Tag: Hina Wartawan

  • Hindari Ujaran Kebencian Juniardi Ingatkan Masyarakat Bijak Gunakan Medsos

    Bandar Lampung (SL) – Wakil Ketua PWI Lampung bidang pembelaan wartawan, Juniardi SIP, MH, mengingatkan masyarakat untuk bijak dalam menggunakan media sosial,  agar tidak terjebak pada pasal ujaran kebencian,  perbuatan tidak menyenangkan,  dan kabar Hoax.

    Hal itu dikatakan Juniardi, menanggapi pertanyaan wartawan, terkait cuitan warga net di akun facebook,  laman akun facebook,  Bupati Mesuji yang menyebut profesi wartawan adalah yang paling dibenci,  karena berprilaku tidak profesional,  dengan orentasi pada uang,  dan memeras.

    “Ungkapan itu mungkin saja ungkapan kekesalan atas pengalaman berhadapan pada oknum wartawan yang tidak profesioanal dalam menjalankan tugas jurnalistik, tapi dalan kalimat itu langsung ditujukan pada profesi wartawan,  tanpa membedakan wartawan yang benar benar menjalankan tugas jurnalistik,  dan mana wartawan abal abal,  alias tidak kopeten.  Ini berbahaya, karena menyinggung profesi secara genetal, ” kata mantan ketua KIP Lampung pertama ini.

    Alumni magister hukum Unila ini menjelaskan dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik,Pasal 28 ayat (2) dan Jo Pasal 45 merupakan ketentuan yang mulai digunakan dalam kasus-kasus penyebaran kebencian berbasis SARA.

    “Walaupun ada ketentuan pidana dalam KUHP dan UU Nomor 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis (UU Diskriminasi Rasial), namun pasal-pasal dalam UU ITE jauh lebih mudah digunakan terkait Penyebar kebencian berbasis SARA di dunia maya,” katanya.

    Menurut Sekertaris Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Lampung ini,  bunyi Pasal 28 ayat (2) UU ITE adalah bahwa setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

    Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis (UU Diskriminasi)  khususnya di Pasal 4 dan Pasal 16 elemen utamanya adalah “kebencian atau rasa benci kepada orang karena perbedaan ras dan etnis” atau “kebencian atau rasa benci kepada orang lain berdasarkan diskriminasi ras dan etnis”. “Sedangkan KUHP umumnya digunakan pasal-pasal penyebar kebencian terhadap golongan/agama 156, 156 a dan 157,” katanya.

    Mantan wartawan Lampung Post ini menerangkan sedangkan jika menggunakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) khususnya pasal 28 ayat (2) juga mememiliki unsur penting yakni “menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).”

    Berbeda dengan UU Diskriminasi, UU ITE menggunakan unsur SARA yang diterjemahkan dengan “suku, agama, ras, dan antargolongan” ini menunjukkan bahwa muatannya lebih luas lingkupnya di banding UU Diskriminasi. Karena tidak hanya mengatur etnas dan ras namun ada unsur kejahatan dalam frase “agama dan antar golongan”, yang tidak ada dalam UU Diskriminiasi tersebut.

    Karena pasal 28 ayat (2) ITE merupakan pasal paling kuat bagi tindak pidana penyebaran kebencian di dunia maya di banding pasal-pasal pidana lainnya. “Maka tren penggunaan pasal 28 ayat (2) ITE ditahun-tahun mendatang pasti lebih meningkat, ini karena elemennya lebih luas, dengan ancaman pidana yang lebih berat dan secara spesifik mudah menyasar penyebar kebencian berbasis SARA di dunia maya, dibanding UU lainnya.Wartawan masuk katagori golongan, yang menjalankan tugas UU Pers tahun 1999” katanya.  (isma)

  • Pengakuan AKBP Budi Asrul Kurniawan Soal Ucapannya

    Pengakuan AKBP Budi Asrul Kurniawan Soal Ucapannya

     

    AKBP Budi Asrul Kurniawan

    Bandarlampung (SL)-Terkait ucapan yang bernada menghina dan melecehkan profesi wartawan, Kapolres Way Kanan, AKBP Budi Asrul Kurniawan diperiksa Propram Polda Lampung, sejak Selasa, 29 Agustus 2017 lalu. Usai diperiksa oleh penyidik Propam, Kapolres Way Kanan, AKBP Budi Asrul Kurniawan, mengaku masih trauma dengan hal tersebut.

    Dia meminta wartawan tidak merekamnya saat meladeni wawancara. Setelah awak media terus berupaya untuk meminta klarifikasinya, akhirnya orang nomor satu di Polres Way Kanan tersebut, mau menerima dan bersedia untuk diwawancarai dan direkam oleh awak media. “Ya benar saya sudah diperiksa tadi oleh Propam. Saya minta diperiksa cepat untuk segera mengklarifikasi walaupun saya pribadi yang diserang. Karena masalah ini membawa nama institusi Polri, saya tidak mau nama Polri rusak

    hanya gara-gara masalah ini,” katanya kepada awak media, Selasa (29/8/2017).

    Menurutnya, apa pun keputusannya jika memang melanggar kode etik dan indispiliner, ia bersedia menerima sanksi yang diberikan. Meskipun ia harus dicopot dari jabatannya sebagai Kapolres Way Kanan. “Apapun hasilnya nanti saya terima, saat ini masih diproses terlebih dulu. Kalau Hasil pemeriksaan, saya tidak mengetahui karena masih diselidiki oleh Propam,” ungkapnya.

    Budi memaparkan mengenai awal ucapannya tersebut kepada media yang ada di lokasi, malam itu pihaknya sedang melakukan uji coba terkait angkutan batu bara yang dilaporkan masyarakat. Sebagai pimpinan, ia bertangungjawab dari keamanan baik jalan atau lainnya. “Makanya kami mengadakan uji coba, apakah benar pengusaha angkutan batubara ini komitmen dengan tonase dan jam pengangkutannya,” katanya.

    Dari uji coba itu, kata Budi, jamnya sudah benar, tapi tonasenya muatan batu bara itu yang masih dilanggar. Maka ujicoba malam itu dihentikan, sebelum dihentikan ada penyetopan oleh warga tepatnya di Simpang Empat KM 9, Negeri Baru, Blambangan Umpu dan deadlock. “Karena sama-sama saling keras antara warga dan pengangkut batu bara, negosiaasi buntu. Maka saya datang ke tempat tersebut,” ucapnya.

    Sampainya dilokasi, ia melihat ada kerumunan massa lalu ia berusaha melakukan untuk berdialog disitu, dan diakuinya ia memang melihat dua rekan wartawan, Dedy Tarnando dan Dian Firasta yang sudah ia kenal baik sebelumnya. “Saya akui memang bicaranya saat itui cukup agak keras, saya juga meminta ke mereka (wartawan) agar jangan direkam dulu. Kenapa, alasannya saya khawatir nanti diplintir lagi seperti sebelumnya,” kata dia.

    Menurutnya, karena nantinya juga, ia akan memberikan statmennya. Apalagi dilokasi saat itu, kondisinya agak gelap dan halk itu disepakati dengan rekan wartawan tersebut. Setelah negoisasi selesai, konflik dilokasi itu teratasi dan warga menerimanya truk pengangkut batu bara lewat.

    Selanjutnya, di tempat itu ia ngobrol biasa saja dengan mereka (wartawan). Mengenai obrolan yang sampaikan agak keras dilokasi itu, memang benar. Tapi mengenai masalah penyebutan “orang lampung” itu tidaklah benar, dirinya hanya bicara “koran lampung”. “Saya tidak menyebutkan orang Lampung ini yang perlu dicatat. Kalau saya menyebut koran Lampung,  saya akui itu benar. Secara pribadi, saya minta maaf kepada rekan wartawan, media dan masyarakat. Saya juga mendatangi kantor IJTI di Way Kanan, meminta maaf mengenai ucapan saya,” katanya. Saat disinggung apakah ada yang telah memlintir perkataannya tersebut, hingga menjadi banyak kecaman terhadap dirinya. Budi mengatakan, ada yakni Hermansyah dan Khadafi yang bilang “Koran” jadi “orang”.

    Budi menuturkan, karena memang trennya sekarang ini, orang itu sudah tidak membaca koran dan Itulah inti awal pembicaraannya dengan kedua wartawan tersebut. Tidak hanya itu saja, lalu pembicaraan itu juga beralih topik ke provesi bahwa Polri juga kalau ada yang jelek satu maka jelek semua. Begitu juga wartawan, kalau jelek satu, maka wartawan dianggap jelek semua. “Sekarang ini, setiap orang sudah bisa jadi wartawan untuk dirinya sendiri dan itulah namanya media sosial (medsos). Nah percakapan itu, kami disepakati untuk tidak direkam atau off the record,” sesalnya.

    Ternyata pada pembicara itu, ada perkataannya yang diduga sengaja dipelintir. Bahkan ada yang Dia kurang terima, anehnya kenapa ada foto-foto istrinya memakai baju bhayangkari yang tidak tahu apa-apa disangkut pautkan. “Ada yang sudah mengedit foto istri saya, lalu ada yang mengunggahnya di media sosial. Pengunggahnya juga harus bertanggungjawab, saya sudah melaporkan hal tersebut ke Polda Lampung,” katanya.

    Budi menegaskan, dirinya siap diperiksa apa pun hasilnya nanti, dan hukum memang harus ditegakkan dan ia pun siap mempertanggungjawabkan hal itu meski saya harus dicopot dari jabatannya sebagai Kapolres. “Sepanjang rel-rel yang memang betul itu saya langgar, saya siap diperiksa makanya saya datang ke Polda untuk mempertanggungjawabkan mengenai hal tersebut,” ujaranya.

    Budi menambahkan, untuk angkutan batu bara, harap menunggu dari hasil keputusan dan kesepakatan bersama. Pihaknya melarang, tidak ada muatan batu bara yang boleh melintas. “Saya tetap bertahan untuk itu, karena masalah angkutan batu bara ini tanggungjawab kami agar tidak terjadi adanya kekacauan (chaos),” katanya. (Juniardi/nt/tl)

     

    Sumber : Teraslampung.com