Tag: Kabareskrim Polri

  • Tito Karnavian Pimpin Sertijab Kapolda Metro Jaya dan Kabareskrim Polri

    Tito Karnavian Pimpin Sertijab Kapolda Metro Jaya dan Kabareskrim Polri

    Jakarta (SL) – Berdasarkan surat telegram nomor ST/ 188/ I/ KEP./2019 tertanggal 22 Januari 2019 yang di tandatangani Asisten Kapolri bidang SDM Irjen Pol Eko Indra Heri, Kapolri Jenderal Polisi Prof. H. Muhammad Tito Karnavian, Ph.D. memimpin langsung Sertijab Kapolda Metro Jaya yang sebelumnya di jabat Irjen Pol Drs. Idham Azis. Msi digantikan oleh Irjen Pol Dr. Gatot Edy Pramono. Msi yang sebelumnya menduduki sebagai Asrena Kapolri dan juga Kasatgas Nusantara, di Gedung Rupatama Mabes Polri, Kamis (24/1/2019).

    Irjen Pol Drs. Idham Azis. Msi menduduki jabatan barunya sebagai Kabareskrim Polri menggantikan Komjen Pol Arif Sulistyanto yang menduduki Kalemdiklat polri menggantikan Komjen Pol Drs. Unggung Cahyono. “Demi Allah, saya bersumpah bahwa saya selaku pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia akan setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia,” ucap Irjen Pol Gatot saat pengambilan Sumpah Jabatan.

    “Bahwa saya akan menaati segala peraturan perundang-undangan dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada saya dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab. Bahwa saya akan senantiasa menjunjung tinggi kehormatan negara, pemerintah, dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, serta akan senantiasa mengutamakan kepentingan masyarakat, bangsa, dan negara daripada kepentingan saya sendiri, seorang, atau golongan,” kata Irjen Pol Gatot.

    Dalam kesempatan yang sama, dilantik juga Komjen Pol Drs. Arif Sulistyanto menduduki Kalemdiklat Polri menggantikan Komjen Pol Drs. Unggung Cahyono, yang juga menjabat Kepala Badan Intelijen dan Keamanan (Kabaintelkam).

    Irjen Pol Drs. Idham Azis.Msi sesuai prosedur akan naik pangkat setingkat lebih tinggi dari pangkatnya saat ini. Irjen Pol Idham akan menjadi komisaris jenderal (komjen) atau perwira tinggi dengan pangkat bintang tiga di Polri.

  • Apakah Kabareskrim Polri “Diperdaya” Gerombolan Genderuwo Koruptor Kondensat?

    Apakah Kabareskrim Polri “Diperdaya” Gerombolan Genderuwo Koruptor Kondensat?

    Oleh :Wenry Anshory Putra

    Dalam mitologi budaya Jawa, Genderuwo digambarkan sebagai sosok Siluman raksasa legendaris yang menyeramkan, suka menipu atau memanipulasi, rakus, dan suka sekali menggoda atau mengganggu manusia terutama perempuan serta anak-anak.

    Rasa-rasanya, istilah gerombolan Genderuwo sangat layak kita sematkan kepada mereka yang terlibat dalam kasus korupsi Kondensat yang merugikan negara Rp 37 Triliun.

    Bagaimana tidak? Hanya mereka yang “berwatak” Genderuwo sajalah yang melakukan korupsi besar-besaran di Republik ini dengan kerakusan yang sangat luar biasa.

    Honggo Wendratno taipan korupsi Kondensat dan gerombolannya yang sebenarnya “berwatak” Genderuwo, ia bersama gerombolannya menipu dan menjarah kekayaan bangsa ini untuk memperkaya diri. Dan hanya mereka yang “berwatak” Genderuwo sajalah yang mampu “memperdaya” aparat penegak hukum, sehingga aparat penegak hukum seolah-olah bergerak lamban dan mengulur-ulur waktu. Sudah terlalu banyak kasus patgulipat antara taipan/cukong/mafia dengan aparat penegak hukum di Republik ini.

    Sementara, Raden Priyono (mantan Kepala BP Migas) dan Djoko Harsono (mantan Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas) yang telah lama ditetapkan sebagai tersangka pun masih bebas dan tidak ditahan kembali.

    Hal tersebut melukai hati kita sebagai masyarakat. Bagaimana tidak, hukum seolah-olah tajam terhadap masyarakat kecil tapi tumpul terhadap gerombolan Genderuwo yang menjarah kekayaan bangsa ini?

    Kita menilai ini juga menjadi salah satu perbedaan mendasar antara Polri dan KPK dalam menangani kasus korupsi, apalagi kasus korupsi yang merugikan negara sangat besar. Kita tidak pernah menyaksikan KPK menangguhkan penahanan para tersangka kasus korupsi, “koreksi bila kita keliru”. Berbeda dengan Polri yang hingga kini menangguhkan penahanan kedua tersangka Raden Priyono dan Djoko Harsono dengan alasan yang bagi kita sangat mengada-ada.

    Awalnya, kedua tersangka Raden Priyono dan Djoko Harsono sempat ditahan pada Kamis malam 11 Februari 2016. Setelah beberapa waktu, penahanan kedua tersangka ditangguhkan dengan alasan sakit sehingga konon harus dirawat di luar tahanan. Pertanyaan kita sebagai masyarakat, bagaimana kondisi kedua tersangka Raden Priyono dan Djoko Harsono saat ini? Masih sakit, sedang sekarat, ataukah sudah wafat?

    Wajar bila kita mencium “bau anyir” dalam penuntasan kasus korupsi ini. Karena, kasus korupsi ini masih jalan di tempat dan berkas kedua tersangka Raden Priyono dan Djoko Harsono berikut barang bukti hingga detik ini belum juga dilimpahkan kepada Kejaksaan Agung dengan alasan menunggu tertangkapnya taipan korupsi Kondensat Honggo Wendratno. Sebuah alasan yang bagi kita sangat tidak logis.

    Jika Kabareskrim Polri Komjen (Pol) Arief Sulistyanto masih tidak bertindak cepat, tentu tidak bisa dipersalahkan bila masyarakat beranggapan Polri “tidak berdaya” menangkap taipan korupsi Kondensat Honggo Wendratno dan menghadapi gerombolan Genderuwonya. Hanyalah aparat penegak hukum bernyali yang mampu menuntaskan kasus Kondensat yang merugikan negara Rp 37 Triliun ini, dimulai dengan melimpahkan berkas kedua tersangka Raden Priyono dan Djoko Harsono kepada Kejaksaan Agung.

    Kalau KPK saja berani “menggoyang” taipan “Agung Podomoro Land” pada kasus suap Reklamasi Teluk Jakarta, “Lippo Group” dalam kasus suap Meikarta Cikarang, dan “Sinar Mas” dalam kasus suap limbah sawit Danau Sembuluh, lalu mengapa Kabareskrim Polri Komjen (Pol) Arief Sulistyanto masih setengah-setengah dalam menuntaskan kasus Kondensat ini? Padahal berkas korupsinya sudah dinyatakan lengkap (P21) yang berarti jelas pelanggaran hukumnya, jelas tersangkanya, jelas kerugian negaranya. Maka, Kabareskrim Polri Komjen (Pol) Arief Sulistyanto harus terbuka kepada masyarakat dan jangan ada yang ditutup-tutupi. Jangan mengulur-ulur waktu!

    Padahal yang kita tahu, Kabareskrim Polri Komjen (Pol) Arief Sulistyanto dikenal berani dan tegas. Misalnya saat menjabat sebagai Kapolda Kalimantan Barat dan Dir. Tipideksus Polri:

    1. Penegakkan hukum kasus penggelapan sekitar 1.535 sertifikat Petani Sawit di Ketapang.
    2. Penegakkan hukum kasus patgulipat antara mafia penyelundup dan cukong dengan oknum penegak hukum di Kalimantan Barat.
    3. Penegakkan hukum kasus gula selundupan yang melibatkan The Iu Sia alias Asia dan Tan Kiam Lim alias Alim.
    4. Penegakkan hukum kasus mark up anggaran telekomunikasi Polda Kalimantan Barat tahun 2011-2014 yang melibatkan AKBP Eddy Triswoyo mantan Kabid TIK Polda Kalimantan Barat.
    5. Penegakkan hukum kasus Gayus Tambunan.
    6. Penegakkan hukum kasus pembobolan Bank Citibank yang melibatkan Malinda Dee.
    7. Penegakkan hukum kasus Bank Century.
    8. Penegakkan hukum kasus suap mafia penyundup gula dan barang impor dari Tiongkok yang melibatkan oknum Bea Cukai di Entikong.

    Dengan melihat fakta-fakta tersebut, maka sangat disayangkan bila Kabareskrim Polri Komjen (Pol) Arief Sulistyanto seolah-olah “diperdaya” oleh gerombolan Genderuwo korupsi Kondensat dan pihak-pihak yang mendalanginya. Tapi, kita berharap itu tidak akan pernah terjadi.

    Maka demi penegakan hukum yang profesional, akuntabel, dan non diskriminasi, kita mendesak Kabareskrim Polri Komjen (Pol) Arief Sulistyanto dan jajarannya untuk segera melakukan pelimpahan kedua tersangka Raden Priyono dan Djoko Harsono berikut barang bukti kepada Kejaksaan Agung serta menangkap hidup-hidup Honggo Wendratno taipan korupsi Kondensat yang merugikan negara Rp 37 Triliun.

  • Kabareskrim Polri Berikan Penjelasan Terkait Pembakaran Bendera HTI

    Kabareskrim Polri Berikan Penjelasan Terkait Pembakaran Bendera HTI

    Jakarta (SL)  – Mabes Polri menegaskan bendera bertuliskan kalimat tauhid yang dibakar anggota Barisan Serbaguna Nahdlatul Ulama (Banser NU) di Garut, Jawa Barat, pada Minggu (21/10/2018) merupakan milik Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

    Kabareskrim Komjen Pol Drs. Arief Sulistyanto. Msi, mengatakan penyidik telah memeriksa pengibar bendera tersebut pada Kamis (25/10/2018). Orang tersebut bernama U, pria asal garut yang bekerja di Bandung.

    Dalam pemeriksaan itu, kata Kabareskrim, U mengatakan bendera yang dibawanya merupakan bendera HTI.

    “Ia akui bendera yang dibawa dan dikibarkan itu adalah bendera HTI,” kata Komjen Pol Arief di Mabes Polri, Trunojoyo, Jakarta Selatan, Jumat (26/10/2018).

    Menurut Komjen Pol Arief, bendera yang dibawa U dikibarkan di tengah acara Hari Santri yang berlangsung di Garut. Sontak, sejumlah anggota Banser NU yang mengawal kegiatan itu langsung mengamankan U. Mereka kemudian meminta bendera tersebut dan meminta U meninggalkan lokasi.

    Secara spontan anggota Banser NU kemudian membakar bendera yang dibawa U, karena dalam pemahaman mereka bendera ini merupakan bendera HTI.

    Padahal, beberapa waktu sebelum perayaan Hari Santri telah disepakati oleh seluruh pihak bahwa yang boleh dikibarkan adalah bendera Indonesia, Merah Putih.

    “Banser tahunya ini bendera HTI. HTI ini ormas yang dilarang pemerintah. Maka secara spontan tiga [anggota] Banser ini membakar dengan mencari alat bakar, korek,” kata Komjen Pol Arief.

    Kabareskrim menambahkan bahwa bendera yang dibawa U dibeli secara online dari salah satu akun Facebook. Dalam akun itu juga disebutkan bahwa bendera tersebut merupakan bendera HTI.

    “Bendera, U membeli secara online melalui Facebook yang diiklankan, dan diiklan disebutkan bahwa ini bendera HTI,” kata Komjen Pol Arief.

    Komjen Pol Arief mengatakan saat ini U berstatus sebagai saksi dan proses penyelidikan masih berjalan. Jika terpenuhi ada unsur pidana, maka U bisa ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan mengganggu ketertiban umum sebagaimana diatur dalam Pasal 174 KUHP.

    Sementara itu, tiga anggota Banser NU yang sebelumnya diperiksa telah dilepaskan karena unsur pidana yang mereka lakukan tidak terpenuhi.

    “Sedangkan anggota Banser tidak melakukan pidana karena unsur pidana tidak terpenuhi,” kata Kabareskrim Polri Komjen Pol Drs. Arief Sulistyanto. Msi. (WartaBhayangkara)