2019, saya tidak kelola,” katanya.

    Fria kembali menjelaskan bahwa dirinya hanya bertugas mencatat pencairan dan membayarkan. Selain itu, ada tugas dari Syahbudin yakni, mencatat semua pekerjaan di Dinas PU dan membantu Syahbudin memploting semua rekanan yang dapat pekerjaan di Lampura dari 2015 sampai 2017. “Apakah ada mencatat lain, seperti penerimaan fee?” tanya JPU Taufiq.

    “Ada penerimaan fee, ada catatan dari 2015, tapi yang saya terima,” jawab Fria yang juga mengaku mencatat beberapa penerimaan fee yang diambil oleh anggota dinas PUPR di buku agendanya. “Seperti Helmi (Kasi Alat Berat), Eko Erzal (staf Cipta Karya), Mangku Alam (Kasi Perencanaan), Syahbudin juga,” ujar Fria.

    Sementara pada tahun 2018, Fria mengaku sudah tidak ikut campur dalam ploting proyek dan fee proyek lantaran diambil alih oleh Plt Bupati Lampura Sri Widodo. “Dan 2019, saya gak banyak, karena ada Helmi Jaya yang ngurus penerimaan fee,” katanya.

    Fria menyebutkan kalau potongan fee untuk proyek fisik sebesar 20 persen dan non fisik sebesar 35 persen. “Dan saya hanya mencatat, sedangkan yang mendekte pak Syahbudin. Di mana pengaturan fee dimulai dari nama teratas, misalnya nama rekanan nomor satu, dia menyerahkan fee Rp50 juta, maka itu mendapatkan nilai pekerjaan Rp250 juta,” sebutnya.

    Fria pun tak mengetahui terkait fee tersebut untuk siapa, dan ia hanya mengetahui untuk Syahbudin.”Atau pihak lain?” sahut JPU Taufiq. “Kemudian ke Pak Agung, itu dari keterangan Pak Syahbudin bahwa itu untuk pak Agung dan sebagian untuk aparat hukum,” jawan Fria.

    Kode Kopiko

    Selain itu, dalam sidang lanjutan tersebut, Jaksa KPK juga menyebut ada kode ‘kopiko’ hasil tangkap layar atau screenshot percakapan via WhatApps terkait operasi tangkap tangan (OTT) bupati nonaktif Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara.

    Jaksa KPK mengonfirmasi pernyataan saksi terkait ‘kopiko’ yang dimaksud ialah KPK. Menggunakan kode agar tidak ketahuan jadi menggunakan bahasa samaran. Di percakapan terungkap kode ‘kopiko’ yang digunakan aparat kepolisian.

    Saksi Fria Afris mengatakan bahwa di 6 Oktober 2019, dirinya dan kepala dinas (PUPR) Syahbudin bertemu dengan polisi di Hotel Grand Anugerah, Kota Bandar Lampung. “Sekitar pukul 12.30 WIB, Syahbudin bertemu di Hotel Grand Anugerah untuk memberikan uang tunai. Setelah menyerahkan uang, disebutkan bahwa ‘kopiko’ sudah tiba,” ujar saksi. (red/**)

  • Alumi Perguruan Tinggi Se-Indonesia Dukung Prabowo-Sandi

    Alumi Perguruan Tinggi Se-Indonesia Dukung Prabowo-Sandi

    Jakarta (SL)-Capres nomor urut 02, Prabowo Subianto, mendapatkan dukungan dari alumni perguruan tinggi. Prabowo mengatakan dukungan itu merupakan suatu kepercayaan besar yang harus dijaga.

    Deklarasi alumni perguruan tinggi se Indonesia

    “Beban yang tidak ringan kepercayaan yang diberikan besar adalah suatu yang tidak boleh kita anggap remeh, tidak boleh kita terima saja,” kata Prabowo di Padepokan Pencak Silat TMII, Jakarta Timur, Sabtu (26/1/2019).

    Prabowo mengatakan dirinya maju di Pilpres 2019 karena banyaknya permintaan dari sejumlah anak bangsa Indonesia. Bagi dia, kesempatan untuk membenahi bangsa lewat Pilpres ini merupakan suatu tanggungjawab yang sangat besar.

    “Kami ingin tegaskan di sini bahwa keadaan negara keadaan bangsa meminta menuntut anak-anak bangsa yang punya rasa tanggungjawab untuk berdiri bertanggungjawab dan menawarkan diri kepada rakyat Indonesia untuk memikul tanggungjawab yang lebih besar,” ujarnya.

    Prabowo kemudian menyinggung kaum intelektual yang seolah-olah diam melihat ketidakadilan yang terjadi saat ini. Dia pun bersyukur akhirnya para cendikiawan dari kampus itu turun gunung.

    “Saya hari ini benar-benar mendapat dorongan yang sangat besar hari ini. Kenapa terus terang saja beberapa tahun ini saya prihatin melihat kaum intelektual di Indonesia seolah-olah diam di tengah ketidakadilan diam di tengah penzaliman rakyat, diam di tengah pemiskinan bangsa, diam di tengah menyerahnya kedaulatan, diserahkannya kedaulatan kepada bangsa lain,” paparnya. (dtk/nt)

  • Pengadilan Temukan Fakta Baru Terkait Kasus Fee Proyek Bupati Lampung Selatan

    Pengadilan Temukan Fakta Baru Terkait Kasus Fee Proyek Bupati Lampung Selatan

    Bandarlampung (12) Sidang lanjutan kasus fee proyek dengan terdakwa Bupati Lampung Selatan (nonaktif), Zainudin Hasan, Senin (14/1/2019), di Pengadilan Tipikor Tanjungkarang, menguak fakta-fakta baru. Kali ini, Kadis PUPR Lamsel Anjar Asmara memberikan keterangan bahwa seluruh unsur DPRD Lamsel hingga Ketua DPRD Lamsel, diberikan jatah proyek oleh Dinas PUPR Lamsel. “Semua anggota DPRD kami bagi yang mulia, bahkan Ketua DPRD pun kami berikan jatah proyek senilai Rp10 miliar. Itu kami berikan, sebagai jatah yang mulia,” beber Anjar Asmara di hadapan majelis hakim.

    Bahkan, Anjar juga menyebut bahwa ada beberapa rekanan yang direkomendasikan oleh Zainudin Hasan. Hal ini mengingat jabatan yang diberikan oleh Zainudin melalui lelang jabatan, untuk mengamankan kebijakan bupati.”Saya jadi kadis PU hasil lelang jabatan Yang Mulia,” ungkap anjar.

    Kemudian Hakim yang diketuai Mien Trisnawaty kembali menanyakan kepada Anjar tugasnya sebagai kadis PU. “Saudara jadi kadis PU tugasnya sebagai apa?” tanya Mien. Kemudian Anjar menjawab, “Untuk mengcover kebijakan bupati yang mulia,” jawab Anjar.”Kebijakan seperti apa?” tanya Mien”Paket proyek yang disebut oleh pak bupati yang mulia, setelah disebut namanya.

    Kemudian saya bertemu dengan rekanan yang dimaksud pak bupati, di rumah dinas Bupati Lamsel,” jelasnya.Mien terus mencecar pertanyaan kepada Anjar, mengingat seluruh paket proyek tersebut, ada didinas PUPR. “Saudara yang menentukan nilai paket proyek, atau siapa,” tanya Mien lagi.”Pak bupati Yang Mulia, kalau yang besar dia (Zainudin) yang menentukan. Kalau yang kecil saya yang mulia,” tambahnya.Berdasarkan pantauan, rilislampung id, tujuh saksi dihadirkan, dalam sidang Bupati Lamsel (Nonaktif) Zainudin Hasan, yakni Anjar Asmara, Agus Bhakti Nugroho, Sahroni,Hermasyah Harmidi, Thomas Amrico, Nanang Ermanto dan Hendry Rosad