Tag: Gunung Anak Krakatau

  • Hingga Siang Ini Anak Krakatau 3 Kali Erupsi, Terparah Pagi Tadi

    Hingga Siang Ini Anak Krakatau 3 Kali Erupsi, Terparah Pagi Tadi

    Lampung Selatan, sinarlampung.co Gunung Anak Krakatau yang terletak di perairan Selat Sunda tepatnya di Kecamatan Punduh Padada, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung kembali erupsi. Bahkan, berdasarkan informasi yang dihimpun sinarlampung.co, Gunung Anak Krakatau mengalami tiga kali erupsi, terhitung mulai pagi sampai siang ini, Kamis (14/12/2023).

    Menurut situs Magma Indonesia, Gunung Anak Krakatau pertama kali erupsi sekitar pukul 05.37 WIB. Tinggi kolom abu teramati sekitar 1000 meter di atas puncak atau sekitar 1157 meter di atas permukaan laut. Kolom abu teramati berwarna kelabu dengan intensitas tebal ke arah utara. Erupsi ini terekam di seismograf dengan amplitudo maksimum 55 milimeter dan durasi 20 detik.

    Kemudian erupsi kembali terjadi sekitar pukul 10.10 WIB dengan tinggi kolom abu teramati sekitar 800 meter di atas puncak sekitar 957 meter di atas permukaan laut. Kolom abu teramati berwarna kelabu dengan intensitas sedang hingga tebal ke arah utara. Erupsi ini terekam di seismograf dengan amplitudo maksimum 52 milimeter berdurasi 20 detik.

    Siangnya, sekitar pukul 12.12 WIB, awan yang disemburkan Gunung Anak Krakatau pada sesi ketiga ini mencapai ketinggian sekitar 800 meter di atas puncak atau sekitar 957 meter di atas permukaan laut. Kolom abu teramati berwarna kelabu dengan intensitas sedang hingga tebal ke arah timur laut. Erupsi ini terekam di seismograf dengan amplitudo maksimum 70 milimeter dan durasi 25 detik.

    Dengan demikian, masyarakat diimbau untuk tidak mendekati Gunung Anak Krakatau atau beraktivitas di radius lima kilometer dari kawah aktif. (Red/*)

  • Masyarakat Diimbau Tak Dekati Kawasan Gunung Anak Krakatau di Radius 5 KM

    Masyarakat Diimbau Tak Dekati Kawasan Gunung Anak Krakatau di Radius 5 KM

    Lampung Selatan, sinarlampung.co – Masyarakat dan nelayan yang bermukim di Pulau Sebesi, Desa Tejang, Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan diimbau untuk tidak mendekati Gunung Anak Krakatau (GAK) dalam radius lima kilometer. Sebab, GAK kini tengah mengalami erupsi, Rabu (13/12/2023) sekitar pukul 12.02 WIB.

    “Saat ini Gunung Anak Krakatau berada pada Level III, Siaga, dengan rekomendasi masyarakat, nelayan, pendaki gunung, tidak mendekati gunung dengan radius lima kilometer,” kata Kepala Pos Pantau Gunung Anak Krakatau Andi Suardi dilansir ANTARA, Rabu (13/12/2023).

    Andi mengatakan, GAK yang berada di perairan Selat Sunda, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung itu mengalami erupsi dengan tinggi kolom abu teramati sekitar 600 meter di atas puncak atau sekitar 757 meter di atas permukaan laut.

    “Kolom abu teramati berwarna kelabu dengan intensitas sedang, condong ke arah timur laut. Erupsi terekam di seismograf dengan amplitudo maksimum 65 mm dan durasi 40 detik,” jelas Andi. (***)

  • Puluhan Kali Gempa Anak Krakatau Siaga III Ronggowarsito Ramal Meletus Mengguncang Dunia

    Puluhan Kali Gempa Anak Krakatau Siaga III Ronggowarsito Ramal Meletus Mengguncang Dunia

    Bandar Lampung (SL)-Aktivitas Gunung Anak Krakatau sedang meningkat, dikutip dari laman resmi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) magma.esdm.go.id. statusnya naik ke level III Siaga per hari ini, Sabtu, 2 Juli 2022.

    Gunung Anak Krakatau yang terletak di Kabupaten Lampung Selatan itu menunjukan tanda-tanda bahaya dengan ditandai adanya gempa bumi yang terjadi puluhan kali dengan jenis frekuensi dan sumber kedalaman variatif.

    Laporan Fahrul Roji menyampaikan empat jenis gempa berbeda yang dialami gunung berketinggian 157 mdpl per hari ini, Gunung Anak Krakatau diketahui sempat mengalami 3 kali gempa Hembusan dengan amplitudo 9 hingga 20 mm, serta durasi gempa selama 7 sampai 30 detik.

    Kemudian terjadi 20 kali gempa Low Frequency dengan amplitudo 16 sampai 49 mm, serta lama gempa mencapai 6 sampai 16 detik. Setelah itu ada 6 kali gempa Vulkanik Dangkal berdurasi 6 sampai 14 detik dengan amplitudo 11 hingga 23 mm.

    Selain itu gunung Krakatau juga dilaporkan sempat alami 1 kali gempa Tremor Menerus dengan amplitudo 1-10 mm, dominan 1 mm. Dari hasil pemantauan kegempaan Anak Krakatau 90 hari terakhir, jumlah gempa low frequency dan hembusan bahkan sempat capai jumlah ratusan per tanggal 26 Juni 2022.

    Dengan adanya kenaikan status menjadi siaga III, PVMBG mewanti-wanti kepada masyarakat dan para pendaki untuk tidak beraktivitas dulu di wilayah sekitar gunung sampai keadaan membaik.

    ” Masyarakat/pengunjung/wisatawan/pendaki tidak mendekati Gunung Anak Krakatau atau beraktivitas dalam radius 5 km dari kawah aktif,”tulis dalam laporan tersebut.

    Adapun cuaca Gunung Anak Krakatau dilaporkan berawan disertai hembusan angin lemah ke arah timur laut. Sementara suhu udara mencapai 26-26.1°C dengan kelembaban 54 sampai 59 persen.

    Seperti diketahui, gunung yang terletak di perairan Selat Sunda, antara Provinsi Banten dan Lampung itu memang rawan timbulkan bencana. Sebelumnya, Gunung Anak Krakatau dilaporkan kembali mengalami erupsi, yaitu kemarin, Jumat, 1 Juli 2022.

    Gunung tersebut mengeluarkan abu vulkanik sekitar 500 meter di atas puncak. Dari hasil pantauan, abu vulkanik Gunung Anak Krakatau bahkan mencapai sekitar 1.000 meter.

    Ramalan Ronggowarsito

    Sebuah ramalan yang melegenda dari seorang pujangga Jawa bernama Ronggowarsito. dalam kitab raja Purwa, pujangga Kerajaan Surakarta itu meramalkan akan bencana besar dari letusan sebuah gunung pada tahun Saka 338 (416 Masehi).

    Gunung yang ditulis sebagai “gunung kapi” itu diyakini sebagai Gunung Krakatau, gunung yang letusan nya pada tanggal 27 Agustus 1883 sempat membuat dunia gelap gulita.

    “ Seluruh dunia terguncang hebat dan Guntur menggelegar diikuti hujan lebat dan badai tetapi air hujan itu bukannya mematikan ledakan api gunung Kapi, melainkan semakin mengobarkannya; suaranya mengerikan; akhirnya gunung Kapi dengan suara Dahsyat meledak berkeping-keping dan tenggelam ke bagian terdalam dari bumi”.

    Kitab yang salinannya tersimpan di Perpustakaan Nasional, Jakarta itu diterbitkan 14 tahun sebelum Krakatau meletus dahsyat. Apalagi Ronggowarsito kembali menerbitkan lagi pada tahun 1885 atau 2 tahun setelah Krakatau meletus dan semakin menguatkan bahwa gunung Kapi yang dimaksud adalah Krakatau.

    “ Di tahun Saka 338 (416 Masehi) sebuah bunyi menggelegar terdengar dari gunung Batuwara yang dijawab dengan suara serupa yang datang dari gunung Kapi yang terletak di sebelah barat Banten modern”.

    Letusan Gunung Krakatau itu membuat Anyer Banten mengalami tsunami hebat. Letusan itu juga menghilangkan Gunung Krakatau Purba dan menyisakan pulau-pulau kecil.

    Letusan itu juga membuat gelombang laut yang tinggi, tsunami dan menghantam pesisir Lampung dan Jawa Barat. Pulau Sertung, Panjang, dan Rakata terbentuk dari hasil letusan dahsyat Karakatau Purba yang terjadi sekitar awal abad V atau VI.

    Diketahui Ronggowarsito lahir pada 14 Maret 1802 dan wafat pada 24 Desember 1873 (usia 71 tahun). Ronggowarsito diangkat sebagai pujangga utama Kasunanan Surakarta oleh Pakubuwana VII pada tanggal 14 September 1845. Ia dikenal sebagai peramal ulung dengan berbagai macam ilmu kesaktian pada masanya. (Eri/Red)

  • Teror Kapal Penyedot Pasir

    Teror Kapal Penyedot Pasir

    Bandar Lampung (SL)-Sebuah kapal penyedot pasir tampak jangkar di tengah laut dekat Kawasan Gunung Krakatau (GAK). Warga Pulau Sebesi mengkhawatirkan kapal tersebut kembali beroperasi setelah sempat dihalau beberapa bulan lalu.

    Kapal pengeruk pasir wilayah GAK

    Kapal penyedot pasir itu terlihat Sabtu (23/11). Warga Desa Tejang Pulau Sebesi terus memantau gerak-gerik kapal yang setiap saat dapat dengan cepat merangsek masuk lagi ke kawasan Gunung Anak Krakatau. “Kami terus memantau pergerakan kapal. Kami tidak ingin kapal itu beroperasi lagi di sini,” ujar Arifin, tokok masyarakat setempat.

    Arifin menduga kapal yang terlihat jangkar di tengah laut tersebut adalah kapal yang sama yang pernah diusir warga beberapa waktu lalu. Diketahui, beberapa bulan lalu, warga Pulau Sebesi berhasil menghalau kapal penyedot pasir dan kapal tongkang penadah pasir di perairan GAK.

    Bahkan, warga sempat menggeledah isi kapal sebelum mengusirnya, menjauh dari kawasan GAK. Diduga, aktifitas penambangan pasir hitam di sekitar kawasan ini ilegal. (iwa)

  • PVMBG : Tingkat Aktivitas GAK Level III (Siaga)

    PVMBG : Tingkat Aktivitas GAK Level III (Siaga)

    Bandarlampung (SL) – Sudah beberapa kali Gunung Anak Krakatau mengalami erupsi. Namun erupsi yang paling berimbas adalah pada 22 Desember 2018 lalu. Sejak tengah malam tadi hingga pagi hari, tercatat sebanyak 13 letusan terjadi di Gunung Anak Krakatau dengan durasi yang berbeda-beda.

    Informasi dari situs resmi Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) tertulis bahwa letusan tersebut terjadi dalam kurun waktu pukul 00.00-06.00 WIB. Dengan tremor menerus (microtremor) terekam dengan amplitudo 2-21 mm (dominan 6 mm). Suhu udara di sekitar Gunung Anak Krakatau sekitar 25-26 °C dengan kelembaban udara 91-94%.

    “Gunung jelas. Asap kawah bertekanan sedang teramati berwarna putih dengan intensitas tebal dan tinggi 1000 m di atas puncak kawah. Tingkat aktivitas Gunung Anak Krakatau level III (siaga). Oleh karena itu, masyarakat dan wisatawan tidak diperbolehkan mendekati kawah dalam radius 5 km dari kawah,” tulisnya Jumat (4/1/2019).

    Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan beberapa waktu lalu diberbagai media bahwa retakan ini berpotensi untuk menjadi longsor jika ada tremor atau getaran saat erupsi. Meskipun luas arenanya relatif kecil.

    “Berpotensi untuk berkembang menjadi longsor atau runtuhan bawah laut bila terjadi tremor saat erupsi nantinya. Karena luas area dan volums yang akan longsor relatif kecil, maka diperkirakan potensi tsunami yang ditimbulkan juga lebih kecil,” jelas Dwikorita.

    Sementara itu, Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI Angkatan Laut (Pushidrosal) menemukan adanya perubahan kontur kedalaman 20 sampai 40 meter lebih dangkal pasca erupsi Anak Krakatau kemarin.

    Menurut Kapushidrosal Laksda TNI Harjo Susmoro saat dikonfirmasi laman merdeka.com mengatakan, pendangkalan disebabkan tumpahan magma dan material longsoran Gunung Anak Krakatau yang jatuh ke laut.

    Penemuan ini juga diperkuat dengan pengamatan visual radar dan analisis dari citra ditemukan perubahan morfologi bentuk Anak Gunung Krakatau pada sisi sebelah barat seluas 401.000 meter persegi atau lebih kurang sepertiga bagian lereng sudah hilang dan menjadi cekungan kawah menyerupai teluk.

    “Pada cekungan kawah ini masih dijumpai semburan magma gunung anak Krakatau yang berasal dari bawah air laut,” ujar Harjo. (Inilahonline)

  • Puncak Gunung Anak Krakatau ‘Menciut’

    Puncak Gunung Anak Krakatau ‘Menciut’

    Bandarlampung (SL) – Tubuh Gunung Anak Krakatau (GAK) ‘menciut’ dari sekitar 150-180 juta m3 diperkirakan saat ini antara 40-70 juta m3. Tingginya juga sudah kalah dengan pulau yang ada di dekatnya, ketinggiannya 110 meteran DPL. Hal ini berdasarkan pengamatan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) secara visual, Jumat ( 28/12), pukul 00.00-12.00 WIB.

    Tampak, GAK yang difoto oleh @syarif_jagaselaluhatimu dari Desa Waymuli, Kecamatan Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan, Jumat (28/12), pukul 15.00 WIB, lebih tenang dan lebih rendah dari dua pulau di sampingnya.

    Perbandingan tubuh GAK, menurut pengamatan lapangan,  dari tinggi semula 338 meter sekarang tingginya tinggal 110 meter berdasarkan perbandingan dengan dua pulau di dekatnya. GAK kini lebih lebih rendah dari kedua pulau tersebut, yakni Pulau Sertung yang memiliki ketinggian 182 meter sedangkan Pulau Panjang memiliki ketinggian 132 meter.

    Asap maksimum 200-3000 meter di atas puncak kawah Gunung Anak Krakatau. Letusan tersebut dengan abu vulkanik bergerak ke arah timur-timurlaut, sedangkan cuaca teramati berawan-hujan dengan arah angin dominan ke timur-timur laut.

    Selanjutnya, pada pukul 14.18 WIB, cuaca cerah dan terlihat asap letusan tidak berlanjut. Terlihat tipe letusan surtseyan, terjadi karena magma yang keluar dari kawah Gunung Anak Krakatau bersentuhan dengan air laut. Pada saat tidak ada letusan, teramati puncak Gunung Anak Krakatau tidak terlihat lagi. Berdasarkan hasil analisis visual, terkonfirmasi bahwa Gunung Anak Krakatau yang tingginya semula 338 meter, sekarang tingginya tinggal 110 meter.

    PVMBG juga mencatat adanya perubahan pola letusan pada Kamis (27/12), pukul 23.00 WIB. Saat ini, letusan bersifat impulsif, sesaat sesudah meletus tidak tampak lagi asap yang keluar dari kawah GAK. Potensi bahaya dari aktivitas letusan GAK dengan kondisi saat ini yang paling memungkinkan adalah terjadinya letusan-letusan surtseyan, terjadinya pertemuan magma dengan permukaan air laut.

    Meskipun bisa banyak menghasilkan abu vuklanik, tapi tidak akan menjadi pemicu tsunami. Potensi bahaya lontaran material lava pijar masih ada dengan jumlah volume yang tersisa tidak terlalu besar. (Rml)

  • Dinas Pariwisata Lampung “Gagal Paham” Soal GAK

    Dinas Pariwisata Lampung “Gagal Paham” Soal GAK

    Bandar Lampung (SL) – Dinas Pariwisata Lampung gagal paham soal regulasi  Gunung Anak Krakatau (GAK). Dinas seharusanya mendorong Kemen LHK mengeluarkan regulasi penurunan sedikit fungsi GAK.”Melalui Dirjen KSDAE Kemen LHK, Dinas Pariwisata semestinya mendorong untuk mempercepat regulasi penurunan sedikit fungsi, bukan penurunan status cagar alam GAK,” kata Edy Karizal.

    ”Jangan salah kaprah,” ujar ketua Keluarga Pecinta Alam Watala Lampung itu kepada RMOL Lampung, Senin (27/8).

    Menurut alumni Faperta Unila itu, keinginan Pemprov Lampung terkait pemanfaatan sedikit bagian GAK untuk pariwisata telah direspon positif oleh Kemen LKH.

    Semestinya, kata Edy Karizal, yang diseminarkan atau yang dibahas bagaimana mendesak Kemen LHK dan apa-apa yang harus dipersiapan perangkat pendukungnya.

    Dicontohkannya, misalnya, fasilitas pendukung, masyarakat sekitar, pelaku/pengusaha jasa wisata, NGO sebagai kontrol, dan pers ya f ikut memantau.

    GAK sebagai cagar alam merupakan kewenangan pemerintah pusat sehingga Pemprov Lampung sama sekali tidak memiliki kewenangan dalam upaya pengambangan wisata di GAK sebelum ada perubahan regulasi baru tentang usulan BKSDA.

    Soal Gunung Anak Krakatau (GAK), belum ada titik temu antara BKSDA dan Dinas Pariwisata Lampung pada Seminar Vulkanologi Krakatau dan Pemanfaatannya di Masa Depan.”

    Jumat lalu (24/8), Pemprov Lampung menggelar seminar tentang pemanfaatan GAK untuk pariwisata dalam rangkaian Lampung Krakatau Festival (LKF) XXVIII Tahun 2018 di Hotel Bukit Randu, Bandarlampung.

    BKSDA Wilayah Lampung-Bengkulu tetap memegang tugasnya menjaga GAK sebagai cagar alam, tak boleh dikunjungi siapapun selain untuk kepentingan ilmiah, penelitian dan ilmu pengetahuan.

    Sedangkan Dinas Pariwisata Lampung berkeinginan menjadikannya kawasan wisata alam. Lampung telah lama menjadikan GAK sebagai ikon wisata Provinsi Lampung.

    (net)

  • Aktivitas Vulkanik Gunung Anak Krakatau Terus Meningkat, Puskesmas Rajabasa Bagikan Masker Gratis

    Aktivitas Vulkanik Gunung Anak Krakatau Terus Meningkat, Puskesmas Rajabasa Bagikan Masker Gratis

    Kalianda (SL) – Semakin tingginya aktifitas semburan debu vulkanik dari Gunung Anak Krakatau (GAK), menyebabkan penduduk disekitar GAK mengalami gangguan pernafasan. Untuk itu, Puskesmas Rajabasa Lampung Selatan membagikan masker gratis kepada masyarakat Pulau Subesi, Rabu (8/8).

    Menurut Kepala Puskesmas Rajabasa Khilmiah, SKM, hal ini dilakukan pihaknya guna menghindari dampak buruk bagi kesehatan masyarakat sekitar GAK, terutama warga pulau subesi dan sebuku Lampung Selatan.

    “Kami sengaja turun langsung ke pulau subesi untuk membagikan masker secara gratis kepada masyarakat pulau Subesi. Bahkan warga Desa lain seperti Rajabasa, Way Muli dan sekitarnya yang juga terkena dampak debu vulkanik GAK, kami berikan masker secara gratis,” ujarnya kepada Fajar Sumatera.

    Bahkan, Mia sapaan akrabnya juga sudah memberikan himbauan kepada tenaga medis yang ada di seluruh Kecamatan Rajabasa, agar menyiagakan obat-obatan yang berhubungan dengan gangguan penafasan. Agar masyarakat yang mengalami gangguan pernafasan akibat debu vulkanik GAK, tidak perlu jauh-jauh datang ke puskesmas untuk berobat, mengingat kondisi saat ini sangat tidak dianjurkan untuk melakukan aktifitas diruang terbuka.

    “Sekarang intensitas debu vulkanik masih cukup tinggi, jadi kami menyarankan untuk mengurangi aktifitas di luar ruangan. Jika memang tidak terlalu penting ya, lebih baik beraktifitas di rumah saja,” tambahnya.

    Terpisah, Zulkifli (30) warga pulau Subesi mengaku memang debu abu Vulkanik cukup meresahkan, memang sifatnya sedikit demi sedikit, akan tetapi selalu mengotori baik halaman rumah seluruh warga pulau subesi.

    “Setiap hari dari bagian kaca rumah sampai lantai, di penuhi debu abu vulkanik. Akan tetapi kami tidak begitu khawatir, mengingat aktifitas seperti ini sudah biasa bagi kami. Tetapi tidak sesering ini, kalau ini pagi, siang dan sore pasti debu tersebut mengotori rumah kami,” ujarnya.

    Untuk itu, dirinya sangat bersyukur adanya bantuan masker gratis kepada masyarakat disini, hal ini bisa meringkan ke khawatiran kami akan timbulnya penyakit batuk, flu dan sebagainya.

    “Kami sangat bersyukur, dengan begitu kami tidak khawatir untuk berpergian keluar rumah. Mengingat hampir disetiap sudut ruang terbuka pasti ada debu vulkanik dari GAK,” tutupnya. (net)

  • Frekuensi Letusan Gunung Anak Krakatau Alami Peningkatan

    Frekuensi Letusan Gunung Anak Krakatau Alami Peningkatan

    Bandarlampung (SL) – Aktivitas vulkanis Gunung Anak Krakatau (GAK) yang terletak di perairan Selat Sunda masih berlangsung hingga Kamis (5/7). Erupsi GAK menyamai kondisi yang terjadi pada 25 Juni lalu, sehingga statusnya masih tetap level II atau waspada.

    “Tapi saat ini, pemantauan GAK tertutup kabut, sehingga tidak mengetahui ketinggian debu vulkanisnya,” kata Kepala Pos Pemantaun GAK di Desa Hargo Pancuran, Rajabasa, Kabupaten Lampung Selatan, Andi Suardi, Kamis (5/7).

    Menurut dia, hasil pemantauan yang tercatat frekuensi letusan GAK susulan terjadi peningkatan. Hal tersebut terekam dalam alat seismograf di pos tersbut. Sedangkan kondisi GAK saat ini masih tertutup kabut, sehingga pemantauan kasat mata belum bisa dilakukan.

    Ia membenarkan bahwa aktivitas vulkanis GAK saat ini menyamai yang terjadi pada erupsi Senin (25/6) lalu. Dari data yang diterima dari alat seismograf, perkiraan tinggi debu dan asap vulkanis GAK mencapai kisaran 100 hingga 500 meter.

    Di kutip dari Sumber berita Republika.co.id, Larangan mendekati dan mengunjungi GAK masih berlaku bagi wisatawan, nelayan, dan masyarakat umum dalam radius satu kilometer. Larangan tersebut berlaku untuk mengantisipasi dampak negatif aktivitas vulkanis yang belakangan meningkat.

    Meningkatnya aktivitas vulkanis GAK beberapa hari terakhir, belum memengaruhi alur pelayaran di perairan Selat Sunda.Pelayanan kapal ferry dari Pelabuhan Bakauheni ke Merak dan sebaliknya masih berlangsung normal, karena debu atau asa vulkanis GAK mengarah ke utara bukan ke selatan.

    Kepala BMKG Maritim Panjang Lampung Sugiono mengatakan, aktivitas vulkanis GAK yang belakangan terjadi belum berdampak kepada pelayaran dan penerbangan. “Sampai saat ini masih aman, karenan pergerakan debu vulkanisnya tidak mengarah ke jalur penyeberangan Bakauheni – Merak,” katanya.(KF)

  • Gunung Anak Krakatau Erupsi Hingga 1000 M Dari Puncaknya

    Gunung Anak Krakatau Erupsi Hingga 1000 M Dari Puncaknya

    Bandarlampung (SL) Gunung Anak Krakatau erupsi hingga 1.000 m dari atas puncak gunung tersebut atau 1.305 m dari atas permukaan laut di Selat Sunda, Senin (25/6/18), pukul 07.14 WIB.

    Status Anak Gunung Krakatau pada level dua yakni waspada. Kepulan asap mengarah ke Barat Daya. Sedangkan abu bewarna hitam dengan intensitas tebal condong ke arah Utara.

    Berdasarkan relis yang diterima RMOLLampung, erupsi terekam seismogram dengan amplitudo maksimum 30 mm dan durasi sekitar 45 detik.

    Aktivitas gunung berapi tersebut tidak berdampak pada jalur penyeberangan Bakauheni-Meraktmaupun aktivitas penerbangan. “Relatif aman,” ujar Sugiono.

    Namun, menurut Kepala Maritim Panjang Badan meteorologi klimatologi dan Geofisika (BMKG) Lampung itu, masyarakat/wisatawan tidak diperbolehkan mendekati kawah dalam radius 1km.

    Sugiono mengatakan gunung berapi di tengah laut tersebut sudah batuk-batuk sejak pekan lalu (18/6/18). (rmollampung)