Tag: Hasbullah

  • Puasa Ramadhan Memajukan Peradaban Manusia

    Puasa Ramadhan Memajukan Peradaban Manusia

    Dasar dari keislaman seseorang salah satunya adalah menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadhan. Puasa (Syiam) diartikan menahan diri dari makan, minum dan hal-hal yang membatalkan puasa dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari dengan niat karena Allah SWT.

    Puasa yang menahan diri di sini diawali dengan makan dan minum (sahur) yang telah ditentukan waktu dan batasnya. Sedang Ramadhan dimaknakan membakar atau panas. Menurut Imam Al-Qurtubi di artikan membakar karena dosa-dosa di gugurkan dengan berbagai amal saleh yang telah disediakan selama menjalankan ibadah puasa Ramadhan.

    Sehingga dapat disimpulkan bahwa ibadah puasa Ramadhan adalah ibadah yang telah ditentukan waktu, syarat serta rukunnya. Maka ibadah yang dikerjakan selama bulan Ramadhan terkhusus puasa adalah upaya dalam menata ulang dan memperbaiki diri manusia baik secara fisik (jasmani), rohani (spiritual) dan perilaku (akhlak). Sehingga secara sadar puasa Ramadhan menjadi momentum seorang muslim untuk memperbaiki diri dan peradaban manusia secara utuh.

    Peradaban dalam bahasa arab disebut Al Hadharah. Peradaban diartikan sebagai kemajuan dalam kehidupan tetap manusia. Jika melihat literatur yang ada maka peradaban itu adalah keterkaitan antara manusia dengan sistem politik, ekonomi, sosial, pemikiran dan kesenian. Namun disisi lain bahwa peradaban itu dikaitkan dengan kesopanan baik itu dalam bicara, menulis terlebih perilaku.

    Jika menelaah lebih dalam dan berkelanjutan, puasa Ramadhan dengan peradaban manusia tidak ada jeda. Artinya puasa Ramadhan merupakan suatu ibadah yang dijalankan secara individu namun dampaknya akan meluas dalam memajukan manusia terutama seorang muslim.

    Peradaban dalam hal ini diartikan sebagai kemajuan yang ditampilkan dalam bulan puasa Ramadhan sangat bervariatif jalannya. Pertama, Bulan Ramadhan menjadi penguat jalan dakwah. Peradaban yang disimbolkan kemajuan dalam bidang ekonomi misalnya, menjadi momentum pertumbuhan ekonomi kecil banyak pedagang dadakan untuk menjual makanan buka dan puasa dan juga sahur.

    Safari Ramadhan yang sering dijadikan sarana oleh pelaku politik bersilahturahmi kepada masyarakat dan acara buka puasa dan Shalat tarawih bersama. Pada keadaan inilah dakwah Islam diberikan keluasan dalam memberikan Jalan peradaban kedua yaitu puasa memberikan pelajaran tentang kebebasan.

    Faktor utama dari peradaban itu adalah terjadinya kebebasan manusia dalam bertindak dengan tetap pada tanggung jawab. Ibadah puasa Ramadhan tidak pernah memaksakan, namun ia berhukum wajib. Tidak ada juga makanan khusus dalam berbuka dan sahur, namun ada hal-hal yang dikabarkan kebaikan-kebaikan. Begitulah kebebasan yang diberikan oleh ibadah puasa Ramadhan untuk mewujudkan peradaban manusia.

    Jalan ketiga, puasa memberikan kabar tentang pencerahan. Peradaban tentunya akan memberikan jalan kehidupan yang terang dan jelas. Begitu juga ibadah puasa bulan Ramadhan modalnya adalah iman, mencontoh nabi dan para sahabat dan hasilnya puasa adalah ketaatan. Begitupun pun nilai pencerahan baik itu input, proses dan output puasa Ramadhan yang berkaitan dengan kesehatan misalnya baik itu fisik, rohani dan sosial jelas dan terukur. Puasa Ramadhan peradaban (kemajuan) itu akan bisa ditegakkan jika kesehatan seorang manusia terjamin baik itu iman, ilmu dan amal.

    Jalan keempat, Puasa menghidupkan jalan kebaikan. Hakekat dari peradaban adalah adanya kebaikan-kebaikan baru, maka tidak ada peradaban jika tidak menghasilkan kebaikan kehidupan manusia. Puasa Ramadhan sudah dapat dipastikan memberikan jalan kebaikan untuk manusia baik untuk dirinya maupun kebaikan secara sosial.

    Bau mulut, tidur dan terkantuknya muslim yang berpuasa akan diberikan gancaran oleh-Nya. Makanan berlimpah ruah di setiap masjid dan surau yang disediakan tanpa dipaksa. Kebaikan selanjutnya suara lantunan ayat-ayat Al’Qu’ran (tadarus) terus berkumandang di mana Al-Qur’an bagi seorang menjadi kunci dan landasan pokok dari peradaban manusia.

    Ibadah puasa Ramadhan, menjadi ibadah yang langsung dinilai oleh Allah SWT, sehingga harus dipersiapkan dengan baik dan maksimal karena iman dan mengharap pahala dari Allah SWT. Adapun untuk persiapan itu adalah Persiapan rohaniah/keimanan, persiapan jasadiyah/fisik, Persiapan tsaqafiyah/fikriyah (Keilmuan), dan persiapan maliyah/harta.

    Maka bagi orang beriman puasa adalah tempat dan waktu yang tidak akan ditinggalkan begitu saja karena di dalamnya terdapat banyak hikmah-hikmah yang dapat memajukan diri sebagai orang yang beriman (sebagai hamba) dan diri sebagai khalifah di muka bumi ini. (Red)

  • Komitmen Kebangsaan Nahdlatul Ulama (NU) Refleksi Hari Lahir Ke-95 Nahdlatul Ulama

    Komitmen Kebangsaan Nahdlatul Ulama (NU) Refleksi Hari Lahir Ke-95 Nahdlatul Ulama

    Pringsewu (SL)-Pengaruh dan pergerakan Islam pasca Hindu sangat menarik dikaji dan dipahami oleh pelaku sejarah dan organisasi Islam. Dapat kita pahami bahwa Islam Indonesia berkembang menjadi agama masyarakat secara luas, sekaligus menjadi kekuataran integrasi nasional dalam pembentukan kebudayaan Indonesia (Kontjaraningrat, wawancara kompas).

    Penyebaran Islam berlangsun secara damai dengan membawa Pengaruh pada corak keIslaman yang bersifat sosial kultur (Kartodirjo, 1993). Dengan apa yang disampaikan diatas Nahdlatul Ulama (NU) berperan didalamnya memberikan warna keIslaman dan corak budaya yang hal itu dilakukan oleh NU dalam rangaka menjaga kesatuan Bangsa Indoensia dengan jalan dakwah kultural.

    Ketika bangsa Indonesia yang berbhineka itu menyatu, menurut para ahli bahwa bersatunya itu melalui perekat yang disepakati secara bersama-sama yaitu Pancasila. Yang mana Pancasila merupakan respersentatif dari komitmen pendiri bangsa Indoensia tahun 1945, melalui proses dan pegumulan panjang yang akhirnya menyatukan tokoh-tokoh Islam salah satunya KH. Wahid Hasyim yang merupaka tokoh Muda NU bersama Ki Bagus Hadi Kusomo, Kasman Singodimejo dan Teuku Muhammad Hasan dalam merubah kata-kata dalam Pancasila. Dalam hal sejarah, bahwa NU telah memberikan sumbangsih penting dalam pendirian bangsa Indonesia dan lebih luas bahwa “Pancasilah merupakah hadiah terbesar umat Islam untuk Indonesia” sebagaimana disampaikan oleh Menteri Agama Alamasjah Ratu Perwira Negara

    NU dalam Sejarah Kebangsaan Nahdlatul Ulama (NU) adalah organisasi agama Islam yang terbentuk pada tanggal 31 Januari 1926 yang lahir dari pesantren dan sebagai respersentatif dari ulama tradisional, yang didirkan oleh KH. Hasyim As’ari. Organisasi ini menganut paham Ahlussunnah wal Jama’ah. Menurut NU Alhussunnah wal Jamaah adalah golongan yang dalam memahami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam menggunakan pendekatan madzhab.

    Tidak dapat dipungkiri bahwa kelahiran NU diilhami oleh model dakwah Wali Songo yang menjadi role model dakwa kultural di Indonesia. Wali Songo mampu menyatukan budaya lokal kedalam ajaran Islam. Disinilah jurus NU yang berupaya menebar benih-benih ajaran Islam dengan wajah mudah diterima, difahami dan familiar diseluruh warga masyarakat Indonesia. Wali Songo dengan pendekat budaya dan tradisi mampu menyatukan serta memasukkan nilai-nilai Islam pada tradisi, sehingga wali songo dengan mudah diterima dakwahnya, walaupun ini merupakan metode dakwah saja yang juga mengisyaratkan tidak bisa menyalahkan metode lain yang disampaikan oleh para tokoh Islam terdahulu maupun yang terkini

    Dakwah kebangsaan NU itu menghindari perbedabat, sehingga dakwa lebih kondusif. NU melihat bahwa dakwak kebangsaan seperti ini sangat dibutuhkan oleh Indonesia dengan keadaan masyarakat pluralisme. Langkah ini merupakan upaya KH. Hasyim As’ary dan KH. Wahab Hasbullah dengan mendiri NU, dalam upaya menumbuhkan komitmen dalam menjaga Nusantara yang selanjutnya disebut dengan Bangsa Indonesia dengan jalan melibatkan budaya serta kultur nusantara. Lebih dalam lagi dapat tarik benang merah bahwa NU sejak awal beridirnya telah berfikir panjang serta telah menentukan langkah-langkah dalam mendakwakan Islam dalam ranah kebangsaan.

    Di hari lahir ke-95 Nahdlatul Ulama, dengan tema “Khidmah NU: Menyebarkan Aswaja dan Meneguhkan Komitmen Kebangsaan”. Tema ini menegaskan bahwa “NU untuk Indonesia dan Indonesia ada dalam NU”. Dengan tema ini setidaknya NU akan tetap ada pada komitmen Islaman menganut faham Alhussunnah wal Jamaah yang dijadikan identitas dan entitas gerakan dakwa NU. Dengan Aswaja ini NU ingin tampil lebih dalam dalam gerakan Islam dan gerakan dakwa kebangsaan.

    Tema meneguhkan komitme kebangsaan ini adalah penegasan bahwa NU akan selalu berjuangan, berkorban untuk bangsa ini. Sebenarnya dengan Islam Nusantara, ini sudah terang benderang bahwa NU merupakan organisasi yang tidak akan terpisahkan dengan negera kesatuan Republik Indonesia dan jangan ditanya lagi tentang komitmen kebangsaannya. NU dalam langkah gerakan selalu memberjuangkan nilai-nilai ke Indonesiaan, hal ini terlihat dari komitmennya NU menggunakan pedekatan humanis dalam berdakwah dan dengan memanfaatkan kearifan lokal NU berdakwah dan juga mengenalkan NU secara organsasi.

    NU di Tengah Masyarakat Indonesia yang Plural
    Di tengah masyarakat Indonesia yang pluralisme, NU harus tetap membangun komitmen kebangsaan. Maka dalam konteks ini NU membutuhkan dua hal seperti yang dikutip dari KH. Hasyim Muzadi dalam melahirkan suasana kondusif dalam kebangsaan ditengah masyarakat yang plural, sehingga kerja-kerja NU secara organisasi tidak ada hambatan terutama dalam menjaga Negara Kesatuan Rebuplik Indonesia.

    Pertama, Perekat Identitas Kebangsaan. NU yang lahir dan masuk dari pendekatan budaya dan kultural harus tetap dijaga, sebab dari sinilah eksistensi budaya tidak akan terganggu dengan keberadaan Islam sebagai agama baik secara langsung maupun tidak langsung. Dalam hal ini NU memberikan peluang kepada tradisi dan kebudayaan tersebut untuk dapat dikonfersikan dalam hukum Islam. Islam menyatu dengan kearifan lokal, yang ini akan semakin memudahkan hukum-hukum Islam masuk dalam trasisi dan budaya setempat. Jika melihat kebelakang kerja NU, pada waktu-waktu tertentu kiranya NU melakukan evalusi dan pembenahan. Dengan harapan yang dilakukan oleh warna NU dapat tercatat dan terorganisir, sehingga apa yang dicita-citakan NU akan terwujud dalam konsep Islam Nusantara.

    Kedua, pengembangan nilai-nilai kemanusiaan. Peneguhan komitmen kebangsaan NU juga harus disertai dengan kerja-kerja akomodatif, yang mana kerja ini secara tidak langsung berdampak positif. Kerja ini akan membantu NU dalam dalam penegakkan nilai-nilai kemanusia, yang mana dimasyarakat banyak potensi dalam memonopoli kebenaran yang menyudutkan pihak lain. Hal ini dengan mudah akan melahirkan kekerasan dan anarkismen atas nama agama. Denga kerja akomodatif akan muncul pehaman yang totalitas terhadap agama dan bangsa, maka disini agama mampu menghadirkan rahmat untuk semua orang. Dengan akomodatif ini NU akan sangat terbantu dalam pengembangan kemanusiaan secara bersama, mak dakwa kebangsaan NU akan sangat terbantu karena kesopanan dalam berprilaku.

    Komitmen kebangsaan NU pun bisa kita lihat dari keseriusana dalam pengelolaan bidang pendidikan. Kontribusi lembaga pendidik NU dalam mengembagkan pendidikan di Indonesia dapat dilihat dengan banyknya jenis lembga pendidikan yang dilahirkan dan dibina oleh NU melalui LP. Ma’arif mulai dari jejang dasar sampai perguruan tinggi. Keseriusan NU dalam mengelola pendidikan dibahas dalam Muktamar ke-30 tahun 1999 di Lirboyo yang menjadi momentum penting dalam sejarah pengembangan pendidikan NU, keputusan Muktamar tersebut “NU menegaskan untuk serius dalam memperkuat tata kelola pendidikannya”.

    Akhirnya, selamat hari lahir Nahdlatul Ulama ke-95, usiamu boleh menua tapi kerja-kerjamu telah melahirkan anak-anak muda yang memiliki cara pandang dan cara prilaku dalam komitmen berbangsa yang lebih beragama dan siap menerusakan cita-cita luhur Nahdlatul Ulama. Dan semoga komitmen kebangsaan NU merupakan perjuangan untuk menegakkan kepetingan bersama bukan kelompok, golongan apalagi pribadi.*