Lampung Selatan (SL) – Sejumlah pemudik yang melintasi Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) di wilayah Kabupaten Lampung Selatan, kecewa. Penyebabnya, jalur tol yang bisa dilalui hanya sepanjang 9 kilometer, mulai dari Gerbang Tol Bakauheni Selatan hingga Bakauheni Utara.
Lepas dari panjang jalur tersebut, pemudik harus kembali masuk ke Jalan Lintas Sumatera. “Saya dengar dari berita, Jalan Tol Sumatera sudah jadi dan diresmikan presiden. Ngk taunya, cuma sembilan kilometer saja,” ungkap Dedi pemudik dari Jawa Tengah yang hendak pulang ke Kabupaten Tulangbawang, Minggu (6/10/2018).
Kekecawan juga diungkapkan Rahman pemudik dari Tanggamus yang hendak pulang ke Pandegelang, Banten. “Tadinya saya pikir, dari Bandarlampung sudah bisa langsung masuk tol sampai ke Bakauheni. Taunya cuma dari deket sini saja masuk tol, nggak lama sudah sampe pelabuhan,” kata Rahman.
Terpisah, Kepala Cabang JTTS Bakauheni-Terbanggibesar Hanung Hanindito membenarkan kondisi tersebut. Menurut dia, dari total 140 kilometer panjang JTTS ruas Bakauheni-Terbanggibesar, hanya 14 kilometer yang sudah bisa digunakan, “Ya, memang baru 14 kilometer yang bisa digunakan. Bakauheni Selatan sampai Bakauheni Utara sembilan kilometer. Kemudian, lima kilometer dari Lematang sampai ke Kotabaru di Kecamatan Jatiagung,” kata Hanung pada harianmomentum.com.
Hanung mengaku, pihaknya terus melakukan sosialisasi pada masyarakat, terkait ruas JTTS yang sudah bisa digunakan. “Kita tetap sampaikan ke masyarakat, ruas tol yang sudah bisa digunakan, mulai dari Bakauheni Selatan sampai Bakauheni Utara. Kemudian dari Lematang sampai Kota Baru,” ungkapnya.
Dia juga menyangkal kabar adanya tarif tol yang dikenakan kepada pemudik. “Itu hoak. Sampai saat ini belum ada penetapan tarif tol. Jadi siapa pun yang lewat tol masih gratis, tidak dikenakan biaya apa pun,” tegasnya. (Harianmomentum/bob)
Bandarlampung (SL)-Presiden Joko Widodo dijadwalkan akan meresmikan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) 15 Desember 2017 menjelang Hari Raya Natal dan Tahun Baru 2018, pada titik ruas kilometer 0,00 hingga kilometer 8,9 dari Pelabuhan Penyeberangan Bakauheni- Sidomulyo, Lampung Selatan. Lalu, Tol ruas kilometer 72,0 hingga kilometer 80,0 di Institut Teknologi Sumarera (Itera) Kotabaru, Jati Agung, Lampung Selatan.
Sekretaris Daerah Provinsi Lampung, Sutono, mengatakan opening dan pemakai jalan tol digratiskan selama dua bulan. “Pemerintah memberi kesempatan kepada masyarakat mencoba jalan tol ini secara gratis selama dua bulan,” kata Sutono, usai rapat Tim Evaluasi Tol Lampung, di Jakarta, Kamis (9/11/sore).
Rapat dipimpin tiga menteri yakni Menteri BUMN Rini Soemarno, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, dan Menteri Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofjan Djalil.
Dari Lampung, selain Sutono rapat juga dihadiri Bupati Mesuji Khamami, Assiten I Sekdakab Tulangbawang Barat Agus Subagyo, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Lampung Budhi Darmawan, dan Kepala Biro Administrasi Pembangunan Sekretaris Daerah Provinsi Lampung, Zainal Abidin.
Sekda Lampung dan beberapa pejabat rapat JTTS di Jakarta
Rapat juga sepakat target pembangunan JTTS Lampung ruas Bakauheni-Pematang Panggang Mesuji, beroperasio Juni 2018 untuk mendukung Asian Games yang berlangsung mulai 18 Agustus 2018. Penyelesaian tanah ditargetkan rampung November 2017.
Menurut Zainal Abidin, ruas jalan tol Bakauheni-Sidomulyo sepanjang 38 km dapat dilalui pengendara saat keluar dari Dermaga 6. “Kalau keluar dari areal pelabuhan, ada dua petunjuk jalan. Satu ke jalan yang ada sekarang, jalur yang kedua masuk jalan tol,” kata Zainal Abidin.
Pengendara yang memilih lewat jalan tol, kata Zainal, akan keluar di tol exit Sidomulyo. Dari Bakauheni hingga Sidomulyo ada tiga pintu tol yakni di km 9 Bakauheni, km 23 Kalianda, dan km 38 Sidomulyo. “Hingga kini tol yang siap operasi tembus hingga 23 km pintu tol Kalianda,” kata Zainal. (rls/nt/jun)
Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Lampung, Sarkim
Bandarlampung – Kepala BPN Provinsi Lampung diduga kuat melakukan mark up jumlah warga penerima dana ganti rugi pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS). Pasalnya, dalam laporan surat bernomor 25/10-18/P2T/V/2017, tanggal 31 Mei 2017 ditandatangani Kepala Kantor BPN Provinsi Lampung, Sarkim, SH.,MM kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional di Jakarta menyebutkan ganti rugi tanah di Desa Tanjungsari, Kecamatan Natar seluas 498.634 haktar.
Kepala BPN Provinsi Lampung melaporkan jumlah warga penerima dana ganti rugi di Desa Tanjungsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan sebanyak 337 orang. Padahal, berdasarkan daftar bidang tanah yang terkena jalur Tol di Desa Tanjungsari sebanyak 267 orang, sehingga terdapat kelebihan sebanyak 70 orang.
Suroyo, warga setempat mengatakan dengan mark up nya laporan yang dibuat Kepala BPN Provinsi Lampung ke Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional di Jakarta semain terkuak dugaan mainan yang dilakukan oknum panitia JTTS. “Bagaimana data penerima ganti rugi mau valid, kalau jumlah warga yang menerima saja selisih. Sampai kapanpun tidak akan valid. Ini menjadi salah satu penyebab proses ganti rugi menjadi terhambat. Jadi yang menghambat bukan warga,” tegas Suroyo, belum lama ini.
Untuk itulah dia meminta kepada Tim Panitia agar mengumpulkan warga yang terkena dampat pembangunan Jalan Tol. “Kami minta panitia JTTS disaksikan Gubernur Lampung M. Ridho Ficardo mengumpulkan warga dan diabsen satu persatu. Jadi sebanyak 70 warga, sebagaimana laporan Kepala BPN Lampung akan ketahuan siapa orangnya,” katanya Suroyo, ditulis harianpilar.com.
ilustrasi, salah satu bagian JTTS Lampung yang sudah dikerjakan. Lahan JTTS melakukan ganti rugi
Semantara warga lainnya, Jarwo mengatakan dengan adanya kelebihan warga penerima dana tanam bumbuh dan bangunan JTTS di Desa Tanjungsari menunjukkan lemahnya managemen panitia. “Ini menunjukkan lemah dan carut marutnya menageman panitia JTTS,” katanya.
Ketua Badan Peneliti Aset Negara Aliansi Indonesia Provinsi Lampung, Mistorani, meminta kepada panitia JTTS untuk menunjukan 70 warga sebagaimana laporan Kepala BPN Lampung ke Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional di Jakarta. “Ini menunjukan adanya dugaan mainan panitia JTTS,” tegas dia.
Lebih lanjut Mistorani mengungkapkan kalau setiap warga memiliki lahan seluas 10.000 meter atau 1 hektar dikalikan 70 warga, sebanyak 700.000 meter. “Nah, berapa dana yang hilang,” tukasnya.
Untuk mengungkap borok panitia JTTS, pihaknya berkoordinasi dengan Nawacita di Jakarta. “Setiap saat kami selalu berkoordinasi dengan Nawacita di Jakarta,” kata Mistorani, Selasa (7/11/2017).
Rencananya, dalam waktu dekat pihaknya akan melaporkan permasalahan tersebut ke Polda Lampung. Ganti rugi tanah pembangunan JTTS diduga kuat sarat mainan. Hal itu terlihat mulai dari banyaknya lahan yang mendapat dua nilai ganti rugi, hingga tidak di berikannya rincian ganti rugi kepada masyarakat.
Mistorani mencontohkan, warga bernama Slamet Saputra hanya memiliki satu lahan. Namun, mendapat dua nilai ganti rugi yakni dengan kode 8.95/9 dengan dana ganti rugi sebesar Rp107.082.131 dan dengan kode 2207 sebesar Rp423.391.792.238. “Padahal Slamet Saputra hanya memiliki satu bidang rumah yang berdiri diatas tanah pekarangan miliknya. Anehnya, warga disuruh membuat pernyataan diatas kertas bermaterai 6000 oleh Kepala Dusun 6 Reformasi Desa Tanjung Sari, Lasiman,” terangnya.
Surat pernyataan Slamet Saputra tertanggal 29 April 2017 itu menyatakan bahawa dirinya hanya memiliki satu rumah. Padahal, dalam lembar nominative milik Slamet Saputra terdapat dua besaran angka ganti rugi yang nilainya berbeda-beda itu.
Hal serupa juga di alami warga lainnya yakni Martini yang memperoleh dua nilai ganti rugi yakni dengan dengan kode 173/26/30 sebesar Rp120.319.229 dan kode 128/217/29 dan angka yang berbeda sebesar Rp69.954.000. Padahal Martini hanya memiliki satu rumah,”Namun dua disuruh membuat pernyataan dua kali, pada tanggal 1 Mei 2017 dan tangggal 29 April 2017.
Semua isi surat pernyataan sama, agar warga mengaku memiliki satu rumah, padahal pada angka nominative tertulis dua nilai yang besarnya berbeda-beda. Ini luar biasa memang,” kata Mistorani.
Kemudian, Ngaliman mempunyai tanah ladang seluas 5.000 meter, Robangi mengaku membuatkan surat tanah sporadic seluas 27.665 meter atas perintah oknum penitia JTTS. “Saya membuat surat sporadic tanah milik Ngaliman seluas 5.000 meter menjadi 27.665 meter atas perintah oknum penitia JTTS. Saya punya bukti kopelan kertas kecil dari panitia JTTS ko,” tegasnya, melalui telepon selulernya, Jumat (3/11/2017).
Surat bernomor 033/017/VII.0I.08/IV/2017, tanggal 5 April 2017 ditandatangai Kepala Desa Tanjungsari Robangi, S.Ag. Sehingga, Ngaliman mendapatkan dana ganti rugi sebesar Rp3.156.172.395 miliar, rinciannya; tanah Rp2.765.500.000, bangunan Rp2.689.987, tanaman Rp326,000, Masa Tunggu Rp221.563.000, B. Transisi Rp166.091.399. Padahal, tanah milik Ngaliman sudah dibeli Hi. A. Suyatni, warga Desa Rukti Endah, Kecamatan Seputih Rahman, Lampung Tengah seluas 3.600 meter atau sembilan rantai, sehigga tanah Ngaliman hanya tersisa hanya 1.400 meter. Kepala Kantor BPN Provinsi Lampung, Sarkim, SH.,MM sampai berita ini diturunkan belum berhasil dikonrmasi. (mrd/hpr/nt/jun)