Tag: Jogjakarta

  • Gunung Merapi Kembali Meletus Besar

    Gunung Merapi Kembali Meletus Besar

    Yogyakarta (SL)-Gunung Merapi (2.930 mdpl) meletus besar Rabu 27 Januari 2021 siang, sekitar pukul 13.45 WIB dan kolom raksasa abu vulkanik membubung dari puncak, bisa dilihat secara jelas dari sekitar kawasan Cangkringan, Sleman, DIY. Sebagian warga waswas menyaksikan letusan besar yang diawali rentetan luncuran awan panas sejak Selasa 26 Januari 2021.

    Sebagian tubuh gunung tertutup awan tebal, sehingga tidak bisa dilihat secara seksama apakah ada runtuhan besar atau guguran besar material. Termasuk arah gugurannya. Adapun aktivitas kegempaan yang terjadi dalam periode yang sama di antaranya, 11 awan panas guguran, 77 gempa guguran, 4 gempa hembusan, dan 4 gempa hybrid/fase banyak.

    Sementara update Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta memberikan kondisi terkini Gunung Merapi. Kepala BPPTKG Yogyakarta, Hanik Humaida mengatakan, aktivitas seismik Gunung Merapi tergolong intens sejak pagi hari.

    Sepanjang periode pemantauan pukul 00.00 hingga 14.00 WIB, gunung yang berbatasan dengan provinsi Jawa Tengah dan DI Yogyakarta tersebut meluncurkan 36 kali guguran awan panas.

    Gumpalan awan panas meluncur antara 500 meter hingga 3.000 km ke arah barat daya atau ke hulu Kali Krasak dan Kali Boyong dengan amplitudo antara 15-60 mm. “Untuk durasinya antara 83 hingga 197 detik,” jelasnya, Rabu 27 Januari 2021.

    Kendati mengalami letusan yang cukup besar, jarak luncur material vulkanik masih berada di dalam radius bahaya yang direkomendasikan BPPTKG. Yakni 5 km dari puncak Gunung Merapi pada alur Kali Boyong, Bedong, Bebeng, Krasak, dan Putih.

    Hanik menjelaskan, potensi bahaya Gunung Merapi saat ini berupa guguran lava dan awan panas di sektor selatan dan barat daya. “Kendati demikian, erupsi eksplosif masih berpeluang terjadi dengan jarak bahaya 3 km dari puncak,” ujarnya.

    Hingga saat ini status Gunung Merapi masih berada di level III atau siaga. Hanik juga melaporkan, sejak memasuki fase erupsi pada 4 Januari lalu, Gunung Merapi kembali mengalami letusan besar pada Rabu 27 Januari 2021 pukul 13.32 WIB.

    Berdasarkan pengamatan BPPTKG Yogyakarta, Gunung setinggi 2.930 mdpl tersebut mengeluarkan awan panas berjarak luncur sekitar 2 km. “Awan panas mengarah ke hulu Kali Krasak dan Boyong,” terang Hanik.

    Fenomena alam tersebut tercatat di seismograf dan diketahui memiliki amplitudo sebesar 70 mm dan durasi 240 detik. “Tinggi kolom tak teramati karena berkabut,” jelasnya.

    Awan panas juga sempat menyembur dari puncak Gunung Merapi pada pukul 12.53 WIB dengan estimasi jarak luncur 3 km ke arah barat daya. “Tercatat di seismograf dengan amplitudo 55 mm dan durasi 317.8 detik. Tinggi kolom tak teramati karena berkabut,” katanya.

    Pascaerupsi, sejumlah lokasi melaporkan adanya fenomena hujan abu dengan intensitas tipis. Yakni pada beberapa desa di Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Boyolali dan Kota Boyolali. (Red)

  • Gugatan Handoko ke Pengadilan Negeri Yogyakarta Berbuntut Panjang

    Gugatan Handoko ke Pengadilan Negeri Yogyakarta Berbuntut Panjang

    Tugu Jogjakarta (Foto/Dok/Net)

    Jogjakarta (SL) – Gugatan etnis Cina, Handoko ke Pengadilan Negeri Yogyakarta terkait larangan nonpribumi memiliki tanah berbuntut panjang.

    Adik Gubernur DIY, Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Hadiwinoto meminta agar tindakan Handoko tidak diteruskan.

    Bahkan dengan tegas, Hadiwinoto mengatakan jika tidak setuju dengan aturan yang ada di Yogyakarta, Handoko diminta pindah dari Yogyakarta.

    “Saya mengingatkan kepada teman-teman Tionghoa agar ingat, jangan hanya menuntut hak saja. Kamu hidup dan mati di sini, kalau enggak mau, bisa hidup di luar Yogyakarta,” tegas KGPH Hadiwinoto.

    Hal senada dikatakan KRT Poerbokusumo. Cucu Hamengkubuwono VIII itu meminta Handoko untuk menghormati instruksi 1975. KRT Poerbokusumo mengancam akan turun ke jalan dan menemui Handoko, bila ia masih mengajukan gugatan.

    “Kita akan turun ke jalan. Kalau perlu kita akan usir dari Jogja,” katanya, seperti dilaporkan wartawan, Furqon Ulya Himawan, untuk BBC Indonesia.

    Hal tersebut dikatakannya di sela acara pertemuan sejumlah keluarga dekat Keraton Yogyakarta dengan masyarakat di kediaman Kanjeng Raden Tumenngung (KRT) Poerbokusumo, pada Kamis 3 Maret 2018.

    Sebelumnya, etnis Cina bernama Handoko, mengguggat aturan Pemerintah Daerah Istimewa (DIY) Yogyakarta yang melarang non pribumi memiliki tanah.

    Aturan tersebut tertuang dalam Instruksi Wakil Kepala Daerah DIY No. K.898/I/A/1975 tanggal 5 Maret 1975 tentang Penyeragaman Policy Pemberian Hak Atas Tanah.

    Menurut Handoko, aturan itu diskriminatif. Karenanya, Handoko menggugat aturan itu ke Pengadilan Negeri Yogyakarta. Ia tak gentar meski harus menghadapi raja.

    Sayang, gugatan Handoko ditolak Pengadilan Negeri Yogyakarta. Namun Handoko tidak menyerah. Ia kemudian melakukan banding.

    Handoko menilai putusan Pengadilan Negeri Yogyakarta merupakan bentuk ‘diskriminasi ras’ di Yogyakarta. “Kenapa keturunan Cina tidak boleh punya tanah?” kata dia. (pojokjogja/nt/*)