Tag: Jakarta Selatan

  • Presiden Serahkan 5.000 Sertifikat Hak Atas Tanah di Jakarta Selatan

    Presiden Serahkan 5.000 Sertifikat Hak Atas Tanah di Jakarta Selatan

    Jakarta (SL) – Presiden Joko Widodo menyerahkan 5.000 sertifikat hak atas tanah untuk warga Jakarta Selatan. Acara penyerahan digelar di Lapangan A. Yani, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Selasa, 23 Oktober 2018.

    Tiba sekira pukul 16.20 WIB, Presiden menyapa warga terlebih dahulu dengan berkeliling ke tempat duduk masyarakat. Sesaat setelah acara dimulai, hujan deras mengguyur wilayah itu. Meski demikian, ribuan warga yang hadir tetap antusias mengikuti acara penyerahan sertifikat ini.

    “Sini-sini yang kehujanan, bawa kursinya ke depan, enggak apa-apa. Alhamdulillah hujan adalah barokah,” kata Presiden saat hujan mulai deras.

    Dalam sambutannya, Presiden kembali mengungkapkan alasan pemerintah terus mendorong percepatan pemberian sertifikat hak atas tanah untuk rakyat ini, yaitu banyaknya keluhan masyarakat di seluruh daerah terkait sengketa lahan. Dengan adanya sertifikat, maka masyarakat memiliki status hak hukum atas tanah yang pasti.

    “Oleh sebab itu saya perintahkan kepada Menteri sejak 2016. Lalu 2017 dimulai. Biasanya 500 ribu (sertifikat dibagikan) per tahun di seluruh Tanah Air, tetapi tahun lalu dibagikan 5 juta, tahun ini 7 juta, dan tahun depan 9 juta sertifikat,” kata Presiden.

    Kepada ribuan penerima sertifikat, Presiden pun berpesan agar mereka menjaga sertifikatnya dengan baik. Tidak hanya itu, ia pun berpesan agar masyarakat berhati-hati dan berhitung terlebih dahulu jika ingin menjadikan sertifikatnya sebagai agunan untuk meminjam uang ke bank.

    “Kalau sudah dapat pinjaman, jangan dipakai beli barang kenikmatan, contoh mobil. Pinjam 300 juta, yang 150 juta pakai beli mobil. Paling gagahnya 6 bulan, setelah itu enggak bisa nyicil, sertifikat hilang, mobilnya juga hilang,” ujarnya.

    Dalam acara penyerahan sertifikat ini Presiden didampingi oleh Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Sofyan Djalil, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, dan Wali Kota Jakarta Selatan Marullah Matali. (rls)

  • HUT Ke-72 Bhayangkara, Jenderal Tito Berpesan Kepada Polisi dan Bhayangkari

    HUT Ke-72 Bhayangkara, Jenderal Tito Berpesan Kepada Polisi dan Bhayangkari

    Jakarta Selatan (SL) – Kepolisian Republik Indonesia (Polri) hari ini genap berusia 72 tahun. Pada awalnya kepolisian berada dalam lingkungan Kementerian Dalam Negeri dengan nama Djawatan Kepolisian Negara yang hanya bertanggung jawab masalah administrasi.

    Masalah operasional kepolisian bertanggung jawab kepada Jaksa Agung. Tetapi, pada 1 Juli 1946 keluarlah Penetapan Pemerintah tahun 1946 No. 11/S.D.

    Menjadi Bhayangkara bagi negara Indonesia, demi tegaknya NKRI yang sejahtera, mandiri, dan berkadilan.

    Dia mengatakan, “pada kesempatan yang baik ini pula, secara tulis saya menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada seluruh ibu-ibu bhayangkari yang telah dengan setia penuh cinta dan pengorbanan.

    Memberi dukungan dan semangat kepada para insan Bhayangkara untuk terus berkarya secara ikhlas dan totalitas meraih kepercayaan publik.” pesannya.

    Sejarah Polri: Lahir Dari Zaman Majapahit. Lambang dan motto Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) berbunyi Rastra Sewakottama yang merupakan dari bahasa Sansekerta yang berarti “Pelayan utama Bangsa”.

    Dalam bahasa Sansekerta, Rastra berarti “bangsa” atau “rakyat”, dan sevakottama berarti “pelayan terbaik”.

    Maka disimpulkan bahwa Rastra Sewakottama berarti “pelayan terbaik bangsa/rakyat”, dan dipahami sebagai “Polri sebagai pelayan dan abdi utama negara dan bangsa”.

    Sebutan itu adalah Brata pertama dari Tri Brata yang diikrarkan sebagai pedoman hidup Polri sejak 1 Juli 1954.

    Pada zaman Kerajaan Majapahit patih Gajah Mada membentuk pasukan pengamanan yang disebut dengan Bhayangkara yang bertugas melindungi raja dan kerajaan.

    Pada masa kolonial Belanda, pembentukan pasukan keamanan diawali oleh pembentukan pasukan-pasukan jaga yang diambil dari orang-orang pribumi untuk menjaga aset dan kekayaan orang-orang Eropa di Hindia Belanda pada waktu itu.

    Pada tahun 1867 sejumlah warga Eropadi Semarang, merekrut 78 orang pribumi untuk menjaga keamanan mereka.

    Wewenang operasional kepolisian ada pada residen yang dibantu asisten residen. Rechts politie dipertanggungjawabkan pada procureur general (jaksa agung). Pada masa Hindia Belanda terdapat bermacam-macam bentuk kepolisian, seperti veld politie (polisi lapangan) , stads politie (polisi kota), cultur politie (polisi pertanian), bestuurs politie (polisi pamong praja), dan lain-lain.

    Sejalan dengan administrasi negara waktu itu, pada kepolisian juga diterapkan pembedaan jabatan bagi bangsa Belanda dan pribumi.

    Pada dasarnya pribumi tidak diperkenankan menjabat hoofd agent (bintara), inspecteur van politie, dan commisaris van politie.

    Untuk pribumi selama menjadi agen polisi diciptakan jabatan seperti mantri polisi, asisten wedana, dan wedana polisi.

    Kepolisian modern Hindia Belanda yang dibentuk antara tahun 1897-1920 adalah merupakan cikal bakal dari terbentuknya Kepolisian Negara Republik Indonesia saat ini.

    Pada akhir tahun 1920-an atau permulaan tahun 1930 pendidikan dan jabatan hoofd agent, inspecteur, dan commisaris van politie dibuka untuk putra-putra pejabat Hindia Belandadari kalangan pribumi. (Nia/BNI)

  • Menkes Apresiasi Daerah yang Mengimplementasikan Kawasan Tanpa Rokok

    Menkes Apresiasi Daerah yang Mengimplementasikan Kawasan Tanpa Rokok

    Jakarta Selatan (SL) – Menteri Kesehatan RI, prof. Dr. dr. Nila Farid Moeloek, Sp.M (K) memberikan apresiasi tinggi kepada daerah yang mengimplementasikan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dengan baik. Hal tersebut disampaikan Menkes dalam gelaran puncak peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia di Ruang Aula Siwabessy Gedung Prof. Dr. Sujudi, Kementerian Kesehatan, Jakarta Selatan, Kamis (31/5/2018).

    “Semua orang berhak terlindungi dari bahaya asap rokok orang Iain. Kementerian Kesehatan bersama dengan sebagian dari pemerintah daerah telah berupaya untuk melakukan berbagai upaya untuk mencegah dan melindungi masyarakat dari dampak buruk konsumsi hasil tembakau, salah satunya adalah penerbitan peraturan Kawasan Tanpa Rokok (KTR),” jelas Nila Moeloek.

    Ia menjelaskan Pemerintah daerah memiliki amanah untuk menetapkan KTR di wilayahnya masing-masing melalui Peraturan Daerah (Perda) atau peraturan kepala daerah (PERKADA). Sampai dengan tahun ini, sudah 19 Provinsi dan 309 Kabupaten/Kota yang telah mempunyai peraturan daerah dan peraturan pimpinan daerah yang terkait dengan KTR.

    Nila Moeloek menjelaskan bahwa masyarakat mengetahui merokok dapat menyebabkan suatu hal yang buruk bagi kesehatan dan melukai hati keluarga.  “Pada 2017 di dunia setiap tahunnya terjadi kematian dini akibat penyakit tidak menular (PTM) pada kelompok usia di 30-69 tahun tercatat sebanyak 15 juta. Sebanyak 7,2 juta kematian disebabkan akibat konsumsi produk tembakau. Kematian di usia tersebut merupakan usia produktif, mengingat Indonesia akan memperoleh bonus demografi. Untuk itu kita harus mencegah masyarakat, terutama anak-anak dan remaja untuk menghindari dan mengurangi akan bahaya merokok,” jelas Nila.

    Ia berterimakasih atas upaya Pemda yang telah membantu dalam mencegah dan mengurangi bahaya merokok. Salah satunya melalui KTR dan pemberhentian Iklan rokok. “Kami sangat mendorong gerakan agar masyarakat untuk hidup sehat, diantaranya dengan beraktivitas fisik,  makan buah,  dan cek kesehatan secara berkala,” jelasnya.

    Sementara itu, WHO Indonesia, Van Parane Taran menjelaskan sebanyak 7,2 juta kematian disebabkan akibat konsumsi produk tembakau, dan 70% kematian tersebut terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia. Kematian tersebut disebabkan karena penyakit jantung dan stroke. Di Indonesia, stroke mencapai 21,1%, dan penyakit jantung (12,9%). “Tembakau merupakan produk yang setiap tahunnya mengakibatkan lebih dari 7 juta kematian dan kerugian ekonomi sebesar USD sebesar 1,4 triliun yang dihitung dari biaya perawatan dan hilangnya produktivitas karena kehilangan hari kerja,” jelas Parane.

    Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI dr. Anung Sugihantono menjelaskan kegiatan HTTS bertemakan “Rokok penyebab Sakit Jantung dan Melukai Hati Keluarga” bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat dan kepedulian Pemerintah Daerah akan bahaya konsumsi tembakau yang mampu menyebabkan penyakit jantung, stroke, dan penyakit lainnya.

    Dalam kesempatan itu, juga dilaksanakan pemberian penghargaan Pastika Parama, Pastika Awya Pariwara, penyerahan penghargaan Paramesti dan Penghargaan Pastika Parahita. Selain itu terdapat launching perubahan Pictorial Health Warning yang ditandai dengan penekanan tombol sirine. (Humas Prov)

  • Pjs. Gubernur Didik Terima Penghargaan Pastika Parama dari Menteri Kesehatan

    Pjs. Gubernur Didik Terima Penghargaan Pastika Parama dari Menteri Kesehatan

    Jakarta Selatan (SL) – Pjs. Gubernur Lampung Didik Suprayitno menerima penghargaan “Pastika Parama” dari Menteri Kesehatan RI, Prof. Dr. dr. Nila Farid Moeloek, Sp.M (K) dalam gelaran puncak peringatan Hari Tanpa Tembakau Sedunia di Ruang Aula Siwabessy Gedung Prof. Dr. Sujudi, Kementerian Kesehatan, Jakarta Selatan, Kamis (31/5/2018). Penghargaan tersebut diberikan langsung oleh Sekjen Kementerian Kesehatan dr. Untung Suseno Sutarjo,  M. Kes dan diterima oleh Pjs. Gubernur Lampung Didik Suprayitno, serta disaksikan langsung oleh Menteri Kesehatan RI, prof. Dr. dr. Nila Farid Moeloek, Sp.M (K). Pemberian penghargaan ini karena Provinsi Lampung dinilai telah memiliki peraturan daerah dan mengimplementasikan kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) diwilayah Lampung.

    Pada kesempatan yang sama, penghargaan “Pastika Parama” juga diberikan kepada 10 pimpinan daerah lainnya yaitu Provinsi Bali, Kabupaten Tulang Bawang Barat, Kabupaten Pringsewu, Kabupaten Lampung Barat, Kota Probolinggo, Kota Lubuklinggau, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Bantaeng, dan Kabupaten Bintan.  Penyerahan penghargaan Pastika Awya Pariwara kepada 10 Daerah yang telah berhasil larang iklan rokok di wilayahnya.

    Pembentukan Perda tentang KTR tersebut bertujuan untuk menciptakan ruang dan lingkungan yang bersih dan sehat; melindungi kesehatan perseorangan, keluarga, masyarakat dan lingkungan dari bahan yang mengandung karsinogen dan zat adiktif dalam produk tembakau;  melindungi setiap orang dari dorongan lingkungan dan ketergantungan terhadap bahan yang mengandung zat adiktif berupa tembakau; meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan masyarakat terhadap bahaya merokok dan manfaat hidup tanpa merokok;  melindungi kesehatan masyarakat dari asap rokok; dan  mewujudkan generasi muda yang sehat.

    “Setiap orang dapat berperan serta dalam mewujudkan tempat dan lingkungan yang bersih, sehat dan bebas dari asap rokok, yang dimulai dari diri sendiri, keluarga dan lingkungan sekitarnya. Peran tersebut diantaranya masyarakat dapat bentuk pengaturan KTR di lingkungan masing-masing sesuai dengan kedudukan dan fungsinya, menyebarluaskan informasi tentang pentingnya KTR dan bahaya rokok, penyampaian saran dan masukan dalam pelaksanaan dan evaluasi kebijakan penyelenggaraan KTR,” ujar Didik.

    Lebih lanjut, KTR itu diantaranya meliputi fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat kegiatan anak-anak, tempat ibadah, fasilitasi olahraga yang tertutup, angkutan umum, tempat kerja, dan tempat umum. “Ini merupakan bentuk bahwa Pemerintah Daerah terus berupaya dalam menciptakan ruang dan lingkungan yang bersih dan sehat, serta melindungi setiap orang dari ketergantungan terhadap bahan yang mengandung zat adiktif berupa tembakau,” jelas Didik.

    Dalam kesempatan yang sama, terdapat penyerahan penghargaan Paramesti dan Pastika Parahita oleh Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI dr. Anung Sugihantono kepada 104 Daerah.

    Penghargaan “paramesti” diberikan kepada 43 Provinsi/Kabupaten/Kota yang telah memiliki kebijakan baik itu berupa peraturan Gubernur/Bupati/Walikota tentang Kawasan Tanpa Rokok. Dan pemberian penghargaan “Pastika Parahita” yang diberikan kepada  62 Provinsi/Kabupaten/Kota yang telah memiliki Peraturan Daerah (Perda) tentang KTR. (Humas Prov)