Tag: Juniardi

  • Pulang Kampung, Juniardi: Menyalahgunakan Mandat Konferprov PWI Lampung Rawan Masuk Ranah Hukum

    Pulang Kampung, Juniardi: Menyalahgunakan Mandat Konferprov PWI Lampung Rawan Masuk Ranah Hukum

    Metro (SL) – Menjelang konferensi provinsi Lampung (Konfrenprov), calon Ketua PWI Lampung Juniardi SIP MH pulang kampung. Juniardi mengajak pengurus PWI Kota Metro untuk berdemokrasi dalam konferprov PWI Lampung sehingga dapat menjaga marwah organisasi wartawan.

    “Jika dalam konferprov PWI Lampung terjadi praktek money politic rawan dengan masuk dalam ranah hukum, jadi jangan menyalahgunakan mandat, mari kita berdemokrasi yang baik dalam organisasi wartawan. Di Metro ini bagian kita semua, dan saya tidak pernah melakukan intervensi soal pilihan,” kata Juniardi, Rabu, 27 Oktober 2021.

    Wakil Ketua Bidang Pembelaan Wartawan PWI Lampung ini menyatakan, mengajak pengurus PWI kota Metro untuk membangun kebersamaan organisasi PWI di Lampung yang lebih baik kedepanya.

    “Saya yakin pengurus PWI Kota Metro memiliki wawasan dan pengalaman  berdemokrasi yang lebih baik, sudah dapat melihat dan mengetahui sosok calon yang sudah bersosialisasi dapat menentukan tolak ukur siapa yang layak menjadi ketua PWI Lampung kedepanya,” ungkap Juniardi.

    Mantan Ketua Komisi Informasi Provinsi Lampung ini menyatakan, selain mulang tiyuh (pulang kampung) mengunjung pengurus PWI Kota Metro,  juga meyakinkan maju dalam konstelasi konferprov PWI Lampung untuk membangun marwah dan pengkaderan organsasi wartawan yang lebih baik kedepanya.

    “Kota Metro itu dikenal dengan SDMnya, maka disebut Kota Pendidikan. Sehingga jadi teladan, jangan sampai dalam konferprov PWI Lampung ada intervensi atau pemaksaan untuk mengarahkan salan satu calon. Mari kita bersama mengubah kebiasaan dan budaya itu, organisasi profesi ini bukan dinasti, jangan bangun sistim kerajaan.  Perlunya kaderisasi yang baik, kalau bisa pengurus daerah bisa masuk menjadi pengurus PWI Provinsi,” ujarnya.

    Sementara Ketua PWI Kota Metro Rino Pandu Winata SH MH  menyambut baik kehadiran salah satu pengurus PWI Lampung yang akan maju dalam konferprov PWI Lampung.

    “Kami menyambut baik kedatangam Bang Juniardi, dan calon lainya yang telah terlebih dahulu mendatangi PWI Kota,” kata Rino.

    “Kak ijus ini (Juniardi) putra Lampung lahir dan besar di Kota Metro. Dia sudah banyak bebuat di dunia jurnalistik khususnya di Lampung tentunya harapan bagi kita nanti terpilih ketua PWI dapat terus memajukan organsiasi kedepanya”, katanya. (Adien/red)

  • Juniardi: Kerja Kerja Pers Dibelenggu Oleh UU Pers dan Kode Etik

    Juniardi: Kerja Kerja Pers Dibelenggu Oleh UU Pers dan Kode Etik

    Tulang Bawang (SL) – UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers, menyebutkan bahwa Pers adalah lembaga sosial dan wahana komu­nikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik yang meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan me­nyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lain­nya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan se­gala jenis saluran yang tersedia.

    Sementara Bang Jun sapaan akrabnya menambahkan bawa, fungsi pers (pasal 3 UU Pers) setidaknya ada lima yaitu pers sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, kontrol sosial, dan sebagai lembaga ekonomi. “Sebagai media informasi, ialah pers itu memberi dan me­nyediakan informasi tentang peristiwa yang terjadi kepada ma­syarakat, dan masyarakat membeli surat kabar karena memerlukan informasi,” kata Juniardi, saat memberikan materi dalam kegiatan pelatihan jurnalistik untuk kepala kampung, di Tulang Bawang, Senin, 20 September 2021.

    Keberadaan UU Pers, kata Juniardi, adalah untuk melindungi dan mengendalikan kemerdekaan pers. Pengendalian kebebasan pers yaitu masih ada pihak-pihak yang ti­dak suka dengan adanya kebebasan pers, sehingga mereka ingin menia­dakan kebebasan pers.

    “Kemudian ada penyalahgunaan kebebasan pers, yaitu insan pers memanfaat­kan kebebasan yang dimilikinya un­tuk melakukan kegiatan jurnalistik yang bertentangan dengan fungsi dan peranan yang diembannya. Oleh karena itu tantangan terberat bagi wartawan adalah kebebasan pers itu sendiri,” katanya.

    Sebagai fungsi pendidikan, pers itu juga sebagai sarana pendidi­kan massa (mass education), pers memuat tulisan-tulisan yang men­gandung pengetahuan sehingga masyarakat bertambah pengeta­huan dan wawasannya.

    “Sebagai fungsi menghibur, pers juga memuat hal-hal yang bersifat hiburan untuk mengim­bangi berita berita berat (hard news) dan artikel-artikel yang ber­bobot. Berbentuk cerita pendek, cerita bersambung, cerita bergam­bar, teka-teki silang, pojok, dan karikatur, misalnya,” tambah Wakil Ketua Bidang Pembelaan Wartawan PWI Lampung itu.

    Sebagai, fungsi kontrol sosial, lanjut mantan ketua Komisi Informasi Provinsi Lampung, ter­kandung makna demokratis yang didalamnya terdapat unsur-un­sur sebagai social par­ticiption yaitu keikutsertaan rakyat dalam pemerintahan.

    Social responsibility yaitu pertanggung­jawaban pemerintah terhadap rakyat.  Sosial support yaitu du­kungan rakyat terhadap pemerin­tah. Dan sosial control yaitu kontrol masyarakat terhadap tindakan-tindakan pemerintah,” katanya.

    Dan sebagai lembaga ekonomi, yaitu pers adalah suatu perusa­haan yang bergerak di bidang pers dapat memanfaatkan keadaan di sekitarnya sebagai nilai jual sehingga pers sebagai lembaga so­sial dapat memperoleh keuntungan maksimal dari hasil produksinya untuk kelangsungan hidup lembaga pers itu sendiri.

    Peranan pers dalam UU Pers disebutkan adalah untuk memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui. Kemudian menegakan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi hukum, hak asasi manusia, serta menghormati kebhinekaan.

    “Dengan mengembangkan pendapat umum berdasarkan infor­masi yang tepat, akurat dan benar. Melakukan pengawasan, kritik, koreksi dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum, dan Memperjuangkan keadi­lan dan kebenaran,” katanya.

    Terkait kerja wartawan, Juniardi menegaskan bahwa untuk kerja kerja wartawan, diatur dalam kode etik wartawan, yang juga ada dalam UU Pers terdapat 11 pasal Kode Etik wartawan Indonesia. Misalnya, lanjut Juniardi, wartawan Indonesia harus menempuh cara-cara yang profe­sional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.

    Cara-cara yang profesional adala menunjukkan identitas diri kepada narasumber, menghormati hak privasi, tidak menyuap, menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumber­nya.

     “Hal itu diatur dalam UU Pers nomor 40/99, terutama kode etik di pasal 2. Termasuk rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan ket­erangan tentang sumber dan dit­ampilkan secara berimbang,” kata Juniardi.

    Wartawan juga harus menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam pe­nyajian gambar, foto, suara. Tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil lipu­tan wartawan lain sebagai karya sendiri.

    “Penggunaan cara-cara ter­tentu dapat dipertimbangkan un­tuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik,” kata Wakil Ketua Bidang Pembelaan Wartawan PWI Lampung.

    Wartawan Indonesia, tambah Juniardi harus selalu menguji informasi, mem­beritakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta mener­apkan asas praduga tak bersalah.

    “Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu. Berimbang adalah mem­berikan ruang atau waktu pem­beritaan kepada masing-masing pihak secara proporsional. Opini yang mengha­kimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda den­gan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang,” katanya.

    Wartawan lanjut Juniardi, tidak membuat berita bohong, fit­nah, sadis, dan cabul.

    “Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan,” ujarnya.

    Untuk berita tidak boleh cabul, artinya penggambaran tingkah laku secara erotis den­gan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi. “Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pen­gambilan gambar dan suara,” katanya.

    Juniardi merinci wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiar­kan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.

    “Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah,” urainya.

    Wartawan Indonesia ti­dak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap. Yang dimakasud menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang men­gambil keuntungan pribadi atas informasi yang diperoleh saat ber­tugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum. Suap adalah segala pembe­rian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain Yang mempengaruhi independensi.

    Wartawan juga memiliki hak tolak untuk melind­ungi narasumber yang tidak ber­sedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ke­tentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record ses­uai dengan kesepakatan.

    Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identi­tas dan keberadaan narasumber Demi keamanan narasumber dan keluarganya. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan nara­sumber.

    Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kela­min, dan bahasa serta tidak mer­endahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.

    “Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai ses­uatu sebelum mengetahui secara jelas. Diskriminasi adalah pem­bedaan perlakuan”, jelasnya.

    Lalu wartawan harus menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik. Menghormati hak narasum­ber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang ter­kait dengan kepentingan publik.

    Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pemba­ca, pendengar, dan atau pemirsa.

    “Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar. Permintaan maaf disampai­kan apabila kesalahan terkait den­gan substansi pokok,” katanya.

    Pasal 11, kode etik menyebutkan bahwa wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak kore­ksi secara proporsional. Hak jawab adalah hak se­seorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pem­beritaan berupa fakta yang meru­gikan nama baiknya. Hak koreksi adalah hak se­tiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang di­beritakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.

    “Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki. Penilaian akhir atas pelangga­ran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers. Dan sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh or­ganisasi wartawan dan atau peru­sahaan pers. (Red)

  • Memahami Kerja Dan Tugas LSM

    Memahami Kerja Dan Tugas LSM

    Kepercayaan masyarakat pada LSM menduduki peringkat terendah, dibawah pemerintah, swasta dan media massa. Hal itu, berdasarkan survei Edelman Trust Barometer pada 2014, kepercayaan publik terhadap LSM sebanyak 73 persen. Namun, setahun kemudian survei yang sama menunjukkan kepercayaan publik terhadap LSM jatuh menjadi 64 persen.

    Tidak berlebihan jika LSM, kini menjadi momok kalangan pemerintahan birokrasi, ASN, pajabat, hingga Kades dan Kepala Sekolah, terutama di Lampung. Kasus mundurnya puluhan kepala sekolah di Tulang Bawang, yang beralasan tidak sanggup berhadapan dengan oknum oknum LSM dan wartawan yang kerap meminta uang, ini membuat kenik kita berkerut.

    Dari banyak refrensi, pada umumnya LSM adalah sebuah organisasi yang didirikan baik secara perorangan maupun secara kelompok. Dimana organisasi tersebut tidak berorientasi pada hasil atau laba melainkan karena adanya tujuan tertentu di dalam masyarakat.

    LSM merupakan pengembangan dari sebuah organisasi non pemerintah (omop) atau juga disebut sebagai lembaga non government organization (NGO). Jadi, sebuah Lembaga swadaya masyarakat merupakan sebuah organisasi di luar pemerintah dan di luar birokrasi.

    Tapi tujuannya LSM bisa membantu kinerja pemerintah bahkan justru ikut mengawasi jalannya pemerintahan agar tidak menjadi penyebab terjadinya penyalahgunaan kewenangan. Artinya secara umum pengertian LSM merupakan semua organisasi yang tidak terikat dengan pemerintah dan birokrasi

    Sebuat artikel menyebutkan bahwa sebuah organisasi dapat dikatakan masuk dalam lembaga swadaya masyarakat apabila memiliki beberapa ciri. Yaitu organisasi tersebut bukan bagian dari pemerintah maupun birokrasi, pendanaannya juga tidak terkait dengan pemerintahan.

    Organisasi tersebut dalam mencapai tujuannya tidak berorientasi pada laba atau profit belaka melainkan karena adanya tujuan tertentu yang berguna bagi masyarakat pada umumnya, Kegiatan yang dilakukan oleh organisasi tersebut sangat menguntungkan bagi masyarakat umum tidak hanya menguntungkan bagi para anggotanya atau pada profesi tertentu saja.

    LSM dan Pemberantasan Korupsi

    Kita tahu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi yang mengikutsertakan masyarakat atu LSM yang telah diatur dalam United Nations Convention Against Corruption 2003, khususnya pada Pasal 13 disebutkan antara lain:

    Bahwa masing-masing negara pihak wajib mengambil tindakan-tindakan yang semestinya, dalam kewenangannya dan sesuai dengan prinsip-pirinsip dasar hukum internalnya, meningkatkan partisipasi aktif perorangan dan kelompok di luar sector publik, seperti masyarakat sipil, organisasi-organisasi non pemerintah (NGO/LSM) dan organisasi-organisasi berbasis masyarakat.

    Selanjutnya bagaimana pengaturannya dalam peraturan Perundang-undangan ada ruang yang diberikan kepada LSM dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.

    Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 memberikan jaminan yang sangat tegas dalam Pasal 28 E ayat (3) bahwa “Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluakan pendapat “Ketetapan MPR –RI Nomor VIII/MPR/2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

    Di samping itu terdapat desakan yang kuat dari masyarakat yang menginginkan terwujudnya berbagai langkah nyata oleh pemerintah dan lembaga-lembaga tinggi negara lainnya dalam hal pemberantasan dan pencegahan korupsi, kolusi, dan nepotisme, seperti dalam Undang-undang Nomor 28 tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang memberikan kesempatan kepada masyarakat/LSM untuk ikut berpartisipasi.

    Selanjutnya dalam Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 jo, Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diatur dalam bab V, khususnya pada pasal 41 dan pasal 42. Demikian pula halnya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 68 tahun 1999 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Negara.

    Secara lebih khusus peran serta masyarakat dalam hal ini lebih banyak dilakukan oleh LSM, diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 71 tahun 2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

    Nah agar LSM memiliki ruang gerak dalam menjalankan fungsinya secara efektif falam pemberantasan tindak pidana korupsi, dan fakta pemerintah juga memberikan perhatian kepada LSM mencakup antara lain:

    Pertama, adanya peraturan Perundang-undangan yang lebih konkrit tentang kedudukan/keberadaan, bagi LSM untuk melakukan aktivitasnya.

    Kedua, adanya pengakuan/jaminan yang dirumuskan dalam peraturan Perundangan-undangan ataupun kebijakan pemerintah, bahwa LSM diberikan ruang yang jelas secara independen dalam upaya pemberantsan korupsi.

    Ketiga, menjamin akses LSM terhadap sumberdaya dari berbagai sumber untuk melaksanakan kegiatannya.

    Namun kondisi saat ini di Indonesia setidaknya terdapat kurang lebih 10.000 LSM yang ikut berperan aktif dalam mengawasi jalannya pemerintahan terutama pada ranah politik. Perkembangan jumlah lembaga swadaya masyakarakat ini mungkin terus merangkak dengan cepat bukan hanya pada tingkat provinsi saja namun juga pada tingkat kabupaten dan kota.

    Beberapa faktor yang mendukung perkembangan jumlah LSM ini antara lain adalah karena perkembangan dalam bidang politik, bidang demokrasi, pembangunan ekonomi, teknologi dan semakin banyak warga Indonesia yang merupakan lulusan sarjana.

    LSM akan dapat mencapai tujuannya dengan baik jika mampu menjalankan fungsinya dengan baik. Karena sebagai wadah organisasi yang menampung, memproses, mengelola dan melaksanakan semua aspirasi masyarakat dalam bidang pembangunan terutama pada bagian yang kerap kali tidak diperhatikan oleh pemerintah.

    LSM senantiasa ikut menumbuhkembangkan jiwa dan semangat serta memberdayakan masyarakat dalam bidang pembangunan, ini merupakan salah satu fungsi utama dari pembentukan LSM itu sendiri. LSM ikut melaksanakan, mengawasi, memotivasi dan merancang proses dan hasil pembangunan secara berkesinambungan, dan LSM harus memberikan penyuluhan langsung kepada masyarakat untuk ikut berperan aktif dalam pembangunan.

    LSM juga harus ikut aktif dalam memelihara dan menciptakan suasana yang kondusif di dalam kehidupan masyarakat bukan sebaliknya justru membuat keadaan menjadi semakin kacau dengan adanya isu-isu palsu yang meresahkan masyarakat.

    Lembaga swadaya masyarakat adalah sebagai wadah penyalur aspirasi atas hak dan kewajiban warga negara dan kegiatan dari masyarakat sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan oleh masing-masing LSM.

    LSM arus ikut menggali dan mengembangkan segala potensi yang dimiliki oleh anggotanya sehingga dapat mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan bersama. Point ini sangat penting karena jika anggota dalam lembaga swadaya masyarakat tidak memiliki potensi sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan akan menjadikan LSM seperti halnya mayat hidup, yang ada keberadaannya namun tidak memiliki nyawa di dalamnya.

    Dan konstitusi kita sepakat jika LSM sebagai wadah yang ikut aktif dalam perannya mensukseskan pembangunan bangsa dan negara. Serta dalam hal ini ikut menjaga kedaulatan negara serta menjaga ketertiban sosial.

    LSM menjadi salah satu cara bagi masyarakat untuk memberikan asiprasinya, kemudian aspirasi ini ditampung oleh LSM sesuai dengan tujuan LSM itu sendiri dan kemudian akan disalurkan kepada lembaga politik atau lembaga yang bersangkutan guna mencapai keseimbangan komunikasi yang baik antara masyarakat dan pemerintahan seperti politik luar negeri Indonesia dan lain sebagainya.

    Tujuan LSM di Indonesia

    Masing-masing LSM memiliki tujuan yang berbeda-beda tergantung dengan bidang yang dijalaninya. Jadi, untuk melihat apakah LSM tersebut sudah bisa menjalankan fungsinya dengan baik atau tidak harus dilihat lagi tujuan LSM tersebut.

    Saat ini di Indonesia ada beberapa bidang yang dinaungi oleh LSM, misalnya. LSM perlindungan anak dan perempuan, LSM ini bertujuan untuk melindungi anak dan kaum perempuan yang mengalami penganiayaan dan kekerasan serta bentuk tindakan pidana lainnya.

    LSM ini penting karena wanita di Indonesia masih banyak anak dan perempuan terampas haknya sehingga kemungkinan mereka melaporkan ke polisi. LSM ini akan terus memberi penyuluhan kepada masyarakat untuk melaporkan segala jenis tindakan pidana anak dan perempaun korabn kekerasan kepada LSM tersebut dan LSM tersebut akan menyampaikannya kepada pihak yang berwenang.

    Kemudian LSM pelindungan TKI dan TKW misalnya, karena banyak hak-hak para pekerja migran kerap diabaikan oleh pemerintah. Oleh karena itu saat ini bermunculan LSM yang bertujuan untuk melindungi para TKI dan TKW yang mendapatkan perlakukan tidak pantas di luar negeri terutama bagi mereka yang menjadi pekerja buruh migrant.

    LSM peduli lingkungan alam, LSM ini bertujuan untuk mengawasi dan ikut serta dalam perlindungan lingkungan alam. Biasanya terdapat LSM masing-masing lebih khusus ranahnya seperti LSM perlindungan hutan, LSM perlindungan flora dan fauna yang terancam punah, LSM pecinta lautan dan segala yang ada di dalamnya ada Walhi, Watala, dan lainnya.

    LSM ini sudah kian berkembang seiring dengan rusaknya alam dan tidak adanya perhatian pemerintah secara khusus, termasuk Satwa dan lingkungan hidup.

    Ada LSM perlindungan terhadap saksi dan korban, LSM ini bertujuan untuk melindungi mereka yang menjadi korban dan para saksi pada sebuah kasus baik tindak pidana maupun perdata. Hal ini dilakukan karena ada banyak korban dan saksi yang tidak melaporkan tindak kejahatan dikarenakan mereka diancam dan tidak bisa bebas dalam melapor yang menjadi penyebab tawuran antar sesama korban atau saksi.

    Nah, LSM ini akan memberikan perlindungan kepada mereka sehingga para korban dan saksi ini tidak perlu takut saat melaporkan sebuah tindakan kejahatan. Kemudian ada LSM anti Korupsi, Anti pelanggaran HAM, dan lain lain termasuk LSM bidang pendiidikan, tranformasi, Perlindungan konsumen, dan penggiat transfaransi dan lain lain.

    Hak dan kewajiban LSM

    SEberti diulas diatas, bahwa sebuah organisasi akan dikatakan menjadi LSM jika memenuhi ciri-ciri, misalnya bukan bagian dari pemerintah dan birokrasi baik pemerintahan pusat, provinsi, kota hingga pemerintahan desa. Tujuan didirikan organisasi tersebut tidaklah mencari keuntungan. Memiliki tujuan yang jelas yaitu untuk kepentingan masyarakat umum bukan hanya untuk kepentingan beberapa golongan saja.

    LSM berhak untuk menyusun rencana kegiatan serta mengadakan berbagai kegiatan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama antara anggota LSM. Menunjang dan mempertahankan nama baiknya saat menyelenggarakan program kegiatan yang ditujukan untuk masyarakat dan para anggotanya.

    Lembaga swadaya masyarakat berhak untuk melakukan hal atas hak-hak yang telah dimilikinya. Mempertahankan hak keberlangsungan lembaga swadaya masyarakat tersebut sesuai dengan tujuan LSM tersebut. Melakukan koordinasi dengan para anggota LSM untuk menjalankan tujuan dan mempertahankan keberlangsungan hidup LSM tersebut.

    Selain hak yang diperoleh lembaga swadaya masyarakat di atas, LSM juga berkewajiban untuk memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga dengan sumber pemasukan dan pengeluaran yang jelas. Senantiasa ikut serta dalam menghayati, mengamalkan dan mengawasi jalannya pemerintahan berdasarkan pancasila dan undang-undang dasar. (UUD Republik Indonesia).

    Mengutamakan kepentingan umum dari pada kepentingan golongan, lebih mementingkan kepentingan negara dari pada mementingkan kepentingan perorangan dan senantiasa ikut serta dalam mengamankan negara kesatuan republik Indonesia.

    LSM ikut memfasilitasi atau menghubungkan antara pemerintah dan masyarakat terutama dari bawah ke atas karena hal ini kerap kali diabaikan. LSM dapat bekerja sesuai dengan topuksi masing-masing sebagaimana yang sudah ditetapkan oleh undang-undang nomor 17 tahun 2013 tentang Oganisasi kemasyarakatan (ormas).

    Dalam UU tersebut pada pasal 59 huruf e disebutkan bahwa ormas dan LSM dilarang melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum. Tapi, dari banyak laporan yang diterima, misalnya saat warga melapor ke LSM atau Ormas, bahwa ada bangunan jalan atau jembatan atau bendungan serta kegiatan lain yang rusak.

    Maka oknum seorang LSM atau Ormas mendatangi lokasi proyek tersebut, lalu yang bersangkutan kemudian menanyakan siapa kontraktornya, berapa nilai proyek serta mengukur ketebalan atau kualitas ataupun volume kegiatan dll.

    Seharusnya jika ada laporan kegiatan bermasalah, seorang anggota LSM atau ormas mendatangi lokasi kegiatan itu, lalu koordinasi dengan orang yang ada di lokasi proyek, foto kegiatan, kemudian hasilnya disampaikan pada penegak hukum, dan tugas penegak hukum yang menyelidiknya apakah bermasalah dan merugikan keuangan negara atau tidak, bukan LSM yang berubah menjadi penyidik.

    Karena tujuan dibentuknya ormas dan LSM itu sudah tercantum dalam UU nomor 17 tahun 2013, yang pada pasal 5 yakni Ormas bertujuan untuk meningkatkan partisipasi dan keberdayaan masyarakat, memberikan pelayanan kepada masyarakat, menjaga nilai agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

    Kemudian LSM bertujuan melestarikan dan memelihara norma, nilai, moral, etika, dan budaya yang hidup dalam masyarakat, melestarikan sumber daya alam dan lingkungan hidup, mengembangkan kesetiakawanan sosial, gotong royong, dan toleransi dalam kehidupan bermasyarakat, menjaga, memelihara, dan memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa serta mewujudkan tujuan negara.

    Nah jelas artinya, LSM yang baik pasti akan menjalankan tugas dan fungsi dengan tidak menyimpang dari aturan yang ada serta angaran dasar (AD) dan anggaran rumah tangga (ART) terbentuknya sebuah organisasi, so jangan kotori tujuan mulia LSM. (***/disadur dari berbagi sumber)

    Juniardi, adalah praktisi Pers

  • Juniardi: Hardik Wartawan dan Ngaku Preman Oleh Gubernur Itu Ancaman Kemerdekaan Pers

    Juniardi: Hardik Wartawan dan Ngaku Preman Oleh Gubernur Itu Ancaman Kemerdekaan Pers

    Bandar Lampung (SL)-Wakil Ketua PWI Lampung Bidang Pembelaan Wartawan mengecam sikap arogan Gubernur Lampung Arinal Djunaidi, yang menghardik wartawan MNCTV saat sedang mengambil gambar acara rapat Gubernur Lampung bersama KPU, Bawaslu, dan Forkimpinda Lampung soal persiapan Pilkada, Rabu 24 Juni 2020. Selain menghardik, Gubernur melontarkan kaliman bahwa dirinya juga preman.

    “Jika benar itu terjadi, saya menyesalkan penghardikan wartawan dan larangan mengambil gambar, yang terjadi di ruang rapat Pemprov Lampung. Apalagi di lontarkan orang nomor satu di Lampung itu di hadapan banyak pejabat Forkopimda, ada Kapolda, Kabinda, dan para Pejabat di lingkungan Provinsi Lampung. Ini masuk kekerasn verbal,,” kata Juniardi.

    “Apa tidak ada yang lebih sopan? Bicara saja baik-baik jika memang kegiatan tidak bisa diliput. Toh wartawan yang datang itu di undang, dan pasti akan mengerti karena mereka dibatasi dengan kode etik. Cara-cara arogan sudah tidak jamannya lagi. Semua bisa selesai dengan komunikasi yang baik. Wartawan kok dianggap musuh,” lanjutnya.

    Juniardi, jugaa mengecam keras tindakan yang dilakukan Gubernur Lampung karena masuk katagori kekerasan verbal dan menghalang halangi kerja wartawan, apalagi kegiatan itu justru untuk menyampaikan paparan Gubernur itu sendiri. “Tindakan Gubernur Lampung tersebut sudah melanggar undang-undang Pers dimana jurnalis dalam bekerja dilindungi oleh undang-undang pers,” katanya.

    Menurut Juniardi, sejatinya wartawan mempunyai Undang-Undang dalam memperoleh sebuah informasi yang tertuang dan sudah  dalam UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers dan UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, “Karena itu kita berharap aparat penegak hukum untuk bisa melindungi para jurnalis dalam melaksanakan aktivitas peliputan di seluruh Nusantara Indonesia, termasuk di Lampung,” katanya.

    Selain itu, apapun alasannya, sebagai pejabat publik, tindakan arogansi dan premanisme oknum Gubernur kepada Wartawan MNCTV adalah bagian dari bentuk tindakan premanisme, dan itu sudah tidak jamannya. Negara Demokrasi sangat menghargai peran dan memerlukan pers sebagai mitra.

    “Tidak kecuali itu di Lampung pesan pentingnya peran Pers sering digaungkan oleh Presiden dan Petinggi Pemerintahan lainnya di Pusat termasuk oleh Kapolri. Bahkan acapkali Gubernur membuat pernyataan tentang penting kerjasama dengan pers dalam memajukan daerah juga menjaga stabilitas keamanan sebagai mana juga yang disampaikan oleh Kapolda Lampung,” katanya.

    Sikap arogansi dan premanisme yang ditunjukkan Gubernur terhadap Wartawan MNCTV adalah sebuah tindakan kesewenang-wenangan. Mestinya sebagai pejabat justru memberikan akses yang luas kepada wartawan dalam memperoleh informasi menyangkut dengan kegiatan Pemerintahan Provinsi Lampung.

    “Hal itu semestinya tidak harus terjadi, itu intimidasi namaanya, sikap yang di lihatkan dan di tunjukan pejabat tersebut sudah tidak mencerminkan seorang pejabat publik. Apalagi ia termasuk orang yang cukup di segani seharusnya dapat mengayomi dan memberikan contoh yang baik,” katanya.

    Peristiwa yang menimpa salah satu rekan wartawan MNCTV itu untuk bukan yang pertama, maka kita turut prihatin dengan sikap yang di tunjukan oleh oknum pejabat penting di Lampung itu. “Sikap yang di tunjukan seorang pejabat seperti itu semestinya tidak terjadi, katanya wartawan itu teman, rekan, media itu adalah mitra pemerintahan, mitra DPRD, mitra Polri dan seluruh elemen dan masyarakat. Apalagi pejabat atau jabatan itu hanya titipan,” katanya.

    Terkaiit ucapan mengaku sebagai preman, Juniardi menyatakan wartawan itu bukan preman, tapi menyampaikan informasi melalui media, cetak, online, elektronik termasuk televisi, yang diterbitkan berdasarkan profesional dan kode etik, berdasarkan bukti-bukti dan data yang mereka temukan dilapangan. “Gubernur sebagai kepala pemerintahan tentunya harus menghargai profesional mereka yang sedang melaksanakan tugasnya sebagai perkerja pers,” kata Juniardi

    Selama wartawan tersebut masih menjalan tugas dengan profesional, “Jika memang kecewa dengan berita yang di buat itu jelas dan ada sumber semua itu sah-sah saja bila mana seorang wartawan itu masih memegang teguh kode etik jurnalistik. Jika ada kesalahan atau masih ada kekeliruan dalam penyampaian dalam berita kita bisa memberikan hak jawab dan klarifikasi dalam pemberitaan yang berimbang,” katanya.

    “Kita berharap kepada Gubernur maupun kepada para pejabat publik kedepanya agar tidak ada lagi sikap arogan kepada wartawan maupun pekerja pers, apalagi sikap seperti itu tidak semestinya di tunjukan oleh pejabat publik. Jangan karea jabatan kita mentang-mentang, sok ataupun menunjukan sikap arogan. Harusnya menyadari jabatan itu amanah. Mari kita bersama berkerja sesuai dengan aturan dan ketentuan yang ada,” tutupnya. (Indah/Red) .

  • Juniardi: Pers Harus Bertanggung Jawab Atas Karya Jurnalistiknya

    Juniardi: Pers Harus Bertanggung Jawab Atas Karya Jurnalistiknya

    Surabaya (SL) – Hari Pers Nasional 2019 digelar di Surabaya, Jawa Timur. Puncak perayaan HPN digelar di Grand City Surabaya, pada 9 Februari 2019, dihadiri Presiden RI. Moment HPN 2019, harus dijadikan tonggak dalam rangka mengembalikan marwah pers yang sebenarnya, yaitu pers yang bertanggung jawab. Artinya bertanggung jawab karya beritanya, dan kepada kepetingan masyarakat.

    “HPN 2019 bisa menjadi momentum untuk meningkatkan pembenahan media massa. Jangan sampai pula kita hanya memanfaatkan kue iklan yang ada, terutama dari pemerintahan, sehingga kita lalu lupa untuk memberikan kritik yang membangun ke pemerintah,” kata Wakil Ketua Bidang Pembelaan Wartawan, PWI Lampung, Juniardi SIP, MH, usi acara punck HPN, Surabaya, Sabtu (9/2)

    Juniardi juga mengajak Humas dan protokol Pemerintah daerah, tidak hanya melulu berorentasi pada berita baik pimpinan, dan tidak suka dikritik. Wartawan diajak mou, diberi iklan, adv, agar berita dengan yang puji puji, dan ini terkadang tidak disadari Newsroom media.

    Tradisi ini tidak mendorong kemajuan termasuk terhadap kemajuan masyarakat, pers, bahkan pemda itu sendiri. Bagaimana pimpinan daerah akan tahu terhadap persoalan, jika tidak melalui peran wartawan. Yang juga bisa andil dalam ikut membangun kemajuan daerah, dengan medinya,”

    Yang baik, katanya mantan Ketua Komisi Informasi Publik (KIP) Lampung ini, mengapa wartawan misalnya dibiaya saja, untuk membuat liputan liputan daerah yang tidak terjangkau dan jarang dilihat pemerintah, mencari persoalan persoalan, hingga potensi daerah, sehingga bisa menjadi rujukan pimpinan daerah untuk cepat ditanggulangi dan merencanakan pembangunan.

    “Liputan liputan kini hanya luar, tidak mendalam, tidak ada pengetahuan, tidak ada pencerdasan terhadap masyarakat. Melulu terjebak kepada sosok, bukan lagi para persoalan yang ada dilingkungan sosok itu sendiri,” kata alumni FH Pasca Sarjana Unila ini.

    Di sisi lain, lanjut Pimred sinarlampung.com ini, isu kebebasan pers di Indonesia masih menghadapi sejumlah tantangan. Kekerasan masih terjadi terhadap awak media–beberapa di antaranya bahkan meninggal dunia dalam tugas dan kasusnya tidak jelas. Data Reporters Without Borders 2018 misalnya, menyebutkan indeks kebebasan pers Indonesia ada di ranking 124 dari 180 negara. Bahkan Isu pembatasan liputan di Papua dan ancaman UU ITE yang bisa menyasar jurnalis, jadi sorotan utama belakangan ini.

    Persoalan kebebasan pers belakangan dihangatkan oleh protes terhadap perubahan hukuman dan remisi untuk I Nyoman Susrama, terpidana kasus pembunuhan jurnalis Radar Bali, AA Gde Bagus Narendra Prabangsa. Dari sejumlah kasus pembunuhan jurnalis yang terekam sejak 1996, baru kasus Prabangsa saja yang terselesaikan hingga ke ranah hukum.

    Yang kemudian ramai menuwai protes, dan akhirnya di HPN menyatakan mencabut remisi, dengan dalih Kemehumham kecolongan. Dari rangkaian seminar di HPN 2019, bahwa kritis pers sekarang sudah mulai menipis, banyak undang-undang yang dilanggar oleh pers.Untungnya masyarakat saja yang masih malas untuk nuntut.

    Para pakar komunikasi menilai tanggung jawab pers khususnya dan media massa pada umumnya sudah melupakan tanggung jawab sebagai peran media publik untuk mendapatkan informasi dan saluran komunikasi yang menjunjung nilai-nilai keterbukaan, kejujuran, hormat-menghormati, dan ketidak berpihakan pada kelompok tertentu.

    Semua orang, hampir dari seluruh kalangan masyarakat secara seragam sering mengatakan bahwa pers atau media kita sudah sangat kebablasan, terutama dalam mengekspresikan tentang prinsip kebebasan pers,” ujarnya.

    Memang, kata Juniardi, semenjak era reformasi digulirkan, media massa memasuki era kebasan yang luar biasa. Ditambah pemerintah tidak lagi melakukan regulasi atas media dengan regulasi, yang dulunya sangat sakral untuk didapatkan.

    Media dapat menuliskan dan menyampaikan apa saja kepada publik tanpa regulasi sensor. Setiap figur di masyarakat kalau itu memang mau diberitakan bisa di buka ruang-ruang pribadinya, dari mulai ruang tidur, halaman rumah, sampai ruang kantor yang sangat privat seklipun untuk ukuran konsumsi publik.

    “Dan tidak lagi disaring, apakah informasi yang disampaikan oleh wartawan atau reporter itu, mendidik atau tidak, menyampaikan kejujuran atau hasutan, dan mengandung nilai-nilai keadilan atau keberpihakan. Kondisi ini krusial yang kita hadapi, padahal Pers harus bertanggung jawab, pers tidak boleh kebablasan. Kita harus buang anggapan undang-undang atau aturan dibuat hanya untuk dilanggar,” katanya. (red)

  • Juniardi: UKW Penting Sebagai Pembeda Kualitas Wartawan

    Juniardi: UKW Penting Sebagai Pembeda Kualitas Wartawan

    Bandralampung (SL)-UKW penting, bisa membedakan kualitas wartawan, karena kini di Lampung khususnya banyak orang mendirikan media bukan untuk tujuan jurnalisme, yaitu memenuhi hak masyarakat untuk mendapatkan berita, tapi dalam praktek abal-abal, media sengaja didirikan sebagai alat untuk memudahkan pemerasan terhadap orang, pejabat, pemerintah daerah, maupun perusahaan, atau kepentingan lain diluar jurnalisme.

    Paparan diatas disampaikan oleh Wakil Ketua PWI Lampung Bidang Pembelaan Wartawan, Juniardi, SIP., MH., menanggapi seberapa penting Uji Kompetensi Wartawan (UKW) bagi keberhasilan kinerja Jurnalistik dalam negeri, khususnya Provinsi Lampung dalam menjalankan fungsi sebagai pilar demokrasi. Bandar Lampung, Kamis (06/12/2018).

    Lebih lanjut, Juniardi menjelaskan berbagai dinamika yang terjadi, terutama sejak Dewan Pers mencanangkan program verifikasi perusahaan pers pada puncak peringatan Hari Pers Nasional 2017 di Ambon dan kembali menegaskan tentang perlunya uji kompetensi wartawan sebagai upaya memerangi hoax dan praktek pers abal-abal, banyak orang yang mengaku sebagai wartawan ataupun mengatasnamakan media dan organisasi wartawan, melancarkan aksi demonstrasi. Kelompok-kelompok ini menolak verifikasi perusahaan pers dan juga uji kompetensi wartawan. Tuntutan itu disertai pula dengan tuntutan pembubaran Dewan Pers.

    “Penyalahgunaan media maupun profesi wartawan oleh kelompok abal-abal yang kian marak juga melatarbelakangi munculnya revisi Nota Kesepahaman antara Dewan Pers dengan Polri yang ditandatangani pada 9 Februari 2017 di hadapan Presiden RI, Joko Widodo, dalam puncak peringatan Hari Pers Nasional di kota Ambon,” jelas pimpinan sinarlampung.com ini.

    Dimata hukum, kata Juniardi, pada dasarnya, pidana bisa dikenakan bila memang ada niat buruk dalam pemberitaan oleh pers ataupun pemberitaan yang dibuat abal-abal misalnya tak mematuhi KEJ, atau perilaku yang melanggar ketentuan hukum pidana antara lain pemerasan, menyebarkan kabar bohong, memfitnah, dan lain-lain. Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) juga bisa dikenakan kepada pihak yang jelas bukan wartawan.

    “Nota Kesapahaman antara Dewan Pers dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia No: 2/DP/MoU/II/2017 dan No: B/5/11/2017 tentang Koordinasi Dalam Perlindungan Kemerdekaan Pers dan Penegakan Hukum Terkait Penyalahgunaan Profesi Wartawan. Nota Kesepahaman tersebut sebagai pedoman bagi Dewan Pers maupun Polri dalam rangka koordinasi guna terwujudnya kemerdekaan pers dan penegakan hukum terkait penyalahgunaan profesi wartawan,” urai mantan Ketua KIP Lampung itu.

    Sekretaris Umum Organisasi media siber nasional SMSI Provinsi Lampung juga mengingatkan, terkadang masyarakat pers lupa adalah bahwa mandat Dewan Pers jelas, yaitu melindungi kemerdekaan pers. Untuk itulah Dewan Pers membuat nota kesepahaman dengan kepolisian, kejaksaan. dan mendorong Mahkamah Agung untuk melahirkan Surat Edaran Mahkamah Agung No 1 Tahun 2008.

    “Itu adalah dalam rangka memberikan perlindungan kepada wartawan, Dewan Pers juga membuat nota kesepahaman dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan dengan Panglima TNI,” kata wartawan pemegang Kartu Uji kompetensi utama itu. (red)

  • Antusiasme Anak-anak Panti Asuhan Roudhotunnisa Saat Belajar Ilmu Jurnalistik Bersama Juniardi

    Antusiasme Anak-anak Panti Asuhan Roudhotunnisa Saat Belajar Ilmu Jurnalistik Bersama Juniardi

    Jatiagung (SL) – Ekspresi takjub bercampur penasaran tergambar jelas pada wajah-wajah polos adik-adik Panti Asuhan Roudhotunnisa yang pagi menjelang siang ini duduk rapi di teras Aula Panti.

    Meskipun cuaca sedang terik, tidak menyurutkan antusiame adik-adik panti, pasalnya Sabtu ini 17 November 2018 mereka kedatangan tamu spesial yang akan berbagi ilmu baru yang tidak kalah spesial.

    Juniardi, M. A. Seorang Wartawan Senior dari PWI begitu piawai menghipnotis adik-adik Panti Asuhan ketika menyampaikan materi tentang Profesi Wartawan dan seputar Dasar-Dasar Ilmu Jurnalistik. Pada kegiatan yang diinisiasi oleh Media Siber Inspiratif.co.id dan Yayasan Mitra Inspiratif di Lampung Selatan.

    Husni Mubarok, S. Pd. selaku Pemilik Yayasan Panti Asuhan Roudhotunnisa mengungkapkan rasa bangga dan terimakasihnya dengan amat mendalam.

    “Terutama kepada team Inspiratif yang senantiasa berperan aktif dalam membuat kegiatan, khususnya untuk mengajari dan mendidik anak-anak saya.” Ungkapnya saat memberi sambutan.

    Selain itu laki-laki yang akrab disapa Abi oleh adik-adik panti ini, juga berpesan supaya anak-anaknya mengikuti pembelajaran dengan serius dan sungguh-sungguh agar ilmu yang diperoleh bermanfaat.

    “Apapun ilmunya, selama tidak bertentangan dengan federal agama itu pasti bermanfaat. Ilmu itu yang akan membuka wawasan kita. Bahkan dalam fikih, dikatakan bahwa ilmu yang harus dituntut tidak hanya ilmu akherat saja. Ilmu dunia, bahkan harus didahulukan.” Pesannya.

    Pada kesempatan ini Juniardi, M. A. membuka materi dengan mengenalkan seputar dunia wartawan: yang memiliki sikap tidak mudah puas dan selalu ingin tahu. Menurutnya wartawan adalah mata masyarakat. Bagaimana mewakilkan pembaca yang di rumah agar bisa melihat peristiwa di lokasi.

    “Siapapun bisa belajar ilmu jurnalistik. Asal memiliki kemampuan. Kemampuan itu diperoleh dari sikap kesungguhan dan kemauan untuk belajar.” Tuturnya.

    Karsidi Setiono selaku Pemimpin Umum Inspiratif.co.id juga ikut berpesan kepada adik-adik panti untuk mengikuti pembelajaran ini dengan serius.

    “Gali dan ambil pengalaman dari beliau (Juniardi). Beliau ini orang hebat yang datang jauh-jauh khusus untuk kalian.” Ungkapnya sembari mendoakan agar ilmu yang adik-adik peroleh bermanfaat kelak.

    Pada pelatihan Ilmu Jurnalistik ini, hadir juga team Humas Inspiratif dan teman-teman mitra inspiratif yang berasal dari perwakilan Mahasiswa Himakom Universitas Muhammadiyah Metro.

  • Pimred Sinar Lampung Ingatkan Tupoksi

    Pimred Sinar Lampung Ingatkan Tupoksi

    Bandarlampung (SL) – Dalam rangka menjalin silatuhrami sekaligus rapat koordinasi guna meningkatkan kualitas jurnalis, Sinarlampung.com mengadakan pertemuan setiap triwulan sekali di Jln. Malahayati Telukbetung Bandarlampung.

    Rapat koordinasi yang dipimpin langsung oleh Juniardi, S.Ip. M,H selaku Pimpinan Redaksi (Pimred) Sinarlampung.com, Sabtu (14/09/2018) tersebut, diikuti seluruh jurnalis dan biro Sinar Lampung se-Provinsi Lampung.

    Dalam sambutannya, Pimred Sinar Lampung mengharapkan kinerja jurnalis sesuai tugas pokok dan fungsi (tupoksi) masing-masing dan tidak keluar dari ketentuan sebagaimana yang tertuang dalam UU Pers RI dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ).

    “Sebagai jurnalis, kita harus mengedepankan kepentingan masyarakat dan tidak membuat opini. Karena tugas kita selaku kontrol sosial bagi masyarakat dan untuk masyarakat,” ujar Pimred Sinar Lampung.

    Kepada para jurnalis yang dibawah naungannya pula, Juniardi mengharapkan adanya kebersamaan dalam menyikapi suatu pemberitaan agar apa yang diharapkan masyarakat dapat diterima dengan jelas.

    “Setiap penulisan suatu persoalan di masyarakat, jangan kita berandai-andai (opini-red), tolong ingat kiblat dalam penulisan adalah UU Pers,” tandas Pimred ini.

    Pimred ini pula mengingatkan jika ada pemberitaan yang dimuat (kasus-red), sudah seharusnya ditindaklanjuti dengan konfirmasi kepada nara sumber kedua belah pihak.

    ” Tolong diingat, kalau ada pemberitaan yang menyangkut nama baik seseorang, jangan sampai tidak ada klarifikasi dari pemberitaan tersebut. Karena tugas kita menyampaikan informasi dari anda untuk anda, Jelas Mantan Ketua Komisi Informasi Publik (KIP) ini.

    Diakhir koordinasi dalam silaturahmi itu pula, Pimred ini menambahkan, jika ada permasalahan dalam suatu pemberitaan, sebaiknya segera melakukan koordinasi.

    “Nanti kalau ada berita maupun tulisan yang perlu dikoordinasikan, jangan sungkan sungkat untuk dibahas”, tutupnya. (aan/red)

  • Juniardi : Pimpinan BPJS Harus Evakuasi Kinerja Humas BPJS Lampung Utara

    Juniardi : Pimpinan BPJS Harus Evakuasi Kinerja Humas BPJS Lampung Utara

    Lampung Utara(SL) – Kinerja BPJS Cabang Kotabumi Lampung Utara, seyogyanya harus dievaluasi dengan capaian menghasilkan produk sesuai dengan bidang-bidangnya. Hal itu dilontarkan Wakil Ketua Bidang Pembelaan Wartawan PWI Provinsi Lampung, Juniardi JT,S.Ip,M.H. setelah mengetahui adanya informasi dugaan pelecehan profesi wartawan, pada kegiatan senam masal oleh BPJS Kotabumi, Minggu, 29 Juli 2018.

    Juniardi juga mengingatkan, bila wartawan ialah profesi mulia yang bersifat kontrol sosial dengan tujuan membangun dan bukanlah semata-mata untuk ‘uang’. “Harus di evaluasi, kalau memang tidak cocok harus di ganti orang tersebut (Humas BPJS), karena sudah tidak etis menganggap wartawan tiba tiba bertanya soal ini (uang), apalagi saat itu di undang, ini harus di evaluasi dengan BPJS Provinsi”, ujar Juniardi, dikonfirmasi wartawan.

    Menurutnya, organisasi wartawan merupakan mitra organisasi lainya yang harus di imbangi dengan komunikasi lebih dalam, sehingga akan menghasilkan konten baik tanpa menyinggung pihak pihak lain. “Mitra dengan media itukan terkait bagaimana informasi yang baik dan benar, konten yang dibangun ialah komunikasi yang baik. Jadi janganlah menganggap wartawan seperti yang dulu, sudah jelas, apalagi profesi di PWI itu wartawan yang sudah kompeten, medianya jelas, tidak sembarangan. Kalau dia keluar kata kata itu berarti sudah tidak menghormati (profesi), makanya saya bilang harus di ganti,” tambah bang Jun, sapaan akrabnya

    Sebagai masukan kearah pembenahan, lanjut Juniardi, sekiranya Pihak BPJS dapat mengadakan pelatihan pelatihan khusus bagian kehumasan. Dengan begitu akan menghasilkan orang yang betul-betul faham dengan kinerja kehumasan yang bersentuhan dengan kinerja Pers. “Bila perlu BPJS mengadakan pelatihan yang memahami kerja pers, sehingga orang orang yang ditunjuk untuk menangani perkara humas faham dengan kinerja pers”, pungkasnya. (ardi/nt)

  • Juniardi Imbau Wartawan Jadi Caleg Segera Cuti Atau Non Aktif

    Juniardi Imbau Wartawan Jadi Caleg Segera Cuti Atau Non Aktif

    Bandarlampung (SL) – Terkait wartawan yang memutuskan menjadi calon anggota legislatif, calon DPD, atau tim sukses, di himbau segera mengajukan cuti, non aktif atau mengundurkan diri. Perintah tersebut tertulis dalam seruan Dewan Pers dan ditandatangani sejak Ketua Prof. Bagir Manan lalu, yang dikeluarkan dalam rangka menjamin kemerdekaan pers dan untuk memenuhi hak masyarakat mendapatkan kembali informasi yang berkualitas dan adil.

    Menurut Juniardi, bahwa dalam seruan bernomor 02/2014 tersebut tertulis, Pers Indonesia harus menjadi wasit dan pembimbing yang adil dan menjadi pengawas yang teliti dan seksama terhadap pelaksanaan pemilu, bukan sebaliknya menjadi pemain yang menyalahgunakan ketergantungan masyarakat terhadap media. “Hal itu tertuang dalam Butir 4 Deklarasi Hari Pers Nasional tahun 2014 di Bengkulu,” kata mantan Ketua KI Lampung pertama itu, di Bandarlampung.

    Selain itu, dalam edaran tersebut juga terungkap perusahaan pers juga harus memiliki “pagar api” yang tegas dalam menayangkan iklan politik. Sebelum memuat iklan politik peserta pemilu atau pilgub, perusahaan pers harus memperhatikan bahwa pemuatan iklan harus sesuai dengan ketentuan dalam UU Pemilu, UU Pers, Peraturan KPU, dan etika pariwara Indonesia. “Perusahaan pers juga harus tegas membedakan antara berita ataupun iklan yang ditulis dengan menggunakan model dan struktur berita atau advertorial,” katanya.

    Alumni Magister Hukum Unila itu menegaskan penegakan prinsip tersebut penting, karena menjadi upaya serius untuk menjaga integritas pers dan independensi ruang redaksi sel nama proses Pilkada termasuk pemilu, sekaligus sikap jujur pers kepada publik yang berhak mendapatkan informasi yang benar.

    Terkait Ketua PWI Lampung yang juga dikabarkan masuk bursa Bakal Caleg, dan diajukan oleh partai Golkar, maka bahwa Ketua PWI Supriyadi Alfian, bukan menjadi pengurus partai politik, akan tetapi di calonkan sebagai Caleg. “Ketua PWI bisa mengajukan cuti sebagai Caleg, sesuai mekanisme organisasi, dilakukan dalam pleno pengurus harian, ” tegasnya

    Dalam aturan PD, PRT, PWI jelas juga diatur bahwa tidak boleh anggota PWI menjadi pengurus parpol atau organisasi wartawan lainnya. “Karena ini baru Bacaleg, dan setelah ditetapkan jadi caleg saat masa sosialisasi dan kampanye, kita yakin ketua PWI yang patuh dan paham aturan organisasi pasti akan non aktif.”

    Termasuk, sebagai profesi wartawan, maka jelas harus non aktif dari media tempatnya bernaung, dan sebagai wartawan. “Non aktif sebagai wartawan, jabatan di news room, termasuk jika Pimred. Seperti priode lalu, ada Pimred Harian Pilar, yang menjadi Tim sukses Pilkada Kabupaten, dia menyatakan non aktif, dan di umumkan kepada publik, ” katanya. (rls/Ismadiah)