Tag: Hari Pers Nasional

  • HPN 2024, Karutan Bengkulu: Insan Pers Elemen Membangun Demokrasi

    HPN 2024, Karutan Bengkulu: Insan Pers Elemen Membangun Demokrasi

    Bengkulu, sinarlampung.co Kepala Rumah Tahanan (Karutan) Bengkulu, Farizal Antony mengapresiasi Insan Pers atas peran aktif dalam membangun demokrasi dan memberikan informasi yang berimbang kepada masyarakat. Demikian disampaikan Farizal Antony mengucapkan selamat Hari Pers Nasional (HPN) Tahun 2024.

    “Pada kesempatan ini saya selaku Kepala Rutan Kelas IIB Bengkulu mengucapkan selamat Hari Pers Nasional kepada seluruh insan pers di Bengkulu dan seluruh Indonesia. Hari Pers Nasional merupakan momentum penting bagi kita semua untuk mengapresiasi peran pers dalam membangun demokrasi dan memberikan informasi yang berimbang kepada masyarakat,” ungkap Farizal, Jumat, 9 Februari 2024.

    Farizal mengungkapkan bahwa pers memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga kebebasan berekspresi dan memberikan informasi yang akurat kepada masyarakat. Melalui tulisan dan liputan mereka, kata Farizal, pers membantu masyarakat untuk memahami berbagai isu penting yang terjadi di sekitar kita, serta menjadi pengawas bagi pemerintah dan lembaga lainnya.

    “Rutan Kelas IIB Bengkulu selalu terbuka untuk bekerja sama dengan media dalam memberikan informasi yang akurat, transparan, dan terpercaya tentang berbagai kegiatan pelayanan yang kami lakukan. Terutama di era digitalisasi seperti saat ini. Tentunya peran media sangat dibutuhkan dalam membangun citra positif di masyarakat. Kami sadar bahwa transparansi dan akuntabilitas adalah kunci dalam menjaga kepercayaan masyarakat terhadap lembaga kami,” beber Farizal.

    Di tengah tantangan dan perubahan yang terus berlangsung dalam dunia media dan informasi, peran pers sebagai penjaga kebenaran dan keadilan semakin penting. Untuk itu, menurut Farizal perlu adanya dukungan terkait upaya-upaya dalam menjaga independensi pers dan memastikan bahwa kebebasan pers tetap terjaga.

    Farizal juga mengajak seluruh insan pers khususnya di Bengkulu untuk terus menjalankan tugasnya dengan integritas, profesionalisme, dan tanggung jawab. Khususnya dalam memperjuangkan kebebasan berekspresi dan kebebasan pers, serta berperan aktif dalam membangun masyarakat yang lebih demokratis dan berkeadilan.

    “Melalui momentum peringatan Hari Pers Nasional ini, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh insan pers atas dedikasi dan komitmennya dalam menyebarkan informasi yang bermanfaat bagi masyarakat. Semoga kerja sama yang baik antara Rutan Kelas IIB Bengkulu dan media terus berlanjut demi terwujudnya masyarakat yang lebih sadar hukum dan mendukung upaya pembinaan narapidana untuk kembali menjadi anggota produktif dalam masyarakat. Selamat Hari Pers Nasional! Semoga pers terus menjadi pilar kekuatan demokrasi dan kesejahteraan masyarakat,” tutup Farizal. (Red/*)

  • Dari Puncak Gunung Latimojong Sulawesi Dikumandangkan HPN 2022 di Kendari

    Dari Puncak Gunung Latimojong Sulawesi Dikumandangkan HPN 2022 di Kendari

    Sulawesi Selatan (SL) – Pendaki mana yang tidak tahu dengan Gunung Latimojong. Gunung di Kabupaten Enrekang, Sulawesi Selatan itu menyajikan pendakian yang menantang. Namun di baliknya, terselip pemandangan yang sangat indah akan membuat siapa saja sangat terpesona.

    Gunung Latimojong merupakan adalah salah satu gunung tertinggi di Indonesia yang masuk dalam kategori tujuh gunung tertinggi (Seven Summits of Indonesia).  Gunung ini memiliki banyak puncak yaitu, Puncak Sikolong, Buntu Sinaji, Bajaja, Nenemori, Latimojong, dan Rante Kambola.

    Namun terdapat puncak yang paling tinggi berada di 3.478 mdpl yang dikenal dengan sebutan Rante Mario. Ke gunung ini, para pendaki dapat memulai jalur dari Dusun Karangan, Enrekang. Namun, untuk sampai ke desa tersebut, terlebih dulu harus melewati jalur pendakian yang cukup menantang sekitar 2-4 jam perjalanan tergantung cuaca dengan jarak tempuh sekitar 27 kilometer.

    Disarankan, jika ingin ke Gunung Latimojong sebaiknya datang pada saat musim kemarau. Hal senada diungkapkan Wakil Bendahara Umum PWI Pusat, Dar Edy Yoga yang berkesempatan mendaki Gunung Latimojong, pada Kamis 27 januari 2022. “Gunung Latimojong merupakan salah satu gunung tersulit untuk didaki. Dibutuhkan fisik dan mental yang kuat untuk dapat menggapai puncaknya,” ujar Dar Edi Yoga, Sabtu (29/1).

    Yoga mengatakan, jalur pendakian yang sangat ekstrem membutuhkan keterampilan untuk rock climbing dan repling. “Tebing vertikal harus dilalui apalagi dengan jurang yang dalam di sisinya. Dibutuhkan waktu 3 hari 2 malam untuk mendaki gunung ini,” katanya.

    Bersama dua orang wartawan lainnya, Onaria Fransisca dan Wariani Krishnayanni, total waktu 17 jam dibutuhkan untuk sampai di puncak. “Ketika kami mencoba mendaki hingga puncak dibutuhkan waktu total 17 jam di luar istirahat (bermalam). Dan untuk turunnya pun dibutuhkan waktu 16 jam,” ucap Onaria.

    Gunung ini tak pernah sepi dari aktivitas pendakian. Sepanjang perjalanan, banyak berpapasan dengan pendaki lainya dari berbagai komunitas di seluruh Indonesia. Dari puncak Gunung Latimojong, Dar Edi Yoga, Onaria Fransisca dan Wariani Krishnayanni mengucapkan Selamat Hari Pers Nasional 2022.  “Selamat Hari Pers, Dari Latimojong Kita Sukseskan HPN 2022 di Kendari,” tandasnya. (Red)

  • Banten Siap Jadi Tuan Rumah HPN 2022

    Banten Siap Jadi Tuan Rumah HPN 2022

    Serang (SL) – Banten siap menjadi tuan rumah Hari Pers Nasional (HPN) tahun 2022 mendatang. Hal ersebut diungkapkan Gubernur Banten Wahidin Halim saat melepas kontingen PWI Banten yang akan berangkat ke HPN di Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Rabu malam (05/02).

    “Kita siap jadi tuan rumah Hari Pers kalau tahun 2022 mendatang. Convention Hall kita di kawasan Kesultanan Banten Insya Allah selesai, muatannya lima ribu orang,” ujar Gubernur Banten Wahidin Halim di rumah dinasnya di Jalan Jenderal Ahmad Yani, Kota Serang, Banten.

    Keseriusan Wahidin Halim agar Provinsi Banten menjadi tuan rumah Hari Pers ditekankan WH dalam audiensi tersebut. “Perjuangkan Banten agar menjadi tuan rumah HPN 2022.”

    Apalagi, ujar WH, banyak hal yang menarik untuk disajikan kepada para tamu. “Kita ada kopi WH, durian WH, kita punya wisata Banten Lama, dan kita bisa mengajak mereka ke negeri di Atas Awan.”

    Menurut WH, pariwisata dan perhotelan di Provinsi Banten siap menunjang kelancaran pelaksanaan Hari Pers Nasional nantinya. “Pokoknya perjuangkan Banten agar bisa menjadi tuan rumah HPN 2022.”(suyadi)

  • Hari Pers Nasional, Supriyadi Alfian Raih Pres Card Number One

    Hari Pers Nasional, Supriyadi Alfian Raih Pres Card Number One

    Surabaya (SL) – Pimpinan Umum Harian Momentum dan online harianmomentum.com Supriyadi Alfian, SKom, MH terpilih sebagai salah satu wartawan penerima Pres Card Number One (Kartu Pers Nomor Satu) tahun 2019.

    Sebanyak 22 orang wartawan senior dari berbagai media akan menerima Penghargaan Pers Card Number One  (PCNO) pada acara puncak Hari Pers Nasional (HPN) di Surabaya, Sabtu (9/2/2019).

    Ketua Panitia HPN Margiono, Rabu (6/1/2019) mengatakan penghargaan PCNO ini diberikam kepada wartawan senior yang dinilai layak menerima. “PCNO ini diberikan kepada insan pers yang dinilai memiliki jasa dalam pengembangan dunia pers. Mereka adalah orang-orang yang memiliki dedikasi, integritas, dan profesionalisme di dunia pers,” kata Margiono. (red)

  • Kabiro Humas Pemprov Jatim Sambut Kedatangan Anggota PWI Lampung

    Kabiro Humas Pemprov Jatim Sambut Kedatangan Anggota PWI Lampung

    Surabaya (SL) – Rombongan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Lampung yang akan menghadiri Hari Pers Nasional (HPN) 6 hingga 9 Februari 2019 tiba di Surabaya.

    Rombongan diterima langsung oleh Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Provinsi Jawa Timur,  Drs. Arief, di Bandara Adisucipto, Rabu (6-2-2019). Plt Ketua PWI Provinsi Lampung Nizwar mengucapkan terima kasih atas sambutan  ramah tuan rumah HPN. Menurutnya, dalam menghadiri  HPN Jatim 2019 ini tampil dengan utusan peserta  terbanyak. Dengan jumlah 127 peserta itu, masing-masing dari dari PWI kabupaten/kota. 

    Hapannya, para pekerja media yang tergabung dalam PWI Lampung dapat juga mengikuti kegiatan yang mengambil tema “Pers Menguatkan Ekonomi Kerakyatan Berbasis Digital” dan bersilaturahmi dengan seluruh insan pers se Indonesia.

    Kegiatan yang dilaksanakan selama HPN diantaranya Konvensi Nasional Media Massa yang akan digelar di Sheraton Surabaya diikuti pers se Indonesia. Dialog “Peran Pers dalam Mendukung Hilirisasi Industri Tambang untuk Meningkatkan Pertumbuhan Ekonomi”.

    Selain itu, diadakan juga Forum Jurnalis Perempuan Indonesia. Dialog Media “Meliput Pemilu dengan Perspektif Perempuan”. Puncak HPN akan digelar pada 9 Februari 2019 bertempat di Grand City Surabaya. (red) 

  • Mengapa Hari Pers 9 Februari?

    Mengapa Hari Pers 9 Februari?

    Jakarta (SL) – Tanggal 9 Februari 1946 yang menjadi dasar penetapan Hari Pers Nasional (HPN) melalui Keputusan Presiden no 5 tahun 1985, adalah sebuah peristiwa besar. Pihak-pihak yang tidak menyukai HPN karena tanggal 9 Februari adalah hari lahir Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) mengatakan, untuk apa memperingati hari kelahiran organisasi yang terkooptasi di era Orde Baru, yang tidak lagi relevan karena saat ini ada puluhan organisasi wartawan, tidak lagi sesuai dengan semangat reformasi yang dikandung dalam Undang-Undang tentang Pers no. 40 tahun 1999.

    Tidak juga sesuai karena sebelum PWI lahir telah banyak berdiri organisasi wartawan di zaman penjajahan seperti Perdi (Persatuan Djurnalis Indonesia). Bahkan seperti yang ditulis Leo Sabam Batubara, ada orang seperti Tirto Adhi Surjo yang mendirikan Medan Prijaji, Dja Endar Moeda yang mendirikan Pertja Barat sampai Pewarta Deli.

    Dikaitkan pula dengan lahirnya Kantor Berita Antara oleh Adam Malik, Soemanang, AM Sipahoetar, Pandoe Kartawigoena yang misinya memperjuangkan kemerdekaan Indonesia yang mungkin pantas diperingati sebagai Hari Pers Nasional. Ada sederetan kejadian yang dapat dijadikan HPN dengan argumen dan jalan pikiran yang masuk akal meski belum tentu pas.

    Dengan logika Leo S Batubara di atas mungkin tidak salah pula apabila ada pihak yang  mempersoalkan mengapa Hari Pahlawan ditetapkan tanggal 10 November karena ada begitu banyak pertempuran setelah kemerdekaan Republik Indonesia yang merenggut banyak nyawa bangsa Indonesia  seperti peristiwa Bandung Lautan Api atau pembantaian puluhan ribu warga Sulawesi Selatan oleh Westerling.

    Mengapa pula kita menerima 2 Mei sebagai Hari Pendidikan Nasional karena ada banyak sekali peristiwa  yang sangat relevan sebagai peristiwa pendidikan seperti berdirinya sekolah untuk perempuan yang digagas Ruhana Kuddus atau Dewi Sartika.

    Tentang Kongres yang diikuti 180 wartawan di Surakarta sebagaimana diberitakan di Harian Merdeka terbitan 12 Februari 1946, ada beberapa hal yang membuatnya istimewa dan patut menjadi tanggal HPN. Pertama-tama harus diingat bahwa pada saat itu Indonesia yang sudah diproklamirkan merdeka oleh Soekarno-Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945, kembali diduduki Belanda dengan membonceng tentara Sekutu yang mencopoti kekuasaan Jepang. Pemerintahan Republik Indonesia terpaksa berpindah ke Yogyakarta dan sebagian besar wilayah republik sudah dalam kekuasaan Belanda, termasuk Jakarta.

    Pergerakan orang-orang dibatasi, khususnya lagi mereka yang dicurigai, termasuk untuk pergi ke luar Jakarta untuk masuk ke wilayah yang dikuasai republik.

    Dalam kondisi ini maka perjuangan 180 wartawan dari Sulawesi dan Kalimantan, serta daerah lain di Jawa, untuk berkumpul bukanlah urusan mudah. Manai Sophiaan perlu waktu 35 hari untuk masuk ke Surakarta setelah naik kapal rakyat dari Makassar dan turun di pantai utara Jawa.

    Tetapi kekuatan tekad membuat akhirnya 180 orang yang hadir mengikuti Kongres. Wartawan dari Jakarta sampai di Solo berperan sebagai guide bagi wartawan internasional yang diizinkan meliput masuk ke Yogyakarta untuk melihat dengan mata sendiri kondisi negara yang baru berdiri beberapa bulan, apakah betul kemerdekaan didukung rakyat atau hanya menjadi negara boneka Jepang yang didengung-dengungkan penjajah Belanda.

    Harian Merdeka 9 Februari menulis: “Rombongan wartawan luar negeri jang datang di Djokja tg 6 Pebr memerlukan djoega mengoendjoengi tjandi Borobudur dengan diantarkan oleh para wartawan Indonesia. Disepanjang djalan mereka amat tertarik kepada tanaman disawah, orang2 jang sedang bekerdja dan anak2 dipinggir djalan jang menjeroekan pekik “merdeka” jang oleh mereka poen didjawab dengan pekik “merdeka” djoega.

    Hal kedua adalah representasi. Walaupun disebutkan dalam berita bahwa 180 orang yang hadir dari Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi tetapi sebenarnya itu sudah mewakili sebagian besar wartawan dan media top Indonesia. Ada Sumanang (Antara), Harsono Tjokroaminoto (Al Djihad), Soemantoro (Kedaulatan Rakyat), Djawoto (Antara) yang hadir dan akhirnya menjadi pengurus pertama PWI. Yang disebut dari Jawa itu misalnya termasuk BM Diah (Merdeka), Sjamsudin St Ma’moer (Rakyat) yang berasal dari Sumatera Utara dan Sumatera Barat. Termasuk datang Bung Tomo (Antara).

    Mereka itu merasa harus bersatu untuk ikut aktif menyatukan rakyat Indonesia yang kembali dijajah Belanda, dibantu oleh pendudukan Inggris di berbagai daerah khususnya di Jawa.

    Media republikan menggalang pendapat umum, menyatukan semua kelompok untuk tetap setia pada republik dan pemimpinnya. Rakyat marah dan merencanakan demonstrasi besar untuk merayakan 6 bulan kemerdekaan pada tanggal 17 Februari 1946.  Di berbagai pelosok Tanah Air terjadi gerakan untuk menunjukkan dukungan bagi  pemerintahan Soekarno-Hatta dan Perdana Menteri Sutan Sjahrir karena bertepatan dengan dibahasnya Indonesia dalam sidang Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York.

    Headline Merdeka 12 Februari 1946 berjudul “Tjita-Tjita Indonesia Djangan Dihalangi Kekerasan Sendjata” Kata Manuilsky, mengutip pidato utusan Ukraina di PBB, Dr Dmitri Manuilsky, yang meminta agar PBB mengirim komisi ke Indonesia. “Tidak ada orang bisa menyangkal bahwa tentera Inggris telah menyerang penduduk Indonesia di Djawa pada waktu beberapa bulan yang lampau dengan mempergunakan tank-tank, kapal terbang dan lain-lain alat militer.” Terkait dengan keadaan Indonesia ada berita berjudul “Tegak Di Belakang Presiden” sebagai hasil Kongres Pejabatan Pos, Telegrap dan Telepon seluruh Jawa dan Madura yang diadakan di Madiun 10, 11, dan 12 Februari.

    Ada berita berjudul “Gerakan Republik Indonesia Soerakarta Menjatakan Kepertjajaan 100%” terhadap Pemerintah yang dijalankan oleh Kabinet Sjahrir, setelah organisasi yang memiliki 75.000 itu rapat pada 9 Februari.

    Dalam suasana itulah dengan itu kongres wartawan yang diadakan di Surakarta pada 9 dan 10 Februari. Mereka menunjukkan keberpihakan, karena yakin media punya peran besar untuk menunjukkan sikap rakyat Indonesia, termasuk ke pihak luar yang mendukung kemerdekaan Indonesia. Oleh karena itu ditegaskan sikap wartawan ialah “Tiap wartawan Indonesia berkewajiban bekerja bagi kepentingan Tanah Air dan Bangsa serta selalu mengingat akan Persatuan Bangsa dan Kedaulatan Negara”.

    Sehingga seperti juga unsur bangsa lainnya yang tengah berjuang mempertahankan negaranya yang tengah dijajah lagi, wartawan peserta kongres menempatkan diri sebagai pejuang sekaligus. Dan menyadari bahwa besarnya politik adu domba Belanda, mengingatkan bahwa dalam bekerja mereka harus memikirkan persatuan dan kedaulatan negara.

    Poin lain hasil kongres adalah kesadaran bahwa para wartawan Indonesia yang hadir sudah memikirkan masalah percetakan dan penerbitan koran, sebagai alat produksi dan juga alat perjuangan. Sebab hanya melalui media mereka bisa terus menggelorakan perjuangan dan memberi informasi kepada masyarakat di berbagai pelosok yang juga coba dikuasai oleh Belanda.

    Berdirinya PWI ini kemudian kita ketahui diikuti dengan berdirinya Serikat Penerbit Suratkabar (SPS) setahun kemudian di Yogya.

    Berbagai catatan di atas  menunjukkan magnitude peristiwa 9 Februari 1946 sebagai modal untuk menetapkannya sebagai Hari Pers Nasional dibandingkan dengan peristiwa lainnya, sebab tanggal itu bukan sekadar hari lahi PWI tetapi bersatunya wartawan seluruh untuk menyokong Republik Indonesia berusia jabang bayi yang terancam keberadaannya, agar dapat bertahan kukuh berdiri sebagai negara kesatuan seperti yang kita saksikan saat ini.

    Dalam pertemuan yang dilakukan Dewan Pers untuk membahas Hari Pers Nasional atas usulan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Ikatan Jurnalis Televisi Independen (IJTI) dan dihadiri pemangku kepentingan, April 2018 lalu, sebagian besar peserta berpendapat bahwa sebaiknya organisasi wartawan dan pers lebih memikirkan tentang berbagai persoalan yang melanda jurnalisme saat ini.

    Mulai dari merosotnya performa media cetak dari sisi jumlah media, jumlah oplah, dan keuntungan, karena digerus news agregator; semakin dipinggirkannya etika jurnalistik atas nama rating, kecepatan memberitakan, dan menurunnya kualitas wartawan; semakin suburnya media siber tidak bermutu karena begitu mudah dan murah untuk mendirikannya, yang diikuti dengan semakin banyaknya orang mengaku wartawan yang sama sekali tidak dibekali pelatihan ketrampilan jurnalistik apalagi pemahaman Kode Etik Jurnalistik.

    Wartawan adalah profesi intelektual yang bekerja bagi sebesar-besarnya kepentingan publik, dalam hal ini untuk mengontrol kekuasaan, menyampaikan informasi, mengajak mereka berpartisipasi dalam pengambil kebijakan dengan membuka ruang diskusi dengan pembuat kebijakan. Wartawan bukan politisi yang sibuk berpolitik, yang sibuk untuk menuding dan mencari-cari kesalahan orang, mempersoalkan yang tidak penting, karena rasa tidak suka atau cemburu.

    Dewan Pers yang memiliki SDM dan anggaran terbatas seharusnya  dibantu oleh konstituen agar kemerdekaan pers Indonesia dapat terpelihara sesuai dengan semangat reformasi, apalagi saat ini tengah digerogoti pihak-pihak yang mengaku wartawan tetapi tidak bekerja dalam koridor kode etik yang telah disepakati bersama oleh komunitas pers.

    Adapula untuk mengamandenen UU Pers no 40 agar pers kembali ke dalam rezim izin dan sensor, dengan alasan kemerdekaan pers sudah kebablasan karena media mengungkap kebobrokan kinerja aparat eksekutif, anggota parlemen, maupun penegak hukum lainnya.

    Sebagai organisasi terbesar dengan anggota mencapai 15.000 wartawan aktif PWI menjadi pendukung utama sertifikasi wartawan yang digagas Dewan Pers, telah mensertifikasi 9.000 anggotanya, dari total sekitar 13.000 sertifikat yang telah dikeluarkan Dewan Pers. PWI juga mendorong media yang dipimpin anggotanya untuk diverifikasi agar dipercaya baik oleh narasumber maupun mitra kerja.  PWI juga melatih lebih dari 1000 anggotanya setiap tahun agar semakin profesional, berwawasan, dan menjunjung tinggi etika jurnalistik. (Tribuana Said)

  • Jatim Siap dan Senang Menjadi Tuan Rumah HPN 2019

    Jatim Siap dan Senang Menjadi Tuan Rumah HPN 2019

    Jakarta (SL) – Gubernur Soekarwo secara khusus mengunjungi Sekretariat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat untuk menunjukkan kesungguhan dan kesiapan Jawa Timur menjadi tuan rumah Hari Pers Nasional pada 9 Februari 2019 mendatang. Senin, 07 Mei 2018.

    “Kami siap dan senang menjadi tuan rumah HPN,” ujar Pakde Karwo, panggilan Gubernur ketika bertemu dengan Plt Ketua Umum PWI Pusat, Sasongko Tedjo, Sekjen Hendry Ch Bangun, serta pengurus lain Moh Ihsan, Rita Sri Hastuti, Suprapto, dan Nurjaman.

    Sebelumnya tim verifikasi Agus Sudibjo dan Suprato berkunjung ke Surabaya pekan lalu untuk bertemu jajaran Pemprov Jatim dan PWI Jatim sekaligus melihat fasilitas bakal tempat penyelenggaraan HPN namun saat itu Gubernur Soekarwo sudah memili agenda lain jadi tidak dapat bertemu. Itu sebabnya untuk memperlihat kesungguhan, dia akhirnya menemui pengurus PWI Pusat.

    Sasongko Tedjo menyambuat gembira kedatangan Gubernur Soekarwo karena itu memperlihatkan sikap serius Jatim.

    “Kami berterima kasih karena dapat melihat kesungguhan Jawa Timur. Meskipun demikian dapat kami sampaikan di sini bahwa penetapan tuan rumah baru dilakukan dalam rapat pleno Pengurus PWI Pusat pada 15 Mei nanti. Kami menunggu laporan kesiapan Sumatera Utara dan Aceh yang juga menyatakan minat,” kata Sasongko.

    Sampai Senin (7/5) Sumatera Utara belum dapat menentukan waktu kunjungan tim verifikasi ke Medan sementara Aceh bahkan belum memasukkan ssurat rekomendasi Gubernur dan Ketua DPRD ke PWI Pusat sebagaimana persyaratan pencalonan.

    Pak De Karwo dalam pertemuan di PWI Pusat menyampaikan apabila Jatim menjadi tuan rumah maka alternatif utama pertemuan diusulkan dilakukan Grand City Surabaya yang sekaligus dapat menjadi tempat pameran, sementara kalau ingin diadakan di tempat terbuka maka tempat ideal adalah di tugu pahlawan. Jatim sendiri meski termasuk provinsi termaju di Indonesia menganggap HPN akan dapat semakin mendongkrak performa dalam percepatan pembangunan dan kesejahteraan rakyat.

    “Banyak tempat lain juga, pokoknya kami siap,” kata Pakde Karwo, yang disampingi Kepala Biro Humas dan Protokol, Benny SW.

    Gubernur Soekarwo merupakan penerima Pena Emas PWI Pusat yang dengan orasi di Hall Dewan Pers dan disematkan pada puncak perayaan HPN 2018 di Padang. (Rls)