Tag: HTI

  • Gerakan Jaga Indonesia, Budi Djarot: HTI Hanya Hama

    Gerakan Jaga Indonesia, Budi Djarot: HTI Hanya Hama

    Jakarta (SL) – Sekitar 10 orang mengenakan setelan seragam putih, mendatangi Polda Metro Jaya, Senin (26/11). Mereka bertemu langsung dengan Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono, untuk meminta kepolisian menggagalkan Reuni Alumni 212 yang akan digelar pada 2 Desember 2018 mendatang.

    Mereka siap mengadang massa, jika memang dalam pelaksanaannya ada pengibaran bendera HTI. “Kenyataan politik hari ini, HTI bermetamorfosa menjadi ormas-ormas gurem yang semakin sulit diidentifikasi melakukan penyebaran ideologi khilafah, menyelinap ke ruang-ruang publik terutama tempat-tempat ibadah,” ujar Sekjen Presidium Nasional ‘Gerakan Jaga Indonesia’, Budi Djarot, saat ditemui di Mapolda Metro Jaya, Senin (26/11).

    Bagi dia, HTI ini berbahaya karena telah masuk ke jantung masyarakat. Bahkan berada di institusi-institusi formal atau pemerintah. Saat ini, dilanjutkan dia, politik telah dikaitkan dengan agama dan telah membodohi masyarakat, sehingga seharusnya tidak perlu ada lagi aksi-aksi seperti Reuni Alumni 212 ini. “HTI hanya hama, bukan agama, yang seharusnya kita basmi. Apalagi secara fakta hukum, HTI telah dinyatakan bubar karena mengusung ideologi khilafah yang bertentangan dengan Pancasila, bahkan negara lain juga telah membubarkan HTI karena dianggap berbahaya,” katanya.

    Menurut dia, dengan adanya pelaksanaan Reuni Alumni 212 ini justru semakin memperlihatkan bagaimana ideologi khilafah terus berjalan dan semakin masif. Hal ini terlihat dalam persiapan menjelang aksi tersebut, karena ribuan peserta aksi dari berbagai wilayah Indonesia akan hadir di Monas, Jakarta Pusat. “Bahkan sempat melakukan aksi rapat akbar dan parade pengibaran bendera bertuliskan kalimat tauhid, tanpa ada upaya pencegahan dari aparat. Maka dari itu, kami datang ke Polda Metro untuk mendesak kepolisian untuk mencegah berbagai aksi beranasir agama,” jelas Budi Djarot.

    Diberitakan sebelumnya, Persaudaraan Alumni (PA) 212 akan kembali menggelar reuni akbar kedua pada 2 Desember 2018 mendatang. Dalam aksi damai ini, alumni Aksi Bela Islam tersebut akan mengibarkan satu juta bendera kalimat tauhid berwarna warni.

    Reuni akbar 212 tersebut akan tetap dilaksanakan setiap tahun sebagai ajang silaturahmi akbar umat Islam. Semoga reuni akbar tersebut bukan dilaksanakan sebagai momentum politik tahunan. (republika)

  • Amar Putusan PTUN Dinilai Tidak Nyatakan HTI Organisasi Terlarang

    Amar Putusan PTUN Dinilai Tidak Nyatakan HTI Organisasi Terlarang

    Jakarta (SL) – Majelis Hakim PTUN Jakarta telah memutus Gugatan Sengketa Tata Usaha Negara yang diajukan Ormas Islam HTI. Pengadilan menolak gugatan HTI dan menguatkan Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN/beshicking) yang dikeluarkan Pemerintah.

    Berkaitan dengan hal itu, Koalisi 1000 Advokat bela Islam perlu memberikan sejumlah klarifikasi diantaranya;

    Pertama, bahwa Objek Sengketa A Quo adalah sengketa Administratif berupa Gugatan Pembatalan Surat Keputusan Nomor AHU-30.A.01.08.Tahun 2017 Tentang Pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : AHU-00282.60.10.2014 Tentang Pengesahan Pendirian Badan Hukum  Perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia, tanggal 19 Juli 2017.

    Kedua, bahwa amar putusan Majelis Hakim hanya menolak Gugatan HTI dan menguatkan KTUN objek sengketa berupa Surat Keputusan Nomor AHU-30.A.01.08.Tahun 2017 Tentang Pencabutan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor : AHU-00282.60.10.2014 Tentang Pengesahan Pendirian Badan Hukum  Perkumpulan Hizbut Tahrir Indonesia, tanggal 19 Juli 2017.

    “Ketiga, bahwa tidak ada satupun amar putusan yang menyatakan HTI dibubarkan atau menyatakan HTI sebagai Organisasi Massa Terlarang,” kata ketua Koalisi 1000 Advokat Bela Islam,  Ahmad Khozinudin, SH dalam keterangannya, Selasa (8/9/2018).

    Keempat, oleh dan karenanya, seluruh anggota dan simpatisan HTI tetap memiliki hak konstitusional untuk menjalankan aktivitas dakwah dan menyebarkan ajaran Islam, terbebas dari seluruh tekanan dan intimidasi.

    “Kelima, setiap tindakan termasuk tetapi tidak terbatas pada upaya melakukan intimidasi, labelisasi, persekusi, Kriminalisasi terhadap aktivitas dakwah dan para pengembannya, adalah tindakan yang melanggar hukum dan bertentangan dengan konstitusi,” jelas Ahmad.

    Keenam, lanjut Ahmad, terhadap putusan a quo, belum memiliki kekuatan hukum tetap dan mengikat, masih terbuka upaya hukum banding dan kasasi,  “sebagai sarana hukum yang disediakan konstitusi untuk menguji putusan hakim ditingkat pertama,” ucapnya.

    Setelah mengikuti, menyimak dan mencermati fakta-fakta persidangan Putusan Gugatan sengketa Tata Usaha Negara antara HTI melawan Pemerintah, Koalisi 1000 Advokat Bela Islam menyatakan Pertama, HTI bukan organisasi terlarang, tidak pernah dibubarkan, hanya dicabut status BHP nya.

    “Seluruh anggota dan simpatisan HTI demi hukum sah dan legal, menjalankan aktivitas dakwah Islam dan menyebarluaskan paham dan ajaran Islam,” kata Ahmad.

    Kedua, setiap tindakan yang dilakukan secara melawan hukum baik berdalih HTI telah dibubarkan, atau HTI dianggap organisasi terlarang, baik dilakukan oleh individu atau lembaga, institusi pemerintahan atau swasta, adalah bentuk pelanggaran hukum dan terhadapnya dapat dikenai sanksi hukum.

    “Ketiga, Secara substansi, Khilafah adalah ajaran Islam. Mendakwahkan ajaran Islam Khilafah adalah aktivitas legal, baik dilakukan oleh individu maupun Ormas. Konstitusi telah menjamin kebebasan beragama, menganut keyakinan dan beribadah sesuai keyakinannya,”papar Ahmad.

    Mendakwahkan ajaran Islam Khilafah, adalah aktivitas ibadah yang bersumber dari keyakinan akidah Islam. Karenanya, putusan PTUN Jakarta tidak dapat mengubah hukum wajibnya Khilafah menjadi haram, dengan melarang atau mengkriminalisasinya.

    Keempat, sambung Ahmad, mengimbau kepada seluruh komponen masyarakat baik praktisi hukum, akademisi, politisi, ulama, habaib, aktivis pemuda dan mahasiswa, birokrat dan para pejabat untuk tetap memberi dukungan pada HTI mengambil upaya hukum lebih lanjut.

    “Agar terus dan tetap Istiqomah mengemban dakwah Khilafah, sebagai ajaran Islam yang Agung,”terangnya.

    Kelima, kata Ahmad, mendesak seluruh aparat penegak hukum, institusi Peradilan, agar dapat menegakkan hukum yang seadil-adilnya, menjadikan konsepsi negara hukum berdiri tegak sebagai pilar negara.

    “Dan menutup setiap celah intervensi kekuasaan politik yang hendak mengangkangi hukum,”pungkasnya. (rls)

  • Yusril kritik Pemerintah Soal Pecat PNS HTI

    Yusril kritik Pemerintah Soal Pecat PNS HTI

    Ist : Yusril Isha Mahendra

    Nasional – Pemerintah telah memutuskan untuk membubarkan organisasi masyarakat Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Sehingga jajaran PNS yang masih tergabung dalam ormas tersebut diharuskan memilih, atau nantinya akan dipecat.

    Pakar Hukum Tata Negara Yusril Isha Mahendra mengaku bingung dengan sikap pemerintah yang meminta anggota HTI keluar sebagai PNS. Bahkan dia, menganggap hal itu tindakan bodoh.

    “Ya itu bodoh saja wong HTI sudah dibubarkan. Sudah tidak ada lagi secara hukum kok masih disuruh milih HTI atau tetap jadi PNS. Kalau ada orang pemerintah yang nanya itu ya pemerintah itu bahlul sendiri. Udah bubar kok masih disuruh pilih,” katanya usai mengisi seminar di gedung Bank Bukopin, Jakarta, Selasa (25/7).

    Dia menambahkan, belum mendapat putusan Menkum HAM mencabut status badan hukum HTI. Sedangkan hal itu yang menjadi objek sengketa.

    “HTI pun saya tanya belum terima juga. Sudah diumumkan tapi masih dikantongi pak Yasonna. Sebenarnya kalau nggak dikasih ke kita tetap bisa nanti hakim yang perintahkan bawa surat asli itu untuk dibawa ke pengadilan,” pungkasnya.

    Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai WNI harus mempunyai konsistensi sikap dengan negara. PNS juga harus mengimplementasikan ideologi negara yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tinggal Ika.

    “PNS harus berani menentukan sikap siapa kawan, siapa lawan, terhadap siapapun yang mencoba mengganti atau melawan ideologi negara. Dalam tataran normatif seluruh Kepala Daerah harus membangun basis ideologi,” kata Tjahjo dalam siaran pers, Jakarta, Minggu (23/7).

    Selain itu, Tjahjo juga meminta agar setiap Kepala Daerah atau PNS harus bisa menjaga jangan sampai adanya pemahaman lain selain pemahaman Pancasila.

    “Pemerintahan Negara Republik Indonesia dari pusat sampai daerah dan harus menjaga jangan sampai ada paham-paham lain atau ideologi lain yang ingin membenturkan dengan ideologi negara yang sudah final,” ujarnya.

    Jika nantinya ada PNS yang tidak memahami ideologi selain Pancasila atau bersebrangan, dirinya menegaskan kepada PNS tersebut agar segera mengundurkan diri.

    “Kalau ada PNS yang baik langsung atau tidak terlibat dengan elemen-elemen yang melawan atau berseberangan atau mengembangkan ajaran ideologi lain selain Pancasila, ya silakan mengundurkan diri saja dari PNS,” tegasnya.

    “Sebagai bagian dari tugas PNS untuk mengorganisir dan menggerakkan masyarakat di berbagai lingkungan dan tingkatan. Secara terus menerus harus memberikan pemahaman terkait ideologi negara Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika dan NKRI,” sambung Tjahjo.

    Menurutnya, keputusan yang diambil oleh Tjahjo sudah menjadi final dan tidak dapat diubah. Keputusan yang ia lakukan itu juga berlaku mulai dari tingkatan RT sampai tingkatan pusat, yang di mana semua itu demi kemaslahatan bangsa Indonesia.

    “Sudah final dan setiap pengambilan keputusan politik pembangunan di semua tingkatan dari Pusat sampai RW-RT- keputusan apapun yang akan diambil harus implementasi dari Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika, yang kesemuanya demi kemaslahatan masyarakat bangsa dan negara Indonesia,” tandasnya.

    Sumber : merdeka.com

    Editor : FB