Tag: Festival Ekonomi Syariah
-
Nissa Sabyan Pukau Pengunjung FESyar 2018
Bandarlampung (SL) — Group musik beraliran gambus, yang kini tengah digandrungi oleh pecinta musik islami, tampil memukau para penggemarnya dalam acara penutupan Festival Ekonomi Lampung Syariah 2018 Regional Sumatera, yang berlangsung di Lampung Walk, Minggu (5/8).Sabyan Gambus memukau dan membius para tamu undangan yang ada menyaksikan penutupan Festival Ekonomi Syariah (Fesyar) Bank Indonesia.Kehadiran vokalis Sabyan, Nissa Sabyan disambut histeris ribuan orang para kaum muda generasi mellenial yang hadir dalam acara tersebut. Annisa membuka penampilannya dengan lagu “Salam ya Habibi”.Penutupan Acara Festival Ekonomi Syariah (Fesyar) 2018 yang digelar oleh Bank Indonesia malam tadi begitu meriah dengan kehadiran Nissa Sabyan bersama Sabyan Gambusnya dengan membawakan beberapa lagu hitsnya seperti Deen Assallam, Yaa Maulana, untuk menghibur masyarakat Lampung.Nissa Sabyan yang terkenal dengan lagu Deen Assalam saat ini sedang digemari penggemarnya karena terus mencuri perhatian dengan lagu-lagu bernafas sholawat.Sabyan Gambus diketahui dengan lengkap personel Sabyan akan hadir yaitu Khoirunnisa alias Nissa (vokalis) dan Tubagus Syaifulloh alias Tebe (biola)Lalu, Anisa Rahman (backing vokal), Ahmad Fairuz alis Ayus (keyboard), Sofwan Yusuf atau Wawan (perkusi), dan Kamal (darbuka).Kepala Bank Indonesia Perwakilan Lampung Budiharto Setyawan, saat ditemui usai acara penutupan FESyar 2018 mengatakan, dipilihnya group musik Sabyan, karena sesuai tema penyelenggaraan ini yaitu Syariah, sehingga cocok jika ditampilkan dalam kegiatan ini. (Fajarsumatera) -
Fokus Inovasi BI Berdayakan Ekonomi Syariah dalam Industri Pertanian Digital
Bandarlampung (SL) – Pertumbuhan financial technology (fintech) atau teknologi finansial (tekfin) yang mencapai digit 1.705 perusahaan pada 2017, tertinggi di ASEAN serta tertinggi keempat di dunia adalah kabar baik di tengah iklim ekonomi disruptif saat ini.
Merujuk data nomor seluler aktif di Indonesia hingga mencapai agregat 350 juta nomor lintas operator, dan saat semua orang telah akrab dengan telepon cerdas, kini bukan masanya lagi menggunakannya hanya sebatas untuk komunikasi voice dan komunikasi data belaka, bermedsos ria misalnya, tapi telah menggejala untuk kegunaan yang lebih produktif, berbisnis.
Maraknya lahir platform aplikasi penjualan daring, e-dagang (e-commerce), yang konsisten tumbuh 1,8 persen per tahun dan penetrasi industrinya mencapai 49 persen, jadi bagian fenomena disrupsi digital dimana Indonesia jadi rupa model negara yang “keduluan” kehadiran tamu bernama Revolusi Industri 4.0.
Dengan penetrasi supercepat era data raksasa, intelijensia buatan, machine learning, otomasi robotik, dan tergantikannya tenaga manusia dengan sumber daya teknologi digital yang lebih efisien, harus dipandang sebagai peluang.
Kesuksesan GoJek, misal, dengan valuasi Rp8,7 triliun dan membukukan kontribusi Rp1,7 triliun ke seluruh mitranya pada 2017, mampu membelalakkan mata dunia.
Sehingga, secara responsif, sebagai instrumen makroprudensial negara, Bank Indonesia (BI) turut berkepentingan berdiri di garda terdepan dengan menggelontorkan program layanan inovatif, UKM Go Digital.
Demikian disampaikan Kepala Divisi Teknologi Finansial (Kadiv Tekfin) Departemen Kebijakan Dan Pengawasan Sistem Pembayaran (DKSP) Bank Indonesia Susiati Dewi, saat berbicara pada Seminar Digital Solution for Farming Industry, yang diorganisir Bank Indonesia (BI) kantor perwakilan Lampung, di Ballroom Hotel Swiss-bel, Telukbetung, Bandarlampung, Jum’at (3/8/2018), kemarin.
Membawakan materi inovasi layanan keuangan Syariah dalam peningkatan produktivitas pertanian di era digital, Susiati mampu membius ratusan peserta seminar yang merupakan rangkaian Festival Ekonomi Syariah (FESyar) Regional Sumatera 2018 itu, dengan paparan komunikatifnya.
Susiati mengatakan, jika dibandingkan, tetap lebih banyak untung daripada ruginya, atas moncernya pertumbuhan fintech ini. Sebagai pengampu teknologi baru berbasis internet, fintech makin ke sini makin memanjakan end-usernya termasuk petani dan rakyat perdesaan.
“Kini nasabah bank termasuk nelayan dan petani, lebih banyak punya pilihan transaksi perbankan dan layanan keuangan yang all in, serba digital. Semua serba lebih cepat dan kaya metode, rangkaian transaksinya makin pendek, makin inklusif. Petani, kini bisa langsung connect dengan pemasok pakan, pabrik pupuk, dan pembeli produk,” terang dia.
“Secara inklusi keuangan, terkait penetrasi ruang lingkup produk dan jasa perbankan termasuk yang berdimensi syariah, kami juga terus memonitor tumbuh kembang akun rekening aktif yang untuk kategori nasabah usia dewasa saja mencapai total 49 persen dari total nasabah,” ujar wanita berhijab ini.
Susiati menjelaskan, BI juga melakukan sejumlah fasilitasi ihwal digital farming. Mulai pemanfaatan teknologi digital, teknologi drone, melajukan replikasi dan duplikasi pilot percontohan industri tekfin untuk perluasan skala nasabah atau coverage konsumen, dan mempertajam keterpaduan input basis data sebagai sumber daya kebijakan.
“Guna memperpendek rantai pasok, dalam upaya mempertemukan penjual dan pembeli, BI sudah masuk ke klaster-klaster pertanian. Tetapi kami belum bisa masuk ke skala yang lebih end-to-end,” akunya, di hadapan dua ratusan peserta seminar.
“Melalui pendekatan syar’i, berbasis enam poin pembiayaan syariah yang telah baku, kami optimis skema bagi hasil khas syariah yang diterapkan dalam pola kolaboratif pertanian digital ini, ke depan akan lebih masif. Misalnya 40 persen untuk investor, 20 persen petani, 20 persen untuk pemilik platform,” imbuh Susiati.
Ditambahkan dia, kini BI tengah menguji coba pilot percontohan digital farming ini di Jambi, Jawa Barat, dan Kalimantan Barat.
Bagaimana cara BI mempercepat implementasinya? “Berbasis komunitas, fintech lebih efektif. Mengorganisir petani, mendekatkannya pada fintech, mengajak serta investor masuk, hingga timbul akad karena berbasis syariah, ada imbal hasil dan seterusnya, itu yang kami lakukan,” paparnya.
“Menjadi bagian optimisme kami, kerja keras membumikan ekonomi digital syariah ini ke depan bakal mampu menyasar 51 persen masyarakat unbanking kita,” harapnya.
“Kendala tentu ada. Itu tantangan bagi proses pengembangannya, yang harus disulap jadi peluang dan potensi luar biasa bagi upaya pertumbuhan ekonomi Indonesia. Ini kalau kita sepakat, Indonesia bakal jadi the big economy dunia. Indonesia satu juta fintech, kenapa tidak?” pungkasnya, disambut aplaus peserta.
Bersama Susiati, hadir CEO i-Grow Andreas Senjaya, CEO i-Fishery Gibran Huzaifah, Ketua Umum Yayasan Desapolitan Indonesia (Desindo) Zaidirina, dan CEO Darmajaya Corporation Davit Kurniawan, sebagai narasumber seminar yang dimoderatori doktor agrobisnis Fakultas Pertanian (Faperta) Unila, Hanung Ismono itu. [red/mzl]
-
Teknologi Agrobisnis Presisi, Aras Baru i-Grow Tingkatkan Valuasi
Bandarlampung (SL) – Sebagai pelaku usaha rintisan (start-up) berbasis agrobisnis digital, pengalaman mencari klaster pemodal justru langkah paling mudah dalam skim kolaborasi antarpemangku yang ditaja perusahaan start-up bertumbuh, i-Grow.
Buah keseriusan menapaki tahap demi tahap pemuliaan proses kreatif lazimnya sebuah start-up ini, seolah ingin mematahkan keluh kesah banyak orang yang masih coba bertahan jadi pebisnis konvensional, atau yang akibat efek disrupsi berusaha transformatif ke ranah digital, di tengah sulitnya akses dan ketiadaan agunan memperoleh modal.
Sebagai pihak yang sukses mempertemukan kumpulan pemangku pertanian dalam satu platform, i-Grow berupaya gigih meningkatkan derajat kolaboratifnya sebagai kata kunci.
Mulai jejaring pemilik modal berpenghasilan stabil sehingga bisa berinvestasi menaik bertahap, petani berkemampuan khusus (skill farmer), para pembeli (off-taker) sebagai end-user sekaligus pemangku hilir, hingga mitra pemilik lahan yang kini tercatat 2.800 hektare tersebar di Sumatera, Jawa, Bali, dan Sulawesi.
Koordinasi ketat antarpemangku, terbukti hebat mengkonsolidasikan platform aplikasi teknologi digital i-Grow, yang hingga kini telah menautkan sedikitnya 28 komoditas pertanian unggulan dalam menu saji layanan produk platformnya di layar ponsel pintar kita.
CEO i-Grow Andreas Senjaya menjelaskan hal ini saat presentasi makalah Precision Agriculture Technology dalam Optimalisasi Lahan Pertanian di Indonesia, selaku pembicara Seminar Digital Solution Digital Solution for Farming Industry, yang dihelat Bank Indonesia (BI) Kantor Perwakilan Lampung, di Ballroom Hotel Swiss-bel, Bandarlampung, Jum’at (3/8/2018).
Berupaya meningkatkan valuasi hasil, saat yang sama tetap sigap mempertahankan performa platform tepercaya, pada praktiknya kembali pada prinsip apa yang dibutuhkan pasar.
“Baru-baru ini kita dihebohkan dengan kelangkaan telur massal. Segera kami sikapi dengan menyediakan jalur pemasok, tetap dengan harga kompetitif. Tahun lalu, ramai isu garam impor, kami segera gerak cepat hingga punya mitra pemilik tambak garam di Jawa Barat yang mampu mencukupi kebutuhan mitra off-taker kami,” jelas Andreas, technopreneur bertubuh jangkung ini.
Berbicara di hadapan dua ratusan peserta asal mahasiswa Ilmu Komputer Unila dan Institut Teknologi Sumatera (Itera), pelaku start-up, komunitas GenBI Lampung, utusan ponpes, konsultan pendamping desa, hingga para pegiat Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) se-Lampung, Andreas tampil memukau.
Menurut dia, memasuki kiprah tahun kelima, kini i-Grow tengah mengujicoba serius konsep green house, sebagai ujud teknologi terapan pertanian agrobisnis secara presisi.
“Kebaikan teknologi berperan disana. Pernah kebayang nggak, menanam tomat di gunung pasir? Nah, itu kami coba, ternyata bisa. Selagi kita mau berusaha, ada aja jalannya,” kata dia.
Kini, lanjut dia, setelah empat tahun fokus tahap finalisasi perkuatan permodalan dan stakeholder penanaman, tahun 2018 ini i-Grow memasuki lompatan fokus baru, yakni meniti upaya optimalisasi hasil dengan pemanfaatan teknologi agrobisnis dan teknologi digital.
“Bapak Ibu pernah lihat orang menanam di kontainer? Itu salah satu solusi i-Grow menjawab kebuntuan petani atas ketiadaan maupun keterbatasan lahan,” ujar Andreas.
“Ini juga sedang kami coba. Dengan memanfaatkan teknologi pengganti drone yang masih terkendala suplai baterai terbatas, kami ganti dengan kamera sensorik guna kontrol ketat detail progres penanaman,” terang dia.
“Kapasitas unsur mineral dalam tanah, juga nutrisi tanaman, lebih presisi deteksinya menggunakan teknologi ini. Termasuk, urusan identifikasi hama penyakit,” tambahnya.
Berikutnya, masih lanjut pengampu plaform digital yang sukses mengkonsolidasikan sekitar 10,5 juta tanaman komoditas agrobisnis dalam satu genggaman gawai berbasis Android ini, pihaknya juga tengah berinovasi serius melakukan pengembangan platform block chain sebagai daya dukung tanpa putus.
“Kami percaya, ide kreatif selama itu smart, hasilnya pun tak kalah smart. Karenanya kami senantiasa mendasarkan diri pada informasi kredibel sebagai sumbu kebijakan. Agar apa?”
“Kami punya misi, dan itu terus kami perjuangkan, agar petani digital kita, beroleh angka keekonomian produknya paripurna. Satuan harga per komoditas pertaniannya tidak terpengaruh tingkat laju inflasi,” tutupnya.
Paparan yahud Andreas, senada dengan harapan panitia, yang mendatangkannya bersama pengampu start-up budidaya perikanan, CEO i-Fishery Gibran Huzaifah, untuk berbagi kisah sukses yang diharapkan mampu menginspirasi petani baik konvensional maupun digital di bumi agrobisnis, Lampung.
Selain keduanya, juga hadir berbicara, Ketua Umum Yayasan Desapolitan Indonesia (Desindo) Zaidirina dan CEO Darmajaya Corporation yang juga pegiat Krakatau Digital Movement (KDM) Lampung, Davit Kurniawan.
Selaku tuan rumah, Bank Indonesia menghadirkan narasumber Kepala Divisi Teknologi Finansial (Kadiv Tekfin) Departemen Kebijakan Dan Pengawasan Sistem Pembayaran (DKSP) BI Susiati Dewi.
Berlangsung interaktif, seminar yang dimoderatori akademisi Faperta Unila Hanung Ismono itu, rangkaian even syar’i terbesar Sumatera tahun ini, Festival Ekonomi Syariah (FESyar) Regional Sumatera 2018 yang dipusatkan pula di Lampung Walk, Bandarlampung, dan akan berakhir Minggu (5/8/2018), besok. [red/mzl]
-
Jadikan Teknologi Digital, Sahabat Budidaya Perikanan
Bandarlampung (SL) – Masih adanya mispersepsi terhadap eksistensi teknologi yang dianggap sebagai substitusi produk atau layanan, butuh pembetulan. Fenomena lahirnya GoJEK sebagai platform aplikasi transportasi publik digital terbesar di Asia, dan jadi pionir penyelesai masalah hilirisasi kebutuhan transportasi publik, dengan sendirinya mematahkan pendapat tersebut.
Kini teknologi lebih dipandang sebagai bentuk evolusi produk atau layanan. Seperti ponsel, terus meningkat model, jenis, ulititas, hingga kapasitas teknologinya yang berkemampuan jadi digital assistant penggunanya.
Itu pula yang muaranya melatari kelahiran platform aplikasi digital akuakultur asal Bandung, Jawa Barat, i-Fishery.
Dalam perjalanannya, para pelaku usaha rintisan (start-up) budidaya perikanan baik perikanan darat, perikanan pantai/laut, maupun pertambakan udang ini menjadi sangat dekat dengan keseharian hidup pembudidaya ikan, para nelayan, dan petambak udang. “Nyemplung”, atau sekadar berlama-lama di bibir kolam memonitor tumbuh kembang ikan, jadi bagian hidup mereka.
Demikian petikan testimoni CEO i-Fishery Gibran Huzaifah, milenial sukses yang didapuk jadi salah satu pembicara Seminar Digital Solution in Farming Industry, yang digelar Bank Indonesia (BI) Kantor Perwakilan (KPw) Lampung, di Ballroom Hotel Swiss-bel, Bandarlampung, Jum’at (3/8/2018).
Gibran, sapaan karibnya, tidak sendiri. Hadir bersamanya, bos start-up pertanian agrobisnis digital, CEO i-Grow Andreas Senjaya. Juga ada Kepala Divisi Teknologi Finansial (Kadiv Tekfin) Departemen Kebijakan Dan Pengawasan Sistem Pembayaran (DKSP) BI Susiati Dewi, Ketua Umum Yayasan Desapolitan Indonesia (Desindo) Zaidirina, dan bos start-up WarungTetangga.id, CEO Darmajaya Corporation Davit Kurniawan.
Dalam presentasinya berjudul Smart Feeder System dalam rangka Peningkatan Efisiensi Budidaya Perikanan itu, Gibran mengatakan, sebagai pelaku lapangan, pihaknya melakukan apa yang seharusnya start-up lakukan, membasiskan diri pada validitas data yang dirangkum dalam basis data seluruh unsur hulu-hilir budidaya.
Tumbuhnya kepercayaan dari para mitra pembudidaya, jadi modal investasi sosial mereka dalam mengkapitalisasi sumber daya dan pengembangan platform
“Pengalaman berbudidaya ikan di Lampung, kita tahu mayoritas biaya 90 persen tersedot di pakan. Sementara untuk udang berkisar 50 persen komponen biayanya habis di pakan. Detailnya kami pelajari betul, sampai kami tahu, bisa memetakan, hari apa, jam berapa, dimana saja, kolam ikan yang sedang banjir pakan, atau yang sedang dilanda kelangkaan,” papar dia.
“i-Fishery bahkan telah bisa jadi asisten para pembudidaya, kami kasih tahu bahwa kolam Bapak terpapar polutan, atau terlalu banyak nutrisi larut serta pakan rusak, misalnya,” tegasnya pula.
“Tantangannya sungguh berat, Bapak Ibu. Hingga kini, masih saja kami temui anak muda yang bilang, kalau menekuni pertanian, menggeluti budidaya perikanan itu sama sekali nggak keren,” ucap Gibran tergelak, disambut tawa peserta seminar.
Secara platform, kata dia, i-Fishery bukan hanya sekadar ambil posisi meringankan, namun lebih pada tugas memvalidasi daftar kebutuhan tahapan pembudidayaan ikan dan udang mitra.
“Dengan teknologi, i-Fishery ikut membantu pembudidaya ngasih makan ikan, dengan terapan teknologi sensor gerak, vibrasi, yang hasilnya bisa jelas dirasakan. Kami bisa mengakselerasi proses pemanenan dibawah waktu normal, dengan biaya yang lebih efisien, jumlah panen yang lebih banyak,” terangnya.
“Poinnya terkoordinasi. Teknologi kami dilengkapi basis algoritma spesifik yang terukur pada kolam yang berbeda dan yang pasti, mengenyangkan,” tandasnya, lagi-lagi tergelak.
“Kebetulan kami telah hadir di Lampung. Seperti di Metro, mitra kami disana ada yang mulanya hanya mengikutkan 10 kolam, kini telah berkembang hingga 176 kolam,” akunya.
Pria berbadan tinggi kurus ini menambahkan, ribuan titik kolam ikan milik para mitra pembudidaya, kini telah ter-cover i-Fishery. Mulai dari Lampung, Sumatera Selatan, hingga Nusa Tenggara Barat (NTB).
Dirinya menceritakan, konsep learning by doing dengan sendirinya menyatu dengan keseharian para penggiat start-up unik ini. “Kami nggak canggung lagi dengan segala jenis ikan, mulai lele, nila, patin, udang vanname, dan lainnya,” ungkap Gibran.
Dengan nada berkelakar, dia mengklaim barangkali hanya i-Fishery lah satu-satunya start-up di dunia yang bisa mengidentifikasi ikan sakit.
“Platform kami dilengkapi selain teknologi satelit, juga basis data prakiraan cuaca, analisa perilaku ikan, hingga prediksi akurat hasil panen per kolam. Juga, secara otomatis kami terbentuk karakternya sebagai konsultan perikanan. Contoh, hari ini, siapa market leader pakan ikan di Lampung kami tahu, dimana saja jejaring pasarnya kami pun tahu. Semacam itulah,” bebernya.
Menyinggung akses perbankan dan inklusi keuangan pembudidaya termasuk skema pembiayaan syariah, Gibran mengakui perikanan budidaya termasuk sektor dengan risiko perbankan tinggi. Karenanya, pihaknya selain didukung sindikasi modal jejaring perbankan dan asuransi, juga mengandalkan diri pada analisis credit-scoding serta validasi berbasis manajemen informasi per algoritma.
“Tiada yang tanpa risiko. Dengan kemampuan teknologi kami yang mampu memprediksi kapan panen, berapa ton hasilnya, kami relatif yakin, sejauh ini minimal kami sukses hasil,” tandas dia.
“Kami bangga bisa berguna bagi banyak orang. Membantu peternak ikan, pembudidaya udang, memutus rantai pasok, memutus tengkulak. Dengan berbasis data, monitoring ketat, dan sensor lapangan,” ungkapnya kembali.
“Pada akhirnya, teknologi apalagi teknogi digital jadi bagian solusi produk atau layanan publik. Kami telah buktikan itu. Dari teknologi satu ke evolusi teknologi lainnya, disitulah banyak muncul value yang pertambahannya bisa ditemukan, bisa semakin berguna bagi kita,” tutup Gibran, disahuti aplaus peserta.
Diketahui, seminar kaya success story yang dipandu moderator Hanung Ismono, pakar agrobisnis Faperta Unila itu, bagian rangkaian even syar’i terbesar Sumatera tahun ini, Festival Ekonomi Syariah (FESyar) Regional Sumatera 2018 yang dipusatkan pula di Lampung Walk, Bandarlampung, dan akan berakhir Minggu (5/8/2018), besok. [red/mzl]